Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

BAHASAN :

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Dosen Pengampu :
Dr. Ace Somantri, S.H.I., M.Ag.

Disusun oleh :
Kelompok 2 :
1. Haifa Rinjani (200104009)
2. Imam Faturohman (200104027)
3. Iklimah Diva Azalia (200104035)
4. Hasna Labibah Mardyah (200104010)
5. Iqra Ismi Musawir (200104036)
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sebuah objek kajian yang telah lama menarik perhatian banyak
orang. Istilah kepemimpinan sering digunakan dalam mengkonotasikan sebuah citra individu
yang kuat dan dinamis bagi orang – orang yang berhasil memimpin di sebuah bidang, baik
bidang kemiliteran, perusahaan atau memimpin sebuah negara. Jika kita meninjau perjalanan
sejarah, Indonesia misalnya maka akan banyak kita temui peran – peran pemimpin dalam
perjalanan sejarahnya. Baik itu peran sebagai orang yang dianggap berjasa, maupun perannya
sebagai orang yang dipersalahkan dalam sebuah peristiwa penting dalam sejarah.
Ada banyak defenisi mengenai kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar
kepemimpinan. Misalnya saja Gardner (1990) mendefenisikan “leadership is the process of
persuasion or example by which an individual (or leadership team) induces a group to pursue
objectives held by the leader or shared by the leader and his followers”. Dalam hal ini gardner
menjadikan proses persuasive dan keteladanan menjadi kunci dari sebuah kepemimpinan.
Sementara Gary Yukl (2010) mengemukakan defenisi kepemimpinan sebagai berikut “
leadership is the process of influencing others to understand and agree about what needs to be
done and how to do it, and the process of facilitating individual and collective effortsto
accomplish share objectives” . Defenisi mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan adalah
proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap
orang lain.
Dasar-dasar Kepemimpinan
Pertama, tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin
bagi orang-orang muslim karena bagaimanapun akan mempengaruhi kualitas keberagamaan
rakyat yang dipimpinnya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an; Surat An-Nisaa: 144.
Kedua, tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan Agama
Islam, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Maidah: 57.
Ketiga, pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya, pemberian tugas atau
wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya pekerjaan bahkan
organisasi yang menaunginya. Sebagaimana Sabda Rasulullah sa. “Apabila suatu urusan
diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhori
dan Muslim).
Keempat, pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai umatnya,
mendoakan dan didoakan oleh umatnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw. “Sebaik-
baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk
mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu
benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.”
(HR Muslim).
Kelima, pemimpin harus mengutamakan, membela dan mendahulukan kepentingan
umat, menegakkan keadilan, melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk
kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana Firman Allah SWT. Dalam
Alquran, Surat Al-Maidah: 8. Keenam, pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah
swt yang terkumpul dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat Rasul-rasul-Nya.

KEPEMIMPINAN DALAM KELUARGA

Keluarga adalah institusi terpenting dan pertama dalam kehidupan manusia.


Keluarga juga merupakan asas kepada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Baik
keluarga baiklah masyarakat dan negara. Dengan sebab itu, Sayyid Quṭb mengatakan
institusi keluarga mesti diurus tadbir oleh seorang pemimpin. Karena pemimpin keluarga
yang dapat mengemudi keluarga dengan baik akan membangun keluarga yang sejahtera dan
menjalankan fungsi-fungsinya. Dalam konteks Islam, suami merupakan individu yang
memegang peranan terbesar dan terpenting dalam keluarga.
Kepemimpinan suami dalam keluarga dijelaskan di dalam al-Quran dan al-
Sunnah. Firman Allah SWT “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi wanita, kerana Allah telah
melebihkan orang lelaki atas wanita, dan juga kerana orang lelaki telah membelanjakan
dari harta mereka”.(Surah al-Nisā, 4: 34) Kalimah qawwāmūn dalam ayat ini ditafsirkan
ulama sebagai pemimpin. Suami adalah pemimpin kepada istrinya. Dari segi bahasa
qawwāmūn adalah kata jamak bagi qawwām yang berasal dari kata qāma yaqūmu qauman
wa. Qiyāman yang bermaksud memelihara, menjaga dan melakukan pembaikan. Jika
orang melaksanakan sesuatu tugas sebaik mungkin, berulang-ulang dan berterusan maka
ia dipanggil qawwām. Jika dikatakan qayyim al-mar’ah ia bermaksud suami kerana suami
bertanggungj awab mengatur urusan istri.
Dalam Lisān al-‘Arab kata qawwāmūn dalam ayat 34 surah al-Nisā di atas
didefinisikan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap hal-ehwal istri dan prihatin
dengan keadaannya. Pengertian ini mempunyai cakupan makna yang luas menunjukkan
pemimpin keluarga tidak sekadar bertanggung jawab terhadap hal ehwal istrinya bahkan
dituntut untuk sentiasa prihatin dan peduli dengan keadaan istri. Menurut Ibn al-‘Arabī
qawwāmūn merujuk kepada orang yang diserahkan urusan kepadanya, yang melindungi dan
memberi rasa aman, mengurus segala keperluan serta memperbaiki keadaannya.
Sementara menurut al-Rāzī, maksud suami pemimpin kepada istri ialah suami
mempunyai autoriti dalam mendidik dan melarang istrinya. Ini senada dengan tafsiran
al-Ṫabarī mengenai maksud qawwāmūn iaitu suami adalah individu yang bertanggung
jawab mendidik dan melarang istrinya dalam hal-hal berkaitan dengan kewajibannya
kepada Allah SWT dan suaminya. Namun begitu tafsiran al-Rāzī memperlihatkan
kepemimpinan sebagai satu autoriti atau kekuasaan, sebaliknya al-Ṫabarī menggambarkan
kepemimpinan sebagai satu obligasi atau kewajiban.
“Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah, SAW telah bersabda,
Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian bertanggung jawab
terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang imam (pemerintah) yang menjadi pemimpin
dalam kalangan manusia dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya, seorang
lelaki adalah pemimpin kepada ahli keluarganya dan dia bertanggung jawab terhadap
mereka.” Hadis ini menjelaskan suami adalah pemimpin kepada keluarganya.
Seorang pemimpin merupakan penjaga yang diberikan amanah, komitmen menjaga apa
yang diamanahkan kepadanya dan dia dituntut berlaku adil serta melakukan perkara-
perkara yang mendatangkan kemaslahatan kepada individu di bawah jagaannya.
Lantaran itu, sebagai pemimpin keluarga suami bertanggung jawab sepenuhya menjaga
ahli keluarganya, keperluan dan urusan mereka. Termasuk memberikan pendidikan dan
pengajaran serta berusaha menjauhkan anasir-anasir negatif daripada mempengaruhi
kehidupan keluarganya.
Berdasarkan tafsiran ulama di atas dapat dirangkumkan maksud suami
pemimpin dalam sebuah keluarga ialah suami merupakan individu berautoriti, bertanggung
jawab dan prihatin terhadap hal ehwal keluarga dan keperluan mereka dengan
melindungi dan menjaga, mendidik dan membimbing, mengurus dan mengatur
keluarganya. Oleh itu, kepemimpinan suami dalam keluarga dapat diertikan sebagai
satu proses bagaimana suami menjalankan tanggung jawabnya sebagai pelindung,
penjaga, pendidik, pembimbing, pengurus dan pengatur kepada keluarganya selaras
dengan kehendak Islam. Hal ini menunjukkan kepemimpinan suami mempunyai pengertian
yang luas dan menyeluruh, terangkum padanya kewajipan dan fungsi penting dalam
sebuah keluarga.

Fungsi Kepemimpinan Suami dalam Keluarga :


Dalam konteks umum, masyarakat memahami pemimpin keluarga adalah individu
yang bertanggung jawab mengurus urusan-urusan besar dalam rumahtangga seperti
mencari nafkah, menjaga hubungan rumahtangga dengan masyarakat dan urusan-urusan lain
yang melibatkan kehidupan sosial. Sementara dalam perspektif Islam, tanggungjawab
seorang pemimpin keluarga jauh lebih besar dan berat. Sebab itu suami dianggap
mempunyai kelebihan ke atas istrinya satu darjat lantaran tanggungjawab kepemimpinan
yang dipikulnya menurut sebahagian ahli tafsir berdasarkan firman Allah SWT;
“Dan istri-istri itu mempunyai hak yang sama seperti kewajipan yang ditanggung
oleh mereka (terhadap suami) dengan cara yang sepatutnya (dan tidak dilarang oleh
syarak); dalam pada itu orang-orang lelaki (suami-suami itu) mempunyai satu darjat
kelebihan atas orang-orang perempuan (istrinya)”. (Surah al-Baqarah, 2: 228)
Ini menunjukkan derajat yang dimiliki suami bukanlah satu bentuk
kemuliaan atau ketinggian kedudukan lelaki berbanding wanita tetapi beban tanggung jawab.
Menjalankan tanggung jawab kepemimpinan dalam keluarga tidak sekadar memenuhi
tanggung jawab semata-mata. Bahkan ia mempunyai fungsi tertentu, jika dilaksanakan
dengan baik dan mengikut panduan yang telah digariskan Islam, dapat memberikan
impak positif kepada kehidupan berkeluarga.

KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT

Kepemimpinan itu merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat Islam.
Untuk mengetahui tentang konsep kepemimpinan, berikut ini akan diuraikan berbagai konsep
dasar tentang kepemimpinan sebagaimana paparan di bawah ini.

1. Urgensi Pemimpin Dalam Masyarakat Islam

Sejarah kepemimpinan dimulai sejak Nabi Adam as diciptakan. Hal ini dikuatkan
dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 30, yang artinya :

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman, sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.”

Senada dengan ayat di atas, dalam ajaran Islam, urgensi kepemimpinan dalam komunitas
muslim merupakan suatu keniscayaan, bahkan Rasulullah saw mengingatkan dalam batas dan
wilayah yang sangat kecil yaitu dalam perjalanan, sebagaimana sabda beliau yang artinya:

Dari Abu Sa‘id dan Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Apabila ada
tiga orang berpergian bersama-sama maka hendaklah mereka memilih salah seorang di
antara mereka untuk menjadi pemimpin rombongan.” (HR. Abu Daud)

Sementara itu, Ali bin Abi Thalib sebagai seorang organisator dan pakar dalam berbagai
disiplin ilmu mengungkapkan bahwa “ suatu urusan meskipun benar, tetapi tidak dikelola
secara profesional akan mudah dikalahkan oleh kebatilan yang dikelola secara baik dan
profesional.” Hal ini menunjukkan bahwa harus ada pembidangan dalam setiap perkara,
sehingga sesuatunya ada yang mengatur, mengerjakan dan mengawasi sebagaimana mestinya.
Persoalan inilah yang disebut dengan kepemimpinan. Artinya, tidaklah akan teratur tatanan
kehidupan manusia bila tidak ada yang memimpin, mengarahkan dan mengawasi setiap
langkah dan kegiatan dalam masyarakat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam
komunitas muslim baik dalam skala lokal, regional, nasional dan global. Faktor-faktor
tersebut menurut Yusuf Qaradhawi antara lain sebagai berikut:
a. Agama menyuruh kita bersatu dan bekerjasama dalam hal kebaikan dan ketaqwaan.
Berjama‘ah dalam melaksanakan perintah di atas adalah sebesar-besar amal kebajikan, tanda
taqwa yang paling tinggi dan sungguh-sungguh.

b. Sebenarnya ummah lebih khusus dari jama‘ah yang terdiri dari beberapa individu
yang memiliki ikatan yang memadukan mereka. Ada kesatuan yang menjadikan mereka
laksana anggota dalam satu tubuh.

c. Qaidah syara‘ menerangkan bahwa “sesuatu itu menjadi wajib apabila yang wajib
tidak akan terlaksana melainkan dengan adanya sesuatu tersebut.”

Dalam hal ini mendirikan masyarakat yang berasaskan akidah dan syariah islamiyah adalah
wajib. Ini tidak akan dapat dilaksanakan melainkan dengan terbentuknya jamaah atau ummah.

d. Sekelompok muslim akan menjadi kuat bila bersatu dalam kelompok (amal jama‘i).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kepemimpinan pada intinya adalah tugas
pengabdian. Dalam hal ini, pemimpin memegang peranan yang sangat penting dalam
masyarakat Islam karena dialah yang menjadi pembimbing, panutan, penunjuk, pembina,
pendidik, pengurus, pemotivasi dan pengatur kehidupan masyarakat yang ada di sekitarnya
agar selalu berada dalam kebajikan.

2. Sebab-Sebab Munculnya Kepemimpinan Dalam Masyarakat Islam

RB Khatib Pahlawan Kayo menjelaskan tentang faktor-faktor yang menjadi penyebab


timbulnya kepemimpinan di dalam masyarakat Islam yaitu sebagai berikut :

a. Sebagai polarisasi dari anggota-anggota kelompok

b. Sebagai pencerminan kemampuan seseorang

c. Sebagai jawaban dari faktor-faktor kondisional dan situasional

3. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan Dalam Masyarakat

Secara operasional dapat dibedakan enam fungsi pokok kepemimpinan, yaitu fungsi
instruktif, fungsi konsultatif, fungsi partisipasi, fungsi delegasi, fungsi pengendalian dan
fungsi keteladanan yang akan dijabarkan sebagaimana berikut :

a. Fungsi instruktif, adalah adalah fungsi kepemimpinan yang bersifat satu arah,
berbentuk aba-aba dan pemberian perintah kepada bawahan.

b. Fungsi konsultatif, bersifat komunikasi dua arah karena berlangsung interaksi antara
pemimpin dan bawahannya. Dalam fungsi ini, pemimpin sebagai tempat bertanya,
penyampaian saran maupun kritikan dari masyarakat yang dipimpinnya untuk mendapatkan
umpan balik (feed back), dalam rangka menyempurnakan keputusan yang dihasilkannya.

c. Fungsi partisipasi, pemimpin tidak hanya sebagai tempat bertanya dan berkonsultasi
bagi masyarakat yang dipimpinnya, namun juga selalu turun tangan serta berusaha untuk
mengaktifkan setiap masyarakat untuk bersama-sama mengerjakan tugas yang diamanahkan
kepadanya.
d. Fungsi delegasi, pemimpin dapat melimpahkan wewenang atau sebahagian tugasnya
kepada wakilnya, untuk menggantikannya sementara waktu dalam menyelesaikan
pekerjaannya.

e. Fungsi pengendalian, menggambarkan bahwa pemimpin sebagai pengawas, pengukur


pelaksanaan pekerjaan serta pengambil tindakan-tindakan korektif bila terjadi penyimpangan
dalam masyarakat yang dipimpinnya.

f. Fungsi keteladanan, pemimpin dituntut agar memiliki kepribadian dan perilaku yang
terpuji, sehingga menjadi contoh teladan yang diikuti oleh masyarakat yang dipimpinnya.

Implementasi dari fungsi-fungsi di atas sangat bervariasi antara pemimpin yang satu dengan
yang lainnya. Diantara pemimpin ada yang lebih dominan dalam mengaplikasikan fungsi
instruktif, sementara pemimpin yang lain dapat saja mengutamakan fungsi partisipasi dalam
kepemimpinannnya. Namun ada hal yang harus dipahami bahwa setiap pelaksanaan fungsi-
fungsi kepemimpinan tersebut tidak terlepas dari dua aspek yang meliputi kemampuan
pemimpin dalam mempengaruhi masyarakat agar bertindak sebagaimana yang diharapkan
oleh pemimpin, serta adanya keterlibatan masyarakat untuk mendukung kepemimpinan
tersebut. Dengan kata lain, kepemimpinan tidaklah dapat berjalan efektif bila pemimpin tidak
dapat mengarahkan masyarakat yang dipimpinnya. Di sisi lain, tujuan pokok kepemimpinan
juga tidak dapat berjalan dengan maksimal bila tidak disertai oleh support (dukungan ) dari
masyarakat itu sendiri.

4. Bentuk-bentuk kepemimpinan dalam masyarakat Islam

Kepempinan di dalam masyarakat memiliki beberapa bentuk yang bervariasi tergantung


besar kecilnya ruang lingkup lembaga/organisasi, tujuan, fungsi, mekanisme kerja, jenis
kegiatan, dimensi ruang dan waktu serta situasi dan kondisi yang dihadapi. Bila Ditinjau dari
bentuknya, kepemimpinan di dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi:

a. Kepemimpinan formal

Kepemimpinan formal adalah kepemimpinan yang ditetapkan berdasarkan hukum,


mempunyai SK, teratur dalam organisasi secara hierarki, tergambar dalam struktur yang jelas
karena diangkat dari suatu lembaga yang mempunyai kegiatan berencana, sistematis dan
terarah yang sengaja dibentuk untuk mengendalikan usaha kerjasama yang memiliki kekuatan
hukum. Pemimpin dalam bentuk ini dapat bergerak dibidang pemerintahan, seperti presiden
beserta jajarannya; di bidang pendidikan seperti rektor, kepala sekolah dan madrasah serta di
bidang administrasi negara lainnya, seperti kepala dinas.

Proses memimpin dalam kepemimpinan formal menurut Winardi 2000:35 antara lain:

1. Membuat atau mengambil keputusan

2. Memusatkan perhatian pada tujuan organisasi

3. Merencanakan dan membuat kebijakan

4. Mengorganisasi dan menempatkan staf pekerja pada bidang tertentu

5. Melaksanakan kmunikasi dengan para bawahan


6. Memimpin dan menupervisi

7. Mengawasi aktivitas bawahan Ketuju macam proses kepemimpinan formal berkaitan


erat antara satu dengan yang lainya

b. Kepemimpinan non formal

Kepemimpinan non formal adalah kepemimpinan yang diberikan wewenang secara jelas
oleh anggota kelompoknya untuk mengatur dan mengendalikan usaha kerjasama dalam
kelompoknya tanpa memiliki hukum seperti SK, tapi jelas kedudukannya dalam organisasi
atau masyarakat. Kepemimpinan non formal ini muncul karena adanya seseorang yang
memiliki kualitas dalam suatu kelompok masyarakat sehingga memungkinkannya untuk
mencapai kedudukan sebagai orang yang dapat mempengaruhi kelakuan tindakan
bawahannya baik dalam arti positif maupun negatif, contohnya kepemimpinan ketua adat,
ketua kelompok, ketua arisan dan berbagai komunitas non formal lainnya.

c. Kepemimpinan Informal

Wirawan (2014: 100) menyatakan bahwa “kepemimpinan informal adalah


kepemimpinan yang dasarnya tidak dipilih atau diangkat secara formal.” Kepemimpinan
informal memiliki peranan sosial dalam mengambil tanggung jawab dan keefektifan serta
produktivitas organisasi di tengah masyarakat. Peranan sosialnya dalam memberikan
pengaruh berupa sugesti, larangan, dan dukungan kepada masyarakat luas untuk
menggerakkan atau berbuat sesuatu (Kartono, 2011: 11).

Kepemimpinan ini tidak mempunyai dasar pengangkatan resmi, tidak nyata terlihat
dalam hierarki organisasi dan tidak tersusun dalam gambar bagan. Meskipun kepemimpinan
ini tidak jelas statusnya dalam suatu organisasi atau masyarakat, namun ia mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap anggota kelompoknya, karena pemimpin tersebut
mempunyai kharisma dan sifat-sifat kepemimpinan lainnya sehingga ia dapat diterima dengan
baik di kalangan masyarakatnya. Dikalangan masyarakat Islam, contoh kepemimpinan
informal ini berupa ulama, da‘i, ustadz dan tokoh-tokoh keagamaan lainnya yang mendapat
tempat tersendiri di masyarakat.

Sementara itu, bila ditinjau dari pengaruhnya terhadap bawahan, bentuk kepemimpinan juga
dapat dilihat dari segi langsung dan tidak langsung.

a. Kepemimpinan langsung

Kepemimpinan langsung merupakan bentuk kepemimpinan yang kegiatan dan


pengaruhnya dilaksanakan melalui instruksi yang diaplikasikan secara langsung (berhadapan
satu sama lain) antara atasan dengan bawahan. Contohnya, aba-aba atau perintah langsung
yang diberikan oleh atasan kepada bawahannya.

b. Kepemimpinan tidak langsung

Kepemimpinan tidak langsung merupakan bentuk kepemimpinan yang kegiatan dan


pengaruhnya dilaksanakan melalui instruksi yang diaplikasikan secara tidak langsung (tidak
berhadapan satu sama lain) antara atasan dengan bawahan. Bentuk kepemimpinn ini
dijalankan melalui perantara, seperti melalui seminar atau media massa. Contohnya adalah
kepemimpinan di dalam bisnis Multi Level Marketing (MLM).
5. Karakteristik Pemimpin Ideal Dalam Masyarakat Islam

Dalam usaha menyatukan dan memajukan keanekaragaman kehidupan umat Islam, maka
dapat ditentukan gambaran dan macam pemimpin yang dikehendaki. Karakteristik
kepemimpinan adalah tak terpisahkan dengan keadaan kehidupan masyarakat yang
dipimpinnya. Hal demikian karena watak kepemimpinan tak terpisahkan dengan tujuan atau
organisasi yang ingin dicapai, macam pekerjaan yang dilakukan, sifat dan kemauan para
anggota, situasi serta kondisi tempat hidup di mana para anggota itu berada. Dengan
demikian, umat Islam dengan keanekaragaman dan corak kegiatannya, sejak intern umat
hingga masalah nasional, memerlukan karakteristik kepemimpinan yang berbeda pula karena
memiliki persoalan yang berbeda. EK Imam Munawir membagi karakteristik kepemimpinan
di dalam masyarakat Islam sebagai berikut.

a. Intern Golongan Islam

Lahirnya kelompok yang besar, ditentukan oleh bagian-bagian kecil. Dengan demikian,
maka bila masing-masing bagian itu dapat teratasi dengan baik, memberi corak dan warna
yang baik pula pada ruang lingkup yang lebih luas. Adapun yang dimaksud dengan bagian-
bagian di sini adalah golongan-golongan atau organisasi yang ada dalam tubuh umat Islam.
Demi menuju tercapainya tujuan dalam pembinaan dan pengembangan maka diperlukan
seorang pemimpin golongan yang memiliki karakter sesuai dengan kebutuhan golongan itu.
Di antaranya:

• Mampu menanamkan sikap tasamuh (toleransi).

• Mampu menumbuhkan kerjasama dan solidaritas sesama umat Islam.

• Mampu menghilangkan kultus wadah dan diganti dengan fastabiqul khairat


(berlomba-lomba dalam kebaikan).

• Bersikap terbuka, baik dalam menerima ide, saran maupun kritik.

• Mampu menciptakan tenaga pengganti dan berjiwa demokratis

• Mampu mengatasi penyakit jahid dan jamid dalam tubuh golongan.

b. Intern Ummat Islam

Adapun karakter seorang pemimpin yang harus mampu memimpin golongan Islam
secara keseluruhan adalah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Adil dan jujur.

• Bijaksana dalam menghadapi masalah.

• Berpandangan luas serta tidak fanatik golongan.

• Berjiwa integrasi.

• Wibawa dan disegani oleh semua golongan.

• Lebih mementingkan kepentingan umat daripada kepentingan golongan.


c. Pemimpin Bangsa

Masalah yang dihadapi oleh pemimpin bangsa, jauh lebih luas dari padapemimpin
golongan atau umat. Karena itu kemampuan yang diperlukan dalam menguasai permasalahan
jauh lebih banyak. Bukan hanya sekedar mampu menangani segala permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa itu, akan tetapi juga tetap memiliki sibghah dan wijhah, sesuai dengan
cita-cita sebagai insan muslim. Beberapa persyaratan pokok sebagaimana tercantum di bawah
ini kiranya menjadi pertimbangan :

• Kuat dalam ‘aqidah.

• Memiliki penglihatan sosial yang tajam

• Tabah dan tahan menerima kritik.

• Pemaaf, dan memiliki jiwa toleransi yang besar.

• Tidak memiliki sikap Fir’aunisme (zalim).

• Memiliki reputasi yang menyeluruh.

Setiap pemimpin satu sama lain menghadapi masalah yang berbeda. Pada kalangan
tertentu sikap semacam itu harus dimiliki sedang pada lainnya tidak. Terlalu sulit untuk
menyebutkan prioritas mana yang harus dimiliki oleh pemimpin itu. Dan tidaklah mutlak
bahwa seorang pemimpin harus dan mampu memiliki semua karakter di atas. Masing-masing
pemimpin tentunya memerlukan sifat kepemimpinan sesuai dengan keadaan yang dihadapi.
Sebaik-baik kepemimpinan adalah yang diridhai Allah adalah sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Untuk mencapai jalan yang diridhai Allah, seorang
pemimpin harus dapat menjalankan segala petunjuk yang telah ditetapkan Allah dan mampu
mengajak orang lain agar mengikuti segala petunjuk yang diridhai oleh Nya. Di sisi lain
dalam proses kepemimpinan tersebut juga diperlukan suatu kemampuan dan keterampilan
untuk mempengaruhi orang lain dalam berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga dapat
mencapai tujuan yang bermanfaat yang dapat memajukan sebuah masyarakat yang
dipimpinnya.

KEPEMIMPINAN DALAM SUATU BANGSA DAN NEGARA

Bumi merupakaan tempat tinggal manusia yang terbaik. Tidak terbilang jumlahnya
manusia yang telah,sedang dan akan menjadi penghuni bumi. Semua manusia yang memeluk
agama yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa (agama samawi) meyakini bahwa
manusia pertama adalah Nabi Adam As. Dan Istrinya Siti Hawa. Dengan demikian brarti
sejak awal kehidupan manusia dimuka bumi ini, kehidupan telah dijalankan dalam bentuk
kebersamaan yang pada masa berikutnya juga dilaksanakan oleh anak cucu Adam dan Siti
Hawa hingga saat ini.

Manusia harus berusaha mewujudkan kehidupan bersama sesuai dengan atau wilayah
domisili masing-masing. Keharusan ini bukan sekedar manifestasi hakikat kemanusiaannya
sebagai mahluk social, tetapi juga merupakanm kebutuhan (need) untuk dapat hidup secara
manusiawi. Hakikat social (sosialitas) yang dimiliki oleh setiap manusia, mendorongnya
untuk saling mendekat satu dengan yang lain, sehingga terjadi pergaulan kelompok hidup atau
komunitas masyarakat, baik kelompok kecil maupun kelompok besar, bersifat formal,
informal maupun tidak formal.

Kepemimpinan adalah konsekuensi logis dari timbulnya suatu kehidupan di masyarakat.


Pemimpin seyogyanya adalah pribadi yang di korbankan, maksudnya segala bentuk
kepentingan pribadi harus di relakan untuk kepentingan bersama agar tercapainya sebuah cita-
cita yang telah disepakati sebelumnya. Pada hakekatnya setiap kelompok masyarakat pasti
membutuhkan sosok yang menjadi panutan, baik itu sebagai pengambil keputusan, pelindung
ataupun pengayomnya, maka disini dibutuhkan seseorang yang mempunyai nilai lebih untuk
dijadikan seorang pemimpin pada kelompok tersebut. Kepemimpinan juga merupakan
pangkan dan sumber utama sebagai aktivitas manusia. Proses untuk merubah pandangan atau
sikap mental dari sejumlah manusia yang tergabung dalam organisasi formal maupun
informal.

I. Dasar dasar kepemimpinan islam

Pemimpin dan kepemimpinan

Sebelum membahas lebih jauh tentang kepemimpinan dalan berbangsa dan bernegara
maka pemahaman mengenai konsep dasar pemimpin dan kempemimpinan sebagai salah satu
tugas yang sangat penting sekaligus merupakan bagian tak terpisahkan dalam syari’at islam,
mensyaratkan terlebih dahulu memahami kedudukan manusia menurut al-qur’an. Dalam
konteks Al-Qur’an, manusia selain harus menyembah dan beribadah kepada allah juga
berfungsi sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Dari fungsi manusia sebagai khalifah inilaah
kemudian banyak mendasari konsep kepemimpinan.

Ibnu khaldun, menjelaskan mengenai khalifah dan imamah (kepemimpinan). Ia antara


lain mengatakan bahwa manusia itu mempunyai kecenderungan alami untuk memimpin
karena itu ia diciptakan sebagai khalifah Allah di bumi. Khalifah adalah pemimpin yang
pekerjaanya adalah kepemimpinan. Pada pelajaran berikutnya khalifah berubah pengertian
menjadi pemerintahan berdasar kedaulatan. Khalifah ini bersifat peribadi, sedangkan
pemerintahan adalah pempemimpinan yang telah melembaga dalam suatu system kedaulatan
(ibn. Khaldun: 1986:118)

Teori konsep kepemimpinan dalam islam lebih banyak teimbul karena kebutuhan sejarah
dari pada langsung berkaitan dengan perintah Allah dan Al-Qur’an atau mengikuti sunah
Nabi saw. Jika ada konsep atau teori politik dan kepemimpinan islam , maka tidak mungkin
diperoleh suatu konsep yang bisa mengklaim kebenaran satu satunya. Teori dan system ini
bersifat majmuk dan fleksibel menurut kebutihan masyarakat (M. Qiraish Shihab:1996:4229)

Namun demikian, ada beberapa petunjuk Nabi Saw, melalui hadist hadistnya yang
berhubungan dengan konsep-konsep kepemimpinan antara lain : Pertama ; manusia sebgai
pemimpin. Kedua ;kewajiban mentaati pemimpin selama ia tidak memerintahkan pada
perbuatan maksiat kepada allah. Ketiga; kewajiban mengangkat pemimpin.

II. PRINSIP-PRINSIP KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Prinsip-Prinsip Kepemimpinan
1. Jujur dan Amanah ( al-shidqu wa al-amanah)

Ada ungkapan menarik bahwa “kekuasaan itu amanah,karena itu harus dilakukan dengan
penuh amanah”. Ungkapan ini mnyiratkan dua hal. Pertama, apabila manusia berkuasa di
muka bumi, menjadi khalifah, maka kekuasaan yang diperolwh sebagai suatu pendelegasian
kewenangan dari Allah Swt. (delegation of aunthority) karena allah sebgai sumber segala
kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah
yang bersifat relative, yang kelak harus dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya.

Kedua,karena kekuasaan itu pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya pun


memerlukan amanah. Amanah dalam hal ini adalah sikap penuh pertanggungjawaban, juju,
dan memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti prinsip atau nilai.

2. Adil (al-adalah)

pemerintah atau pemimpin selalu berhadapan dengan masyarakat yang terdiri dari
kelompok kelompok . proses politik juga berhadapan dengan berbagai kelompok golonhan
serorang pemimpin yang terpilih harus bisa berdiri di atas semua golongan. Untuk itu
diperlukan sifat adil untuk keadilan.

3. Musyawarah (al-syuura)

Musyawarah adalah fikih siyasah (politik) islam seperti dikemukakan sebagian ahli ialah
meminta pendapat orang lain atau umat mengenai suatu urusan. Juga diartikan dengan
perundingan tukan pikiran. (Harun Nasution, 1992:705). Islam memandang musyawarah
sebagai salah satu hal amat penting bagi kehidupan umat insani, bukan saja kehidupan
berbangsa dan bernegara melainkan dalam kehidupan berumah tangga dan lainnya. Bahwa
islam memandang musyawarah memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, antara
lain dapat dilihat dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yang mememrintahkan atau paling tidak
menganjurkan umatnya supaya bermusyawarah dalam memecahkan persoalan yang mereka
hadapi.

4. Egaliter (al-musawah)

Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw dan al-khulafa ar-rasyidin telah memberi contoh
sikap egaliter dalam semua sektor kehidupan, ekonomi , soasial,politik,budaya dan yang
lainnya. Dikalangan sahabat Nabi, baik dalam bidang Politi,Ekonomi,Karir militer ,maupun
dalam interaksi sehari-hari tidak dikenal dengan adanya diskriminasi rasial, meskipun para
sahabat nabi memiliki per bedan latar belakang budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain.
Diantara mereka interaksi dan komunikasi dilakukan secara terbuka dengan semua lapisan,
tanpa terbelenggu dan terganggu oleh asal-usul, warna kulit,suku, ras latar belakang social
budaya dan bahkan keyakinan dan agama.

5. Kebasan Dalam Berpikir

Prinsip kebebasan berfikir yakni pemimpin dan kepemimpinan dalam islam memberikan
ruang dan mengundang anggota organisasi untuk dapat mengemukakan kritiknya secara
konstruktif, mereka sapat mengeluarksan pandangan atau keberat-keberatan dengan
bebas,serta mendapatkan jawaban dari daris egala persoalan yang mereka ajukan.
Menciptakan suasa kebebasan berfikir dan pertukaran gagasan yang sehat dan bebas, saling
kritik dan saling menasihati satu sama lain sedemikian rupa, sehingga terciptanya suasan
kondusif untuk para pengikut dan lembaga dalam mendiskusikan masalah yang menjadoi
kepentingan bersama (Hisyam Al-Thalib, 1995:167).

Selain itu, prinsip-prinsip umum politik (kekuasaan) islam yang berkaitan dengan
kepemimpinan islam sebagaimana dikatakan oleh A. Ezzati sebagai berikut:

1. Tidak bersifat ditaktor, sebab bertentangan dnegankedaulatan tentang kedaulatan


allah.

2. Bukan kekuasaan politik yang berorientasi kekuasan,sebab manusia hanya


memikul tanggung jawab.

3. Bukan sekuler, sebab bertentangan dengan jiwa kebenaran islam

4. Bukan semata-mata spirirtual sebab beretentangan dengan hal-hal yang bersifat


ajaran keduniaan islam

5. Bukan teokrasi, sebab tidak ada system kependataan dan hirarki kependataan
dalam islam.

6. Buakan demokrasi, sebab bertentangan dengan kedaulatan allah

7. Bukan dispotik,totaliter,otokratis, sebab semua itu btidak sesuai dengan sifat


musyawarah dalam sisitem politik islam.

8. Bukan regional,rasial,nasional, sektoral, sebab semuanya bertentangan dengan


universailtas dan jiwa islam

9. Bukan imperrialis,eksploitatoif atau colonial.

10. Bukan refrensif, agresif, dan tirani sebab al-qur’an dengan tegas melarangnya.

III. KEPEMIMPINAN DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA

Kepemimpinan sebagai mana dikemukanan Ralph M.Stogdill adalahj proses proses


pelibatan kelompok, pengaruh kepribadian, ddan seni maminta kerealan. Kepemimpinan juga
merupakan proses penggunan pengaruh ,persuasi,pencapaian tujuan,interaksi,peran yang
diperbedakamn ,dan perbedan antar kelompok.

Tugas Utama Pemimpin

Ada tiga tugas pokok yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin. Menurut Raja Ali
Haji, tiga tugas poko tersebut apabila dijalankan dengan baik akan membawa kemajuan,
kemakmuran, dan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

1. seorang pemimpin jangan sampai luput dari rasa memiliki hati rakyat itu oenting,
karena pemimpin tidak dapat dipidahkan dari masyarakat yang dipimpinnya. Adanya
pemimpin karena adanya rakyat. Dengan demikan, dalm menjalankan roda pemerintahan,
harus terjalin hubungan yang harmonis dan sirama antara pemimpin dan masyarakat yang
dipimpin, agar terjadi sinergi, sehingga pemerintahan berjalan dengan baik, “rakyat itu
umpama akar, niscaya pohon tiada akan dapat berdiri”
2. pemimpin harus berhati hati bila menerima pengaduan dari masyarakat, karena ada
tiga macam pengaduan: 1. Pengaduan jenis malaikat, 2. Pengaduan jenis hawa nafsu, dan 3.
Pengaduanm jenis setan. Dari ketiga pengaduan tersebut, hanya pengaduan jenis malaikat saja
yang seseuai dengan hukum islam, dan harus ditindaklanjuti oleh seorang pemimpin. (M.
Syafi’i Antonio, dkk; 2011)

3. pemimpin tidak boleh membeda-bedakan rakyat, tidak diskriminatif. pemimpin harus


adil.

Kepemimpinan yang ideal memang membutuhkan pemimpin yang ideal pula, seideal
apapun pemimpin tersebut, jika tanpa system hukum yang kuat, maka kepemimpinannya atau
pemerintahannya tidak akan berjalan efektif. Itu perlu, agar pelaksanan pemerintahan sesuai
dengan fastun-fastun yang ada, demi tegaknya keadilan dan bertambahnya kemakmuran
masyarakat yang dipimpin.

Atntara pemerintahan yang baik dan hukum yang ditegakan, berkait erat. Proses
pemerrintahan baru berjalan lancas dan sesuai dengan yang diharapkan. Apabila disertai
hukum yang mengatur hubungan hidup bermasyarakat. Sebaiknya, hukum baru dapat
berfungsi dengan baik bila didukung oleh suatu pemenerintahan. Pemerintahan tanpa hukum
adalah anarki. Dan hukum tanpa pemerintahanm adalah angan-angan.

Teladan Kenegarawanan Nabi Muhammad SAW

Atas apa yang telah dilakukam diawal pemerintahanya, Nabi Muhammad Saw sangat
layak disebut negarwan teladan. Ini dapat dilihat dari beberapa factor berikut :

a. Menerapkan Sistem Politik Yang Baru

sebagai seorang kepala Negara, Rasulullah Saw telah menerapkan suatu system politik
baru yang belum pernah berlaku sebelumnya. System politik ini menegaskan bahwa
kedaulatan itu tidak berada ditangan rakyat maupun kepala Negara, melainkan ditangan syara
(syari’ah).

Kekuasan seorang kepala Negara adalah kekuasan untuk melaksanakan dan menerapkan
syariah islam. Control pelaksanan hulkum dan mekanismenya yang mudah, serta parameter
yang jelas dengan menjadikan nash-nash syara’ sebagai pijakanm telah nejadikan Negara
madinah yang kokoh, tegak dan menjadi rahmat bagi seluruh dunia selama berabad-abad.

b. Mengendalikan Urusan Dalam Dan Luar Negeri

langkah-langkah rasulullah Saw dalam masyarakat setelah hijrah ke madinah, juga


beberapa kejadian sebelumnya, menegaskan bahwa Rasulullah Saw adalah sebuah
masyarakat dalam apa yang sekarang disebut sebgai Negara. Sebagai kepala Negara
rasulullah sadar ebtul akan pengembangan sumber daya manusia. Untuk mendapatkan
manusia yang tangguh penanaman akidah dan ketaatan kepada syariah islam.

c. Meletakan Pola Hubungan Rakyat Dan Negar


Dalam islam, tidak ada dikotomi antara rakyat dan Negara, karena Negara didirikan
justru untuk kepentingan mengatur kehidupan rakyat dengan syariah islam. Kepentingan itu
tegaknya syariat islam secara keseluruhan disegala lapangan kehidupan.

Hubungan rakyat dan Negara akan mwnghasilkan hubungan sinergi bila keduanya
memiliki kesamaan pandangan tentang tiga hal, yaitu :

1. Asas pembangunan peradaban (asas al-hadarah),yakni akidah islam

2. tolak ukur perbuatan (miqyas al-‘amal), yakni perintah dan larangan Allah SWT

3. Makna kebahagian (ma’na as-sa’adah) ,dalam kehidupan dangan terpenuhinya


kesejahteraan dalam ridha allah SWT.

Tiga hal tersebut dapat dilihat dari realitas yang terjadi pada masyarakat yang dipimpin.
Berbicara dari hati nurani, dan bukan hanya dimulut, artinya pembicarannya sesuai dengan
realitaa dan fakta, bukan hanya sekedar mulut.pemimpin mulut hanya sekedat
menyebut,mmenjalankan tugas terkentut kentut,kalau memikul beban hatinya
kecut,menghadapi masalah nyawanya ke buntut. Seorang pemimpin disyaratkan memeiliki
pendengaran,penglihatan, dan pembicaraan yang baik untuk menjalin hubungan yang humoris
dan konstruktif anta seoranmg pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya.

d. Mengoptimalkan peran rakyat dalam Negara

optimalisasi peran rakyat dalam Negara menurut islam dapat dilihat dari tiga aspek

pertama, melaksanakan syariah islam yang wajib dilaksanakan. Ini adalah pilar utama
tegaknya syariat islam, yakni kesedian tiap tiap individu tanpa pengawasan ornag lain untuk
taat pada aturan islam karena dorongan takwa semata mata.

Kedua, mengawasi pelaksanaan syaraiah islam oleh Negara dan jalanya penyelenggara
Negara.

Ketiga, rakyat berperan sebagai penopanh kekuatan Negara secara fisik maupun
intelektual, agar Negara menjadi maju, kuat dan disegani ditengah tengah percauran dunia.

e. Menegakan Kedaulatan Hukum

seorang pemimpin harus bisa menegakan kedaulatan hukum dalam situasi yang tepat
agar keseimbangan berbangsa dan bernegara tetap seimbang. Seperti dalam kutipan “seorang
pemimpin harus sudah bersikap adil sejak dalam pikiran apalagi dalam peruatan.

Dalam konteks kepemimpinan, adil bersrti bertindak dan memberikan hak masyarakat
yang pemimpinanya secara propesional dan professional. Memeudahkan mana yang berhak,
menindak yang melangggar atauran,tidak diskriminatif dan sebagainya.

f. Memiliki Visi,Kemandirian, Dan Lkeberanian Yang Kokoh

hidup tidaklah unrttuk masa silam dan hari ini,tetapi juga untuk masa depan, baik
kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Drngan memandang jauh kedepan,pemimpin
diharapkan memilkiki wawsan yang luas,, pikiran panjang, dan perhitungan yang semakin
cermat. Berpandangan jauh kedepan akan menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap
generasi berikutnya.pemimpin juga harus mampu mandiri. Artinya, kebijakan pemimpin
harus bebas dari kepentingan pribadi dan kelompok. Pemimpin benar-benar bisa
memposisikan dirinya dia tas kepentingan semua kelompok. Masyarakat luas yang
dipimpinnan. Kebijakan yang diambil tidak tertekan pihak tertentu. Harus independen, dan
benar benar berdasarkan suara hati rakyat.

g. Menunjukan Kepemimpinan Yang Bermoral

nsyarakat yang adil dan makmur akan tercipta apabila pemimpin sebagai pelaksana
amanah rakyat mempunyai integritas dan moralitas yang tinggi. Karena pemimpin
mempunyai peran yang sangat dominan dalam menjalankan pemerintahan.

Pemimpin memegnag tanggung jawab yang berat dan rugas yang mulia. Ia harus
mempunyai kepribadian yanga utuhh dan se,mangat perbaikanm diri terus menerus. Karalter
dan moralitas pemimpin merupakan masalah utama, karena pemimpin adalah symbol
kekeusan dan kredibelitas suatu bangsa, sekaligus [pemimpin tertinggi satiu Negara.

REFERENSI :
Q.S An-Nisa 4: 34 | Q.S al-Baqarah, 2: 228 | Hadis Rasulullah, SAW
Putung, S. H., & Azahari, R. (2020). KEPEMIMPINAN SUAMI DALAM PERSPEKTIF
ISLAM: FUNGSI DALAM MEMPERKUKUHKAN INSTITUSI KELUARGA:
Husband’s Leadership in Islamic Perspective: Role in Strengthening the Family
Institution.

Jurnal Syariah, 28(2), 127-156.

Yukl, Gary. 2010. Leadership in organization.

San Francisco, CA: Pearson

Wirawan. 2013. Kepemimpinan ; teori, psikologi, perilaku organisasi, aplikasi dan


penelitian.

Jakarta : Rajawali Pers

Dodik & Wasis. (2017). Membangun Kepemimpinan Berbasis NilaiNilai Pancasila Dalam
Prespektif Masyarakat Multikultural.

Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Unipma

Titik Ronani. (2012). Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan


Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Dosen Universitas Tanjungpura
Pontianak.

Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 3.

H. Syamsuddin RS. (2014) KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM.

UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Bandung

Anda mungkin juga menyukai