Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEPEMIMPINAN KHALIFAH DALAM ISLAM

Disusun unutk memenuhisalah satu tugas


Mata Kuliah :Studi Agama Kontemporer
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Muslimah, M.Pd.I.

Oleh :

SHAFRATUL AZ-ZAHRA
2314140048

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI AKUTANSI SYARI’AH

TAHUN AKADEMIK

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas makalah ini
dengan judul “ Kepemimpinan Khilafah dan Khalifah” serta tak lupa pula penulis
haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang sekarang ini zaman yang
penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Makalah ini dipersiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas perkuliahan serta
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, di dalam makalah ini penulis menyadari
bahwa penulisannya masih sangat sederhana jauh dari kesempurnaan. Namun, besar
harapan penulis semoga makalah ini bisa bermanfaat. Makalah ini dapat terselesaikan
atas usaha keras penulis.

Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa baik dalam
penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangan untuk itu saran dan kritik dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah
penulis berikutnya.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh...

Palangkaraya, September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Khalifah dalam islam
B. Kepemimpinan Khalifah dalam islam

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bahasa Arab, istilah "khalafa-yakhlufu-khilafatan" berarti "ia


menggantikan (memimpin) kaumnya, "ia memanggul kepemimpinan (khilafah),"
dan "ia adalah khalifah". pengganti atau khalifah, sehingga khilafah berarti
kepemimpinan. Imam Muhammad al-Qalqasyandi mengatakan, menurut
kebiasaan umum, istilah "khilafah" akhirnya digunakan untuk menggambarkan
kepemimpinan agung, juga disebut sebagai al-za’amah al-uzhma, yang
merupakan otoritas bersama bagi seluruh umat, pelaksanaan tanggung jawab
masyarakat dan tanggung jawab mereka. Secara terminologis, Ibnu Khaldûn
menyatakan dalam al-Muqaddimah, Khilafah bertanggung jawab atas semua
masalah syari'at karena kebaikan di dunia (al-mashâlih aldunyawiyyah) dan di
akhirat (al-mashâlih al-ukhrawiyyah) secara bersamaan, karena pada dasarnya
semua kebaikan di dunia akan berakhir pada akhirnya untuk kebaikan akhirat
juga, sehingga kepemimpinan Islam pada dasarnya berfungsi sebagai pengganti
atau kalifah Tuhan dalam menjaga agama dan politik dunia. Dengan cara ini,
lebih mungkin bagi ibnu Khaldûn untuk meletakkan pemimpin sebagai tanggung
jawab Tuhan untuk kebaikan umat-Nya baik di dunia maupun di akhirat. Ibrahim
Anis mengatakan bahwa khalifah berarti orang yang menggantikan orang lain
(jaa'a ba'dahu fa-shaara makaanahu). Menurut kitab Mu’jam Maqayis al-Lughah,
khalifah dikaitkan dengan penggantian karena orang yang kedua muncul setelah
orang yang pertama dan mengambil alih posisi kedudukannya. Imam al-Thabari
menyatakan bahwa makna bahasa inilah yang mendasari istilah "al-sulthan al-
a’zham"—penguasa besar umat Islam—disebut sebagai khalifah karena dia
menggantikan penguasa sebelumnya dan mengambil alih posisinya. Kata
"khalifah" dan "imam" adalah sinonim secara etimologis. "Kamu mengimami
suatu kaum" menunjukkan bahwa Anda maju atau berada di depan mereka,
seperti yang ditunjukkan oleh kata "imam" atau "imamah." Khalifah berarti
penguasa atau pemimpin tertinggi, sedangkan imam adalah seorang yang diikuti
oleh orang seperti seorang pemimpin atau kepala, baik yang benar atau yang
salah.

Sistem pemerintahan yang diterapkan dalam suatu negara memiliki


perbedaan oleh latar Negara yang berbeda. Penggunaan sistem pemerintahan
dalam suatu negara terkadang merupakan suatu proses trial yang didalamnya
termuat persaingan dalam mendapatkan pengaruh, kekuasaan, dan latar
kepentingan.

Sistem pemerintahan islam yang ada pada masa awal perkembangan


islam (Masa Nabi Muhammad) yang dapat menciptakan masyarakat yang
berkeadaban yang dimana pada mulanya berpola pikir Jahiliyah. Nabi
Muhammad SAW berperan sebagai seorang pemimpin yang tidak dapat dibantah
bagi negara islam yang baru lahir pada masa itu. Sebagai Nabi, beliau
menerapkan prinsip-prinsip Agama islam seperti memimpin shalat dan
menyampaikan khotbah. Beliau mengutus duta keluar negeri untuk membentuk
sebuah angkatan perang, dan membagikan rampasan perang secara adil dan
bijaksana. Dalam masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW, beliau membentuk
sebuah piagam Madinah yang dianggap sebagai dokumen HAM, yang dimana
dokumen ini berisi tentang persaudaraan tentang persaudaraan dengan ikatan
iman yang bersifat ideologis dan landasan bagi prinsip menghormati dan
menghargai sesama muslim dan juga sesama non muslim.

Pada masa Khulafaurrasyidin yang berlangsug selama 30 tahun.


Pemerintahan islam sudah mulai mengalami banyak perubahan yang
menimbulkan beberapa konflik yang mulai tampak tajam pada masa Khalifah ke
3 (Usman Bin Affan, ra). Pada masa itu mulai bermunculan macam macam
ideologis seperti Favoratisme dan Nepotisme yang dilakukan oleh sekelompok
pejabat.

Pemerintahan yang pada akhirnya mengakibatkan terbunuhnya Usman


itu sendiri. Pada masa Ali pemerinthan islam mengalami gejolak yang lebih
dahsyat. Saat itu mulai muncullah berbagai ragam faksi politik yang membentuk
lingkup pemikiran politik islam, yaitu kaum Khawarij, siah, dan suni. Yang
setiap kelompok ini mempunyai pemikiran yang saling bertolak belakang, kaum
kaum tersebut juga membentuk ideologinya masing-masing . pada masa-masa
berikutnya sistem pemerintahan islam lebih cenderung pada sistem warisan yang
dimulai ketika masa Muawiyah pada pemerintahan Dinasti Umaiyah.

Islam telah menetapkan sistem pemerintahan dengan sistem


pemerintahan dengan sistem pemerintahan Khlifah dan menjadikannya sebagai
satu-satunya sistem pemerintahan bagi daulah Khilafah atau Khilafah islamiyah.
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia
untuk menegakan hukum-hukum syariat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kepemimpinan Khalifah dalam kehidupan sosial?
2. Bagaimana penerapan Khalifah dalam suatu sistem politik?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui bagaimana khalifah dalam kehidupan sosial
2. Dapat mengetahui bagimana kepemimpinan dengan sistem politik
BAB II
PEMBAHASAN

A. kepemimpinan Khalifah dalam kehidupan

1. Manusia Sebagai Khalifatullah

Dengan status kita sebagai makhluk Allah, kita memiliki tugas untuk
menjalani kehidupan di dunia ini, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
makhluk sosial. Al Qur'an menggunakan istilah "khalifah" untuk menggambarkan
konsep tanggung jawab ini. Tanggung jawab seseorang sebagai khalifah berasal
dari kedudukannya sebagai manusia, bukan hanya dari kedudukannya sebagai
pemimpin. Dalam kisah penciptaannya, manusia adalah satu-satunya makhluk
yang menyatakan bersedia mengelola dunia ini ketika makhluk lain dari Tuhan
tidak dapat menerimanya. Akibatnya, tanggung jawab kekhalifahan bergantung
pada sikap amanah sebagai dasar pelaksanaannya.

Berdasarkan kemampuan yang diberikan oleh Allah, kita pasti dapat


berkomitmen untuk memikul tugas khalifah. Akal pikiran, hati, dan nafsu adalah
potensi yang dapat diberikan kepada manusia untuk membentuk pengetahuan dan
akhlak. sebagai khalifah di dunia mempunyai tugas penting yang akan dilakukan
sampai akhir zaman, dan tugas ini merupakan bagian dari tugas khalifah manusia.

1. Pertama, fungsi Al-Imarah adalah memakmurkan bumi, yang berarti


membangun materi dengan memanfaatkan kekayaan alam yang telah
diberikan Allah di bumi ini sesuai dengan ketentuan-Nya. Memakmurkan
berarti bahwa pengelolaan harus bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi manusia berdasarkan keadilan.

2. Kedua, tugas Ar-Ri'ayah adalah menjaga bumi. Pelaksanaan fungsi


memakmurkan adalah tujuan dari fungsi ini. Bumi bukanlah milik
manusia; itu adalah amanah Allah yang harus dijaga agar semua generasi
manusia menikmatinya hingga akhir zaman. Karena menyalahi fungsi
kekhalifahannya, manusia tidak boleh membuat kerusakan di Bumi.
Orang yang membuat kerusakan adalah orang yang tidak amanah, dan
mereka harus bertanggung jawab atas perilaku mereka.

Setiap orang yang beragama Islam memiliki tanggung jawab untuk


menciptakan kesejahteraan di tempat tinggal mereka. Dengan cara memahami
bahwa semua ibadah Islam memiliki fungsi sosial yang harus kita manfaatkan
sebaik mungkin. Salat bukan hanya ibadah pribadi kita kepada Allah semata-
mata; itu juga harus mampu mencegah kita melakukan hal-hal yang buruk dan
munkar.

1. Manusia dari Pandangan Kekhalifahan

a. Eksistensi manusia

Istilah "eksistensi", yang digunakan dalam bahasa Arab, memiliki makna


yang paling kaya. Karena akar kata kerja wajada, yang berarti "menemukan",
turunannya adalah wujud, yang berarti "ada", wijdan, yang berarti "sadar", wajd,
yang berarti "nirwana", dan wujd. Pada akhirnya, wujud yang memiliki milik
mengarah pada wujud yang independen, yang tidak tergantung pada wujud lain.
Ada sesuatu yang dapat dirasakan oleh panca indera, dengan kata lain, wujud
(eksisensi) dan keberadaan yang dirasakan, ditemukan, dan ditentukan oleh panca
indera. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang dapat dirasakan
oleh panca indera. Sebaliknya, ada keberadaan yang tidak dapat diketahui melalui
perasaan tetapi oleh akal sehat.

b. Dari perspektif kekhalifahan manusia

eksistensi manusia unik dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya di


dunia ini. Keistimewaan ini dapat dilihat dari penciptaan fisik dan karakternya.
Dengan keistimewaan ini, manusia mempunyai tanggung jawab dan tanggung
jawab yang berbeda dari semua makhluk hidup. Halini ditemukan dalam Surat
Al-Baqarah ayat 30–33, yang menceritakan tentang bagaimana manusia muncul
dan diangkat menjadi khalifah. Proses ini memberikan pemahaman tentang
kedudukan manusia sebagai khallifatullah di Bumi. Sebagai contoh, beberapa
penafsir mengatakan:

1. Musthafa Al-Maraghi :

Menurut Musthafa Al-Maraghi, surah Al-Baqarah, ayat 30–33


menceritakan kisah tentang apa yang terjadi pada manusia. Menurutnya, cerita
tentang penciptaan Adam dalam ayat tersebut mengandung hikmah dan rahasia
yang diungkapkan Allah kepada malaikat dalam bentuk alok . Ayat-ayat ini
termasuk ayat Mutasyabihat, yang tidak cukup dipahami hanya berdasarkan
dhahirnya. Karena jika itu benar, itu menunjukkan bahwa Allah bekerja sama
dengan hambanya dalam proses penciptaan. Meskipun hal itu tidak mungkin bagi
Allah, ayat ini kemudian diartikan sebagai memberi tahu para malaikat tentang
rencana Allah untuk menciptakan seorang Khalifah di Bumi, yang kemudian
dijawab oleh para Malaikat dengan sanggahan. Oleh karena itu, ayat di atas
merupakan perumamaan atau tamsil dari Allah yang mudah dipahami oleh
manusia. Ini terutama berkaitan dengan bagaimana Adam diciptakan dan
keistimewaan Allah.

B. Penerapan Khalifah dalam suatu Pemerintahan


Hukum syariat Islam digunakan sebagai dasar sistem kepemimpinan
umum yang dikenal sebagai Khalifah . Sistem pemerintahan yang populer dikenal
sebagai Khalifah didirikan pada masa awal kejayaan Islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Sebuah sistem pemerintahan biasanya disebut Khilafah jika
menerapkan Islam sebagai ideologi, syariat sebagai dasar hukum, dan mengikuti
cara pemerintahan dilakukan oleh Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin.
Meskipun memiliki nama dan struktur yang berbeda, prinsipnya tetap sama:
sebagai otoritas kepemimpinan umat Islam di seluruh dunia. Kata "khalifah"
berasal dari kata "kha-li-fa", yang berarti "mengganti", dan "khalifah" meiliki
makna sebuah sistem kepemimpinan global untuk umat muslim. Khalifah, yang
juga disebut sebagai Imam atau Amirul Mukminin, bertanggung jawab atas
kepemimpinan Khilafah.

Secara umum, sebuah pemerintahan disebut Khilafah jika menggunakan


Islam sebagai ideologi, syariat sebagai dasar hukum, dan mengikuti pemerintahan
yang dijalankan oleh Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin. Meskipun
memiliki nama dan struktur yang berbeda, prinsipnya tetap sama sebagai otoritas
kepemimpinan umat Islam di seluruh dunia.

a. Khalifah dengan Sistem Kerajaan

Dalam sistem kerajaan, raja memiliki kedaulatan (kewenangan


membuat undang-undang) dan membuat undang-undang untuk
diterapkan oleh rakyatnya. Ini adalah perbedaan paling mendasar
antara khilafah dan sistem kerajaan. Khalifah diangkat oleh umat
melalui proses baiat yang damai. Calon khalifah yang dipilih melalui
penunjukan, pencalonan sendiri, atau metode lain baru hanya akan
menerima baiat dari umat untuk menjadi khalifah. Proses
pengangkatan khalifah dikenal sebagai bait. Dalam hal kedaulatan,
khalifah diangkat untuk menerapkan hukum yang berasal dari
Kitabullah dan Sunnah Rasul SAW, bukan dari nafsunya sendiri. Oleh
karena itu, ketika khalifah menyimpang dari syariat Islam, dia mungkin
salah dan dapat dihukum. Hal ini juga dapat membantu kita belajar
tentang arti khilafah.

b. Khalifah dengan Sistem Kekaisaran

Selain itu, sistem kerajaan sangat berbeda dari sistem khalifah.


Sistem kekaisaran berbeda dengan sistem kerajaan karena memberikan
keistimewaan kepada pemerintah pusat (kekaisaran) dalam hal
pemerintahan, harta, dan ekonomi. Negeri taklukan hanya akan
berfungsi sebagai "sapi perah" bagi ibu kota kekaisaran.

Sistem khilafah sangat berbeda dalam hal ini. Negara khilafah


tidak membedakan antara wilayah yang telah ditaklukan sebelumnya.
Negara-negara yang bergabung dalam khilafah secara otomatis
menyatu, tidak memiliki perbedaan atau keistimewaan satu sama lain.

c. Khaifah dengan Sistem Federasi


Dalam sistem federasi, wilayah negara terpisah satu sama lain
dan memiliki kemerdekaan (otonomi) masing-masing. Mereka hanya
bersatu dalam masalah hukum pemerintahan umum. Propinsi atau
wilayah yang memiliki populasi kecil akan menjadi miskin, dan
sebaliknya. Khilafah adalah negara satu kesatuan, berbeda dengan
pemerintahan Islam. organisasi pemerintahan, hukum, keamanan, dan
keuangan. Keuangan seluruh wilayah khilafah dianggap sebagai satu
kesatuan, dan APBN-nya juga begitu; keduanya dibelanjakan untuk
kepentingan umum tanpa memperhatikan siapa yang memilikinya. Ini
juga dapat membantu kita memahami khilafah dengan ilmu.

d. Khalifah dengan Sistem Republik

Sistem republik menentang sistem kerajaan atau kekaisaran


yang menindas. Sistem republik pasti akan berbeda dari sistem
kerajaan dan kekaisaran dalam hal kedaulatan dan kekuasaan. Rakyat,
atau demokrasi, memegang kekuasaan tertinggi dalam sistem republik
ini Raja dan kaisar adalah pembuat hukum dalam sistem kerajaan dan
kekaisaran, sementara rakyat (atau wakil rakyat) adalah pembuat
hukum dalam sistem republik.Syara’ (Allah SWT) memiliki otoritas
atas sistem khilafah. Dalam kasus ini, Khalifah tidak berfungsi sebagai
pembuat hukum, tetapi hanya melaksanakan hukum. Al-Quran, al-
Hadits, Ijma' sahabat, dan qiyas adalah sumber hukum yang sudah ada.
Hukum hanya digali dari sumbernya dan diterapkan oleh khalifah.

e. Kemiripan antara sistem khilafah dan teokrasi

Sistem teokrasi menggunakan aturan Tuhan, atau aturan agama


tertentu. Namun, khilafah berbeda dengan teokrasi dalam hal
kekuasaan. Kekuasaan dalam sistem teokrasi dianggap sebagai "takdir"
atau penunjukan Tuhan. karena pemimpinnya menganggap dirinya
sebagai wakil Tuhan dan menjadi manusia yang suci, bebas dari baik
dan buruk.
Sangat berbeda dengan sistem khilafah karena khalifah diangkat oleh
rakyat melalui bai'at dan mereka bukan manusia suci yang bebas dari
kesalahan dan dosa. Umat juga memiliki hak untuk mengkoreksi dan
menentang khalifah jika kebijakannya menyimpang dari syariat.
Dalam struktur khilafah, mahkamah madzalim bertanggung jawab
untuk melakukan fungsi ini, dan kesalahan yang dilakukan oleh
khalifah dapat menyebabkan hukuman dari ketentuan syariat Islam.
Selain itu, hal ini dapat membantu kita dalam memahami apa arti
khilafah.

Dengan memahami bagaimana sistem khilafah berbeda dengan


sistem pemerintahan lainnya ini, kita dapat memahami sistem khilafah
secara keseluruhan dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang arti khilafah itu sendiri.

1. Struktur pemerintahan dalam khalifah


Sistem Pemerintahan Khilafah, yang dipimpin oleh seorang khalifah. Umat
mengangkat khalifah melalui bai'at. Jika kebijakan seorang khalifah menyimpang
dari aturan agama, rakyat dapat mengkoreksinya dan memprotesnya.
Pemerintahan, administrasi, kota, keamanan, industri, peradilan, kesehatan,
keuangan, penerangan, dan majelis umat adalah semua tempat para pembantu
khalifah membantu khalifah.Menurut cabang Islam Sunni, seorang khalifah dapat
memilih, mencalonkan, atau memilih komite sebagai kepala negara.Namun, para
pengikut Islam Syiah percaya bahwa seorang khalifah harus dipilih oleh Tuhan
dari Ahl al-Bayt—keluarga nabi Muhammad SAW
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Kepemimpinan dalam Islam adalah soal agama, amanah, dan


pertanggung jawaban kepada Allah Swt, bukan semata-mata soal kuasa,
tahta, harta, dan tanggung jawab kepada sesama manusia. Islam mengajarkan
bahwa setiap manusia adalah pemimpin, dan setiap pemimpin dimintai
pertanggung jawaban tentang yang dipimpinnya.

B. SARAN
Dari makalah saya yang singkat ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
umummnya saya pribadi. Sesuatu yang baik datangnya dari Allah SWT, dan
yang buruk datangnya mungkin dari saya sebagai hamba-Nya. Saya
menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna, masih
banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi besar harapan saya kritik dan saran
dari kawan kawan semuanya yang bersifat membangun untuk makalah saya
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kepemimpinan dalam islam


https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/10963/04.2%20bab%202.pdf?
sequence=5&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai