Administrasi negara dalam Islam dibangun berdasarkan falsafah: “Dan jika (orang
yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.
Dengan demikian administrasi bertujuan untuk memudahkan urusan dan
bukan untuk menekan apalagi memeras orang yang menghendaki kemaslahatannya
dipenuhi atau ditunaikan.
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kesempurnaan
dalam segala hal. Maka, Apabila kalian membunuh (dalam hukuman Qishas),
sempurnakanlah pembunuhannya. Dan Apabila kalian, menyembelih, maka
sempurnakanlah sembelihannya.” (HR. Imam Muslim).
Oleh karena itu, kesempurnaan dalam menunaikan pekerjaan jelas
diperintahkan oleh syara’. Agar tercapai kesempurnaan dalam menunaikan urusan
tersebut, maka penanganannya harus memenuhi tiga kriteria tersebut, 1) sederhana
dalam peraturan, karena dengan kesederhanaan itu akan menyebabkan kemudahan.
Kesederhanaan itu dilakukan dengan tidak memerlukan banyak meja, atau berbelit-
belit Sebaliknya aturan yang rumit akan menimbulkan kesulitan yang menyebabkan
para pencari kemaslahatan menjadi susah dan jengkel. 2) Cepat dalam
pelayanan,karena kecepatan dapat mempermudah bagi orang yang mempunyai
kebutuhan terhadap sesuatu untuk meperolehnya, dan 3) Pekerjaan itu ditangani oleh
orang yang ahli (professional). Sehingga semuanya mengharuskan kesempurnaan
kerja, sebagaimana yang dituntut oleh hasil kerja itu sendiri.
Sistem administrasi masa klasik (permulaaan Islam) berasimilasi dengan
lembaga asing guna menjalankan roda administrasi pemerintahanya. Di Syiria dan
Mesir misalnya, orang-orang Arab mengadopsi sistem Romawi, dan Persia
mereka mengadopsi sistem Persia. Selain daripada itu Sistem administrasi Islam pada
masa itu banyak diwarnai oleh semangat agama dan moral tinggi, yang mendominasi
hampir semua bidang pemerintahan dan administrasi pada masa Rasul serta Khulafa
ar-Rasyidin. “Takut kepada Allah”,
a. Prinsip Transparansi
Kebebasan inforrnasi atau transparansi adalah prinsip yang harus melekat pada
pemerintahan, sebagai jaminan bahwa masyarakat dapat mernpercayai
pernerintah. Prinsip transparansi dapat ditafsirkan dalam QS. Al Baqarah
ayat : 282. Meski ayat tersebut secara umum membahas tentang utang-piutang,
namun di sisi lain juga mengajarkan ten tang administrasi dan transparansi. Ayat
tersebut menyatakan bahwa apabila seseorang melakukan utang sebaiknya
melakukan pencatatan atau administrasi. Ayat tersebut juga menjelaskan
dalam suatu pencatatan utang sebaiknya ada saksi mata dalam kesepakatan,
ini ditunjukan sebagai transparansi melakukan utang sehinga tidak ada yang
ditutup-tutupi.
b. Prinsip Efektif dan Efisien
Al-Maslahatu yaitu usaha memaksimalkan kekuatan dan kemampuan yang
dimiliki dengan manajemen profesional. Islam mengajarkan umatnya agar
melakukan sesuatu secara optimal tanpa membuang waktu atau sumberdaya.
Prinsip efektif dan efisien sangatlah sejalan dalam prinsip Islam.
c. Prinsip Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas administrator publik atau pertanggungjawaban dari amanah
yang dipikul. Merupakan satu prinsip yang urgen bagi administrator.
Pertanggungjawaban merupakan keyakinan dad administrator publik bahwa ia
tidak boleh menyelewengkan wewenangnya demi kepentingan pribadi. Al-Quran
menjelaskan dalarn QS. Al-rnuddassir ayat 38, bahwa setiap orang yang
melakukan suatu perbuatan akan bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat.
Rasulullah juga menjelaskan dalarn Hadisnya bahwa setiap orang memiliki
tanggungjawab. Seorang pemimpin harus bertanggungjawab atas rakyatnya. Seorang
kepala keluarga bertanggungjawab pada keluarganya, bahkan seorang budak memiliki
tanggungjawab atas harta tuannya. Akuntabilitas akan membuahkan kredibilitas
administrator, Dengan akuntabilitas yang tinggi maka kecil kemungkinan
penyimpangan terjadi, bahkan dengan administrator yang memiliki akuntabilitas
tinggi akan memiliki daya tanggap yang tinggi pula atas isu dan permasalahan
yang ada.
d. Prinsip Profesional
Prinsip profesional merupakan prinsip yang berkaitan dengan sikap
administrator publik. Sikap ini mengharuskan pemimpin atau administrator
memiliki kenetralan dan teguh pada tugas yang dikerjakan. Profesional
memisahkan mana yang benar dan yang salah, serta berkeinginan kuat dal
am mengembangkan diri dalam memperbaiki diri. Dalam AI-Quran sikap
profesional termuat dalam QS. Asy Syarh ayat 7. Ayat tersebut menyebutkan
ketika telah selesai suatu pekerjaan, kerjakanlah pekerjaan lain dan bekerja
keraslah pada pekerjaan tersebut. Allah ingin mengatakan bahwa apabila
melakukan suatu pekerjaan hendaklah kita secara maksimal dalam melakukan
hal tersebut. Dalam Hadis nabi juga menyebutkan bahwa hanya menunggu
sebuah kehancuran apabila suatu amanat disia-siakan.
e. Kepastian Hukum
Dalam fiqh siyasab dasar hukum tertinggi adalah Al-Quran dan AI Sunnah.
Allah menurunkan Al-Quran sebagai pedoman pentingnya mengetahui suatu
hukum. Nabi juga mengajarkan bahwa pentingnya suatu kepastian hukum, hal
ini terlihat ketika Nabi Muhammad membuat Piagam Madinah. Piagam
Madinah yang telah dibentuk dan disepakati mengikat masyarakat supaya hidup
dengan teratur dan terarah. Pembuatan Piagam Madinah ditahun awal hijriah juga
merupakan tanda urgensinya peraturan ketika awal pemeri
Wizarah (Kementerian)
Wazir merupakan pembantu atau mitra terdekat dari kepala negara. Oleh sebab itu menurut
Ibnu Abi Rabi seorang wazir harus memiliki karakteristik tertentu diantaranya yang terpenting
adalah memiliki pengetahuan yang terkait dengan persoalan-persoalan keagamaan, memiliki
kecerdasan dan kelembutan hati. Pembantu-pembentu raja tersebut termasuk di dalamnya sekretaris
negara yang terdiri dari sekretaris militer, pajak, kehakiman, dan hadhara, institusi hijab (protokoler),
hakim dan pejabat daerah.
Wazir ada dua macam yakni Wazir Tafwidh (Menteri berkuasa Penuh) dan Wazir Tanfiz.
(Menteri pelaksana)_ Kedua lembaga ini sama-sama diangkat oleh Khalifah dan berfungsi
sebagai pembantunya.
Perbedaan antara keduanya :
1. Wazir Tafwidh tidak berhenti dengan meninggalnya khalifah sementara dan Wazir Tanfiz
manakala Khalifah meninggal maka secara otomatis jabatannya berakhir;
2. Wazir Tafwidh memiliki kekuasaan yang luas sementara Wazir Tanfiz terbatas pada satu
bidang tugas saja;
3. Wazir Tafwidh dapat mengangkat gubernur sedangkan Wazir Tanfiz tidak dapat.
4. Wazir Tafwidh harus Muslim sedangkan Wazir Tanfiz boleh non-Muslim
1. Pengertian Diwan
Divan, juga dieja diwan, atau dewan, dīwān Arab, dalam masyarakat Islam, sebuah
"register atau logbook (buku catatan)", dan kemudian "departemen keuangan", "biro
pemerintah", atau "administrasi". Dalam sastra Arab, istilah Diwan digunakan untuk
menyebut kumpulan puisi.. Seperti : Diwān Sultan Aḥmad. Orang Iran menggunakan istilah
divan sampai sekitar abad ke-19 untuk berarti pemerintah pusat secara umum, sedangkan di
Mughal India, dari masa Akbar (1556–1605), istilah tersebut terutama dikaitkan dengan
keuangan pemerintah, kepala menteri keuangan menjadi divan dengan sejumlah dawāwīn
provinsi di bawahnya.
Di Kekaisaran Ottoman, divan menjadi tempat kanselir yang dipimpin oleh wazir
agung, meskipun majelis konsultatif pejabat senior yang dipanggil oleh Selim I pada tahun
1515 juga disebut divan. Istilah ini awalnya diperluas untuk berarti ruang pertemuan para
pejabat penting pemerintah, yang kantornya dilengkapi dengan kasur dan bantal di sepanjang
dinding, menjelaskan perluasan arti dipan menjadi sofa. Perusahaan Hindia Timur Inggris,
selama periode pemerintahannya di India, menyebut administrasi pendapatannya "dewanee".
Di Turki modern, divan adalah unit administratif di daerah pedesaan.
Divan pertama muncul di bawah khalifah ʿUmar I (634–644) sebagai daftar catatan
nama-nama prajurit Arab yang berhak mendapatkan bagian dari rampasan perang, sewa dan
pajak property, yang dikenakan dari para petani dan pemilik tanah yang ditaklukkan,
termasuk uang pensiun mereka secara turun temurun. Belakangan istilah itu digunakan untuk
menandakan lembaga keuangan, dan, pada masa kekhalifahan Muʿāwiyah (661–680), yang
berarti biro pemerintah, misalnya, kanselir atau layanan pos.