Anda di halaman 1dari 5

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Qur’an Hadis


B. Kegiatan Belajar : Kriteria Kesahihan Hadis

C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

A. Kriteria Kesahihan Hadis


1. Definisi Hadis Sahih
 Secara bahasa sahih orang sehat, antonim dari saqim orang
sakit. Hadis sahih berarti hadis yang sehat, tidak ada
penyakit/cacat didalamnya.
 Secara istilah, hadis sahih adalah “Hadis yang bersambung
sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhabith (kuat daya
ingatan) sampai kepada perawi terakhirnya, serta tidak ada
Konsep kejanggalan dan maupun cacat.” (al-Thahhan, t.th: 30)
1 (Beberapa istilah 2. Syarat Hadis Sahih
dan definisi) di KB Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa sebuah hadits dinilai
shahih jika memenuhi lima kriteria berikut, yaitu:
a. Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad)
b. Moralitas para perawinya baik (’adalah al-ruwwat)
c. Intelektualitas para perawinya mumpuni (dhabt al-ruwwat)
d. Tidak janggal (’adam al-syudzudz)
e. Tidak cacat (’adam al-’illah)

B. Jenis Hadis
Hadis terdiri dari beraneka macam jenis sesuai dengan tinjauannya,
seperti berdasarkan sandarannya, kuantitas perawinya, kualitasnya,
bentuknya dan lain sebagainya. Adapun berdasarkan kualitasnya, hadis
terbagi menjadi tiga jenis, yakni sahih, hasan dan daif.
1. Hadis Sahih
a. Pengertian Hadis Sahih
Hadis bernilai sahih adalah hadis yang memenuhi lima kriteria
atau syarat kesahihan hadis yang meliputi ketersambungan
sanad, perawi yang adil, perawi yang sempurna kedabitannya,
tidak ada syaz dan tidak terdapat ‘Illat. Kelima syarat ini harus
terpenuhi seluruhnya. Sehingga, bila salah satu saja tidak
terpenuhi maka hadits itu tidak lagi berkualitas sahih.
b. Pembagian Hadis Sahih
 hadis sahih terbagi menjadi dua, yakni hadis sahih li dzatihi
(sahih secara dzatnya, lima syarat hadis sahih terpenuhi)
dan hadis sahih li ghayrihi (sahih karena dukungan
jalur/riwayat lain).
 Terkait status kehujahan, hadis sahih li ghayrihi memiliki
kualitas lebih rendah dari hadis sahih li dzatihi. Sedang dari
sisi hukum pengamalan, hadis sahih baik li dzatihi maupun li
ghayrihi wajib diamalkan berdasarkan kesepatakan para
ulama ahli hadis, ulama ahli ushul dan fuqaha.
c. Kitab Hadis Sahih
Kitab-kitab yang memuat hadis-hadis sahih di dalamnya di
antaranya adalah al-Jami’ al-Shahih karya imam al-Bukhari
(w. 256 H.), Shahih Muslim karya imam Muslim (w. 271 H)
Shahih Ibn Khuzaymah karya Ibn Khuzaymah (w. 311 H) dan
Shahih Ibn Hibban karya Ibn Hibban (w. 354 H.)

2. Hadis Hasan
a. Pegertian Hadis Hasan
Al-Hasan secara bahasa al-jamal yang berarti sesuatu yang
baik atau indah. Sedang menurut istilah adalah hadis yang
hampir mendekati kualitas sahih karena terpenuhinya seluruh
kriteria kesahihan. Namun, sebab kedabitannya tidak sebaik
yang seharusnya, maka kualitasnya tidak sahih melainkan
hasan.
b. Pembagian Hadis Hasan
Sebagaimana hadis sahih, hadis hasan terbagi ke dalam
dua, yakni hasan li dzatihi dan hasan li ghayrihi.
 hadis hasan li dzatihi adalah hadis hasan yang memiliki
kriteria standar hasan yang sesungguhnya; atau hadis
yang hasan karena sendirinya.
 hadis hasan li ghairihi adalah hadis daif yang memiliki
jalur riwayat lain dengan kualitas setara atau lebih baik
sehingga menguatkan jalur yang bersangkutan
 Dari sisi hukum pengamalan, hadis hasan berstatus
seperti hadis sahih yang wajib diamalkan.
c. Kitab Hadis Hasan
Di antara kitab-kitab yang memuat hadis-hadis hasan yaitu
Sunan Abi Dawud karya Abu Dawud al-Sijistani (w. 275 H),
Sunan al- Tirmidzi karya al-Tirmidzi (w. 279 H) dan Sunan al-
Daruquthni karya al- Daruquthni (w. 385 H.)
3. Hadis Daif
a. Pengertian Hasan Daif
Secara bahasa, daif berarti lemah karena merupakan
antonim dari al-qawiyy (kuat). Sedangkan menurut istilah, Al-
Nawawi menyebut bahwa hadis daif adalah hadis yang di
dalamnya tidak terdapat syarat- syarat hadis sahih maupun
syarat-syarat hadis hasan.
b. Pembagian Hadis Daif
 Oleh karena batas hadis daif adalah hadis yang tidak
memenuhi syarat sahih dan hasan, maka varian dari
hadis daif menjadi sangat banyak. Faktor penyebab
kedaifan suatu hadis, bisa dikarenakan sanadnya
ataupun matannya.
 Daif pada sanadnya, misalnya : Sanadnya tidak
tersambung (hadits mu’allaq, mursal, mu’dhal, dan
munqathi’); ataupun Kecacatan pada keadilan dan
atau kedhabitan perawi (hadits maudhu’, matruk,
munkar, mu’allal, mudraj, dan maqlub dll)
 Daif pada matannya, misalnya Mauquf, hadis yang
secara kandungan hanya disandarkan sampai sahabat;
ataupun Maqthu’, hanya disandarkan sampai tabi’in.
 Berkenaan dengan hukum dari hadis daif ini, secara
periwayatan para ahli hadis membolehkan untuk
meriwayatkannya sekalipun dengan tanpa dijelaskan
kedaifannya, kecuali yang berkategori maudhu’ harus
disertai dengan penjelasannya. Kebolehan ini berlaku bila
memenuhi dua syarat. Pertama, hadis daif tersebut tidak
berkaitan dengan ‘akidah, seperti sifat Allah dan
sebagainya; Kedua, tidak menjelaskan hukum syariat
yang berkenaan dengan halal dan haram.
 dari sisi pengamalan hadis daif, para ulama berbeda
pendapat. Mayoritas menghukumi mustahab (disenangi)
mengamalkan hadis daif dalam fadhailul a’mal, dengan
syarat (Ibnu Hajar) : Pertama, hadis daif tersebut bukan
kategori daif sekali; Kedua, makna dari hadis daif
tersebut tercakup dalam prinsip umum syariat; dan
ketiga, tidak diyakini bahwa hadis daif tersebut
merupakan ucapan Nabi saw.
c. Kitab Hadis Daif
Di antara kitab-kitab yang memuat hadis-hadis daif adalah
al- Marasil karya Abu Dawud al-Sijistani (w. 275 H), al-‘Ilal
karya al- Daruquthni (w. 385 H) dan Silsilah al-Ahadits al-
Dha’ifah wa al-Mawdhu’ah karya al-Albani (w. 1420 H).

C. Hadis tentang Kewajiban Mencari Ilmu: Analisis Kesahihan Hadis


 Menganalisis kesahihan hadis dilakukan terhadap dua aspek,
yaitu aspek sanad dan aspek matan. Sanad yang sahih harus
memenuhi lima syarat yang telah dijelaskan sebelumnya yakni
ketersambungan sanad, keadilan perawi, kedabitan perawi, tidak
ada kejanggalan dan tidak ada cacat.
 Sementara dalam menguji matan, Salah al-Din Ibn Ahmad al-
Adlabi dalam Manhaj Naqd al-Matan ‘ind ‘Ulama al-Hadits al-
Nabawi menjelaskan empat aspek yang perlu diperhatikan.
Pertama, makna hadis tidak bertentangan dengan petunjuk al-
Qur’an. Kedua, makna hadis tidak bertentangan dengan hadis
sahih lainnya dan sirah Nabi. Ketiga, makna hadis tidak
bertentangan dengan akal sehat, indera dan fakta sejarah.
Keempat, susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda
kenabian (Al-Adlabi, 1983: 230).
 Analisis kesahihan hadits menuntut ilmu

Artinya:
“Rasulullah saw bersabda: mencari ilmu itu wajib atas setiap orang
Muslim” (HR. Ibn Majah, 220)

a. Ibn Majah sendiri menganggap hadis ini termasuk hadis daif.


Kelemahan hadis ini terletak pada seorang rawinya yang ada
pada rangkaian sanad yaitu Hafash bin Sulaiman yang dinilai
tidak tsiqah oleh Yahya bin Ma’in dan dikatakan matruk oleh
Ahmad bin Hanbal dan al-Bukhari. Namun demikian, hadis
serupa diriwayatkan pula melalui jalur Ibn Mas’ud yang
diriwayatkan oleh al-Thabrani nomor 12682 dan jalur Abu Sa’id
yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi nomor 1759. Keberadaan
jalur lain dapat menguatkan jalur hadis yang ada.
b. Meskipun hadis di atas daif dari sisi perawi, akan tetapi
kandungan matannya sejalan dengan ajaran Al-Qur’an yang
memerintahkan kaum Muslimin menggali pengetahuan, antara
lain surat al-Taubah ayat 122 dan surat al-‘Alaq ayat 1-5.
Sehingga, secara matan hadis ini dapat diterima.

Daftar materi
2 pada KB yang Menilai/menganalisa kesahihan hadis dari jalur sanad ataupun matannya.
sulit dipahami
Daftar materi
yang sering Seringnya/mudahnya seseorang guru (PAI) mengutip sebuah
mengalami riwayat/hadis dalam pembelajaran dengan menyandarkan kepada
3
miskonsepsi Rasulullah saw, padahal belum memahami kualitas dari riwayat/hadits
dalam dimaksud
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai