UMAT”
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Masruri HM., Drs., MM.
SDM1
B. PEMBAHASAN MASALAH
Sosok Nabi Muhammad Saw yang merupakan rasul terakhir bagi umat
Islam di dunia, juga sebagai sosok pemimpin yang selalu menegakkan amar
ma'ruf nahi mungkar. Namun berkat ketulusan, keikhlasan, dan kebaikan
Nabi Muhammad Saw, semua rintangan bisa dia lewati dengan hati yang
lapang. Adapun perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw yang menjadi
yatim piatu karena ditinggal ayahnya ketika ibunya hamil 2 bulan masa
kandungan.
Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun
Gajah atau 570 M di Mekkah. Ayahnya bernama Abdullah dan ibunya
bernama Aminah. Di usia 6 tahun, ibu Aminah wafat dan Nabi Muhammad
Saw menjadi yatim piatu. Nabi Muhammad SAW dibesarkan oleh sang
kakek, Abdul Muthalib hingga berusia 8 tahun. Usai sang kakek meninggal
dunia, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu
Thalib. Dalam perjalanan menuju Syam saat berniaga dengan sang
paman, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Rabih Bahira dan
diberitahukan bahwa beliau adalah calon nabi yang menjanjikan Allah Swt.
Nabi Muhammad SAW menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun, dan
diangkat menjadi Rasul pada usia sekitar 40 tahun. Nabi Muhammad Saw
meninggal dunia di Madinah pada 8 Juni 632 M, usai melakukan Haji
Wada' atau haji penghabisan.
Kepemimpinan dari Sudut Pandang Islam Menurut Syadzili, kata
bahasa Inggris “leadership” berasal dari kata “leader”. Kamus Besar
Bahasa Indonesia mendefinisikan kepemimpinan sebagai “pemimpin” dan
“cara memimpin” yang berasal dari kata dasar “memimpin”, Mendapatkan
awalan “me” berarti “memimpin” berarti memimpin, menunjukkan jalan,
dan membimbing. Padahal kata “pemimpin” berasal dari kata “pemimpin”
yang berarti seseorang yang memimpin dan memiliki pengikut. Artikel
Ma'sum selanjutnya menjelaskan arti kata "kepemimpinan", yang dapat
dipahami sebagai kekuatan atau kualitas individu dalam memimpin apa
yang dipimpinnya. Menurut Ma’sum, seorang pemimpin juga dapat
mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Edison, kepemimpinan adalah kemampuan untuk membuat orang
lain atau bawahan mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan.
Demikian pula kepemimpinan menurut Priansa adalah “memberikan
pengaruh konstruktif kepada orang lain untuk melakukan tindakan
kerja sama guna mencapai tujuan yang telah direncanakan”. Dalam Islam,
istilah "kepemimpinan" meliputi "khalifah" dan "imamah". Masing-masing
dari berbagai kelompok Islam menggunakan kata ini, namun ada juga yang
menyamakan khalifah dengan imamah. Kata "khalifah" berasal dari kata
Arab "kholafa-yakhlifu", yang berarti "menduduki atau menggantikan
tempatnya". Sementara itu, Ibnu Katsir menggunakan istilah khalifah untuk
menyebut orang yang dapat membela orang yang teraniaya karena
diharapkan dapat menyelesaikan berbagai persoalan dan dapat menegakkan
hukum Allah, khususnya melalui perbuatan nahi dan munkar. Selain itu,
Sayyid Kuttub menyatakan bahwa istilah khalifah merujuk pada orang
yang mampu mengelola seluruh potensi bumi. Secara khusus, dia mampu
memasukkan mereka ke dalam hukum berdasarkan hukum Tuhan. Juga,
Quraish Shihab mengatakan bahwa khalifah adalah seseorang yang bisa
membuat seluruh dunia, termasuk rakyatnya, menjadi lebih baik. Baik dari
segi bagaimana ia menjalankannya sebagai pengurus dan pelaksana
Kata "khalifah" muncul 127 kali dalam ayat-ayat suci Alquran dan
dapat diartikan dalam berbagai cara, termasuk sebagai kata benda yang
berarti "pewaris", "pengganti", atau "meninggalkan". Sebaliknya, kali
dalam ayat suci Al-Quran terdapat kata khalf, yang kemudian diberi nama
khalifah dan berarti penguasa, wakil, penerus, dan pengganti. Hal ini juga
telah disampaikan oleh jurnal-jurnal sebelumnya yang menyatakan bahwa
konsep khalifah sudah ada sejak Nabi Adam dan membutuhkan sedikit
kepemimpinan diri untuk menjadi baik. selain memimpin diri sendiri,
seperti Nabi Daud yang diangkat menjadi khalifah, juga memimpin umat.
Untuk menjadi seorang pemimpin tentu ada syarat-syaratnya, antara lain
tidak menimbulkan kerugian atau kekacauan di dunia dan tidak mengambil
keputusan yang tidak adil berdasarkan hawa nafsunya. Selain itu, jika
para khalifah tidak mematuhi persyaratan tersebut, Allah SWT mengancam
mereka. Istilah kepemimpinan kedua adalah Imam, yang muncul tujuh kali
dalam ayat-ayat suci Al-Qur'an dan disebut immah lima kali. Kata “imam”
memiliki banyak arti. Pada mulanya digunakan untuk merujuk kepada
seorang pemimpin dalam doa. Kemudian, itu digunakan untuk merujuk
pada seseorang yang memprioritaskan semua tanggung jawabnya dan
mengikuti jejaknya baik dalam perkataan maupun perbuatan. Imam ini
berfungsi sebagai suami dan pemimpin rumah tangga, sekaligus menjadi
teladan bagi Nabi Ibrahim dalam memimpin umatnya. Gagasan ini
mengajarkan kebajikan sambil menjalankan instruksi. Selain itu, seperti
yang Allah SWT perintahkan, ada gagasan memberikan bantuan kepada
yang lemah.
Macam-macam Kepemimpinan dalam Islam Menurut Veithzal Rifai
dan Arvian Arifin, ada berbagai macam gambaran tentang
kepemimpinan Islam, yang diuraikan di bawah ini:
1. Kesetiaan kepada Tuhannya, Allah SWT, dimiliki oleh yang
memimpin dan yang dipimpin.
2. Pemimpin yang mampu melihat bahwa tujuan organisasi
didasarkan pada lebih dari satu kepentingan kelompok saja
tidak efektif. Ia juga mampu melihat ruang lingkup tujuan
organisasi yang dijalankannya, Islam.
3. Pemimpin yang ketika menjadi pemimpin sadar akan adab
Islam. Intinya adalah seorang pemimpin yang teguh memegang
teguh moral dan syariat Islam, yang harus dia ikuti. Oleh karena
itu, dia tidak akan bertindak sesuai dengan syariah atau hukum
Tuhan selama dia berkuasa.
4. Pemimpin yang mendapatkan kepercayaan pengikutnya.
dengan asumsi bahwa setiap kali dia diberi tanggung jawab
untuk memimpin suatu kelompok atau hal lainnya, itu adalah
amanat dari Allah yang akan dia jaga dengan penuh dan
bertanggung jawab. Selain itu, hal ini dijelaskan dalam surat
Al-Hajj ayat 41 yang berbunyi, “(Yaitu) orang-orang yang
sekiranya Kami kuatkan kedudukannya di muka bumi, tentu
akan mendirikan shalatnya, menunaikan zakat, memerintahkan
berbuat baik, dan mencegah dari berbuat salah;" dan segala
sesuatu kembali kepada Allah”.
5. Pemimpin yang tidak sombong secara alami. karena dia sadar
bahwa hanya Allah SWT yang Maha Besar. Konsekuensinya,
salah satu sifat tersebut tidak pantas dimiliki oleh seorang
pemimpin Islam. Salah satu ciri jiwa kepemimpinan yang harus
dikembangkan dan dipelihara dalam diri seorang pemimpin
adalah kerendahan hati.
6. Pemimpin yang secara konsisten menunjukkan kedisiplinan dan
konsistensi dalam segala tindakan yang akan datang. Selain
menjadi pemimpin profesional yang menepati janji, ini adalah
bentuk kepemimpinan Islami yang mencakup berbicara
kebenaran, jujur, dan bertindak sesuai dengan apa yang
dikatakan. Selain itu, dia menyadari bahwa Allah selalu
mengetahui apa yang kita semua lakukan, terlepas dari upaya
terbaik kita untuk menyembunyikannya (Julia Sari, 2019).
7. Menurut penjelasan Veithzal Rifai dan Arvian Arifin, seorang
pemimpin Islam dan bawahannya memiliki semangat
pengabdian kepada Allah. Seperti yang dijelaskan Julia Sari
dalam artikel tersebut, pemimpin yang baik dalam Islam adalah
pemimpin yang dapat menjaga amanahnya dengan baik dan
memiliki jiwa yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang
telah dibuatnya, serta pemimpin yang mengetahui adab dan
syariat serta akhlak Islam. dalam memimpin, yang memegang
amanah, tidak memiliki sifat sombong, dan pemimpin yang
memiliki sifat konsisten, disiplin, dan konsekuen. Selain itu,
pemimpin yang memiliki tujuan organisasi yang jelas sehingga
tidak memiliki kepentingan apapun sehingga dapat menjaga
profesionalisme yang tinggi, terutama saat memimpin lembaga
pendidikan, dan agar selalu rendah hati.
Dalam Islam kepemimpinan begitu penting sehingga
mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya
kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan untuk
memiliki pimpinan, bahkan perkumpulan dalam jumlah yang kecil
sekalipun.
Pemimpin dalam Islam adalah pemimpin yang dalam
kepemimpinannya berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai
sumber hukum utama ajaran Islam. Seperti kepemimpinan
Rasulullah SAW pada masa kepemimpinannya umat Islam maupun
non Islam merasakan keadilan dan kesejahteraan dalam menjalani
kehidupan. Dalam kepemimpinan Rasulullah SAW pada masa itu
bangsa Arab yang sebelumnya bermusuhan dan berperang menjadi
bersaudara. Bangsa Arab menjadi bangsa yang beradab, berakhlak
mulia dan hidup teratur, bersih lahir dan batin.
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini banyak diantara
pemimpin yang notabenenya beragama Islam namun gaya
kepemimpinannya belum mencerminkan kepemimpinan dalam
Islam seperti masih banyaknya terjadi pelanggaran norma ajaran
Islam itu sendiri.
Nabi Muhammad menurut penuturan dari beberapa Syekh
ialah seorang manusia yang berbeda dengan manusia lainnya.
Beliau laksana batu intan permata, sedangkan manusia lainnya
ibarat batu biasa. Selain itu, Nur Muhammad juga dimuliakan di
langit dan menjadi panutan di bumi. Ungkapan tersebut
menggambarkan kepada kita, bahwa tidak ada satu pun figur yang
paling luhur, manusia yang paling mulia, tokoh yang harus
dicontoh, pribadi yang patut diteladani, bahkan individu yang
wajib ditiru, selain Nabi Muhammad Saw. yang dimana ucapannya
menjadi hadis qauli, perbuatannya menjadi hadis fi’li, bahkan
diamnya menjadi hadis takriri. Selain itu, akhlak dari Nabi
Muhammad Saw. juga merupakan pengejawantahan dari seluruh
ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Adapun cerminan bagi para pemimpin adalah untuk
senantiasa meneladani sifat baginda Nabi Muhammad Saw. dan
mengikuti apa yang beliau ajarkan serta meneladani penetapan
beliau yang bijaksana dan adil. Seorang pemimpin juga hendaknya
menanamkan nilai-nilai profetik dalam diri, yaitu: cinta kepada
Tuhan, bermoral, bijaksana, sejati, mandiri, dan kontributif. Hal ini
diperlukan, karena seorang pemimpin merupakan contoh bagi
rakyatnya, sehingga diharapkan dapat membentuk masyarakat
madani yang beradab, demokratis, meghormati, dan menghargai
publik.
Lalu, bagaimanakah kriteria seorang pemimpin yang patut
kita pilih dan kita teladani? Menurut Nabi Syu’aeb, seorang
pemimpin hendaknya merupakan orang yang kuat dan amanah.
Sebab dengan kekuatannya, seorang pemimpin akan berani
membuat kebijakan dan kewenangan untuk menciptakan
kemakmuran serta kesejahteraan. Sedangkan dengan amanahnya,
seorang pemimpin akan mampu memikul tanggung jawab.
Di dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa terdapat tiga
cara Rasulullah Saw. dalam berdakwah yang berisi pesan moral
bagi para pemimpin untuk membangun bangsa dengan
berlandaskan akhlakul karimah, yaitu: Linta lahum atau senantiasa
bersifat lemah lembut dan baik terhadap kawan maupun lawan;
Fa’fu ‘anhum wastagfirlahum atau senantiasa bersifat lapang dada,
mudah memaafkan, dan memohonkan ampunan bagi setiap
kesalahan; serta Wa syawirhum fil amri atau senantiasa
mentradisikan sikap bermusyawarah dalam setiap mengambil
keputusan.
1. Shiddiq
2. Amanah
3. Tabligh
4. Fathanah
C. SIMPULAN
D. Saran
https://www.ejournal.stitpn.ac.id/index.php/pandawa/article/view/1577/1120
https://berita.upi.edu/kepemimpinan-rasulullah-saw-sebagai-teladan-masyarakat-
madani/
http://madinatul-iman.com/index.php/jurnal/article/view/20/13
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/politea/article/view/4488
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/view/636