B. Kegiatan Belajar : Kedudukan Hadits dan Fungsinya Terhadap Al Quran C. Refleksi : Setelah mempelaji KB 4 Pada Modul 2 ini, maka dapat diketahui dari segala fungsi hadis terhadap Al-Qur’an yang ada menunjukkan bahwa memahami Al-Qur’an tidak bisa hanya melalui terjemah melainkan memerlukan hadis sebagai penjelas tentang model pemahaman dan pengamalan al-Qur’an oleh Nabi sebagaimana yang dijabarkan oleh para ulama ahli tafsir dan hadis. Apabila memahami Al-Qur’an dengan mengambil inspirasi dari model-model implementasi yang dicontohkan
NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN
1. Konsep Urgensi Keberadaan Hadits a. Secara umum hadis (sunnah) merupakan penjelas (bayân) terhadap makna Al-Qur’an yang umum, global dan mutlak. “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. b. Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa Rasulullah ditugaskan untuk memberikan penjelasan atas kalam Allah. Imam Ahmad menandaskan bahwa seseorang tidak akan dapat memahami Al-Qur’an secara keseluruhan tanpa melalui hadis. Imam al-Syathibi mengungkapkan hal sama, bahwa kita tidak akan Konsep (Beberapa istilah 1 bisa mengambil dan menentukan hukum dari Al- dan definisi) di KB Qur’an secara langsung tanpa penjelasan hadis (Fikri, 2015: 180). Dengan demikian, jelaslah bahwa kehadiran hadis sangat penting dalam syariat Islam. c. Dalam hal penjelasan tentang hukum agama, hadis menempati kedudukan kedua setelah Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang kemudian disusul ijma dan qiyas. d. Terdapat beberapa argumentasi yang menegaskan kedudukan hadis ini baik secara naqli (riwayat) maupun ‘aqli (nalarlogis). Pertama, Al-Qur’an menyebutkan dalam banyak ayat terkait kewajiban untuk memercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Perintah ini ditunjukkan dalam QS. Ali ‘Imran (3): 23 dan 179, QS. Al-Nisa (4): 59 dan 136, QS. Al-Maidah (5): 92, QS. Al-Nur (24): 54, QS. Al-Hasyr (59): 7 dan banyak lagi yang lainnya. Kedua, hadis sendiri dalam beberapa riwayat secara tersurat menegaskan pentingnya hadis dalam kehidupan. 2. Ragam Fungsi Hadis Beserta Contohnya Imam Malik berpendapat bahwa hadis memiliki lima fungsi terhadap AlQur’an yakni bayan taqrir, bayan tawdhih, bayan tafshil, bayan tabsith dan bayan tasyri’. Imam berpandangan bahwa fungsi hadis terdiri dari empat, yaitu bayan tafshil, bayan takhshish, bayan ta’yin, ˆdan bayan tasyri’. Sementara menurut Ibn alQayyim fungsi hadis ada lima, yakni bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’, bayan takhsis dan bayan taqyid. Sekalipun berbeda-beda, secara lebih rinci fungsi penjelasan (bayan) hadis terhadap Al-Qur’an, dikelompokkan sebagai berikut: a) Bayan Taqrir Posisi hadis sebagai penguat (taqrir/ta’kid) keterangan Al-Qur’an. Ia memantapkan dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, sehingga maknanya semakin terang benderang. Abu Hamadah mengistilahkan fungsi ini dengan bayan al- muwafiq li al-nas al-kitab, karena munculnya hadis tersebut kandungannya searah dengan nas Al-Qur’an. b) Bayan tafsir yaitu hadis berfungsi sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an. Fungsi inilah yang terbanyak pada umumnya dilakukan hadis terhadap AlQur’an. c) Bayan Tasyri’. Yang dimaksud bayan tasyri‘ yaitu hadis berfungsi menciptakan hukum syariat yang belum dijelaskan oleh Al-Qur’an atau dalam Al- Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja (Suparta, 2016: 64). ‘Abbas Mutawalli Hamadah menyebut fungsi ini dengan “za’id ‘ala kitab al- karim” (Hamadah, 1965: 161) d) Bayan Nasakh. Hadis pada fungsi adalah membatalkan atau menghapus ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Para ulama berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang mengakui fungsi ini dan ada juga yang menolaknya. Berada pada barisan pertama adalah golongan Mu’tazilah, Hanafiyah dan mazhab Ibn Hazm al-Zahiri. Sementara yang tergolong pada barisan kedua adalah Imam al-Syafi’i dan sebagian besar pengikutnya, kelompok Khawarij dan mayoritas mazhab Zahiriyyah. 3. Hadis tentang Menanggung Anak Yatim: Analisis Fungsi dan Kandungan Hadis 1) Anak yatim mendapatkan perhatian khusus dalam syariat Islam. Dalam banyak landasan normatif Al- Qur’an dan hadis masalah sosial anak yatim ini dibahas. Di antara hadis yang menyoal ini adalah riwayat al-Bukhari nomor 2560. Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan”. Para sahabat bertanya “Apa dosa- dosa itu”? Rasulullah menjawab: “Syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan 82 harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina terhadap orang-orang perempuan yang menjaga kehormatannya”. 2) Hadis ini berfungsi ta’kid/taqrir karena menegaskan dan menguatkan ketentuan syariat yang terdapat dalam Al-Qur’an surat al-An’am ayat 152: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat), hingga sampai ia dewasa.” 3) Terkait harta anak yatim, syariat jelas melarang untuk menguasai dan menzaliminya. Sebaliknya anak yatim harus diasuh dan disantuni. Bagi orang yang berlaku demikian akan mendapatkan kenikmatan di akhirat kelak seperti gambaran hadis: “Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah saw bersabda: Saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim akan berada di surga seperti ini – Rasulullah bersabda demikian dengan sambil merekatkan jari telunjuk dan jari tengahnya.” (HR Bukhari dan al-Tirmidzi).
1. Menentukan fungsi hadis bagi Al-Qur’an, apakah ia
bayan taqrir, bayan tawdhih, bayan tafshil, bayan tabsith dan bayan tasyri’. 2. Penjelasan tentang fungsi hadis terhadap Al-Qur’an Daftar materi pada KB yang bermacam-macam, sehingga harus benar-benar 2 yang sulit dipahami mengingat istilah-istilah tersebut. 3. Menentukan kedudukan hadis tentang menanggung anak yatim, apak ia shahih atau tidak, harus terlabih dahulu melihat para perawi dan sanad hadis tersebut. 1. Membedakan antara fungsi hadis bagi Al-Qur’an, apakah ia bayan taqrir, bayan tawdhih, bayan tafshil, bayan tabsith dan bayan tasyri’. Daftar materi yang sering 2. Menentukan fungsi hadis bagi Al-Qur’an, apakah ia 3 mengalami miskonsepsi bayan taqrir, bayan tawdhih, bayan tafshil, bayan dalam pembelajaran tabsith dan bayan tasyri’ pada sebuah kasus atau masalah.