BAB X
SISTEM POLITIK ISLAM
Jika kita mengartikan Politik secara umum Politik tersebut berasal dari
bahasa Yunani polis yang sama dengan city atau city state dalam bahasa
Inggris. Kata polis juga menginspirasi munculnya kata “politicos”
(kewarganegaraan) dan politike techen (kemahiran berpolitik).
Secara umum, politik mempunyai dua arti, yaitu poitik dalam arti
kepentingan umum dan politik dalam arti kebijaksanaan. Politik dalam arti
kepentingan umum adalah rangkaian asas/prinsip, keadaan, jalan, cara atau
alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan, politik
dalam arti kebijakan adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dapat
menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita
yang di kehendaki. Kebijakan merupakan cara pelaksanaan asas, jalan dan
arah tersebut sebaik-baiknya. Kepentingan umum dan kebijakan
merupakan hubungan yang erat dan timbal balik.
Menurut Abdul Halim, dalam jurnal Relasi Relasi Islam Politik &
Keuasaan, kata politik dikaitkan dengan Islam maka politik Islam ialah
2
aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Umat Islam sebagai
acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung berpolitikan
Islam ini belum tentu seluruh umat Islam (pemeluk agama Islam),
karenanya maka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok
politik Islam, juga menekankan simbolisme kegamaan dalam berpolitik,
seperti menggunakan lambang Islam, dan istilah-istilah keIslaman dalam
peraturan dasar organiasi, khittah perjuangan,serta wacana politik.
Perbincangan seputar politik dalam Islam masih terasa aktual, karena
sampai sekarang belum ada ketentuan yang pasti bagaimana Islam
memandang politik atau sebaliknya. Dalam aspek politik perlu dicatat
bahwa semasa Nabi, beliau telah mendirikan tatanan sosial politik Islam di
Madinah.Namun, setelah lebih dari tiga abad kemudian, para pemikir
hukum baru merumuskan teori politik mereka secara lebih
sistematis.Diantara mereka yang cukup popular adalah al-Mawardi dan
alGhazali.Pada umumnya, kepada kedua ulama Sunni itulah yang
mengkontruksikan pandangan politiknya. Menurut Al-Mawardi konsep
politik Islam didasarkan atas adanya kewajiban mendirikan lembaga
kekuasaan,karena ia dibangun sebagai pengganti kenabian untuk
melindungi agama dan mengatur dunia. Menurutnya, Allah mengangkat
untuk umat-Nya seorang pemimpin sebagai pengganti (khalifah) Nabi
untuk mengamankan agama disertai mandat politik. Dengan demikian,
seorang imam di satu pihak adalah pemimpin agama, dan di lain pihak
pemimpin politik.
Menurut Azyumardi Azra dalam jurnal Agar Umat Tidak Menjadi Buruk,
ada dua pandangan besar tentang hubungan Islam Dan politik. Pertama,
melihat politik sebagai bagian integral dari agama.Dalam hal ini, Islam
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan siyasah (politik). Muslim
yang meyakini pandangan ini berpendapat, umat Islam harus terlibat
dalam politik praksis, menegakkan sistem politik Islam, bahkan Negara
Islam. Kedua, pendapat bahwa Politik memang bagian dari agama (Islam),
tetapi antara keduanya ada perbedaan karakter yang sangat esensial.Islam
bersifat ilahiah, berasal dari wahyu, sakral dan suci. Sedangkan politik
berkenaan dengan kehidupan profan, kehidupan duniawi yang kadang-
kadang melibatkan trik-trik yang manipulatif. Lebih lanjut, Azyumardi
Azra mengingatkan kepada para ulama untuk sebaiknya tidak terlibat
dalam wilayah politik, integritas keulamaan serta muru’ah-nya harus
dijaga jika tidak ingin kehilangan harga dirinya sebagai ulama
Prinsip dasar politik dalam islam telah dijelaskan dalam surah An-Nisa (4)
ayat 58-59 bunyinya seperti ini:
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adilSesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamuSesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS4:58)" "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul(Nya)dan ulil amri di antara kamuKemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya(QS4:59)"
Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya,surat Ali Imran (3) ayat
104 sebagai berikut:
Artinya: "Dan hendaklah ada di kalangan kamu satu golongan yang
menyeru(berdakwah) kepada kebajikan (Islam), dan menyuruh kepada
yang ma'ruf serta mencegah dari yang mungkar dan mereka itulah orang-
orang yang menang."
Ini merupakan tanggung jawab politik kita sebagai umat Islam yang sudah
diwajibkan oleh Allah SWT.
5
Menurut (Jubair situmorang:jurnal politik islam) siyasah
dusturiyyah adalah bagian fiqih yang isinya membahas apa saja
yang menjadi masalah perundang-undangan negara, apa saja yang
menjadi prinsip dasar yang berkaitan dengan bentuk suatu
pemerintahan, dan yang terakhir bagaimana aturan yang saling
berikatan dengan hak-hak rakyat dan tentang pembagian
kekuasaan.
b) Legislasi
kekuasaan legislatif berarti kekuasaan atau kewenangan
pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan
diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan
ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT dalam syariat Islam.
c) Ummah (Umat)
Dalam Ensiklopedi Indonesia umat mengandung empat macam
pengertian, yaitu: (1) bangsa, rakyat, kaum yang hidup bersatu
padu atas dasar iman atau sabda Tuhan, (2) penganut suatu agama
atau pengikut nabi, (3) khalayak ramai, dan (4) umum, seluruh,
umat manusia.
6
d) Lembaga ifta’
Ifta berarti suatu usaha memberikan penjelasan tentang suatu
hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahui
nya.
Sedangkan, menurut Salim Ali Al-Bahnasawi dalam buku(pendidikan
agama islam), politik sendiri merupakan sebuah cara ataupun upaya yang
dapat kita lakukan untuk mengatasi berbagai macam masalah rakyat
melalui seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan
menghindari hal-hal yang dapat merugikan kepentingan manusia.
Menurut (Dr.Ali Nurdin) dalam buku pendidikan agama islam konsep
politik dalam islam meliputi:
1) Kewajiban untuk menunaikan amanah
Sesuai dengan bunyi kidah ushul fikih yaitu,”Al-ashlu fi Al-‘Amri
lil wujud”,artinya pokok dari suatu perintah menunjukkan wajib.
b) Asas Persamaan
Asas persamaan memfokuskan kalau setiap bangsa di dunia ini
wajib bisa untuk memposisikan bangsa lain sebagai pemilik derajat
yang sama. Hubungan antarbangsa tidak dibolehkan sedikit pun
untuk membeda-bedakan asal-usul, ras, agama, bahasa, dan status
sosial dalam menentukan hak membangun hubungan internasional.
Isi kesepakatan hubungan atau kerja sama harus bisa
8
memposisikan seluruh bangsa dalam posisi sederajat dalam hak
dan kewajiban.
c) Asas Keadilan
Asas keadilan menyetujui supaya seluruh bangsa dapat
ditempatkan sesuai dengan
kedudukannya, tidak dilanggar hak-haknya.Masing-masing butir
perjanjian yang telah dirumuskan memastikan jika setiap Negara
bertanggung jawab atas risiko dan akibat setiap tindakan yang
dilakukannya. Dengan kata lain, tidak hanya satu pihak yang
menanggung risiko, sedangkan pihak lain bebas risiko. Butir
perjanjian (memorandum) tidak mengizinkan satu Negara atau
bangsa dituntut atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
d) Asas Musyawarah
Asas musyawarah mengajarkan jika kesepakatan semua dalam
suatu perjanjian merupakan hasil dari berbagai keinginan yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak.
e) Asas Kebebasan
Asas kebebasan setuju kewenangan kepada para pihak yang terkait
kerja sama untuk bertindak apa pun yang tidak merugikan pihak
lain.Sesuai dengan asas kebebasan, seluruh pihak yang mempunyai
hak dan kewajiban yang sama.
g) Asas Toleransi
Asas toleransi mengharapkan supaya seluruh perjanjian yang
memuat kesepakatan
untuk saling menghargai perbedaan, kekurangan, dan kelebihan
tiap-tiap peserta perjanjian. Asas toleransi ini mengajarkan bahwa
perbedaan hal-hal yang sangat mendasar tidak dapat dianggap
sebagai pengahalang untuk melakukan kerja sama.
1. Al-quran
Secara etimologi al-quran adalah bentuk masher dari kata qa-ra-a
se-wazan dengan kata fu’lan yang artinya bacaan; berbicara
tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah.
2. Hadist
Kata Hadist atau al-hadist menurut bahasa, berati al-jadid (sesuatu
yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata
hadist juga berate al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada yang lain.
Kata jamak al-ahadist. Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata
hadist dipergunakan baik dalam alquran maupun hadist itu sendiri.
1. Pancasila
Rumusan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa merupakan
sumbangan Islam yang justru inti ajarannya ke dalam negara
Indonesia.
Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah, ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa “ (QS. Al-
Ikhlas : 1). Secara teologis, ayat ini menegaskan bahwa Allah itu
Esa semurni-murninya, dan tidak ada rumusan lain yang bersifat
dualitas, trinitas, atau kompleksitas. Rumusan murni itu kemudian
masuk dalam rumusan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Inilah sumbangan Islam yang justru merupakan inti ajarannya ke
dalam dasar negara Republik Indonesia.
Dalam sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Islam
menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan. Rumusan sila
kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang merupakan
sumbangan Islam terdapat pada konsep adil dan beradab. Adil
adalah ajaran pokok dalam Islam, khususnya dalam kehidupan
bersama. Kata adil atau kata yang seakar dengannya disebut dalam
al-Qur’an sebanyak 28 kali yang jika diringkas hendaklah manusia
itu berbuat adil terhadap Allah, dirinya sendiri, sesama manusia,
terhadap tetumbuhan, binatang, maupun secara umum kapada alam
semesta. Istilah “beradab” berasal dari kata adab. Kata ini berasal
dari bahasa Arab dan juga merupakan ajaran Islam. Adab secara
leksikal berarti sopan. Ini berarti hubungan antara yang satu
dengan yang lain, termasuk dalam kehidupan berpolitik dan
bernegara haruslah mengemban sifat sopan dan santun. Pemerintah
yang bersifat diktator atau rakyat bersifat anarkhis tidak
mempunyai tempat baik dalam Islam maupun praktik kenegaraan
di negara Indonesia.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia sesuai dengan hadis (Q.S. Al-
Baqarah 1:213) : “Manusia itu adalah umat yang satu...” Hakikat
manusia yang sebenarnya satu itu masih diperintahkan supaya
11
bersatu dan tidak saling bercerai berai, sebagaimana perintah Allah
SWT:
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai ....“ (QS. Ali-Imran:
103).
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan sejalan dengan
firman Allah SWT (Q.S Asy Syuro:38) yang bermakna bahwa
musyawarah dapat mempersatukan orang banyak. Tidak hanya itu,
sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan juga, merupakan perasan dari
sejumlah ajaran Islam. Kata kerakyatan, hikmat, permusyawaratan,
dan perwakilan berasal dari bahasa Arab dan bersumber dari ajaran
Islam. Kata rakyat terambil dari kata ra’iyyyah (lihat HR. Muslim
dari Ibnu Umar, Muslim, II: 125). Kata permusyawaratan terambil
dari kata bahasa Arab musyawarah (syura), kata ini terdapat dalam
al-Qur’an surat Ali Imran: 159 dan asy-Syura: 38. Kata perwakilan
terambil dari bahasa Arab wakil. Al-Qur’an menyebut kata wakila
sebanyak 13 kali, artinya suatu urusan itu diserahkan kepada yang
lain untuk mengurusnya, al-mutawakilun (orang yang
menyerahkan urusannya) tiga kali, dan al-mutawakkilin (orang
yang menyerahkan sesuatu urusan) satu kali.
Dalam sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
juga sama dengan prinsip dasar ajaran Islam yaitu Keadilan.
3. Peraturan Perundang-Undangan
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hhukum dewasa
ini semakin nampak jelas dengan ditandai lahirnya beberapa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan Hukum Islam.
Adapun bebapa peraturan tersebut adalah :
UU No. 1 Tahun 1974 merupakan undang-undang yang mengatur
perkawunan
UU No. 7 Tahun 1989 merupakan undang-undang yang berkaitan
dengan peradilan agama
UU No. 38 Tahun 1999 merupakan undang-undang yang mengatur
tentang pengelolaan zakat
Intruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam
PP. No. 28 Tahun 1977 merupakan undnag-undang yang mengatur
tentang perwakafan tanah milik
13
4. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
MPR sebagai suatu lembaga dalam Islam disebut ahlul hall wal ‘aqd, yaitu
kumpulan tokoh dan pemimpin masyarakat dan secara generik semuanya
terambil dari Islam yang kemudian di ketatanegaraan Indonesia menjadi
lembaga tertinggi negara.
6. MA (Mahkamah Agung)
Kata “Mahkamah” berasal dari bahasa Arab, mahkamah. Dibangunnya
MA sebagai lembaga tertinggi di bidang hukum dengan maksud supaya
hukum Allah SWT menurut Islam dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, dibentuknya lembaga tertinggi ini dengan tujuan mengemban
amanat Allah SWT, amanat negara, dan amanat rakyat.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah ‚ “Konstektualisasi Doktrin Politik Islam”. Jakarta,
Prenadamedia Group. 2014.
Ija Suntana, Politik Hubungan Internasional Islam (Siyasah Dauliyah) (Bandung : Pustaka
Setia, cet I 2015)
Azyumardi Azra, Islam Subtantif : Agar Umat tidak Jadi Buruk, Bandung : Mizan, 2000
16