Anda di halaman 1dari 15

Makalah Studi Kepemimpinan Islam

“Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Dalam Islam”

Dosen: MUHAMMAD SOIM, M.A.


Disusun Oleh:
Annisa Frili Natania Puspita (12240125734)
Alif amrullah (12240110862)

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karuniaNya dapat menyelesaikan Makalah Studi Kepemimpinan Islam”. Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca di bidang agama Islam,
khususnya dalam peran manusia sebagai khalifah di muka bumi. Di samping itu, makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas kuliah. Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT
yang paling sempurna harus sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah
kehidupannya untuk menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu
dalam kehidupan guna keluar dari kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan
kecerdasan takwa dirinya kepada Sang Maha Pencipta. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan pada penulisan ini. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharap
kritik dan saran.

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara historis, perkembangan suatu ajaran tidak akan lepas dari perkembangan
politik atau kekuasaan setempat. Termasuk didalamnya adalah Islam yang mulai muncil di
Mekkah pada abad ke-6 Masehi.
Secara politis, munculnya Islam mendatangkan goncangan yang dahsyat pada saat
itu. Ketika kaum Quraisy mendewa-dewakan ajarannya, tiba-tiba islam muncul ditengah-
tengah mereka. Sudah barang tentu kemunculan Islam dianggap sebagai ancaman terhadap
eksistensi ajaran mereka yang telah mereka lakukan sejak dari nenek moyang mereka.
Hingga padaq akhirnya Islam menjadi ajaran yang dimusuhimereka terutama oleh
pemuka-pemuka kaum Quraisy.
Kemunculan Islam merupakan petaka bagi kaum Quraisy, sehingga mereka
menempuh berbagai upaya untuk menghalang-halangi dengan membuat propaganda.
Hingga dengan mengangkat pedang untuk menumpas islam dan pengikut-pengikutnya.
Pada saat periode Madinah, Islam justru berkembang sangat pesat ketimbang ketika awal
mula munculnya Islam di Mekkah. Hal ini dikarenakan ajaran Islam bersifat universal bagi
seluruh umat manusia, bukan hanya pemeluk Islam saja. Sampai pada akhirnya penduduk
Madinah menjadikan Islam sebagai ajaran dan pedoman hidup mereka.
Priode Madinah ini merupak permulaan perkembanganm islam sampai keseluruh
penjuru dunia. Dimana pada saat hijrah ke Madinah Nabi saw. membentuk
kepemerintahan Islam pertama didunia. Rasulullah saw. Bukan hanya sebagai Nabi tapi
juga sebagai pemimpin suatu Negara. Pada priode ini memberikan inspirasi kepada umat
islam di seluruh dunia untuk menciptakan tatanan kehidupan yang terjadi di Madinah,
dimana terdapat suatu tatanan yang memberikan ruang ruang ekspresi yang saling
menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan hak asasi manusia.
Keberhasilan dan kemajuan Islam di berbagai bidang tidak telepas dari kekuasaan
dan peran aktip para pemimpin umat Islam. Dari semenjak Islam diturunkan menjadi
Agama di muka bumi dan dilanjutkan dengan didirikannya Negara dengan system
Khilafah sampai pada Dinasti-dinasti setelahnya, terdapat peran penting dalam penyebaran
dan perluasan islam dan Kekuasaan.
System pemerintahan yang tidak tergantung pada indifidu atau kelompok tertentu
yang mempunyai tujuan yang sempit dan terbatas., adlah cirri khas kelembagaan atau
kepemimpinan Islam yang telah diwariskan oleh Rasullullah saw. Kepada umai Islam,
yang merupakan warisan peradaban klasikyang sama sekali berbeda dengan warisan
politik yang dikembangkan oleh Raja Kisara dari Imperium Persia serta Kekaisaran
Romawi yang tidak pernah berkembang dan tetap membeku dalam diri masyarakatnya
selama ribuan tahun lamanya. System kepemimpinan Islam selalu mengedepankan
persamaan hokum diantara semua warga Negara. Hokum yang berbasis keadilan,
persamaan, mengupayakan kepentingn-kepentingan Rakyat, mejaga urusan Agama dan
keduniaan mereka, serta bebagai persoalan masyarakat lainnya.

1.2. PERMASALAHAN
Dari paparan singkat diatas, terdapat banyak persoalan yang mendasar tentang
kehidupan bernegara dewasa ini. Dimana banyak diantara para Pemimpin pemerintahan
yang bertindak bak orang suci, laksana tuhan, berlaku seenaknya sendiri, selalu
mementingkan pribadi dan kelompoknya diatas kepentingn umum, kebijakan yang
menyengsarakan rakyat walaupun berdalih atas nama berpihak kepada rakyat.
Kepemimpinan yang sudah keluar dari prinsip-prinsip yang sudah di gariskan Syariat
Islam. Dalam makalah ini akan mengangkat persoalan persoalan yang mendasar tentang
Kepemimpinan dalam Islam, yaitu tentang:
1. Apa itu Kepemimpinan Islam?
2. Apa Yang Menjadi Dasar Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam?
3. Apa Tujuan Dibentuknya Suatu Kepemimpinan Islam?
4. Bagaimana Hubungan Islam dan Negara di Indonesia?

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KEPEMIMPINAN ISLAM


A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut arti bahasa berasal dari kata ‘pimpin’ yang berarti
mengetuai atau mengepalai. Kepemimpinan adalah prihal pimpinan dan cara memimpin.
Sedangkan pengertian pemimpin yang dipaparkan para pakar organisasi banyak definisi,
yaitu antara lain sebagai berikut:
Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya ‘pemimpin dalam kepemimpinan Pendidikan
(1999) mengatakan bahwa Pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan
memimpin subordinat (pengikutnya) kea rah matlamat yang ditetapkan.
Mifta Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (193-255) pemimpin adalah
seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahka bentuk aslinya.
Henry Praft Faicild mengatakan bahwa pemimipin adalah seorang yang dengan jalan
memprakarsai tingkah laku social dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir
mengatur usaha/upaya atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian
terbatas pemimpin adalah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan
kualitas-kualitas persuasifnya. Akseptasinya/penerimaan secara suka rela oleh para
pengikutnya.
Dari tiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemimpinan adalah orang yang
memilik kemampuan memimpin, mengatur, mengarahkan, subordinat melalui prestise,
kekuasaan atau posisi dan dapat diterima oleh pengikutnya dengan sukarela. Adapun
pengertian kepemimpinan islam adalah prihal atau cara-cara memimpin, mengatur,
mengarahkan umat/ rakyat yang sesuai dengan Syariat Islam. Yang secara garis besarnya
bertujuan memelihara agama Islam dan tercapainya kesejahteraan dunia dan akhirat.

B. PRINSIP - PRINSIP KEPEMIMPINAN ISLAM


Sebuah kepemimpinan atau pemerintahan pada umumnya mempunyai prinsip-
prinsip yang mendasari terbentuknya suatu kekuasaan dan sebagai landasan dalam
membuatat suatau kebijakan dan kebijakan pemerintah. Kepemimpinan Islam harus
dilandasi ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah, yang acuan utamanya adalah meneladani
Rasulullah saw. dan khulafaur Rasyidin. Kepemimpinan yang di bangun oleh Rasulullah
saw. Berlandaskan pada dasar-dasar yang kokoh yang pada prinsipnya untuk menegakkan
kalimah Allah swt.
Prinsip-prinsip atau dasar- dasar kepemimpinan islam adalah sebagai berikut:
1. Dasar Tauhid
Dasar tauhid atau dasar menegakkan kalimah tauhid serta mamudahkan
penyebaran islam kepada seluruh umat manusia. Dalam al–Qur’an prinsip ini
dijelaskan dalam berbagai surat dan ayat, yaitu diantaranya:
Surat al Ikhlas ayat 1- .4
)3( ‫) ولم يكن له كفوا احد‬3( ‫) لم يلد ولم يولد‬2( ‫) هللا الصمد‬1( ‫قل هو هللا احد‬
“ Katakanlah (Muhammad) Dia adalah Allah yang Maha Esa (1) allah adalah
tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu (2) Dia tiada beranak dan
pula diperanakan (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (4)”
Surat al-Baqarah ayat 163
‫والهكم اله واحدالاله االهو الرمن الرحيم‬
“ dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Surat an-Nisa~ ayat 59

‫ فان تنازعتم فى شيئ فردوه الى هللا والرسول‬.‫ياايهاالذين امنوااطيعواهللا واطيعواالرسول واول االمر منكم‬
‫ ذالك خير واحسن تاْويال‬.‫ان كنتم امنتم باهلل واليوم االخر‬
“ hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan Ulil
Amri diantar kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentag sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul(Nya). Jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”
2. Dasar Persamaan Derajat Sesama Umat manusia.
Pada prinsip ini bahwa manusia memiliki derajat yang sama dimata hukum dan
dalam kehidupan sesama warga Negara, hanya saja yang membedakan adalah
ketaqwaan kepada Allah swt. Hal ini sesuai dalam ajaran al-qur’an surat al-
Hujura~at ayat 13
ْ ‫ياايهاالناس اناخلقنكم من ذكر‬
‫ ان هللا‬.‫اكم‬x‫رمكم عندهللا اتق‬x‫ ان اك‬.‫ارفوا‬x‫ل لتع‬x‫عوبا وقبائ‬x‫ثى وجعلنكم ش‬x‫وان‬
‫عليم حكيم‬
“ Hai manusia! Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulai disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal.”
Islam tidak pernah mengistimewakan ataupun mendiskriminasikan individu
atau golongan warga Negara, baik dimata hokum, ekonomi, dan Syariah,
semua sama tidak ada yang berbeda. Islam juga melindungi hak-hak
kemanusiaan siapapun dia, muslim atau non muslim, selama mau hidup
bersama dan taat terhadap pemimpin dan menjaga kesatuan dan persatuan.
3. Dasar Persatuan Islamiyyah (Ukhuwah Islamiyah) atau prinsip persatuan dan
kesatuan. Prinsip ini untuk menggalang dan mengukuhkan semangat persatuan
dan kesatuan umat Islam. Hal ini didasarkan pada ajaran Islam dalam al-
Qur’an Surat Ali Imran ayat 103
‫واعتصموا بحبل هللا خميعا وال تفرقوا‬
“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai”
4. Dasar Musyawarah Untuk Mufakat atau Kedaulatan Rakyat
Islam selalu menganjurkan ada kesepakatan dari orang-orang terkait dalam
memutuskan suatu perkara yang berhungan dengan kemanusiaan baik dalam
kehidupan keluarga, lebih-lebih kehidupan bernegara untuk menciptakan
lingkungan yang damai dan tentram dalam suatu masyarakat tersebut.
Dalam al-Qur’an surat Ali Imran Allah menegaskan tentang pentingnya
bermusyawarah dalam memutuskan suatu perkara
‫ ان هللا يحب المتوكلين‬.‫ فاذا عزمت فتوكل على هللا‬.‫وشاورهم فى االمر‬
“ Dan bermusyawarhlah dengan mereka dalam urusan-urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”
Dan dalam surat al-Syu~ra ayat 38
‫وامرهم شورى بينهم وممارزقناهم ينفقون‬
“ ….. Sedang urusan mereka (diputuskan ) dengan Musyawarah antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada
mereka.” Assyuro atau musyawarah diartikan sebagai meminta pendapat kepada
orang yang berkompeten dalam urusannya, atau meminta pendapat umat atau
orang-orang yang diwakilinya dalam urusan-urusan umum yang berhubungan
dengannya. Dengan pengertian demikian maka umat Islam menjadikan
musyawarah sebagai dasar pijakan dalam mengambil keputusan dan menetapkan
kaidah-kaidahnya. Dengamn musyawarah juga umat islam dapat memilih dan
mencalonkan kandidat yang memiliki sikap keadilan dan dianggap memiliki
kompetensi dalam kepemimpinan untuk mengurus kepentingan mereka.
5. Dasar Keadilan dan Kesejahteraan Bagi Seluruh Umat.
Atas dasar prinsip ini khalifah atau pemimpin Negara harus menegakkan
persamaan hak segenap warganya; maksudnya seorang pemmpin Negara
memiliki kewajiban menjaga hak-hak rakyat dan harus dapat merealisasikan
keadilan diantara mereka secar keseluruhan tanpa terkecuali.
Prinsip ini didasari firman Allah swt. Pada Suarat an-Nahl ayat 90
‫ان هللا يامر بالعدل واالحسان وايتائ ذى القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغى‬.
“ Sesungguhnya Allah memrintahkan (kamu0 berlaku adil dan berbuat
kebajikan, member kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan.”
Kelima prinsip tersebut harus senantiasa dijadikan landasan dalam menetapka
setiap kebijakan pemerintahan sehinggan tujuan khilafah (kepemimpinan
dalam Islam) akan dapat terwujud dengan sebaik-baiknya.

C. TUJUAN KEPEMIMPINAN ISLAM (KHILAFAH ISLAMIYAH)


Pada zaman sekarang banyak orang berkata tentang Islam, tetapi tidak memiliki
secar mendalam tentang Islam itu sendiri dan tentang sejarah Islam. Mereka
mengungkapkan tentang kepemimpinan Islam secara tidak benar, suatu pemerintahan yang
menakutkan bahkan tuduhan mereka atas Islam adalah sarang teroris. Mereka menyatakan
bahwaislam tidak mengenal system permusyawaratan, tidak mengenal multi partai dan
juga tidak mengenal pemilihan umum dan hak mayoritas untuk menentukan nasibnya
sendiri. Meskipun secara eksplisit Islam tidak menjelaskan bentuk Negara yang baku,
namun dasar-dasar kea rah pembentukan Negara dan pemerintahan telah dijelaskan oleh
Allah swt. Dalam al-Qur’an ( seperti lima prinsip yang mendasari terbentuknya Negara
islam, yangtelah dijelaskan diatas).
Negara adalah organisasi yang dalam satu wilayah dapat melaksanakan
kekuasaannya terhadap semua golongan yang dikuasainya, dan dapat menetapkan tujuan-
tujuan yang telah disepakati dalam kehidupan bersama. Oleh karenanya Muhammad Natsir
berpendapat bahwa suatu komunitas dapat dikatakan Negara apabila memenuhi hal-hal
sebagai berikut:
a. Wilayah
b. Rakyat
c. Pemerintah
d. Kedaulatan
e. Undang Undang Dasar atau sember hokum dan kekuasaan lain yang tidak terbatas
Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali berpendapat bahwa
persoalan pendirian suatu Negara mutlak dibutuhkan dan merupakan suatu keharusan.
Pendapatnya ini didasarkan pada teori Imam Ghazali tentang manusia sebagai makhluk
social. Ia tidak bias hidup tanpa bantuan orang lain. Dimana kebutuhan akan bantuan orang
yang selalu dihubungkan pada dua hal, yaitu :
Pertama: kebutuhan manusia akan keturunan untuk melangsungkan hidupnya dibumi
Kedua: kebutuhan akan makanan, pakaian dan pendidikan anak
Semua kebutuhan tersebut membutuhkan orang lain secara mutlak.
Abu A’ala al Maududi dalam bukunya Khilafah dan kerajaan, menyebutkan ada tiga tujuan
utama dalam pemerintahan Islam, yaitu:
a. Menegakkan keadilan dalam kehidupan masyarakat dan menghancurkan kezaliman
serta kesewenang-wenangan
b. Menegakkan system yang Islami melalui daya dan cara yang dimiliki oleh
Pemerintah. Pemerintah mempunyai kewajiaban menyebarkan kebaikan serta
memerintahkannya sebagaimana tujuan utama Islam hadir di bumi
c. Memerangi kejahatan dan kemunkaran sampai keakar-akarnya karena merupakan
perkara yang paling dibenci Allah swt.
Tujuan secara umum ditegaskan oleh pendapat Al Mawardi dalam kitab al Ahm al
Sulthaniyah, bahwa tujuannya, adalah sebagai berikut
a. Memelihara agama menurut prinsip yang telah ditetapkan
b. Menjamin pelaksanaan hokum diantara pihak-pihak yang bertikai. Sehingga
keadilan universal diantara penganiaya dan yang dianiayadapat terlaksana
c. Melindungi wilayah Islam dan memelihara kehormatan rakyat agar kebebasan dan
keamanan jiwa serta harta mereka dapat terjamin
d. Menjalankan hak-hak nrakyat dan hokum-hukum tuhan.
e. Membentuk kekuatan untuk melawan musuh
f. Jihad terhadap orang-orang yang menantang islam ketika sudah ada dakwah agar
mereka kembali mengakui eksistensi Islam
g. Memungut pajak dan sedekah menurut kewajiban yang telah ditentukan syariah,
nas dan ijtihad
h. Mengatur baitul mal secara efektif
i. Meminta nasehat dan pendapat kepada orang-orang terpercaya
j. Turun langsung untuk menangani dan meneliti permasalahan sebenarnya yang
dihadapi umat.
Adapun secara khusus tujuan khilafah adalah sebagai berikut:
a. Melanjutkan kepemimpinan agama Islam setelah wafatnya Rasulullah saw.
b. Berupaya memelihara kesejahteraan lahir dan batin dalam rangka memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat
c. Berupaya memelihara keamanan dan ketahanan agama dan Negara
d. Mewujudkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) yang adil dalam seluruh aspek
kehidupan masyarakat.

D. HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA


1) Hubungan Agama dan Negara dalam Sejarah Peradaban Islam
Di dalam Islam hubungan agama dan Negara dengan sistim politik menunjukan
fakta yang beragam bila di tilik dari sejarah peradaban Islam. Banyak para
Ulama tradisional berargumentasi bahwa islam merupakan system kepercayaan
dimana agama memiliki hubungan erat dengan politik. Islam memberikan
pandangan dunia dan makna hidup bagi manusi termassuk bidang politik. Dari
sudut pandang ini maka pada dasarnya konsep agama dan politik (dawlah) tidak
ada pemisahan. System dawlah menurut Mohammad Husaen Haikal bahwa
umat islam bebas memilih menganut system pemerintahan yang bagaimanapun,
asalkan system itu menjamin persamaan antar warga Negaranya, baik hak dan
kewajiban, dan juga dimuka hukum serta pengelolaan urusan Negara
diselenggarakan atas syura atau musyawarah dengan berpegang pada tata nilai
moral dan etika yang diajarkan Islam. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an dan as-
Sunnah, bahwa menurut prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan tidak ada yang
langsung bersentuhan dengan ketata negaraan baik dalam al-Qur’an maupun
dalam as-Sunnah. Dalam lintas sejarah dari opini teoritis politik Islam, terdapat
beberapa pendapat yang berkaitan dengan konsep hubungan Agama dan
Negara,antara lain ada tiga paradigma, yaitu Integristik, Simbiotik dan
Sekuralistik.
a) Paradigm Integristik. Paradigm ini merupakan faham dan konsep
hubungan agama dan Negara dianggap satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, keduanya adalah lembaga yang menyatu (integrated).
Paradigm ini kemudian memunculkan konsep tentang Agama Negara
yang berarti bahawa kenegaraan diatur dengan hokum dan prinsip
keagamaan. Yang kemudian dikenal denga faham Islam wa Dawlah,
yang sumber hokum positifnya adalah hukum agama.
b) Paradigma Simbiotik adalah hubungan Agama dan Negara difahami
saling membutuhkan dan bersifat timbale balik. Dalam kontks ini agama
membutuhkan Negara sbagai instrument dalam melestarikan dan
mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, Negara juga
memerlukan agama sebagai partner dalam pembinaan moral etika dan
spiritualitas. Dalam konteks simbiotik ini Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa adanya kekuatan yang mengatur kehidupan manusia merupakan
tugas agama yang sangat besar, karaena tanpa kekuatan Negara maka
islam tidak akan bias tegak.pendapat Ibnu Taymiyah tersebut
melegitimasi bahwa antara agama dan Negara merupakan dua entitas
yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya konstitusi
yang berlaku dalam paradigm ini tidak hanya Dari social kontrak, tetapi
bias juga di hiasi oleh hokum agama.
c) Paradigam sekularistik. Paradigm sekularistik menganggap bahwa ada
pemisahan antara agam dan Negara. Agama dan Negara merupakan dua
bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapannya masing-
masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu
sama lainberintervensi. Oleh sebab itu hokum positifnya yang berlaku
adalah hokum yang benar-benar berasal dari kesepakatan manusia
melalui social contrak dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan
hukum agama.
2) Hubungan Islam dan Negara di Indonesia
Hubungan islam dan Negara di Indonesia adalah persoalan yang menarik untuk
diperhatikan, karena tidak saja Indonesia sebagai Negara yang mayoritas warga
negaranya beragama Islam, tetapi karena kompleksnya persoalan yang muncul
Hubungan Islam dan Negara di Indonesian dapat digolongkan kepada dua
bagian, yaitu hubungan yang bersifat antagonistic dan bersifat akomodatif.
a) Hubungan islam dan Negara yang bersifat antagonistic Eksistensi Islam
politik (poloitak Islamic) pada masa kemerdekaan sampai masa revolusi
pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis
kebangsaan Indonesia. Hal ini membawa implikasi terhadap keinginan
Negara untuk menghalangi dan domistikasi terhadap terhadap idiologis
politik Islam. Setelah pemerintahan Orde Baru memantapkan
kekuasaannya, terjadi control ynag berlebihan yang diterapkan oleh
rezim ini terhadap kekuatan Islam. Terutama terhadap kelompok radikal
yang dihawatirkan semakin militant dan menandingi eksistensi Negara.
Realitas empiric inilah yang menjelaskan hubungan Islam dan Negara di
Indonesia pada masa ini di kenal dengan Antagonistik, dimana Negara
betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam
menandingi eksistensi Negara. Di sisi lain kalangan umat Islam memiliki
gairah untuk menjadikan Islam sebagai idiologi dalam menjalankan roda
keperintahan.
b) Hubungan islam dan Negara yang bersifat akomodatif Pemerintah
menyadari bahwa umat Islam merupakan kekuatan politik yan potensial,
oleh karena itu Negara lebih memilih akomodatif terhadap isla, karena
jika Negara menetapkan Islam sebagai out-sider Negara., maka konplik
antar warga Negara sulit untuk dihindari yang pada akhirnya akan
berimbas pada gangguan proses pemeliharan Negara Republik Indonesia
(NKRI) Alasan Negara memilih akomaodsatif kepada Islam, menurut
affan ghaffar ada beberapa alasan:Dari kacamata pemerintah, mengagap
Islam merupakan kekuatan yang potensial yang tidak dapat diabaikan,
yang pada akhirnya jika terus dipinggirkan dan dimarjinalkan maka akan
menimbulkan masalah gangguan politik yang cukup rumit dan
dikalangan pemerintah sendiri terdapat figure yang tidak terlalu fobi
terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang kuat akibat
latar belakangnya, misalnya B.J. Habibi, Emil salim dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian kepemimpinan islam adalah prihal atau cara-cara memimpin, mengatur,
mengarahkan umat/ rakyat yang sesuai dengan Syariat Islam. Yang secara garis besarnya
bertujuan memelihara agama Islam dan tercapainya kesejahteraan dunia dan akhirat.
Islam merumuskan Negara yang melindungi Akidah dan Syariat. Sebagaimana
manusia shalat dibelakang Imam, bukan berarti menyembah Imam akan tetapi tetap
menyembah Allah Swt. Maka mereka yang taat kepada pemimpin adalah untuk mencari
Ridho Allah Swt dan menegakkan Agamnya bukan untuk menegakkan derajatnya atau
untuk kepentingan-kepentingan duniawi dan mendapatkan posisi yang istimewa di sisi
pemimpin.inilah deskripsi Umum tentang kepemimpinan Islam
Prinsip-prinsip atau dasar- dasar kepemimpinan islam adalah sebagai berikut:
a. Dasar Tauhid atau dasar menegakkan kalimah tauhid serta mamudahkan
penyebaran islam kepada seluruh umat manusia.
b. Dasar Persamaan Derajat Sesama Umat manusia. Pada prinsip ini bahwa
manusia memiliki derajat yang sama dimata hokum dan dalam kehidupan
sesame warga Negara, hanya saja yang membedakan adalah ketaqwaan kepada
Allah swt
c. Dasar Persatuan Islamiyyah (Ukhuwah Islamiyah) atau prinsip persatuan dan
kesatuan. Prip ini untuk menggalang dan mengukuhkan semangat persatuan dan
kesatuan umat Islam.
d. Dasar Musyawarah Untuk Mufakat atau Kedaulatan Rakyat
e. Dasar Keadilan dan Kesejahteraan Bagi Seluruh Umat.
Atas dasar prinsip ini khalifah atau pemimpin Negara harus menegakkan persamaan hak
segenap warganya.
Ada tiga tujuan utama dalam pemerintahan Islam, yaitu
a. Menegakkan keadilan dalam kehidupan masyarakat dan menghancurkan kezaliman
serta kesewenang-wenangan
b. Menegakkan system yang Islami melalui daya dan cara yang dimiliki oleh
Pemerintah. Pemerintah mempunyai kewajiaban menyebarkan kebaikan serta
memerintahkannya sebagaimana tujuan utama Islam hadir di bumi
c. Memerangi kejahatan dan kemunkaran sampai keakar-akarnya karena merupakan
perkara yang paling dibenci Allah swt.
d. Dalam lintas sejarah dari opini teoritis politik Islam, terdapat beberapa pendapat
yang berkaitan dengan konsep hubungan Agama dan Negara, antara lain ada tiga
paradigma, yaitu Integristik, Simbiotik dan Sekuralistik
e. Hubungan Islam dan Negara di Indonesian dapat digolongkan kepada dua bagian,
yaitu hubungan yang bersifat antagonistic dan bersifat akomodatif
3.2 Penutup
Segala kebenaran adalah milik Allah swt. Sedangkan kesalahan itu adalah
milik kami penyusun, untuk itu kami mohon maaf atas segala kekeliruan dan kesalahan
dalam penyusunan makalah ini. kritikan kontruktif yang akan menjadikan kami mahasiswa
yang mempuni di bidangnya. Khusus kami tunjukan kepada bapak Dosen pengampu mata
kuliah untuk memberikan bimbingan dan motivasinya demi masa depan yang lebih ilmiah
dan amaliah. Dan kepada semua rekan semua saran dan masukan yang memacu semangat
saya dalam menggapai cita-cita yang mulia.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Icce Uin Jakarta, Demokrasi & Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani,
Fauzan, M.A. Islam Dan Kemodernan Politik Berbasis Pemuda, Binamuda Ciptakreasi
Tanggerang. Cetakan Pertama, Juni 2008
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam. Penerbit Amzah Jakarta, Cetakan Pertama,
Agustus 2005
Abdullah Abbas, Al Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman. Pt. Lentera Hati,
Tanggerang. Cetakan Ii, Mei 2012
Prof.Dr. Raghib As Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia. Pustaka Al Kautsar
Jakarta, Cetakan Pertama Desember 2012
Anang Zamroni, Suratno. Fikih Madrasah Aliyah Keagamaan . Pt. Wangsa Jatra Lestari,
Solo. Cetakan Pertama 2012
Http//:Referensi Kepemimpinan .Blogspot.Com

Anda mungkin juga menyukai