Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 7

Nama : Ahsina Velza


Dwi Nursani Damanik

BAB X
SISTEM POLITIK ISLAM

Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat manapun. Ia merupakan upaya


untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Kalau kita
memandang seseorang dalam sosoknya sebagai manusia (sifat manusiawinya),
ataupun sebagai individu yang hidup dalam komunitas tertentu, maka sebenarnya
ia bisa disebut sebagai seorang politikus. Di dalam hidupnya manusia tidak pernah
berhenti dan mengurusi urusannya sendiri, urusan orang lain yang menjadi
tanggung jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan pemikiran-pemikirannya.
Oleh karena itu setiap individu, kelompok, organisasi ataupun negara yang
memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-wilayah mereka)
bisa disebut sebagai politikus. Kita bisa mengenali hal ini dari tabiat aktivitasnya,
kehidupan yang mereka hadapi serta tanggung jawabnya.
Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum muslimin. Ini kalau kita
memahami betapa pentingnya mengurusi urusan umat agar tetap berjalan sesuai
dengan syari’at Islam. Terlebih lagi ‘memikirkan/memperhatikan urusan umat
Islam’ hukumnya fardlu (wajib)sebagaimana Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa di pagi hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan
berlepas dari orang itu. Dan barangsiapa di pagi hari tidak memperhatikan
kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum
muslimin)".
Oleh karena itu setiap saat kaum muslimin harus senantiasa memikirkan urusan
umat, termasuk menjaga agar seluruh urusan ini terlaksana sesuai dengan hukum
syari’at Islam. Sebab umat Islam telah diperintahkan untuk berhukum (dalam
urusan apapun) kepada apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yakni
Risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam.
Islam sebagai agama yang juga dianut oleh mayoritas umat di Indonesia selain
sebagai aqidah ruhiyah (yang mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya),
juga merupakan aqidah siyasiyah (yang mengatur hubungan antara sesama
manusia dan dirinya sendiri). Oleh karena itu Islam tidak bisa dilepaskan dari
aturan yang mengatur urusan masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang
mengurusi ibadah mahdloh individu saja.
1
A. Pengertian dan Tujuan Politik

Jika kita mengartikan Politik secara umum Politik tersebut berasal dari
bahasa Yunani polis yang sama dengan city atau city state dalam bahasa
Inggris. Kata polis juga menginspirasi munculnya kata “politicos”
(kewarganegaraan) dan politike techen (kemahiran berpolitik).

Kemudian, Bangsa Romawi menggunakan istilah tersebut


lalu,menambahkan ilmu kenegaraan. Dikutip dari “KBBI”, politik dapat
diartikan sebagai Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan
seperti sistem pemerintahan dan dasar pemerintahan. Lima unsur konsep
pokok politik menurut (Miriam Budiardjo),yaitu:
1) Negara;
2) Kekuasaan;
3) Pengambilan keputusan;
4) Kebijaksanaan atau kebijakan;
5) Pembagian atau penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat.

Berkenaan lafaz tasusuhum al-anbiya, Ibn Hajar al-'Ashqalani berkata,


"Dalam hal ini terdapat isyarat bahwa harus ada bagi rakyat, orang yang
mengatur urusan mereka, membimbing mereka ke jalan yang baik, dan
memberikan keadilan kepada orang yang dizalimi dari orang yang zalim."
Dan menurut Imam an-Nawawi, tasusuhum berarti "yang menangani
urusan mereka sebagaimana para amir dan wali menangani urusan rakyat"
Tampak hadis ini menjelaskan makna as-siyasah (politik). Secara bahasa,
kata sasa-yasusu-siyasah juga boleh membawa makna ra'a syu'unahu
(memelihara urusan- urusannya). Dengan kata lain, as-siyasah (politik)
maknanya adalah ri'ayah syu'un al- ummah (pengaturan dan pemeliharaan
urusan-urusan umat).

Secara umum, politik mempunyai dua arti, yaitu poitik dalam arti
kepentingan umum dan politik dalam arti kebijaksanaan. Politik dalam arti
kepentingan umum adalah rangkaian asas/prinsip, keadaan, jalan, cara atau
alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan, politik
dalam arti kebijakan adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dapat
menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita
yang di kehendaki. Kebijakan merupakan cara pelaksanaan asas, jalan dan
arah tersebut sebaik-baiknya. Kepentingan umum dan kebijakan
merupakan hubungan yang erat dan timbal balik.

Menurut Abdul Halim, dalam jurnal Relasi Relasi Islam Politik &
Keuasaan, kata politik dikaitkan dengan Islam maka politik Islam ialah
2
aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Umat Islam sebagai
acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung berpolitikan
Islam ini belum tentu seluruh umat Islam (pemeluk agama Islam),
karenanya maka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok
politik Islam, juga menekankan simbolisme kegamaan dalam berpolitik,
seperti menggunakan lambang Islam, dan istilah-istilah keIslaman dalam
peraturan dasar organiasi, khittah perjuangan,serta wacana politik.
Perbincangan seputar politik dalam Islam masih terasa aktual, karena
sampai sekarang belum ada ketentuan yang pasti bagaimana Islam
memandang politik atau sebaliknya. Dalam aspek politik perlu dicatat
bahwa semasa Nabi, beliau telah mendirikan tatanan sosial politik Islam di
Madinah.Namun, setelah lebih dari tiga abad kemudian, para pemikir
hukum baru merumuskan teori politik mereka secara lebih
sistematis.Diantara mereka yang cukup popular adalah al-Mawardi dan
alGhazali.Pada umumnya, kepada kedua ulama Sunni itulah yang
mengkontruksikan pandangan politiknya. Menurut Al-Mawardi konsep
politik Islam didasarkan atas adanya kewajiban mendirikan lembaga
kekuasaan,karena ia dibangun sebagai pengganti kenabian untuk
melindungi agama dan mengatur dunia. Menurutnya, Allah mengangkat
untuk umat-Nya seorang pemimpin sebagai pengganti (khalifah) Nabi
untuk mengamankan agama disertai mandat politik. Dengan demikian,
seorang imam di satu pihak adalah pemimpin agama, dan di lain pihak
pemimpin politik.

Perbincangan seputar politik dalam Islam masih terasa aktual, karena


sampai sekarang belum ada ketentuan yang pasti bagaimana Islam
memandang politik atau sebaliknya. Dalam aspek politik perlu dicatat
bahwa semasa Nabi, beliau telah mendirikan tatanan sosial politik Islam di
Madinah.Namun, setelah lebih dari tiga abad kemudian, para pemikir
hukum baru merumuskan teori politik mereka secara lebih sistematis.
Diantara mereka yang cukup popular adalah al-Mawardi dan
alGhazali.Pada umumnya, kepada kedua ulama Sunni itulah yang
mengkontruksikan pandangan politiknya. Menurut Al-Mawardi konsep
politik Islam didasarkan atas adanya kewajiban mendirikan lembaga
kekuasaan,karena ia dibangun sebagai pengganti kenabian untuk
melindungi agama dan mengatur dunia. Menurutnya, Allah mengangkat
untuk umat-Nya seorang pemimpin sebagai pengganti (khalifah) Nabi
untuk mengamankan agama disertai mandat politik. Dengan demikian,
seorang imam di satu pihak adalah pemimpin agama, dan di lain pihak
pemimpin politik.

Al-Ghazali sependapat dengan al-Mawardi bahwa mendirikan imamah


adalah Wajib. Pemikiran al-Ghazali tentang hal ini dapat dilihat dalam
3
karyanya Al-Iqtishad fi Al-I’tiqad (sikap lurus dalam I‟tiqad). Al-Ghazali
melukiskan hubungan antara agama Dan kekuasaan politik, dengan
ungkapan :43 “sultan (disini berarti kekuasaan politik) adalah wajib untuk
ketertiban Dunia; ketertiban dunia wajib bagi ketertiban agama; ketertiban
agama Wajib bagi keberhasilan diakhirat. Inilah tujuan sebenarnya para
Rasul. Jadi,wajib adanya imam merupakan kewajiban agama dan tidak
Ada jalan untuk meninggalkannya”.

Menurut Azyumardi Azra dalam jurnal Agar Umat Tidak Menjadi Buruk,
ada dua pandangan besar tentang hubungan Islam Dan politik. Pertama,
melihat politik sebagai bagian integral dari agama.Dalam hal ini, Islam
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan siyasah (politik). Muslim
yang meyakini pandangan ini berpendapat, umat Islam harus terlibat
dalam politik praksis, menegakkan sistem politik Islam, bahkan Negara
Islam. Kedua, pendapat bahwa Politik memang bagian dari agama (Islam),
tetapi antara keduanya ada perbedaan karakter yang sangat esensial.Islam
bersifat ilahiah, berasal dari wahyu, sakral dan suci. Sedangkan politik
berkenaan dengan kehidupan profan, kehidupan duniawi yang kadang-
kadang melibatkan trik-trik yang manipulatif. Lebih lanjut, Azyumardi
Azra mengingatkan kepada para ulama untuk sebaiknya tidak terlibat
dalam wilayah politik, integritas keulamaan serta muru’ah-nya harus
dijaga jika tidak ingin kehilangan harga dirinya sebagai ulama

Tujuan sistem politik Islam ialah untuk membangunkan sebuah sistem


pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk
melaksanakan seluruh hukum syari'at Islam. Tujuan utamanya ialah untuk
menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.Dengan adanya
pemerintahan yang mendukung syari'ah, maka akan tertegaklah al Din dan
berterusanlah segala urusan manusia. Menurut tuntutan-tuntutan al Din
tersebut. Para fuqaha Islam telah menggariskan sepuluh perkara penting
sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam. Berikut
adalah beberapa tujuan politik dalam Islam.
1) Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati
oleh 'ulama' salaf daripada kalangan umat Islam
2) Melaksanakan proses pengadilan di kalangan rakyat dan
menyelesaikan masalah di kalangan orang-orang yang berselisih
3) Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup
dalam keadaan aman dan damai
4) Melaksanakan hukuman -hukuman yang ditetapkan syara' demi
melindungi hak -hak manusia
5) Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataan bagi
menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar
6) Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam
4
7) Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat dan sedekah sebagai
mana yang ditetapkan oleh syara'
8) Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada
perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros ataupun
secara kikir

B. Prinsip Dasar Politik Islam

Prinsip dasar politik dalam islam telah dijelaskan dalam surah An-Nisa (4)
ayat 58-59 bunyinya seperti ini:
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adilSesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamuSesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS4:58)" "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul(Nya)dan ulil amri di antara kamuKemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya(QS4:59)"

Berkenaan dengan hadis tersebut, semua nabi termasuk juga nabi


Muhammad SAW menjalankan peran politiknya sebagai
pengurus,pengatur serta pemeliharaan urusan umat dan dari pengertian
tersebut pula, tak heran jika ada ulama yg menekankan bahwa politik dan
agama bagaikan dua saudara kembar.

Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya,surat Ali Imran (3) ayat
104 sebagai berikut:
Artinya: "Dan hendaklah ada di kalangan kamu satu golongan yang
menyeru(berdakwah) kepada kebajikan (Islam), dan menyuruh kepada
yang ma'ruf serta mencegah dari yang mungkar dan mereka itulah orang-
orang yang menang."

Ini merupakan tanggung jawab politik kita sebagai umat Islam yang sudah
diwajibkan oleh Allah SWT.

Menurut (Acep Djazuli:buku pendidikan agama islam) ada 3 garis besar


fikih siyasah,yaitu:

1) Siyasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam);

5
Menurut (Jubair situmorang:jurnal politik islam) siyasah
dusturiyyah adalah bagian fiqih yang isinya membahas apa saja
yang menjadi masalah perundang-undangan negara, apa saja yang
menjadi prinsip dasar yang berkaitan dengan bentuk suatu
pemerintahan, dan yang terakhir bagaimana aturan yang saling
berikatan dengan hak-hak rakyat dan tentang pembagian
kekuasaan.

Konsep negara hukum dalam siyasah dusturiyyah terdiri atas 4


komponen,yaitu:
a) Konstitusi
menurut (K. C. Wheare) Konstitusi merupakan keseluruhan sistem
ketatanegaraan satu negara yang isinya merupakan kumpulan
beberapa peraturan yang bertujuan untuk membentuk dan
mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

b) Legislasi
kekuasaan legislatif berarti kekuasaan atau kewenangan
pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan
diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan
ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT dalam syariat Islam.

Adapun unsur unsur legislasi dalam islam meliputi:


1) Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan
hukum yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam;
2) Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya;

3) Isi peraturan atau hukumnya harus sesuai dengan syariat islam.


Kekuasaan legislasi merupakan kekuasaan yang berperan penting
dalam pemerintahan islam.Mengapa demikian?karena ketentuan
dan ketetapan yang dikeluarkan lembaga legislatif ini akan
dilaksanakan secara efektif oleh lembaga eksekutif dan
dipertahankan oleh lembaga yudikatif atau peradilan. OrangOh-
orang yang duduk di lembaga legisltaif ini terdiri dari para
mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta pakar dalam berbagai bidang.

c) Ummah (Umat)
Dalam Ensiklopedi Indonesia umat mengandung empat macam
pengertian, yaitu: (1) bangsa, rakyat, kaum yang hidup bersatu
padu atas dasar iman atau sabda Tuhan, (2) penganut suatu agama
atau pengikut nabi, (3) khalayak ramai, dan (4) umum, seluruh,
umat manusia.

6
d) Lembaga ifta’
Ifta berarti suatu usaha memberikan penjelasan tentang suatu
hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahui
nya.
Sedangkan, menurut Salim Ali Al-Bahnasawi dalam buku(pendidikan
agama islam), politik sendiri merupakan sebuah cara ataupun upaya yang
dapat kita lakukan untuk mengatasi berbagai macam masalah rakyat
melalui seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan
menghindari hal-hal yang dapat merugikan kepentingan manusia.
Menurut (Dr.Ali Nurdin) dalam buku pendidikan agama islam konsep
politik dalam islam meliputi:
1) Kewajiban untuk menunaikan amanah
Sesuai dengan bunyi kidah ushul fikih yaitu,”Al-ashlu fi Al-‘Amri
lil wujud”,artinya pokok dari suatu perintah menunjukkan wajib.

2) Perintah untuk menetapkan hukum dengan adil


Surat An-Nisa ayat 105,Allah SWT menegaskan bahwa:
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara
manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang-orang yang khianat. (QS. 4:105).
Berdasarkan ayat tersebut menunjukkan betapa pentingnya
memiliki seorang pemimpin yang adil.

3) Perintah tahan kepada Allah, rasul dan ulul Amri

4) Perintah untuk kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Segala


hal yang dilakukan dalam kegiatan politik , perlu untuk kita
kembalikan ke dalam perintah allah yang tertuang dalam al Quran
supaya segala aktivitas dalam kehidupan berpolitik dapat berjalan
dengan baik dan tidak lari dari peraturan yang ada dalam agama
islam.

2) Siyasah Dauliyyah (Politik yang mengatur hubungan antara


satu negara Islam dengan negara Islam yang lain atau dengan
negara sekuler lainnya)
Istilah siyasah dauliyah adalah gabungan dari dua kata yang
masing-masing memiliki arti tersendiri. Arti kata siyasah secara
etimologi adalah mengatur, mengendalikan atau membuat
keputusan. Sedangkan, kata siyasah secara istilah menurut Ibn,
Aqil yang dikutip Ibn al- Qayyim bahwa siyasah adalah segala
7
perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada
kemashlahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan.
Jika kita artikan kata dauliyah secara etimologi yang berasal dari
kata daala-yaduulu- daulah (Negara, kerjaan, dan kekuasaan)
memiliki ragam makna, di antaranya hubungan antarnegara,
kedaulatan, kekuasaan, dan kewenangan.Secara menyeluruh
menurut (Muhammad Iqbal) siyasah dauliyah terbagi menjadi dua
bagian, bagian pertama yaitu (al-siyasah al- duali al khasash) atau
disebut juga hukum perdata internasional yang mengatur dalam
aspek keperdataan tentang hubungan antara warga Negara yang
Muslim dengan warga Negara non- Muslim. Bagian yang kedua
yaitu (al-siyasah al duali al- amm) atau disebut juga hubungan
internasional yang mengatur politik kebijaksanaan Negara Islam
dalam masa damai dan perang. Dasar-dasar dalam islam untuk
sebuah negara dapat menjalin hubungan internasional, yaitu:

a) Asas Kemanggulan Manusia


Asas ini menerangkan jika umat manusia merupakan suatu
kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah SWT,
meskipun terdapat perbedaan.Perbedaan tersebut meliputi suku
bangsa, warna kulit, tanah air, dan agama.Asas ini diambil dari Q.S
Al-Baqarah ayat 2 yang berarti:
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan),
maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan
Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena
dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang
mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus.” Al- Baqarah (2) ayat 213

b) Asas Persamaan
Asas persamaan memfokuskan kalau setiap bangsa di dunia ini
wajib bisa untuk memposisikan bangsa lain sebagai pemilik derajat
yang sama. Hubungan antarbangsa tidak dibolehkan sedikit pun
untuk membeda-bedakan asal-usul, ras, agama, bahasa, dan status
sosial dalam menentukan hak membangun hubungan internasional.
Isi kesepakatan hubungan atau kerja sama harus bisa
8
memposisikan seluruh bangsa dalam posisi sederajat dalam hak
dan kewajiban.

c) Asas Keadilan
Asas keadilan menyetujui supaya seluruh bangsa dapat
ditempatkan sesuai dengan
kedudukannya, tidak dilanggar hak-haknya.Masing-masing butir
perjanjian yang telah dirumuskan memastikan jika setiap Negara
bertanggung jawab atas risiko dan akibat setiap tindakan yang
dilakukannya. Dengan kata lain, tidak hanya satu pihak yang
menanggung risiko, sedangkan pihak lain bebas risiko. Butir
perjanjian (memorandum) tidak mengizinkan satu Negara atau
bangsa dituntut atas perbuatan yang tidak dilakukannya.

d) Asas Musyawarah
Asas musyawarah mengajarkan jika kesepakatan semua dalam
suatu perjanjian merupakan hasil dari berbagai keinginan yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak.

e) Asas Kebebasan
Asas kebebasan setuju kewenangan kepada para pihak yang terkait
kerja sama untuk bertindak apa pun yang tidak merugikan pihak
lain.Sesuai dengan asas kebebasan, seluruh pihak yang mempunyai
hak dan kewajiban yang sama.

f) Asas Kehormatan Manusia


Asas kehormatan manusia menyetujui untuk suatu bangsa tidak
boleh merendahkan bangsa lainnya. Asas kerhomatan manusia ini
tidak mengizinkan terhadap klaim superior dan inferior bangsa.
Semua manusia terhormat secara fitrah. Asas kehormatan manusia
merupakan landasan yang wajib dipegang dalam hubungan
internasional.

g) Asas Toleransi
Asas toleransi mengharapkan supaya seluruh perjanjian yang
memuat kesepakatan
untuk saling menghargai perbedaan, kekurangan, dan kelebihan
tiap-tiap peserta perjanjian. Asas toleransi ini mengajarkan bahwa
perbedaan hal-hal yang sangat mendasar tidak dapat dianggap
sebagai pengahalang untuk melakukan kerja sama.

h) Asas Kerja Sama


9
Asas kerja sama (al-ta‟awwun) mengajarkan sebuah perjanjian
internasional wajib memiliki perjanjian bahwa seluruh pihak yang
terlibat dalam perjanjian wajib ikut serta secara fisik, baik biaya,
tenaga (teknologi) serta manfaat.Seluruh biaya ataupun tenaga
yang telah dikorbankan oleh satu pihak makan harus dibalas oleh
mitra perjanjian dengan manfaat yang sama.

3) Siyasah Maaliyyah (Sistem Ekonomi Islam).


Fikih siyasah maliyah merupaka suatu bagian terpenting dari
sistem pemerintahan islam sebab menyangkut tentang anggaran
pendapatan dan belanja negara.Di dalam fikih siyasah maliyah
pengaturanya di pusatkan bagi kemaslahatan rakyat dengan rakyat,
harta dan pemerintah atau kekuasaan. Dalam secara etimologi fikih
siyasah maliyah adalah mengatur politik keuangan.

Sumber Hukum Fikih Siyasah Maliyah

1. Al-quran
Secara etimologi al-quran adalah bentuk masher dari kata qa-ra-a
se-wazan dengan kata fu’lan yang artinya bacaan; berbicara
tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah.

2. Hadist
Kata Hadist atau al-hadist menurut bahasa, berati al-jadid (sesuatu
yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata
hadist juga berate al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada yang lain.
Kata jamak al-ahadist. Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata
hadist dipergunakan baik dalam alquran maupun hadist itu sendiri.

C. Kontribusi Islam dalam Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara

Menurut Soerjono Soekanto dalam Sosiologi Suatu Pengantar (2006) :


Kontribusi sebagai bentuk iuran uang atau dana, bantuan tenaga, bantuan
pemikiran, bantuan materi, dan segala macam bentuk bantuan yang
kiranya dapat membantu suksesnya kegiatan pada suatu forum,
perkumpulan dan lain sebagainya.

Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukun di


Indonesia nampak jelas setelah Indonesia merdeka. Walaupun demikian,
10
bukan bearrti pada faase awal sebelum proklamasi kemerdekaan umat
Islam tidak memiliki kontribusi terhadap negara Indonesia. Banyak hal
yang telah dilakukan oleh umat Islam di Indonesia termasuk salah satunya
adalah lahirny proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga merupaka
hasil perjuangan umat Islam dengan beberapa komponen bangsa lainnya.

Kita telah mengetahui bahwa perintis kemerdekaan bangsa Indonesia


adalah mayoritas Islam dan mereka telah memasukkan simpul Islam ke
dasar-dasar negara. Ada pun simpul-simpul Islam yang mereka masukkan
adalah :

1. Pancasila
 Rumusan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa merupakan
sumbangan Islam yang justru inti ajarannya ke dalam negara
Indonesia.
Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah, ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa “ (QS. Al-
Ikhlas : 1). Secara teologis, ayat ini menegaskan bahwa Allah itu
Esa semurni-murninya, dan tidak ada rumusan lain yang bersifat
dualitas, trinitas, atau kompleksitas. Rumusan murni itu kemudian
masuk dalam rumusan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Inilah sumbangan Islam yang justru merupakan inti ajarannya ke
dalam dasar negara Republik Indonesia.
 Dalam sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Islam
menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan. Rumusan sila
kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang merupakan
sumbangan Islam terdapat pada konsep adil dan beradab. Adil
adalah ajaran pokok dalam Islam, khususnya dalam kehidupan
bersama. Kata adil atau kata yang seakar dengannya disebut dalam
al-Qur’an sebanyak 28 kali yang jika diringkas hendaklah manusia
itu berbuat adil terhadap Allah, dirinya sendiri, sesama manusia,
terhadap tetumbuhan, binatang, maupun secara umum kapada alam
semesta. Istilah “beradab” berasal dari kata adab. Kata ini berasal
dari bahasa Arab dan juga merupakan ajaran Islam. Adab secara
leksikal berarti sopan. Ini berarti hubungan antara yang satu
dengan yang lain, termasuk dalam kehidupan berpolitik dan
bernegara haruslah mengemban sifat sopan dan santun. Pemerintah
yang bersifat diktator atau rakyat bersifat anarkhis tidak
mempunyai tempat baik dalam Islam maupun praktik kenegaraan
di negara Indonesia.
 Sila ketiga, Persatuan Indonesia sesuai dengan hadis (Q.S. Al-
Baqarah 1:213) : “Manusia itu adalah umat yang satu...” Hakikat
manusia yang sebenarnya satu itu masih diperintahkan supaya
11
bersatu dan tidak saling bercerai berai, sebagaimana perintah Allah
SWT:
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai ....“ (QS. Ali-Imran:
103).
 Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan sejalan dengan
firman Allah SWT (Q.S Asy Syuro:38) yang bermakna bahwa
musyawarah dapat mempersatukan orang banyak. Tidak hanya itu,
sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan juga, merupakan perasan dari
sejumlah ajaran Islam. Kata kerakyatan, hikmat, permusyawaratan,
dan perwakilan berasal dari bahasa Arab dan bersumber dari ajaran
Islam. Kata rakyat terambil dari kata ra’iyyyah (lihat HR. Muslim
dari Ibnu Umar, Muslim, II: 125). Kata permusyawaratan terambil
dari kata bahasa Arab musyawarah (syura), kata ini terdapat dalam
al-Qur’an surat Ali Imran: 159 dan asy-Syura: 38. Kata perwakilan
terambil dari bahasa Arab wakil. Al-Qur’an menyebut kata wakila
sebanyak 13 kali, artinya suatu urusan itu diserahkan kepada yang
lain untuk mengurusnya, al-mutawakilun (orang yang
menyerahkan urusannya) tiga kali, dan al-mutawakkilin (orang
yang menyerahkan sesuatu urusan) satu kali.
 Dalam sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
juga sama dengan prinsip dasar ajaran Islam yaitu Keadilan.

2. Pembukaan UUD 1945


Pembukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdiri atas
empat alinea.
 Pada Alinea pertama terdapat rumusan peri keadilan yang dimana
menurut sumber Islam maupun konsep berbangsa dan bernegara
melindasi semua kebijakan yang menyangkut seluruh rakyat
Indonesia.
 Dalam alinea kedua terdapat kata daulat adil dan makmur.
Kesemuanya berasal dari kata bahasa Arab dan simpul-simpul
dalam Islam. “Daulat” berarti kekuasaan atau perputaran. Kata
daulat termuat dalam al-Qur’an satu kali (QS.al-Hasyr: 7). Kata
tersebut terserap dalam pembukaan UUD ’45 dalam konteks
negara yang merdeka dan memiliki pemerintahan sendiri, tidak
terjajah oleh bangsa asing. Sementara itu kata makmur berasal dari
kata bahasa Arab ma’mur. Kata ini terdapat dalam Al-Quran satu
kali: “Baitul Ma' mur“ (QS. Ath-Thur:4). Maksud Baitul Ma’mur
adalah Kakbah. Kakbah menjadi makmur karena dikunjungi
berjuta-juta manusia setiap tahunnya, sejak Islam generasi pertama
12
hingga (insya Allah) hari akhir kelak. Dalam QS. Hud: 61, manusia
diperintahkan supaya bumi ini dibuat menjadi makmur. Secara
etimologi, kata ma’mur berasal dari kata ‘amara yang berarti umur
panjang. Kata itu juga berarti harta kekayaan yang banyak. Maksud
negara makmur berarti negara yang rakyatnya berkecukupan (Anis,
II :626).
 Dalam alenia ketiga terdapat kata rahmat, Allah, luhur, dan rakyat.
Keempat kata ini berasal dari bahasa Arab dan bersumber dari
ajaran Islam. Kata rahmat di dalam pembukaan UUD ’45 dirangkai
dengan Allah menjadi rahmat Allah. Dalam Islam rahmat Allah
merupakan salah satu aqidah pokok. Allah berfirman:
Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (wahai Muhammad),
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam“ (QS. Al-
Anbiya’: 107). Kemerdekaan Indonesia, di samping hasil usaha
para pejuang dengan penuh nilai-nilai kepahlawanan juga mereka
mengakui sebagai rahmat Allah, kata itu tidak dapat ditafsirkan
kecuali secara Islam. Sementara itu kata luhur berasal dari bahasa
Arab zuhur yang berarti puncak gunung (Al-Munawwir:889).
Pemakaian kata luhur dalam pembukaan dirangkai dalam
ungkapan keinginan luhur yang berarti keinginan sangat tinggi.
Dan kata rakyat berasal dari kata dalam bahasa Arab ra’iyyah yang
arti asalnya gembalaan, dan gembalaan dalam suatu negara adalah
umat atau orang banyak.
 Dalam alinea keempat juga banyak terdapat serapan yang berasal
dari Islam dan penjelasannya tertuang dalam Pancasila.

3. Peraturan Perundang-Undangan
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hhukum dewasa
ini semakin nampak jelas dengan ditandai lahirnya beberapa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan Hukum Islam.
Adapun bebapa peraturan tersebut adalah :
 UU No. 1 Tahun 1974 merupakan undang-undang yang mengatur
perkawunan
 UU No. 7 Tahun 1989 merupakan undang-undang yang berkaitan
dengan peradilan agama
 UU No. 38 Tahun 1999 merupakan undang-undang yang mengatur
tentang pengelolaan zakat
 Intruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam
 PP. No. 28 Tahun 1977 merupakan undnag-undang yang mengatur
tentang perwakafan tanah milik

13
4. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
MPR sebagai suatu lembaga dalam Islam disebut ahlul hall wal ‘aqd, yaitu
kumpulan tokoh dan pemimpin masyarakat dan secara generik semuanya
terambil dari Islam yang kemudian di ketatanegaraan Indonesia menjadi
lembaga tertinggi negara.

5. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)


Lembaga tinggi negara DPR yang merupakan singkatan dari Dewan
Perwakilan Rakyat, ketiga kata tersebut berasal dari bahasa Arab. Kata
dewan berarti mahkamah atau pengadilan. Untuk kata perwakilan dan
rakyat telah dijelaskan dalam sub bab sebelum ini. DPR sebagai lembaga
dengan demikian bersumber sepenuhnya dari Islam. Karena itu siapa pun
yang menjadi anggota DPR, baik berupa personal maupun kelembagaan
haruslah bekerja dalam rangka memikul amanah dari Allah SWT. Tidak
boleh ada oknum DPR apalagi secara kelembagaan memperlihatkan
praktik-praktik yang tidak terpuji dan membebani rakyat.

6. MA (Mahkamah Agung)
Kata “Mahkamah” berasal dari bahasa Arab, mahkamah. Dibangunnya
MA sebagai lembaga tertinggi di bidang hukum dengan maksud supaya
hukum Allah SWT menurut Islam dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, dibentuknya lembaga tertinggi ini dengan tujuan mengemban
amanat Allah SWT, amanat negara, dan amanat rakyat.

Mahkamah Agung merupakan benteng terdepan sekaligus terakhir bagi


tegak atau tidaknya hukum di negeri ini. Jika lembaga ini benar-benar
mengedepankan supremasi hukum, tentu tidak banyak penyelewengan
dalam negara. Sebaliknya jika Mahkamah Agung tidak menjadikan dirinya
sebagai good govern dan clean govern tentu negara dalam waktu singkat
akan ambruk, karena huru-hara dan aneka penyimpangan terjadi di mana-
mana, justru pemicunya lembaga tinggi negara dalam bidang hukum.
Karena itu sesuai dengan tujuan dibentuk lembaga tinggi dan terhormat
dalam bidang hukum ini hendaklah mengemban amanat Allah, amanat
negara, amanat rakyat dengan sebaik-baiknya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Suherman, Muhammad Arif Fadillah Lubis. “Pendidikan Agama Islam.”

Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah ‚ “Konstektualisasi Doktrin Politik Islam”. Jakarta,
Prenadamedia Group. 2014.

Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara (1993)

Prof. H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah ‚”Implimentasi kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu


Syariah”, Jakarta, Kencana, 2004.

Ija Suntana, Politik Hubungan Internasional Islam (Siyasah Dauliyah) (Bandung : Pustaka
Setia, cet I 2015)

Azyumardi Azra, Islam Subtantif : Agar Umat tidak Jadi Buruk, Bandung : Mizan, 2000

Mugiyono, Mugiyono. “INTEGRASI SISTEM POLITIK ISLAM DALAM KANCAH


PERPOLITIKAN NASIONAL INDONESIA”. Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran,
dan Fenomena Agama 16, no. 2 (April 16, 2016): 1-19.

Munawir Sadzali, Bachtiar Effendy. “TINJAUAN TENTANG POLITIK ISLAM.”


15
Abd. Halim, Relasi Islam Politik & Kekuasan, Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, (2013), 23

Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta : UI-Press, (1993), 63

Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Pers, 2015

Mohammad Al Jose Sidmag, TINJAUAN FIKIH SIYASAH MALIYAH TERHADAP


PENGELOLAAN DANA DESA UNTUK KESEJAHTERAAN UMUM MASYARAKAT DI DESA
BULUGEDEG KECAMATAN BENDO KABUPATEN MAGETAN, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel, 2018.

16

Anda mungkin juga menyukai