Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM ISLAM

“POLITIK HUKUM ISLAM”

Disusun oleh :
Sukma Alifah Melidya (202110110311342)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2022
BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Islam merupakan agama Allah Swt sekaligus agama yang terakhir


yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk
mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Di kalangan umat islam
ada yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang komprehensif. Di dalamnya terdapat
sistem politik dan ketatanegaraan, sistem ekonomi, sistem sosial dan sebagainya. Sistem
ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang
telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad SAW dan oleh empat Khulafa al-
Rasyidin.

B. Manfaat penulisan

Terdapat beberapa hal menurut penulis yang mungkin akan bermanfaat bagi kita semua,
diantaranya:
1.Memahami bahwa dalam beragama sangat dibutuhkan suatu politik atau cara atau dapat
dikatakan sebagai suatu metode untuk menjadikan agama tersebut lebih sempurna dan mencapai
jabatan takwa di sisi Allah Swt.
2.Tidak lagi beranggapan jika politik dalam agama itu tidak baik, dan jika ada orang- orang
sekitar atau masyarakat yang beranggapan demikian, mari kita beritahukan bahwa agama
sangat membutuhkan suatu politik yang bagus.
3.Dapat menambah keimanan kita sebagai manusia biasa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendekatkan diri kepada-Nya.

1. PENGERTUAN POLITIK ISLAM


1
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik (a
political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-
teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap,
yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).
Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah beliau
membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama undang-
undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala agama dan kepala
Negara.

Politik itu identik dengan siasah , yang secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam fikih,
siasah meliputi :

1.Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)


2.Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam dengan negara
Islam yang lain atau dengan negara sekuler lainnya.

3.Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)


Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan dan
aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah
Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah
Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil
(khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam
kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang diberikan kepada
orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah haruslah menggunakan kekuasaan
itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran
dan Sunnah Rasul.

ISTILAH PENTING DALAM FIQIH SIYASAH


A.Khilafah dan khalifah
Pembahasan Khilafah secara bahasa berkaitan erat dengan bentukan kata tersebut. Kata
“khilafah”seakar dengan kata “khalifah” (mufrad), khaldif (Jama), Adan Khuldfa (Jama)”.
Semua padanan kata tersebut berasal dari kata dasar (fi’il madi), kholafa.

2
Kata ”khalifah”, dengan segala padanannya, telah mengalami perkembangan arti, baik arti
khusus maupun umum. Dalam First Encyclopedia of Islam, khalifah berarti Vakil” (deputy),
“pengganti”(successor), “penguasa” {vicegerent), “gelar bagi pemimpin tertinggi dalam
komunitas muslim” (title of the supreme head of the muslim community)} dan bermakna.
“pengganti Rasulullah”. Makna terakhir senada dengan Al- Maududi bahwa khalifah adalah
pemimpin tertinggi dalam urusan agama dan dunia sebagai pengganti Rasul. Makna khalifah
digunakan oleh Al~Quran untuk siapa yang diberi kekuasaan mengelola wilayah, baik luas
maupun terbatas. Dalam hal ini Daud [947-1000 SM] mengelola wilayah Palestina, sedangkan
Adam secara potensial atau aktual diberi tugas mengelola bumi keseluruhannya pada awal masa
sejarah kemanusiaan. Mufassir lain, misalnya Al-Maraghi, mengartikan khalifah sebagai
“sesuatu jenis lain dari makhluk sebelumnya, namun dapat pula diartikan, sebagai pengganti
(waktu) Allah SWT. dengan misi untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya terhadap
manusia”.

Terhadap arti pertama, Al-Maraghi hampir senada dengan kebanyakan mufassir, dan
terhadap arti yang kedua, ia menyandarkan kepada firman Allah kepada Nabi Daud agar
menjadi pemimpin atas kaumnya, yaitu: Artinya: “Hat Daud, sesungguhnya kami menjadikan
kamu khalifah (penguasa) di muka bumi. (Q.S. Shad: 26).
Abdur Raziq berpandangan bahwa “agama Islam tidak mengenal lembaga kekhalifahan.
Lembaga ini tidak ada kaitannya dengan tugas-tugas keagamaan, melainkan tugas-tugas
peradilan dan lain-lain dari pelaksanaan kekuasaan dan negara. Agama tidak mengakui dan
tidak mengingkati, tidak memerintah dan tidak melarang. Agama menyerahkan semua itu
kepada pilihan yang bebas dan rasional. Pandangan senada diungkapkan Qamaruddin Khan,
bahwa kata-kata khalifah di bumi ini bermakna memerintah di bumi ini adalah sesuatu yang
dipaksakan terhadap Al-Quran.

B. Imamah
Kata “Imamah” dakm Al~Quran diulang tujuh kali dengan kandungan arti yang beragam,yakni:
Kepemimpinan. Dalam pandangan Thabathaba’i, imam atau pemimpin adalah gelar yang
diberikan seseorang yang memegang kepemimpinan masyarakat dalam suatu gerakan sosial,
atau suatu ideologi politik atau pula suatu aliran pemikiran, keilmuan, juga keagamaan. Otoritas
3
imamah juga memiliki dua sisi yang menyatu: pertama bersifat syar’i dan kedua bersifat
siyasi.Kata “Imamah” merupakan turunan dari kata amama-amm. Menurut Louis Ma’luf, kata
“amama” bermakna di depan, yang senantiasa diteladani. Orangnya disebut Imam^
sedangkan imamahnya menurutnya bermakna kepemimpinan umat.

Pengertian ini sejalan dengan pengertian khilafah. Lebih jelas tentang definisi imamah yang
hampir sulk dibedakan dengan khalifah, sebagaimana dikutip Suyuti Pulungan (1994:45),
bahwa, kebanyakan imamah didefinisikan sebagai “kepemimpinan menyeluruh yang
meliputi urusan keagamaan dan keduniaan, sebagai pengganti fungsi Rasul SAW. Begitu
pun At-Taftzani seperti yang dikemukakan Rasyid Ridha, imamah adalah kepemimpinan
umum dalam urusan agama dan dunia, yakni suatu khilafah yang diwarisi dari Nabi SAW.
Senada pula dengan ini, pendapat Al-Mawardi yang menyatakan bahwa, “Imamah dibentuk
untuk mengganti fungsi ke-Nabian memelihara agama dan mengatur dunia. (Munawir
SadzaH, 1991:63).

C. Imarah dan Amir


Kata “imarah” merupakan bentuk turunan dari kata “Amira” yang berarti keamiran atau
pemerintahan. Menurut Lois Maluf (1973:192), “Imarah merupakan sebutan jabatan untuk
Amir dalam suatu negara kecil yang berdaulat, yang bertugas sebagai penyelenggara
pemerintahan’5. Sementara menurutEnsiklopedi Islam (t.t:l:128), “Amir memiliki makna
beragam, yakni penguasa, pemimpin, komandan, dan raja”. Kata “Amir” yang bermakna
konotatif kepemimpinan politis tidak digunakan dalam Al-Quran, yang ada adalah Ulil Amri
(Q.S. 4:59), yang memiliki wewenang dan kekuasaan dalam mengemban suatu urusan baik
yang bersifat politik pemerintahan maupun yang bersifat profesi, ataupun urusan yang bersifat
ilmiah, juga termasuk syariah. Dalam sejarah periode Islam, yakni zaman Rasul SAW. khulafa
ar rasyidin, istilah Amir (pemerintahan atau gubernur yang sinonim dengan arti yang sering
dipakai untuk menyebut penguasa di daerah, atau sebagai Gubernur atau juga sebagai
komandan milker Amir al-Jaisy atau Amir al-Jund.

Norma politik dalam islam

4
Norma Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-
norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari system poltik lainnya. Diantara
norma-norma itu ialah :
1.Poltik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai tujuan
akhir atau satu-satunya.

2.Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.

3.Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.

4.Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.

5.Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.

6.Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul

7.Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.

1.Prinsip-prinsip dasar politik Islam

System politik berdasarkan atas tiga (3) prinsip yaitu :

a.Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi.


Pandangan Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa penguasa tertinggi
dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan politik dan bernegara adalah Allah SWT
(QS.5:18)

b.Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum- hukum ALLah
SWT. Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya,
mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini (QS.2:30).
5
c.Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi.
Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-
Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.

PARADIGMA HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAM

Secara sederhana, paradigma dimaknai sebagai cara pandang. Sehingga paradigma mirip jenis
kaca mata yang digunakan manusia, hanya saja paradigma bukan kacamata fisik, tetapi
kacamata batin, persepsi, dan akal. Paradigma sangat menentukan apa yang terjadi keyakinan
manusia yang pada akhirnya menentukan perilaku mereka. Sementara secara istilah, paradigma
berarti sebagai asumsi- asumsi dasar (basic asumption) yang dimiliki oleh seorang intelektual
sebagai dasar pemahaman realitas.
Dalam pemikiran politik islam, menurut kajian prof. Din Syamsudin, paling tidak terdapat tiga
paradigma tentang hubungan islam dan negara yang berkembang di kalangan kaum itelektual
muslim atau ulama.

POLITIK HUBUNGAN INTERNASIONAL


Pembagian wilayah dunia:
A.AL-‘Alam Al-Islami (dunia islam)
Al-‘alamul islami adalah negara-negara baik secara idiologis konstitusional ataupun
berdasarkan komunitas memiliki afiliasai kepada islam dan kaum muslimin yang sangat nyata.
Al-‘Alam islami ini terdiri dari dua kelompok, yaitu:
2.Dawlah Islamiyah (Negara Islam), yaitu negara-negara yang secara idiologis-
konstitusional menyatakan dirinya sebagai negara islam. Contoh: kerajaan Saudi Arabia,
Republik Islam Iran, dan Republik Islam Pakistan.
3.Baldah Islamiyah (negeri muslim/ negara-negar yang mayoritas penduduknya beragama
islam), yaitu negara yang berdasarkan jumlah penduduk muslimnya adalh mayoritas.

POLITIK HUBUNGAN INTERNASIONAL


6
Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah
•Kesatuan Umat Manusia (wihdatul ummah)
Meskipun manusia berbeda suku bangsa, warna kulit, tanah air bahkan agama, akan tetapi
merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah. Dengan demikian,
perbedaan antar manusia harus disikapi dengan pikiran yang positif untuk saling memberikan
kelebihannya masing-masing dan saling menutupi kekurangan masing-masing.

•Al-‘Adalah (keadilan)
Hidup berdampingan dengan damai akan terlaksana apabila didasarkan pada keadilan baik antar
manusia maupun diantara manusia maupun diantara berbagai negara, bahkan perangpun terjadi
karena salah satu pihak merasa diperlakukan dengnan tidak adil.

Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah

Al-Musawah (persamaan)
Manusia memiliki hak-hak kemanusiaan yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak
mempersamakan manusia dihadapan hukum kerjasama internasional sulit dilaksanakan apabila
tidak didalam kesederajatan antar negara dan antar bangsa.

•Karunia Insaniah (kehormatan Manusia)


Kerjasama internasional tidak mungkin dikembangkan tanpa landasan saling hormat
menghormati antar manusia.

•Tasamuh (toleransi)
Dasar ini tidak mengandung arti harus menyerah kepada kejahatan atau memberi peluang
kepada kejahatan. Kehidupan tidak bisa dikembangkan atas dasar dendam, kebencian, dan
paksaan. Kehidupan bersama bisa dibina dan dikembangkan atas dasar pemaaf, kasih sayang,
dan dialog.

Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah


Dalam Al-Quran, ditemui beberapa prinsip politik luar negeri dalam Islam, yaitu :
7
•Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat, lihat QS.8:58, QS.9:4, QS.16:91, QS.17:34.
•Kehormatan dan Integrasi Nasional, lihat QS.16:92
•Keadilan Universal (Internasional), lihat QS. 5:8.
•Menjaga perdamaian abadi, lihat QS.5:61.
•Menjaga kenetralan negara-negara lain, lihat QS.4:89,90.
•Larangan terhadap eksploitasi para imperialis, lihat QS.6:92.
•Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di negara lain,
lihat QS.8:72.
•Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral, lihat QS.60:8,9.
•Kehormatan dalam hubungan Internasional, lihat QS.55:60.
•Persamaan keadilan untuk para penyerang, lihat QS.2:195, QS.16:126, dan QS.42:40.

Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah

•KerJasama Kemanusiaan
Kehidupan individu dan antar bangsa akan harmonis apabila didasarkan pada kerjasama, bukan
karena saling menghancurkan satu sama lain.

•Kebebasan, Kemerdekaan (al-huriyah)


Kebebasan yang dimaksuddisini adalah hubungan antar negara tersebut didasarkan pada
kebebasan dan kemerdekaan masing-masing negara.

•Perilaku Moral yang Baik (a-akhlak al-karimah)


Perilaku moral yang baik merupakan dasar moral didalam hubungan antar manusia, antar umat
dan antar bangsa di dunia.

SISTEM POLITIK DEMOKRASI DALAM ISLAM

•Demokrasi dalam Islam


•Demokrasi Islam dianggap sebagai system yang mengkukuhkan konsep-konsep Islami yang
sudah lama berakar, yaitu:

8
•1) Musyawarah (syura)

•2) Persetujuan (ijma’)

•3) Penilaian interpretative yang mandiri (ijtihad)


•Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifan manusia. Masalah
musyawarah ini dengan jelas juga disebutkan QS.42:28. yang isinya berupa perintah kepada
para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang
dipimpinnya dengan cara bermusyawarah.

9
10

Anda mungkin juga menyukai