Anda di halaman 1dari 7

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : FIQIH


B. Kegiatan Belajar : KONSEP PEMERINTAHAN DALAM ISLAM

C. Refleksi

BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI
1 Konsep
(Beberapa Sistem
istilah dan Pemerintah
definisi) di an dalam
KB Islam

Ahlu Halli
KONSEP Bentuk
Wal 'Aqdi dan
PEMERINTAHAN Pemerintahan
Majelis Syuro
DALAM ISLAM Dalam Islam
dalam Islam

Konsep Hak dan


Kewajiban
Warga Negara

Konsep sistem pemerintahan dalam Islam

Secara etimologi, pemerintahan berasal dari: (a) Kata dasar "pemerintah" berarti
melakukan pekerjaan menyeluruh. (b) Penambahan awalan "pe" menjadi "pemerintah"
berarti badan yang melakukan kekuasaan memerintah. (c) Penambahan akhiran "an"
menjadi "pemerintahan" berarti perbuatan, cara, hal atau urusan dari pada badan
yang memerintah tersebut.

Terdapat beberapa sistem ketatanegaraan yang diselenggarakan oleh negara-negara


di dunia ini. Pertama, negara teokrasi. Sistem ini terbentuk seiring adanya keyakinan
dari warga negaranya bahwa pemimpin tertinggi negara merupakan utusan yang
dikirim oleh Tuhan dan mendapat mandat kepemimpinan. Kedua, sistem monarki.
Sistem ini lahir dengan kekuasaan absolut dan mutlak ada di tangan raja yang kelak
kemudian, di era modern, sistem ini berangsur berubah menjadi sistem monarki
moderat, walau kadang masih mempertahankan pola keabsolutan itu. Contoh dari
sistem monarki absolut adalah Kerajaan Arab Saudi. Sementara, contoh dari sistem
monarki moderat adalah seperti negara persemakmuran seperti Malaysia, Inggris,
Singapura, Australia, dan Selandia Baru. Ketiga, sistem autokrasi. Sistem ini hampir
menyerupai sistem monarki absolut, dengan kekuasaan mutlak ada di tangan
seseorang. Keempat, sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan
sepenuhnya ada di tangan rakyat.

Dalam literatur Islam, dikenal dengan istilah Imamah, khilafah dan Imarah sebagai
sistem pemerintahan Islam. Term khilafah secara etimologi adalah 75 kepemimpinan.
Di dalam al-Qur’an kata khalifah beserta derifasinya dilansir sebanyak empat kali,
yaitu di dalam Surat al-Baqarah (2) ayat 30 dan al-Qur’an surat Yunus (10) ayat 14.
Kedua ayat ini menjelaskan tentang kekhalifahan Nabi Adam AS.di muka bumi.
Ketiga, adalah tercantum dalam al-Qur’an surat Shad (38) ayat 26 yang menceritkan
bahwa Allah SWT menjadikan Nabi Daud AS.sebagai khalifah. Adapaun keempat
adalah surat an-Nur (24) ayat 55 berisi tentang janji Allah SWT kepada orang-orang
beriman dan beramal soleh akan dijadikan berkuasa di muka bumi.

Dalam catatan sejarah Islam, pasca-wafatnya Nabi Muhammad SAW, konsep


kekhalifahan beberapa kali mengalami perubahan. Pengangkatan Khalifah Abu Bakar
al-Shiddiq merupakan representasi dari pemerintahan yang dibentuk atas dasar
musyawarah mufakat (al-syura) sebagai cikal bakal demokrasi. Sementara itu
pengangkatan khalifah kedua, yakni khalifah Umar ibn Khathab, merupakan
representasi dari sistem monarki absolut, karena dilakukan melalui penunjukan dan
penobatan. Saat khalifah ketiga hendak diangkat, mulai muncul istilah ahl al-halli wa
al-'aqdi (AHWA) yang ditunjuk oleh sahabat Umar ibn Khathab agar melakukan
persiapan guna melangsungkan suksesi kepemimpinan. Majelis AHWA yang
berjumlah 6 orang sahabat, merupakan representasi dari upaya kompromi politik agar
tidak lahir friksi di kalangan umat Islam, sehingga terpilihnya Sayyidina Utsman ibn
Affan sebagai pemegang tampuk pimpinan kekhalifahan umat Islam, bergelar Amîr
alMukminin, sebuah gelar yang disandang untuk pertama kali oleh Sayyidina Umar ibn
Khathab dan dilanjutkan pada periode Utsman ibn Affan.

Jika ditelusuri lebih jauh, bahwa terpilihnya Sayyidina Utsman ibn Affan ini, secara
tidak langsung telah terjadi pergeseran kembali pada sistem kekhalifahan yang
asalnya dari Syura, berubah menjadi monarki, lalu ke sistem perwakilan (Ahlul Halli
wal Aqdi). Saat Sayyidina Ali ibn Abi Thalib diangkat menjadi khalifah, sistem
pemerintahan kembali berubah menyerupai sistem 76 teokrasi. Bahkan kemudian
pasca terjadinya perjanjian Daumatu al-Jandal, yang berakhir dengan terbunuhnya
Khalifah Ali Ibn Abi Thalib, sistem pemerintahan dalam Islam berubah drastis menjadi
sistem mamlakah (Monarki Absolut) dengan tampilnya sosok Muawiyah ibn Abi
Sufyan sebagai Khalifah dari Dinasti Ummayyah untuk yang pertama kalinya system
pemerintahan saat itu dengan ciri khas kekuasaan berlangsung turun-temurun ini
bertahan hingga abad ke-19. Namun demikian, tumbangnya kekuasaan monarki
absolut ini ditandai oleh runtuhnya kekuasaan Turki Utsmany. Sejak saat itu, sistem
ketatanegaraan berubah drastis menjadi sistem negara bangsa (nation state) yang
bertahan hingga saat ini.
Islam M enurut A bu A’la al-M aududi
Tiga Tujuan Pem erintahan D alam
Menegakan keadilan dalam kehidupan
manusia dan menghentikan
kedhaliman dan menghancurkan
kesemena-menaan

Menegakan sistem yang islami yang


dimiliki oleh pemerintah

Menumpas akar-akar kemungkaran


yang dibenci oleh Allah

Pancasila itulah representasi negara berdasarkan nilai-nilai Islam karena sila


Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prinsip Tauhid dalam Islam. Karena Islam
hanya menawarkan nilai-nilai luhurnya untuk mengisi setiap sendi perpolitikan,
perekonomian, kebudayaan, seni, dan lain-lain dalam aktivitas masyarakat dan
bangsa.

2. Dasar, Nilai dan Cara Pengangkatan Pemimpin dalam Islam

Quran Surat Ali Imran: 26; Al-hadid:5;


AlAn’aam:125 dan Yunus: 14
Mengajarkan tentang kedudukan
manusia di bumi

Mengandung petunjuk dan pedoman bagi


manusia dalam hidup bermasyarakat dan
Dalam al-Quran bernegara kehidupan bermasyarakat
terdapat sejumlah seperti: prinsip musyawarah (Ali Imran: 159
ayat yang dan Al-Syura: 38),
mengandung Surat Al-Nisa: 59 mengenai
petunjuk dan ketaatan kepada pemimpin
pedoman bagi
manusia dalam
hidup Surat yang mengajarkan
keadilan surat Al-Nahl: 90
bermasyarakat dan dan Al-Nissa: 58
bernegara
adapun mengandung
persamaan Quran Surat Al-
Hujurat: 13

al-Baqarah: 256; Yunus: 99; Ali


Imran: 64 dan Al-Mumtahanah: 8-9
mengenai kebebasan beragama
Ketauhidan (mengesakan Allah)
yang mengandung arti taat kepada
Allah, rasul-Nya dan pemimpin Adanya kedaulatan rakyat.
negara sebagai kewajiban bagi
setiap orang beriman
Nilai-nilai dalam pelaksanaan
sistem bernegara dan
bermasyarakat bagi seorang
pemimpin
Kejujuran, keikhlasan serta Keadilan yang bersifat menyeluruh
tanggung jawab. kepada rakyat

a. Menurut Mawardi banyak cara pengisian jabatan kepala negara melalui


pemilihan dalam berbagai ragamnya dan melalui penunjukan/wasiat tetapi
beliau tidak mengungkapkan mekanismenya, namun menurut pemikir
lainnya, seorang kepala negara sekali dipilih akan berlaku seumur hidup
bahkan Ibnu Taimiyah lebih ekstrim lagi, keberadaan kepala negara
meskipun zalim adalah lebih baik daripada hidup tanpa kepala negara.
b. Dari praktek pengangkatan pemimpin sebagaimana tersebut di atas maka
sedikitnya terdapat tiga cara pengangkatan pemimpin dalam Islam.
Pertama pemilihan langsung yaitu rakyat langsung memilih seorang
pemimpin yang mereka inginkan. Kedua pemilihan tidak langsung yaitu
berbentuk perwakilan rakyat dan ketiga adalah pengangkatan pemimpin
berdasarkan keturunan yang disebut dengan sistem kerajaan.

B. Bentuk-bentuk Pemerintahan dalam Islam


1. Pemerintahan yang diharapkan masyarakat yaitu pemerintahan yang
dalam pelaksanaannya dan pengimplementasiannya memakai sistem
pemerintahan yang jujur, adil, dan harmonis
2. Pemerintahan Islam tidak secara rinci mengatur tentang bentuk
pemerintahan. Turki menggunakan sistem Republik dan Arab Saudi
menggunakan sistem kerajaan. Karena menurut para pemikir Muslim,
seraya merujuk kepada sejumlah ayat dalam AlQuran, mengatakan bahwa
bentuk pemerintahan bisa berbentuk kerajaan maupun republik (Q.S. Al-
Baqarah (2): 251; Shad (38): 26).
3. Tata kelola pemerintahan dalam Islam menghendaki pemerintahan yang
bersih dan lembaga-lembaga pemerintahan menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya dengan profesional. Tugas dan tujuan utama
pemerintahan adalah untuk melaksanakan ajaran agama yang dianut oleh
masyarakatnya demi terwujudnya kesejahteraan umat, lahir dan batin,
serta tegaknya keadilan dan amanah dalam masyarakat.
4. John L. Esposito dan Muhammad Husain Haikal menyatakan secara tegas
bahwa tidak ada satupun konsep mengenai negara dalam Islam yang
disepakati oleh semua sepanjang sejarah. Islam hanya memberikan
instrument etis, namun tidak memberikan rincian detailnya bagaimana
bentuk suatu negara dan bagaimana proses mengelola kelembagaannya.
5. Dalam ajaran Islam, mendirikan sebuah negara merupakan sebuah
keharusan. Oleh karena itu ulama bersepakat bahwa hukum mendirikan
negara yang di dalamnya agama menjadi pondasi menjadi sebuah
kewajiban kolektif (fardhu kifayah)

C. Hak dan Kewajiban Rakyat

Seorang pemimpin dan rakyatnya memiliki kewajiban untuk membangun sebuah


negara yang adil dan sejahtera. Hak dan kewajiban itu dipegang dalam sebuah
janji yang disebut dengan baiat. Sebab baiat mengandung janji setia antara rakyat
dengan khalifah.
Baiat menjadi sebuah media perekat ikatan dalam bentuk solidaritas seagama dan
senegara. Keduanya memiliki hubungan simbiosis tersendiri lebih dari sekedar
ikatan komunal, etnis, bahkan keluarga sekalipun. Baiat dalam hal keagamaan
memberikan dampak terhadap pengekangan keganasan individual.

Hak-hak rakyat di satu sisi, tapi disisi lain merupakan kewajiban


pemerintah.
Pertama, hak keselamatan jiwa dan harta. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk
melindungi keamanan hidup rakyatnya dan harta benda yang mereka miliki sehingga mereka
bisa hidup dengan tenang
Dalil Terkait: Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membununya
kecuali denagn alasan yang dibenarkan (QS. 17:33)
Kedua, hak untuk memperoleh keadilan hukum dan pemerataan. Dalam hal ini pemerintah
wajib menegakkan keadilan dan pemerataan untuk rakyatnya. Hal ini ditegaskan oleh al-
Qur’an
Artinya: Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia agar menetapkannya
dengan adil (QS. 4:58).
Ketiga, Hak untuk menolak kezaliman dan kesewenang-wenangan. Dalam hal ini pemerintah
wajib melindungi rakyatnya dari prilaku zalim dan kesewenang-wenangan.

Artinya: Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan dengan terus terangkecuali
oleh orang yang dianiaya. (QS. Al-Nisa/ 4:148).

Keempat, hak berkumpul dan menyatakan pendapat.

Artinya: Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orangorang yang
mendapat siksa yang berat, (QS. Ali Imran/3:105)

Kelima, hak untuk bebas beragama. Pemerintah wajib untuk menjamin kebebasan beragama
rakyatnya

Artinya: Tidak ada paksaan dalam bergama (Qs. 2/256) Keenam, hak mendapatkan
bantuan materi bagi rakyat yang lemah
Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk mebantu rakyat yang lemah

Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian (Qs. 51:19).
:
D. Majlis Syura dan Ahlul Halli wal ‘Aqdi

1. Majlis Syura dalam Pemerintahan


Kata “majlis syura” terdiri dari dua kata yaitu kata majlis dan kata syura. Majlis
artinya tempat duduk syura artinya bermusyawarah. Dengan demikian majlis
syura secara bahasa artinya tempat bermusyawarah (berunding). Dikaitkan
dengan sistem pemerintahan, majlis syura memiliki pengertian tersendiri yaitu
suatu lembaga negara yang terdiri dari para wakil rakyat yang bertugas untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat. Majlis ini memiliki tugas utama yaitu
mengangkat dan memberhentikan khalifah.

2. Syarat-Syarat Menjadi anggota majlis syura


Tidak semua orang bisa menjadi anggota majlis syura. Mereka adalah orangorang
yang memiliki kemampuan intelektual dan memiliki sifat mental yang terpuji.
Oleh karena itu imam al-Mawardi merumuskan beberapa syarat untuk menjadi
anggota majlis syura: a. Berlaku adil dalam segala sikap dan tindakan. Sikap ini
mencerminkan bahwa anggota majlis syura adalah mereka memiliki sifat jujur
dan bertanggung jawab. b. Berilmu pengetahuan yang luas. Yaitu memiliki
kecerdasan intelektual yang tajam. Sehingga segala ucapan dan perbuatannya
didasari oleh ilmu bukan oleh hawa nafsu. c. Memiliki kearifan dan wawasan yang
luas. Anggota majlis syura dalam memutuskan sesuatu harus ditujukan untuk
kemsalahatan ummat bukan untuk kepentingan dirinya sendiri.

3. Ahlul Halli wa al-Aqdi


 Istilah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi barasal dari tiga suku kata, yaitu ahlun, hallun
dan aqdun. Dalam kamus bahasa arab kata “Ahl” mempuunyai arti ahli atau
keluarga. Kata “Hallu” berarti membuka atau menguraikan. Sedangkan
“Aqd” berarti kesepakatan/mengikat
 Dalam ilmu fiqh Ahlul halli wal aqdi diartikan orang yang dipilih sebagai
wakil umat untuk menyuarakan hati nurani ummat. Ahlul halli wal aqdi
adalah orang-orang pilihan. Mereka terdiri dari ulama, cerdik pandai dan
pemimpin yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat. Ahlul halli wal
aqdi adalah wakil rakyat yang menjadi anggota majlis syura.
 Syuro’ atau musyawarah merupakan landasan ideal bagi pemerintah dalam
menyelesaikan segala bentuk persoalan serta dalam setiap keputusan, hal
ini dikarenakan syuro’ memiliki landasan yang kuat.

Daftar materi 1. Menentukan bentuk pemerintahan yang sesuai dengan keadaan dan kondisi
pada KB sebuah negara.
2
yang sulit 2. Mana yang terbaik dari cara pemilihan pemimpin yang telah dilakukan oleh
dipahami para khalifah.
Daftar materi
yang sering
1. Cara pemilihan yang dilakukan melalui syuro dan yang dilakukan dengan cara
mengalami
demokrasi.
3 miskonsepsi
2. Penentuan seseorang apakah sudah memenuhi syarat masuk dalam anggota
dalam
syuro apa belum.
pembelajara
n

Anda mungkin juga menyukai