Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara sistem politik sendiri
berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan untuk dipatuhi oleh seluruh warga negaranya.
Ada beberapa sistem politik yaitu sistem politik komunis, liberal dan demokrasi dari beberapa
sistem politik tersebut masih ada juga sistem politik Islam. Setiap Negara pasti memiliki sistem
politiknya masing-masing.
Seperti misalnya Negara Indonesia yang menggunakan sistem politik demokrasi yang
berarti sistem tersebut didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang
demokratis
Disini kami akan membahas tentang peranan agama Islam dalam perkembangan politik di dunia
saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi berdasarkan Al-Quran, dan Al Hadits.

1.2 BATASAN MASALAH


Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Pengertian Politik
2. Pandangan islam dalam politik
3. kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara

1.3 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalahmasalah yang
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa itu Politik?
2. Bagaimana pandangan poltik dalam islam?
3. Apa saja kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara?

1
1.4 TUJUAN
Dalam menyusun makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan,yaitu:
1. Penulis ingin mengetahui arti dari Politik.
2. Penulis ingin mengetahui bagaimana pandangan islam dalam politik.
3. Penulis ingin mengetahui kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan
bernegara.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan study kepustakaan,
yaitu penulis mencari buku-buku dan browsing bacaan yang berhubungan dengan Agama Islam,
Al-Quran dan Al Hadits.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN POLITIK

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini
merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional.
Komponen-komponen yang diperlukan dalam politik yaitu :
a. Masyarakat
b. Kekuasaan
c. Negara
Fungsi Politik adalah
Perumusan kepentingan Pemaduan kepentingan Pembuatan kebijakan umum Penerapan
kebijakan Pengawasan pelaksanaan kebijakan.

Pengertian Politik Islam


Politik dan agama adalah sesuatu yang terpisah. Dan, sesungguhnya pembentukan
pemerintahan dan kenegaraan adalah atas dasar manfaatmanfaat amaliah, bukan atas dasar
sesuatu yang lain. Jadi, pembentukan negara modern didasarkan pada kepentingan-kepentingan
praktis, bukan atas dasar agama.
Pemerintahan yang berlaku pada masa Rasulullah dan khalifah bukanlah diturunkan
Allah dari langit. Wahyu Allah hanya mengarahkan Rasul dan kaum muslimin untuk menjamin
kemaslahatan umum, tanpa merenggut kebebasan mereka untuk memikirkan usaha-usaha
menegakkan kebenaran, kebajikan, dan keadilan.
Alquran sendiri tidak mengatur urusan politik secara khusus, tetapi hanya memerintahkan
untuk menegakkan keadilan, kebajikan, membantu kaum lemah, dan melarang perbuatan yang
tidak senonoh, tercela, serta durhaka. Alquran hanya meletakkan garis besar pada kaum

3
muslimin, kemudian memberikan kebebasan untuk memikirkan hal-hal yang diinginkan dengan
ketentuan tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditetapkan.
Islam pada dasarnya adalah Siyasatullah fil Ardh. Maksudnya, dengan Islam inilah Allah
mengatur semesta alam, yang diperuntukan kepada manusia. Islam itu secara substantif bersifat
politis. Konteks pemberian amanah kepada manusia yang dimaksud di atas adalah Istikhlaf
sebagai konsep politik. Istikhlaf berarti "menjadikan khalifah untuk mewakili dan melaksanakan
tugas yang diwakilkan kepadanya."
Untuk lebih memahaminya, perlu kita ingat kembali bahwa Allah memberikan manusia
dua amanah :
1. Ubudiyah, yaitu untuk beribadah, penghambaan kepada Allah.
2. Amanah Kekhalifahan, hal ini lebih dekat kepada otoritas untuk mengendalikan kehidupan (di
atas bumi).
Allah SWT berfirman,

" Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan
mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka
tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang
siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An Nur:
55)
Dengan demikian, Islam secara substantif adalah siyasah, yaitu menghendaki agar ummat
menjalankan kepemimpinan politik.

4
Salah satu tujuan Islam adalah bagaimana agar bisa menerapkan kehidupan secara Islami
dan agar sampai tidak ada lagi fitnah di muka bumi.
Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan untuk merubah situasi saat yang masih jauh dari
harapan ini agar mencapai tujuan di atas. Ada dua pendekatan dalam agenda perubahan tersebut
(secara berurut):
1. Pendekatan secara kultural. Tersirat dalam firman Allah SWT pada Surat Al Jumuah
ayat 2, "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata."
2. Pendekatan secara struktural. Pendekatan inilah yang lebih bersifat siyasi. Jadi, ketika
telah terbentuk masyarakat yang Islami secara kultural, maka dibutuhkanlah
pemerintahan yang Islami. Contohnya dalam peristiwa Piagam Madinah. Ketika itu
masyarakat Madinah sudah terkondisikan sebagai masyarakat yang Islami secara kultural.
Kedua pendekatan di atas tidak dapat dipilah-pilahkan satu sama lain. Kedua hal di atas
hanyalah terkait pada tahapan perubahan saja. Jadi, sebenarnya tidak ada istilah Islam kultural,
dan Islam Politik. Islam itu adalah menyeluruh.
Kemudian Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sasayasusu-siyasah . Yang
berarti (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya) dan secara bahasa adalah cara
pemerintahan Islam mengurus urusan rakyatnya, serta urusan negara, umat dan rakyatnya terkait
dengan negara, umat dan bangsa lain.
Urusan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan: politik, sosial, ekonomi, pendidikan,
keamanan, dll, yang mana pada masa Rasulullah SAW makna siyasah (politik) tersebut
diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaannya. Lalu, kata tersebut digunakan dalam
pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut
dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi
(yassu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula
dalam perkataan orang Arab dikatakan,yang artinya:
Bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat/rayap
yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (riayah),

5
perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan
(ta`dib).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya :
"Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika
seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan
ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan
masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan
cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan
musuh kafir dari mereka.
Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan
kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya,
serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan
dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah,
dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia
bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim).

2.2 PANDANGAN ISLAM DALAM POLITIK

Islam adalah agama yang syammil mutakammil (sempurna dan paripurna), islam bukan
hanya mengatur masalah ritual ubudiyah saja, tapi seluruh aspek kehidupan manusia, bahkan
sampai ke hal-hal terkecil dalam kehidupan manusia. Jika islam hanya mengatur masalah-
masalah ibadah saja, tanpa mengatur masalah sosial budaya, pendidikan, tata
Negara/pemerintahan, dan sosial politik, maka sama saja islam dengan agama lain, tidak ada
keistimewaan islam dibandingkan agama-agama lainnya.

Dalam masalah politik, banyak kalangan yang berpendapat bahwa islam tidak mengenal
politik, antara agama dan politik tidak bisa disatukan, dan banyak pendapat lainnya. Namun saya
berpendapat, pendapat yang mengatakan islam tidak berpolitik dan tidak mengatur masalah
politik sehingga dalam islam tidak dibernarkan berpolitik adalah sebuah pendapat yang

6
sebenarnya sama saja mengatakan bahwa islam itu agama yang tidak sempurna dan paripurna,
islam agama yang tidak menjangkau semua aspek kehidupan.

Aqidah Islam bersifat komprehensif dan menyeluruh, ia berbeda dari semua umat karena
konsepsinya tentang ubudiyah. Umat Islam meyakini bahwa Allah Maha Esa, dan meyakini
bahwa Allah meliputi setiap gerak manusia dalam semua urusan. Dia adalah Pencipta dan
Pemberi Rizki kepada hamba-Nya. Dia juga pembuat undang-undang untuk mereka menyangkut
semua aspek kehidupan. Islam tidak membatasi ubudiyah kepada Allah hanya menyangkut aspek
spiritual belaka, sementara aspek kehidupan lainnya ditujukan kepada selain-Nya. Misalnya,
membuang nilai-nilai aturan Allah dari kehidupan politik, ekonomi, dan moral. Islam menilai
pemisahan ini sebagai kesesatan dan penyesatan terhadap umat manusia, dan bertentangan
dengan aksiomatik islam yang hanif.

Sementara itu, umat-umat lain membuat rumusan, serahkanlah kepada Allah apa yang
menjadi wewenang Allah, dan serahkan kepada kaisar apa yang menjadi kewenangan kaisar.
Pemikiran yang memisahkan agama dari Negara seperti itu merupakan suatu kebathilan yang
harus dilenyapkan. Islam tidak mengenal pemisahan agama dari Negara. (buku Menuju
Jamaatul Muslimin, karya; Husssain bin Muhammad bin Ali jabir, M.A.). Firman Allah :

dan mereka memperutukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah
diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, ini untuk Allah dan
ini untuk berhala-berhala kami... (QS. Al-Anam: 136)

Seperti permitaan Nabi Yusuf kepada raja mesir, hal ini di abadikan Allah dalam Al-
Quran.

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.". (QS. Yusuf: 55).

Ayat ini menggambarkan kepada kita bagaimana pada waktu itu Nabi Yusuf minta
kekuasaan kepada raja mesir, dan ini menggambarkan bahwa menggapai kekuasaan untuk
kemaslahatan umat diperbolehkan. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan kita juga
diperbolehkan menyebut kelebihan yang kita punya kalau kita sadar dengan kelebihan kita
tersebut supaya orang percaya dengan kita untuk memegang kekuasaan.

7
Bukan hanya Nabi Yusuf yang meminta kekuasaan, Nabi Sulaimana juga pernah berdoa
meminta kerajaan/kekuasaan kepada Allah.

Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang
tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.
(QS. Shaad: 35)

Dua ayat Al-Quran diatas sudah cukuplah menerangkan kepada kita bahwa mengapai
kekuasaan untuk kemaslahatan umat itu diperbolehkan, bahkan diwajibkan. Apakah masih ada
alasan bagi kita mengingkari politik dalam islam?

Dalam Al-Quran juga banyak menyebutkan ayat tentang imamah dan Negara (QS. An-
Nisa: 58-59, QS. An-Nisa: 83, QS. Al-Maidah: 49-50, QS. Al-Maidah: 44, QS. Al-Anfal: , QS.
Al-Hajj: 41, dll). Belum lagi terdapat ratusan hadist Nabi yang berbicara tentang kepemimpinan
dan Negara.

Hujjatul islam Imam Gozali pernah menyampaikan kewajiban menjalankan syariat dan
meraih kekuasaan politik adalah saudara kembar.Pemisahan politik dan agama selain karena
kurangnya pemahaman, karena rasa putus asa dan sudah terlanjur terbentuk pandangan negatif
pada masyarakat terhada politik, juga karena kepentingan dari pihak-pihak yang tidak suka akan
kejayaan islam, seperti ungkapan perintis Jamaah Islam Liberal (JIL) Nurcholis Madjid, Islam
Yes, Partai No.. Mereka takut jika islam berpolitik, maka islam akan mencapai kejayaan seperti
dulu.Betullah apa yang dikatakan oleh Ustadz Rahmat Abdullah: ada sejenis orang yang mulai
putus asa dengan dinamika sosial. Akhirnya mereka mengurung diri dalam sangkar emas ritual
dan mengabaikan peran sosial politik. ..kelak datanglah beberapa murid orientalis dan
kolonialis mengharaman umat berpolitik dan membiarkan musuh berpolitik merugikan umat.
Dengan itu mereka mendapatkan perlindungan dan kekayaan.

Politik dalam Islam

Politik dalam literasi Islam dikenal dengan istilah siyasah yang berarti pengaturan
masalah keummatan Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap urusan
ummat. siyasah tidak diorientasikan kepada kekuasaan karena ia hanya berfungsi sebagai sarana
menyempurna pengabdian kepada Allah Islam dan Kekuasaan.Orientasi utama seorang Muslim

8
terkait dengan masalah kekuasaan ialah menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Ini
menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi ialah kekuasaan Allah Sementara, manusia pada
dasarnya sama sekali tidak memiliki kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya penguasaan
mutlak seorang manusia atas manusia yang lain, karena yang demikian ini bertentangan dengan
doktrin Laa ilaha illallah yang telah membebaskan manusia dari segenap thaghut (tiran).
Sehingga, kekuasaan manusia yang menentang hukum-hukum Allah adalah tidak sah.

Tujuan Siyasah dalam Islam Islam memandang kehidupan dunia sebagai ladang bagi
kehidupan akhirat. Kehidupan dunia harus diatur seapik mungkin sehingga manusia bisa
mengabdi kepada Allah secara lebih sempurna. Tata kehidupan di dunia tersebut harus
senantiasa tegak di atas aturan-aturan dien.

Konsep ini sering dianggap mewakili tujuan siyasah dalam Islam:

iqamatud din (hirasatud din)


wa siyasatud dunya (menegakkan din dan mengatur urusan dunia).

Hubungan antara Islam dan Politik


Islam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil).
Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi ritual dan ajaran
kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan aspek legal formal tanpa
menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu sendi kehidupan, dengan demikian
juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.

Islam Tidak Bisa Dibangun Secara Sempurna Tanpa Politik


Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus diwujudkan.
Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya dan
kekuasaan pada khususnya.

Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan dua hal : AlQuran
dan pedang. Al-Quran merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang
melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Quran.

HASAN AL-BANNA

9
Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang
politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada
persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada
persoalanpersoalan bangsanya"

2.3 KONTRIBUSI ISLAM DALAM KEHIDUPAN POLITIK BERBANGSA DAN


BERNEGARA

Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga
agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama yg kita yakini hidup akan
lebih baik dan indah. Dengan agama kita akan lebih bijak menyikapi sesuatu. Contohnya saja
diZaman Nabi Muhammad agama berperan penting dalam segala bidang termasuk
pemerintahannya. Dizaman sekarang ini banyak orang pinter tapi agamanya kurang selain itu
pinternya pada kebelinger, pintar bicara saja. tapi tidak ada buktinya. Makanya agama itu
dibutuhkan oleh setiap umat manusia

Islam adalah solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan kesempurnaan
ajarannya (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari sumber aslinya, yaitu
Alquran dan Sunnah yang mengatur pola kehidupan manusia, mulai dari hal terkecil hingga
terbesar baik ekonomi, sosial, politik, hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika,
keluarga, dan lain-lain. Bahkan, bagaimana cara membersihkan najis pun diatur oleh Islam.

Ajaran Islam merupakan rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam), artinya Islam
selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi seluruh makhluk hidup
yang berada diatas dunia. Islam tidak memandang bentuk atau rupa seseorang dan membedakan
derajat atau martabat manusia dalam level apapapun. Islam menghormati dan memberikan
kebebasan kepada seseorang untuk menganut suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan
ajaran Islam tersebut dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).

Penjelasan Quran Surat an-Nisa Ayat 59

10
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)

Tentang Ayat Ini


Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata tentang firman-Nya, Taatilah
Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu. Ayat ini turun berkenaan dengan
Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin Adi, ketika diutus oleh Rasulullah di dalam satu pasukan
khusus. Demikianlah yang dikeluarkan oleh seluruh jamaah kecuali Ibnu Majah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali, ia berkata: Rasulullah SAW mengutus satu
pasukan khusus dan mengangkat salah seorang Anshar menjadi komandan mereka. Tatkala
mereka telah keluar, maka ia marah kepada mereka dalam suatu masalah, lalu ia berkata,
Bukanlah Rasulullah SAW memerintahkan kalian untuk mentaatiku? Mereka menjawab,
Betul. Dia berkata lagi, Kumpulkanlah untukku kayu bakar oleh kalian. Kemudian ia
meminta api, lalu ia membakrnya, dan ia berkata, Aku berkeinginan keras agar kalian masuk ke
dalamnya. Maka seorang pemuda diantara mereka berkata. Sebaiknya kalian lari menuju
Rasulullah SAW dari api ini. Maka jangan terburu-buru (mengambil keputusan) sampai kalian
bertemu dengan Rasullah SAW. Jika beliau perintahkan kalian untuk masuk ke dalamnya, maka
masuklah. Lalu mereka kembali kepada Rasulullah SAW dan mengabarkan tentang hal itu.
Maka Rasulullah pun bersabda kepada mereka, Seandainya kalian masuk ke dalam api itu,
niscaya kalian tidak akan keluar lagi selama-lamanya. Ketaatan itu hanya pada yang maruf.
(HR. Bukhari-Muslim dari hadits Al-Amasy)

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita, bahwasannya
ketaatan hanya pada yang maruf, dan bukannya pada yang tidak maruf.

Ayat juga ini disebutkan oleh ulama sebagai hak para pemimpin yang menjadi kewajiban
rakyat. Sedangkan pada ayat sebelumnya QS. An-Nisa': 58, sebagai hak rakyat yang menjadi
kewajiban para pemimpin. Yaitu agar para pemimpin menunaikan amanat kepemimpinan dengan
sebaik-baiknya. Memberikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan memutuskan hukum di
antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.

11
Menurut Ustadz Ihsan Tanjung, ayat ini begitu populer dikumandangkan para jurkam di
musim kampanye. Dan oleh para pemimpin negeri ini ayat ini juga sering disitir ketika mereka
berpidato dihadapan alim ulama, ustadz, santri dan aktifis islam. tidak ketinggalan juga, para
pendukung thaghut (pemimpin yang tidak memberlakukan hukum Islam) menjadikannya sebagai
dalil untuk melegitimasi loyalitas dan ketaatan pada mereka. Kenapa bisa demikian? karena di
dalamnya terkandung perintah Allah agar ummat taat kepada Ulil Amri Minkum (para pemimpin
di antara kalian atau para pemimpin di antara orang-orang beriman).

"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu." (QS. An-Nisa: 59)

Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil Amri Minkum.
Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian selanjutnya yang sangat penting.
Mengapa? Karena justru bagian itulah yang menjelaskan ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum.
Bagian itulah yang menjadikan kita memahami siapa yang sebenarnya Ulil Amri Minkum dan
siapa yang bukan. Bagian itulah yang akan menentukan apakah fulan-fulan yang berkampanye
tersebut pantas atau tidak memperoleh ketaatan ummat.
Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa:
59)

Allah menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang sebenarnya ialah
komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada Allah (Al
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin sejati di antara orang-orang beriman tidak
mungkin akan rela menyelesaikan berbagai urusan kepada selain Al-Quran dan Sunnah Ar-
Rasul. Sebab mereka sangat faham dan meyakini pesan Allah:

12



"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS.
Al-Hujuraat: 1)

Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah Umar bin
Khattab radhiyallahu anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah kebijakan ijtihadi berupa
larangan bagi kaum wanita beriman untuk meminta mahar yang memberatkan kaum pria
beriman yang mau menikah. Tiba-tiba seorang wanita beriman mengangkat suaranya mengkritik
kebijakan Khalifah seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan kaum muminat untuk
menentukan mahar sesuka hati mereka. Maka Amirul Muminin langsung ber-istighfar dan
berkata: "Wanita itu benar dan Umar salah. Maka dengan ini kebijakan tersebut saya cabut
kembali...!"

Subhanallah, demikianlah komitmen para pendahulu kita dalam hal mentaati Allah dan
Rasul-Nya dalam segenap perkara yang diperselisihkan.

Makna Ulil Amri


Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas bahwa, Wa uulil amri minkum
(Dan Ulil Amri di antara kamu), maknanya adalah ahli fiqh dan ahli agama. Sedangkan menurut
Mujahid, Atha, Al-Hasan Bashri dan Abul Aliyah-begitu pula Ibnu Qayyim Al-Jauziyah-,
bermakna ulama. Ibnu Katsir menambahkan, Yang jelas bahwa Ulil Amri itu umum mencakup
setiap pemegang urusan, baik umara maupun ulama.

Ibnu Qayyim dalam Ilamul Muwaqiin mengatakan, Allah SWT memerintahkan


manusia agar taat kepada Ulil Amri, dan Ulil Amri itu tidak lain adalah ulama, akan tetapi
diartikan juga sebagai umara (pemerintah/tokoh formal masyarakat).

Jadi, tidaklah benar Ulil Amri bermakna satu-satunya pemimimpin dalam satu jamaah
tertentu.

Ibnu Katsir berkata, Ayat di atas (QS. An-Nisa: 59) adalah perintah untuk mentaati
ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman, Taatlah kepada Allah, yaitu ikutilah Kitab-Nya
(Al-Quran), Dan taatlah kepada Rasul, yaitu peganglah Sunnahnya, Dan Ulil Amri di antara

13
kamu, yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah,
bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena, tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka
maksiat kepada Allah.

Artinya taat kepada Ulil Amri ada batasannya, berbeda dengan taat kepada Allah dan
Rasul-Nya yang merupakan sesuatu yang mutlak.

Larangan Taqlid pada Ulil Amri


Ibnu Qayyim meneruskan dalam kitabnya tersebut, bahwasannya makna taat kepada Ulil
Amri adalah bertaqlid kepada apa yang mereka fatwakan. Akan tetapi hal yang tidak dimengerti
oleh orang-orang yang taqlid adalah bahwa Ulil Amri-seharusnya-hanya ditaati apabila tidak
keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Para ulama dalam hal ini hanya berfungsi
sebagai mediator (penyampai perintah dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat), sementara Umara
memegang peranan sebagai fasilitator demi kelancarannya. oleh karena itu, ketaatan kepada
mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Di bagian mana dalam
ayat ini yang menunjukkan prioritas pendapat para ulama atas Sunnah Rasulullah SAW, dan
anjuran untuk bertaqlid kepada pendapat-pendapat itu?

Ibnu Qayyim meneruskan, bahwa sesungguhnya ayat yang membicarakan tentang


ketaatan kepada Ulil Amri adalah alasan yang paling kuat untuk membantah dan memperjelas
kekeliruan taqlid. Kekeliruan tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi:

Pertama, perintah taat kepada Allah adalah perintah untuk melakukan segala apa yang
diperintahkannya, dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Kedua, Ketaatan kepada Rasul SAW. Dua bentuk ketaatan ini tidak akan dapat
ditunaikan oleh seorang hamba kecuali dengan mengenal dan tahu persis apa yang
diperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mengetahui perintah-perintah Allah dan
hanya bertaqlid kepada Ulil Amri, niscaya ia tidak mungkin mewujudkan ketaatannya
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ketiga, Di dalam sebuah riwayat ditemukan larangan untuk bertaqlid kepada Ulil Amri,
sebagaimana terdapat dalam riwayat yang bersumber dari Muadz bin Jabal, Abdullah bin
Masud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan lain-lain dari kalangan sahabat.
Teks riwayat itu telah kita ketahui dari 4 Imam besar Al-Matbu (yang diikuti).

14
Keempat, Allah SWT berfirman, Apabila kalian berselisih dalam sebuah urusan, maka
kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), sekiranya
kalian beriman kepada-Nya dan kepada hari kiamat. (QS. An-Nisa: 59)

Ayat ini dengan tegas menyalahkan taqlid dan melarang untuk mengembalikan
perselisihan pada pendapat seseorang atau pandangan satu madzhab tertentu. Wallahu a-lam.

Hadits Tentang Politik

1. Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu Na'im)
2. Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai pemimpin. (HR.
Bukhari)
3. Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin
Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena
ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa
ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-
pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka
menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang
yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia
menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah.
DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta
berada di tangan orang-orang kikir. (HR. Ad-Dailami)
5. Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)
6. Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
a. Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu dan bila
kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
b. Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau diam saja) tapi
bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan.
c. Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan perbuatan
yang menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan mengkhianatimu. (HR.
Ath-Thabrani)

15
7. Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka. (HR.
Ahmad)
8. Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka
memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun mimbar mereka
melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-
Thabrani)
9. Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan
(kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)
Keterangan: Hal tersebut karena dia menyalah-gunakan jabatannya dengan berbuat
yang zhalim dan menipu (korupsi dll).
10. Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hukum.
d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan pembunuhan.
e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an sebagai nyanyian.
f. Mereka mendahulukan atau mengutamakan seorang yang bukan paling mengerti fiqih
dan bukan pula yang paling besar berjasa tapi hanya orang yang berseni sastra lah. (HR.
Ahmad)
11. Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani
kaum lemah dan orang yang membutuhkannya maka Allah tidak akan mengindahkannya
pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
12. Khianat paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya. (HR.
Ath-Thabrani)
13. Menyuap dalam urusan hukum adalah kufur. (HR. Ath-Thabrani dan Ar-Rabii')
14. Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa maka hendaklah bersabar.
Sesungguhnya orang yang meninggalkan (membelot) jamaah walaupun hanya sejengkal
maka wafatnya tergolong jahiliyah. (HR. Bukhari dan Muslim)
15. Jangan bersilang sengketa. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu bersilang sengketa
(cekcok, bermusuh-musuhan) lalu mereka binasah. (HR. Ahmad)

16
16. Ka'ab bin 'Iyadh Ra bertanya, "Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai kaumnya,
apakah itu tergolong fanatisme?" Nabi Saw menjawab, "Tidak, fanatisme (Ashabiyah)
ialah bila seorang mendukung (membantu) kaumnya atas suatu kezaliman." (HR.
Ahmad)
17. Kaum muslimin kompak bersatu menghadapi yang lain. (HR. Asysyihaab)
18. Kekuatan Allah beserta jama'ah (seluruh umat). Barangsiapa membelot maka dia
membelot ke neraka. (HR. Tirmidzi)
19. Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang
imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin
dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri
pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan
(karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab
atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
20. Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah memberinya buah hatinya
dan jabatan tangannya maka hendaklah dia taat sepenuhnya sedapat mungkin. (HR.
Muslim)
21. Akan terlepas (kelak) ikatan (kekuatan) Islam, ikatan demi ikatan. Setiap kali terlepas
satu ikatan maka orang-orang akan berpegangan kepada yang lainnya. Yang pertama kali
terlepas ialah hukum dan yang terakhir adalah shalat. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
22. Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu), dalam masa
kesenangan (kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan kesempitan, dalam
kegiatanmu dan di saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun keadaan
itu merugikan kepentinganmu. (HR. Muslim dan An-Nasaa'i)
23. Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi
perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)
24. Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang, dan empat
orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jamaah. Sesungguhnya Allah Azza
wajalla tidak akan mempersatukan umatku kecuali dalam petunjuk (hidayah) (HR. Abu
Dawud)

17
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa hubungan Islam dan Politik itu
sangat berkaitan karena telah dijelaskan tentang aturan dan caracara dalam berpolitik yang sesuai
tuntunan Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu sistem politik Islam yang melihat dokumen-
dokumen dari Al-Quran ini memuat prinsip-prinsip politik berupa keadilan, musyawarah,
toleransi, hak-hak dan kewajiban, amar maruf dan nahi mungkar, kejujuran, dan penegakan
hukum.

Jadi dengan sistem dan peraturan-peraturan hukum yang sesuai dengan Al-Quran sudah
pasti sistem politik Islam lebih baik dibandingkan dengan sistem Politik yang lain.

SARAN

Dengan uraian di atas kita dapat menyadari bahwa apapun sistem politik yang di gunakan
disetiap Negara akan percuma kalau tidak didasari dengan kesadaran Iman dan Taqwa kepada
Allah oleh setiap pemimpin dan rakyatnya.

18
DAFTAR PUSTAKA
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/politik-islam-danpolitik-
jahiliyyah.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah
Politik dalam Islam
http://biosaefful.blogspot.co.id/2012/07/memahami-kontribusi-agama-dalam.html
Al-Quranul Karim
Riyadhus Sholihin, Karya Imam Nawawi
Tafsir Ibnu Katsir
Menuju Jamaatul Muslimin, Karya Husssain bin Muhammad bin Ali jabir, M.A.
Fiqh politik Hasan Al-Banna, Karya Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris.
Pilar-Pilar Asasi, Karya KH. Rahmat Abdullah.
Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Karya Hasan Al-Banna.
Biarkan Dakwah Bermertamorfosa, Karya Andree
Al-Islam, Karya Said Hawa
Aliran-Aliran Sesat Di Indonesia, Karya Hartono Ahmad Jaiz.

19

Anda mungkin juga menyukai