HUKUM ISLAM
Disusun oleh :
Sukma Alifah Melidya (202110110311342)
LATAR BELAKANG
B. Manfaat penulisan
Terdapat beberapa hal menurut penulis yang mungkin akan bermanfaat bagi kita semua,
diantaranya:
1.Memahami bahwa dalam beragama sangat dibutuhkan suatu politik atau cara atau dapat
dikatakan sebagai suatu metode untuk menjadikan agama tersebut lebih sempurna dan mencapai
jabatan takwa di sisi Allah Swt.
2.Tidak lagi beranggapan jika politik dalam agama itu tidak baik, dan jika ada orang- orang
sekitar atau masyarakat yang beranggapan demikian, mari kita beritahukan bahwa agama
sangat membutuhkan suatu politik yang bagus.
3.Dapat menambah keimanan kita sebagai manusia biasa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendekatkan diri kepada-Nya.
Politik itu identik dengan siasah , yang secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam fikih,
siasah meliputi :
2
Kata ”khalifah”, dengan segala padanannya, telah mengalami perkembangan arti, baik arti
khusus maupun umum. Dalam First Encyclopedia of Islam, khalifah berarti Vakil” (deputy),
“pengganti”(successor), “penguasa” {vicegerent), “gelar bagi pemimpin tertinggi dalam
komunitas muslim” (title of the supreme head of the muslim community)} dan bermakna.
“pengganti Rasulullah”. Makna terakhir senada dengan Al- Maududi bahwa khalifah adalah
pemimpin tertinggi dalam urusan agama dan dunia sebagai pengganti Rasul. Makna khalifah
digunakan oleh Al~Quran untuk siapa yang diberi kekuasaan mengelola wilayah, baik luas
maupun terbatas. Dalam hal ini Daud [947-1000 SM] mengelola wilayah Palestina, sedangkan
Adam secara potensial atau aktual diberi tugas mengelola bumi keseluruhannya pada awal masa
sejarah kemanusiaan. Mufassir lain, misalnya Al-Maraghi, mengartikan khalifah sebagai
“sesuatu jenis lain dari makhluk sebelumnya, namun dapat pula diartikan, sebagai pengganti
(waktu) Allah SWT. dengan misi untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya terhadap
manusia”.
Terhadap arti pertama, Al-Maraghi hampir senada dengan kebanyakan mufassir, dan
terhadap arti yang kedua, ia menyandarkan kepada firman Allah kepada Nabi Daud agar
menjadi pemimpin atas kaumnya, yaitu: Artinya: “Hat Daud, sesungguhnya kami menjadikan
kamu khalifah (penguasa) di muka bumi. (Q.S. Shad: 26).
Abdur Raziq berpandangan bahwa “agama Islam tidak mengenal lembaga kekhalifahan.
Lembaga ini tidak ada kaitannya dengan tugas-tugas keagamaan, melainkan tugas-tugas
peradilan dan lain-lain dari pelaksanaan kekuasaan dan negara. Agama tidak mengakui dan
tidak mengingkati, tidak memerintah dan tidak melarang. Agama menyerahkan semua itu
kepada pilihan yang bebas dan rasional. Pandangan senada diungkapkan Qamaruddin Khan,
bahwa kata-kata khalifah di bumi ini bermakna memerintah di bumi ini adalah sesuatu yang
dipaksakan terhadap Al-Quran.
B. Imamah
Kata “Imamah” dakm Al~Quran diulang tujuh kali dengan kandungan arti yang beragam,yakni:
Kepemimpinan. Dalam pandangan Thabathaba’i, imam atau pemimpin adalah gelar yang
diberikan seseorang yang memegang kepemimpinan masyarakat dalam suatu gerakan sosial,
atau suatu ideologi politik atau pula suatu aliran pemikiran, keilmuan, juga keagamaan. Otoritas
3
imamah juga memiliki dua sisi yang menyatu: pertama bersifat syar’i dan kedua bersifat
siyasi.Kata “Imamah” merupakan turunan dari kata amama-amm. Menurut Louis Ma’luf, kata
“amama” bermakna di depan, yang senantiasa diteladani. Orangnya disebut Imam^
sedangkan imamahnya menurutnya bermakna kepemimpinan umat.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian khilafah. Lebih jelas tentang definisi imamah yang
hampir sulk dibedakan dengan khalifah, sebagaimana dikutip Suyuti Pulungan (1994:45),
bahwa, kebanyakan imamah didefinisikan sebagai “kepemimpinan menyeluruh yang
meliputi urusan keagamaan dan keduniaan, sebagai pengganti fungsi Rasul SAW. Begitu
pun At-Taftzani seperti yang dikemukakan Rasyid Ridha, imamah adalah kepemimpinan
umum dalam urusan agama dan dunia, yakni suatu khilafah yang diwarisi dari Nabi SAW.
Senada pula dengan ini, pendapat Al-Mawardi yang menyatakan bahwa, “Imamah dibentuk
untuk mengganti fungsi ke-Nabian memelihara agama dan mengatur dunia. (Munawir
SadzaH, 1991:63).
4
Norma Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-
norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari system poltik lainnya. Diantara
norma-norma itu ialah :
1.Poltik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai tujuan
akhir atau satu-satunya.
4.Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.
6.Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul
b.Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum- hukum ALLah
SWT. Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya,
mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini (QS.2:30).
5
c.Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi.
Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-
Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.
Secara sederhana, paradigma dimaknai sebagai cara pandang. Sehingga paradigma mirip jenis
kaca mata yang digunakan manusia, hanya saja paradigma bukan kacamata fisik, tetapi
kacamata batin, persepsi, dan akal. Paradigma sangat menentukan apa yang terjadi keyakinan
manusia yang pada akhirnya menentukan perilaku mereka. Sementara secara istilah, paradigma
berarti sebagai asumsi- asumsi dasar (basic asumption) yang dimiliki oleh seorang intelektual
sebagai dasar pemahaman realitas.
Dalam pemikiran politik islam, menurut kajian prof. Din Syamsudin, paling tidak terdapat tiga
paradigma tentang hubungan islam dan negara yang berkembang di kalangan kaum itelektual
muslim atau ulama.
•Al-‘Adalah (keadilan)
Hidup berdampingan dengan damai akan terlaksana apabila didasarkan pada keadilan baik antar
manusia maupun diantara manusia maupun diantara berbagai negara, bahkan perangpun terjadi
karena salah satu pihak merasa diperlakukan dengnan tidak adil.
Al-Musawah (persamaan)
Manusia memiliki hak-hak kemanusiaan yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak
mempersamakan manusia dihadapan hukum kerjasama internasional sulit dilaksanakan apabila
tidak didalam kesederajatan antar negara dan antar bangsa.
•Tasamuh (toleransi)
Dasar ini tidak mengandung arti harus menyerah kepada kejahatan atau memberi peluang
kepada kejahatan. Kehidupan tidak bisa dikembangkan atas dasar dendam, kebencian, dan
paksaan. Kehidupan bersama bisa dibina dan dikembangkan atas dasar pemaaf, kasih sayang,
dan dialog.
•KerJasama Kemanusiaan
Kehidupan individu dan antar bangsa akan harmonis apabila didasarkan pada kerjasama, bukan
karena saling menghancurkan satu sama lain.
8
•1) Musyawarah (syura)
9
10