Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dewasa ini kehidupan ekonomi telah menjadi standar kehidupan individu
dan kolektif suatu negara-bangsa. Keunggulan suatu negara diukur berdasarkan
tingkat kemajuan ekonominya. Ukuran derajat keberhasilan menjadi sangat
materialistk. Oleh karena itu, ilmu ekonomi menjadi amat penting bagi kehidupan
suatu bangsa. Namun demikian, pakar ilmu ekonomi sekaliber Masrhal
menyatakan bahwa kehdiupan dunia ini dikendalikan oleh dua kekuatan besar;
ekonomi dan keimanan (agama), hanya saja kekuatan ekonomi lebih kuat
pengaruhnya daripada agama.
Menampilkan pemikiran ekonomi para cendikiawan muslim terkemuka akan
memberikan kontribusi positif bagi umat Islam, setidaknya ada dua hal. Pertama,
membantu menemukan berbagai sumber pemikiran ekonomi Islam abad klasik
dan pertengahan, dan kedua, memberikan kemungkinan kepada kita untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perjalanan pemikiran ekonomi
Islam selama ini.
Kedua hal tersebut akan memperkaya ekonomi Islam abad klasik dan
pertengahan dan membuka jangkauan lebih luas bagi penyusunan konseptualisasi
dan aplikasinya. Kajian terhadap perkembangan sejarah ekonomi Islam
merupakan ujian empirik yang diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi. Yang
khas dari pemikiran para cendikiawan Muslim yang dikemukakan oleh Chapra
adalah bahwa mereka menganggap kesejahteraan umat manusia merupakan hasil
akhir dari interaksi panjang sejumlah faktor ekonomi dengan faktor-faktor lain
seperti moral, sosial, demografi dan politik. Semua faktor tersebut berpadu
menjadi satu, sehingga tidak ada satu faktor pun yang dapat memberikan
kontribusi optimal tanpa dukungan faktor yang lain.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem ekonomi di masa Rasulullah SAW.?
2. Bagaimana sistem ekonomi di masa Al-Khulafa Ar-Rasyidin?
3. Siapa sajakah tokoh dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:
4. Untuk mengetahui sistem ekonomi di masa Rasulullah SAW.
5. Untuk mengetahui sistem ekonomi di masa Al-Khulafa Ar-Rasyidin.
6. Untuk mengetahui tokoh dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Rasulullah SAW.


Pada hakikatnya adanya sistem ekonomi Islam bukanlah respon dari adanya
sistem ekonomi konvensional, melainkan sudah ada sejak zaman Rasulullah
SAW. Ketika Rasulullah diangkat sebagai kepala negara ,hal utama yang
dilakukan rasul adalah membangun sebuah kehidupan sosial yang besih dari
berbagai tradisi, ritual dan norma yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Seluruh kehidupan masyarakkat disusun berdasarkan nilai-nilai qur’ani, seperti
persaudaran, persamaan, kebebasan dan keadilan.
1. Strategi-Strategi Rasulullah SAW.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala negara , Rasulullah
membangun suatu strategi untuk mengubah keadaan negara (Madinah) agar
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Strategi itu diantaranya adalah :
a. Membangun masjid
Masjid adalah asas utama dan terpenting dalam pembentukan masyarakat
muslim. Rasulullah menyadari bahwa komitmen terhadap sistem, akidah,
dan tatanan Islam baru akan tumbuh dan berkembang dari kehidupan sosial
yang dijiwai oleh semangat yang lahir dari aktivitas masjid. Di tempat ini
kaum muslimin akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga tali
ukhuwwah dan mahabbah semakin terjalin kuat dan kokoh.
b. Merehabilitasi Kaum Muhajirin.
Setelah mendirikan masjid, Rasulullah memperbaiki tingkat kehidupan
sosial dan ekonomi kaum muhajirin (penduduk Makkah yang berhijrah ke
Madinah). Pada saat itu, sumber mata pencaharian kaum muhajirin hanya
bergantung pada pertanian dan pemerintah belum mampu untuk
memberikan bantuan keuangan pada mereka. Untuk memperbaiki keadaan
ini, Rasulullah menerapkan kebijakan yang sangat arif dan bijaksana, yaitu
menanamkan tali persaudaraan diantara meraka, yakni persaudaraan yang
berdasarkan agama (mengantikan persaudaraan yang berdasarkan darah).

3
c. Membuat Konstitusi Negara
Setelah melaksanakan kedua hal diatas, Rasulullah menyusun konstitusi
negara yang menyatakan tentang kedaulatan madinah sebagai sebuah
negara. Dalam konstitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan
tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara, baik
muslim maupun non-muslim, serta perahanan dan keamanan negara. Setelah
melakukan berbagai upaya stabilisasi di bidang sosial, politik serta
pertahanan dan kemanan negara, Rasulullah meletakkan dasar-dasar sistem
keuangan negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan al-quran. Seluruh
paradigma ekonomi yang yang tidak sesuai dengan ajaran islam dihapus dan
digantikan dengan paradigma baru yang sesuai dengan nialai-nilai Qurani,
yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan.

2. Keuangan
Sistem ekonomi yang diterapkan Rasulullah SAW. berakar dari prinsip
prinsip Al-Qur’an. Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah
menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia dalam
melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi.
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara dengan
Rasulullah sebagai kepala negaranya, Madinah hampir tidak memiliki sumber
pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan
secara gotong-royong dan sukarela. Pada masa ini, karakteristik pekerjaan masih
sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian yang penuh. Rasulullah sendiri
adalah seorang kepala negara yang juga merangkap sebagai ketua Mahkamah
Agung, Mufti besar, panglima perang tertinggi serta penanggung jawab seluruh
administrasi negara.
Pada masa pemerintahan Rasulullah, belum ada tentara dalam bentuk yang
formal dan tetap. Setiap muslim yang memiliki fisik yang kuat dan mampu
berperang bisa menjadi tentara. Mereka tidak memperoleh gaji yang tetap, tetapi
diperbolehkan mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Seperti: senjata,
kuda, onta, dan barang-barang bergerak lainnya.

4
a) Sumber-Sumber Pendapatan Negara
1) Harta rampasan perang
Pada masa pemerintahan Rasulullah belum ada ketentuan dalam
pembagian harta rampasan perang. Namun keadaan itu berubah setelah
turun surat Al-Anfal pada tahun kedua hijriyah. Dalam ayat ini Allah
menentukan tata cara pembagian harta ghanimah dengan formulasi sebagai
berikut :
a) Seperlima bagian untuk Allah dan Rasulnya (seperti untuk negara yang
dialokasikan bagi kesejahteraan umum, dan untuk para kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan para musafir. Bagian seperlima ini
dikenal dengan istilah khums. Pada umumnya, rasul membagi khums
menjadi 3 bagian: bagian pertama untuk dirinya dan keluarganya,
bagian kedua untuk kerabatnya dan bagian ketiga untuk anak-anak
yatim, orang-orang miskin seta para musafir.
b) Empat perlima bagian lainnya dibagikan kepada para anggota pasukan
yang terlibat dalam peperangan. Penunggang kuda memperoleh dua
bagian, yakni untuk dirinya sendiri dan untuk kudanya. Yang berhak
memperoleh bagian hanyalah tentara laki-laki saja sedangkan wanita
yang hadir untuk membantu keperluan tertentu tidak berhak
memperoleh bagian dari rampasan perang.
2) Zakat
Pada tahun kedua hijriyah, Allah SWT. mewajibkan kaum muslimin
menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Besar zakat ini adalah
1 sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis atau setengah sha’ gandum
untuk setiap orang muslim baik budak ataupun orang merdeka, laki-laki
ataupun perempuan, tua ataupun muda, serta dibayarkan sebelum shalat Ied.
Setelah kondisi perekonomian kaum muslimin stabil, tahap selanjutnya
Allah SWT. mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun kesembilan hijriyah.
Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela, yakni hanya berupa komitmen
perorangan tanpa ada aturan khusus atau batasan batasan hukum.
Pada masa Rasulullah SAW. zakat dikenakan pada hal-hal berikut :

5
a) Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, perhiasan
atau dalam bentuk lainnya.
b) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, perhiasan
atau dalam bentuk lainnya.
c) Binatang ternak, seperti unta, sapi, domba, dan kambing .
d) Berbagai jenis barang dagangan, termasuk budak dan hewan.
e) Hasil pertanian, termassuk buah-buahan.
f) Luqathah, harta benda yang ditinggalkan musuh
g) Barang temuan.
Selain sumber-sumber pendapatan tersebut, terdapat beberapa sumber
pendapatan lainnya yang bersifat tambahan (sekunder). Diantaranya adalah :
a) Uang tebusan para tawanan perang
b) Pinjaman-pinjaman untuk pembayaran diyat kaum muslimin bani
judzaimah atau sebelum pertempuran hawazin sebesar 3000 dirham
dari abduullah bin rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-
hewan tunggangan dari sofyan bin umayyah
c) Khums atas rikaz atau harta karun.
d) Amawal fadhilah, yakni harta yang berasal dari harta benda kaum
muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang muslim
yang telah murtad dan pergi meninggalkan negaranya.
e) Wakaf
f) Nawaib, yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin
yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama
masa darurat .
g) Zakat fitrah
h) Bentuk sedekah lain seperti hewan qurban dan kafarat. Kafarat adalah
denda atas kesalahan yang dilakukan kaum muslim saat ibadah.

b) Sumber-Sumber Pengeluaran Negara


Pengeluaran-pengeluaran negara selama masa pemerintahan Rasulullah
SAW. adalah sebagai berikut dibawah ini :

6
Primer Sekunder

a) Biaya pertahanan a) Bantuan untuk orang yang belajar


b) Penyaluran zakat dan ushr kepada di madinah
yang berhak menerimanya b) Hiburan untuk para delegasi
menurut ketentuan Al-quran keagamaan
c) Pembayaran gaji untuk wali, qadi, c) Hiburan untuk para utusan suku
guru, imam, muadzin, dan pejabat dan negara serta biaya perjalanan
negara lainnya mereka
d) Pembayaran upah para d) Hadiah untuk pemerintah negara
sukarelawan lain
e) Pembayaran utang negara e) Pembayaran untuk pembebasan
f) Bantuan untuk musafir kaum muslim yang menjadi budak
f) Pembayaran denda atas mereka
yang terbunuh secara tidak sengaja
oleh pasukan kaum muslim
g) Pembayaran utang orang yang
meninggal dalam keadaan miskin
h) Pembayaran tunjangan untuk
orang miskin
i) Pengeluaran rumah tangga
Rasulullah SAW. (hanya sejumlah
kecil, 80 butir kurma dan 80 butir
gandum untuk setiap istrinya)
j) Persediaan darurat

3. Baitul Mal
Rasulullah SAW. merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan
konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ke tujuh, yakni semua hasil
pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian
dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta hasil pengumpulan itu
adalah milik negara dan bukan milik individu. Meskipun demikian, dalam batas-

7
batas tertentu, pemimpin negara dan pejabat negara dapat menggunakan harta
tersebut untuk keperluan pribadinya.
Rasulullah SAW mulai merintis pembangunan Baitul Mal yang berfungsi
sebagai suatu muassasah (lembaga), yang menangani pengeluaran dan pendapatan
negara, serta berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta kaum Muslimin.
Pada masa pemerintahan Rasul, baitul mal terletak di Masjid Nabawi yang
ketika itu digunakan sebagai kantor pusat negara yang sekaligus berfungsi sebagai
tempat tingggal Rasul. Harta yang merupakan sumber pendapatan negara
disimpan di dalam masjid dalam jangka waktu singkat untuk kemudian
didistribusikan kepada masyarakat hingga tidak tersisa sedikitpun.

2.2 Sistem Ekonomi Pada Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidin


Setelah Rasulullah SAW. wafat, kepemimpinan beliau digantikan oleh 4
orang sahabatnya. Mereka itu dinamakan Khulafa Ar-rasyidin. Mereka itu
diantaranya adalah: Abu Bakar As-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan
dan Ali bin Abi Thalib.
1. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-shiddiq
Setelah Rasulullah SAW. wafat, Abu bakar As-shiddiq yang bernama
lengkap Abdullah ibnu Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih sebagai khalifah Islam
yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus pemimpin Negara.
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan ummat islam, Khalifah Abu
Bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikan
Rasulullah SAW. Ia sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat,
sehingga tidak terjadi kekurangan dan kelebihan dalam pembayarannya. Dalam
hal ini, beliau pernah berkata kepada Anas: “jika seseorang mempunyai
kewajiban untuk membayar zakat seekor unta betina berumur 1 tahun, tetapi ia
membayarnya dengan unta betina berumur 2 tahun maka hal yang demikian
dapat diterima akan tetapi petugas zakat akan memberinya 20 dirham atau 2 ekor
unta sebagai pengembalian dari kelebihan pembayaran zakatnya”. Dalam
kesempatan yang lain, beliau juga berkata kepada Anas: “kekayaan orang yang
berbeda tidak dapat digabungkan atau kekeyaan yang telah digabung tidak dapat

8
dipisahkan (karena dikhawatirkan akan terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayaran zakat)”. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai
pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan
seluruhnya pada kaum muslimin hingga tidak ada yanga tersisa.
Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Abu bakar menerapkan prinsip
kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama pada semua sahabat
Rasulullah SAW. Dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih
dahulu masuk islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang
merdeka, dan antra pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan
beriman, Allah SWT. Yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam
masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik dari pada prinsip
keutamaan.
Selama masa pemerintahan beliau, harta baitul mal tidak pernah menumpuk
dalam jangka waktu lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum
muslimin, bahkanketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam
perbendaharaan negaranya. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan
agregate demand dan agregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total
pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang
yang kaya dengan yang miskin.
Abu Bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil penaklukan.
Sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi
tanggungan negara. Disamping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orang-
orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan ummat islam
secara keseluruhan.

2. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab


Ketika Abu Bakar menginginkan pergantian kepemimpinan, Abu Bakar
melakukan musyawarah dengan dengan para pemuka sahabat untuk mencari calon
penggantinya. berdasarkan hasil musyawarah, Umar bin Khattab lah yang terpilih
menjadi khalifah Islam yang kedua.

9
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 10 tahun, Umar bin
Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah islam meliputi jazirah arab,
sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, Mesir), serta seluruh
wilayah Persia, termasuk Irak. Dengan terjadinya perluasan wilayah yang sangat
cepat, Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh persia.
Administrasi pemerintah diatur menjadi 8 wilayah provinsi: Makkah, Madinah,
Syria, Jazirah Arab, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir.
a. Pendirian Lembaga Baitul Mal
Cikal bakal lembaga Baitul Mal yang telah dicetuskan dan difungsikan oleh
Rasulullah SAW. serta diteruskan oleh Abu Bakar Al-shiddiq, semakin di
kembangkan fungsinya pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab
sehingga menjadi lembaga yang regular dan berpanen. Pembangunan institusi
Baitul Mal yang dilengkapi dengan system administrasi yang tertata baik dan
rapih merupakan kontribusi terbesar yang diberikan khalifah Umar bin Khattab
kepada dunia Islam dan kaum muslimin.
Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal di latarbelakangi
oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur
Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar
500.000 dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 hijriah. Oleh karena jumlah tersebut
yang cuukup besar, Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak
bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana baitul mal
tersbut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, khalifah Umar memutuskan
untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan,
baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji tentara maupun berbagai
kebutuhan ummat lainnya.
Untuk mendistribusikan harta baitul mal, khalifah Umar mendirikan
beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :
1) Departemen pelayanan militer. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam
peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah
tanggungan keluarga .

10
2) Departemen kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggungjawab
terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif. Besarnya gaji
ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang diterima harus
mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari praktik suap dan
jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupin terjadi perbedaan, hal
itu tetap dalam batas-batas kewajaran
3) Departemen pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran islam
beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
4) Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang
yang menderita.
Bersamaan dengan reorganisasi Lembaga Baitul Mal, sekaligus sebagai
perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi jaminan sosial, Khalifah
umar membentuk sistem diwan. Menurut pendapat terkuat, hal ini dipraktikkan
pertama kali pada tahun 20 H. Dalam hal ini, beliau menunjuk sebuah komite
nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan
Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan tingkat
kepentingan dan golongannya.
Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk
setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan
kepada mereka adalah sebagai berikut :
Penerima Jumlah

1) Aisyah dan Abbas bin Abdul Muthalib masing-masing 12.000


dirham

2) Para istri Nabi selain Aisyah masing-masing 10.000


dirham

3) Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar masing-masing 5000


dirham

4) Para pejuang Uhud dan migran ke Abysina masing-masing 4000

11
dirham

5) Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul masing-masing 3000


Makkah dirham

6) Putra-putri para pejuang badar, orang-orang masing-masing 2.000


yang memeluk islam ketika terjadi peristiwa dirham
Fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin
dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah,
Uballa dan orang-orang yang menghadiri
perjanjian Hudaibiyah.

Orang-orang Makkah yang bukan temasuk kaum Muhajirin mendapat


tunjangan 800 dirham, warga madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di
Yaman, Syria, dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hinga 300 dirham,
serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui maisng-masing
memeperoleh 100 dirham. Disamping itu, kaum Muslimin memperoleh tunjangan
pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Peran
negara yang turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan
dan pakaian bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali
terjadi dalam sejarah dunia.

b. Kepemilikan Tanah
Kebijakan ini diterapkan Khalifah Umar bin Khattab pada saat wilayah
kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah yang berhasil
ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun melalui jalan damai. Hal ini
menimbulkan permasalahan baru, yaitu kebijakan apa yang akan diterapkan
negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut. Para
tentara dan sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan itu dibagikan
kepada mereka yang terkibat dalam peperangan sementara sebagian kaum
muslimin lainnya menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang
diantara mereka yang menolak, mengatakan, “Apabila engkau membagikan tanah
tersebut, hasilnya tidak akan menggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi

12
milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhan akan
menjadi milik seseorang saja. Ketika generasi selanjutnya datang dan mereka
mempertahnkan islam dengan sangat berani namun mereka tidak akan
menemukan apapunyang tersisa . oleh karena itu , carilah sebuah rencana yang
baik dan tepat untuk mereka yang datang pertama dan yang datang kemudian”.
Khalifah Umar bersikap sesuai saran tersebut. Dalam memeprlakukan tanah-
tanah taklukan, beliau tidak membagi-bagikannya kepada kaum muslimin, tetapi
membitarkan tanah tersebut tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar
kharaj dan jizyah. Beliau beralasan bahwa penaklukan yang dilakukan pada masa
pemerintahannya meliputi tanah yang demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan
dikhawatirkan akan mengarah kepada praktik tuan tanah. Khalifah Umar juga
melarang bangsa arab untuk menjadi petani karena mereka bukan ahlinya.
Menurutnya, tindakan memberikan lahan kepada mereka yang bukan
ahlinya sama saja dengan perampasan hak-hak publik. Beliau juga menegaskan
bahwa negara juga berhak untuk mengambil alih tanah yang tidak dimanfaatkan
pemiliknya dengan memberikan ganti rugi secukupnya. Dalam hal ini, Khalifah
Umar menerapkan beberapa peraturan sebagai berikut :
1) Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan peperangan, menjadi milik muslim
dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan wilayah yang
berada dibawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemiliknya dan
kepeilikan tersebut dapat dialihkan.
2) Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada dibawah kategori
pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. dengan
demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah Ushr.
3) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selam mereka membayar kharaj
dan jizyah.
4) Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang
diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh kaum muslimin
diperlakukan sebagai tanah Ushr.
5) Di sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran
lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah tersebut

13
dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah
atau cengkeh) dan perkebunan.
6) Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah dibebankan
pajak sebesar dua dinar, disamping tiga irdab gandum, dua qist untuk setiap
minyak, cuka dan madu dan rancangan ini telah disetujui Khalifah.
7) Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian tanah
dengan kaum muslimin, beban pajak untuk setiap orang sebesar satu dinar
dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi perjarib (ukuran) tanah.

c. Zakat
Seperti halnya Baitul Mal, Zakat juga sudah ada sejak zaman Rasulullah.
Hanya saja pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, zakat lebih
dikembangkan lagi. Pengembangan tersebut diantaranya adalah :
1) Adanya kewajiban zakat terhadap kuda dan budak, yang mana pada zaman
Rasul kedua hal tersebut tidak dikenakan zakat.
2) Adanya Khums zakat terhadap karet yang ditemukan di semenanjung
Yaman, anatara Aden dan Mukha dan hasil laut karena barang-barang
tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah SWT.
3) Adanya kewajiban zakat terhadap madu. Zakat yang ditetapkan adalah
seperduapuluh untuk madu yang diperoleh dari pegunungan dan
sepersepuluh untuk madu yang diperoleh dari peternakan lebah.

d. Ushr
Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan
biasa membayar pajak (Ushr) jual beli. Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai
barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Akan tetapi setelah islam hadir
dan menjadi sebuah negara yang berdaulat di semenanjung Arab, Nabi mengambil
inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar
provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang
ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk pada
kekuasaannya. .

14
Pada masa Khalifah Umar, beliau membebankan Ushr sepersepuluh hasil
pertanian kepada para pedagang manbij. Orang manbij adalah orang harbi yang
meminta izin kepada khalifah memasuki negara muslim untuk melakukan
perdagangan dengan membayar sepersepuluh dari nilai barang . setelah
berkonsultassi dengan beberapa sahabat, Umar memberikan izin. Tetapi terdapat
kasus khusus ketika Abu Musa al-Asyari menulis surat kepada Umar yang
menyatakan bahwa pedagang muslim dikenakan pajak sepersepuluh ditanah harbi.
Akhirnya, khalifah Umar menyarankan agar membalasnya dengan mengenakan
pajak pembelian dan penjualan yang normal kepada mereka. Ada perbedaan versi
menurut ringkat ukurannya . tingkat ukuran yang paling umum digunakan adalah :
1) 2,5 % untuk pedagang muslim
2) 5 % untuk pedagang kafir dzimmi
3) 10 % untuk pedagang kafir harbi (dengan asumsi harga barang melebihi 200
dirham)
Pembebanan Ushr kepada suatu barang hanya sekali dalam setahun, walaupun
barang tersebut diperbarui.

e. Sedekah dari Non-Muslim


Selain dari pendapatan yang diperoleh dari orang muslim , pendapatan
negara ternyata juga diperoleh dari non muslim. Orang non muslim tersebut
adalah Bani taghlib, satu-satunya golongan ahli kitab yang yang membayar
sedekah dan kekayaan mereka berupa hewan ternak. Bani Taghlib merupakan
suku Arab kristen yang gigih dalam peperangan. Sebenarnya khalifah Umar
mengenakan jizyah kepada mereka, namun mereka terlalu gengsi dan lebih
memilih membayar sedekah.

f. Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara


Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Umar
mengklasifikasikan pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu
1) Pendapatan zakat dan ushr. Pendapatan ini didistribuskan di tingkat lokal
dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mal

15
pusat dan dibagikan kepada 8 Ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam
Al-Quran
2) Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada
para fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa
membedakan apakah ia seorang muslim atau bukan.
3) Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ushr, dan sewa tanah. Pendapatan ini
digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk
menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer dan sebagainya.
4) Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para
pekerja, pemelihara anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.

g. Pengeluaran
Efisiensi dan efektiftas merupakan lanadasan pokok dalam kebijakan
pengeluaran negara. Dalam Islam hal itu dipandu oleh kaidah-kaidah syariah yaitu
kemaslahatan dan penentuan skala prioritas. Dengan demikian Khalifah Umar
mengalokasikan pendapatan negaranya untuk hal- hal berikut :
Primer Sekunder

a. biaya pertahanan a. beasiswa bagi pelajar ke Madinah


b. penyaluran ushr kepada para b. hiburan untuk delegasi asing
mustahiq c. hadiah untuk pemerintah negara
c. membayar gaji pegawai, guru, lain
imam, qadhi, dan pejabat negara d. membayar denda atas mereka yang
d. biaya fasilitas kehakiman mati terbunuh secara tidak sengaja
e. biaya pencetakan dirham baru oleh kaum muslim
f. lampu penerang masjid e. pembayaran utang orang islam
g. biaya perluasan masjidilharram yang meninggal dalam keadaan
h. biaya penyimpanan harta zakat miskin
i. mambayar upah sukarelawan f. pembayaran tunjangan untuk orang
j. membayar utang negara miskin
k. bantuan imergensi dan musafir g. persediaan darurat

16
Inilah garis besar pengeluaran negara pada masa ppemerintahan Khalifah
Umar yang berdasarkan pada kemaslahatan umum dan skala prioritas.

3. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan


Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan yang berlangsung
selama 12 tahun, khalifah utsman berhasil melakukan ekspansi ke wilayah
Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari Persia,
Transoxania dan Tabaristan. Beliau juga berhasil menumpas pemberontakan di
daerah khurasan dan Iskandariah.
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah Utsman bin
Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khattab.
Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, beliau melakukan pembuatan
saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian
secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.
Khalifah Utsman bin Affan tetap memperhatikan system pemberian bantuan
dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang
berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat, beliau memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang
lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta baitul mal, khalifah
Utsman Bin Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar bin
Khattab.
Dalam hal zakat, Khalifah Utsman berpendapat bahwa zakat hanya
dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang
yang bersangkutan. Beliau juga mengurangi zakat dari dana pensiun. Selama
menjadi Khalifah, Utsman bin Affan malakukan peningkatan dalam hal
pengeluaran. Peningkatan pengeluaran itu diantaranya adalah, peningkatan
anggaran dibidang pertahanan dan kelautan, pembangunan berbagai wilayah
taklukan baru dan peningkatan dana pensiun sebesar 100 dirham. Untuk
mencukupi seluruh pengeluaran tersebut, Khalifah Utsman bin Affan membuat
perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa Gubernur. Sebagai
hasilnya, jumlah pemasukan Kharaj dan jizyah yang berasal dari mesir meningkat

17
dua kali lipat, yakni dari 2 juta menjadi 4 juta dinar. Hal itu terjadi setelah
dilakukan pergantian Gubernur dari Amr kepada Abdullah bin Saad. Namun hal
ini mendapat kecaman dari Amr. Menurutnya, pemasukan besar yang diperoleh
Gubernur Abdullah bin Saad tersebut merupakan hasil pemerasan penguasa
tehadao rakyatnya.
Selain itu, dalam rangka usaha meningkatkan pendapatan negara, Khalifah
Utsman membagi-bagikan tanah negara kepada individu-individu untuk tujuan
reklamasi. Dari hasil kebijakan ini, negara memperoleh pendapatan sebesar 50
juta dirham, naik 41 juta dirham jika dibandingkan pada masa Khalifah Umar bin
Khattab yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut.
Pada enam tahun kedua masa pemerintahannya, tidak terdapat perubahan
situasi ekonomi yang cukup signifikan. Bebagai kebijakannya yang banyak
menguntungkan keluarganya menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam
pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahnnya
lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang
Khalifah.

4. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib


Setelah diangkat menjadi Khalifah islam yang ke empat, Ali bin Abi thalib
langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat
yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada
orang-orang kesayangan Utsman dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar bin Khatab.
Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib hanya berlangsung selama enam
tahun. Dalam masa itu banyak diwarnai dengan ketidakstabilan politik,
diantaranya, pemeberontakan Thalhah, Zubair bin Awwam, Aisyah yang
menuutut ketian Khalifah Utsman bin Affan, permusuhan Bani umayaah dan
pemberontakan golongan Khawarij (mantan pendukung Khalifah Ali bin Abi
Thalib yang kecewa terhadap keputusa Tahkim pada perang Shiffin).
Walaupun di masa pemerintahnnya banyak terjadi kekecauan politik,
Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untu melaksanakan kebijakan terbaik

18
yang dapat mendorong terciptanya kesejahteraan ummat Islam. Menurut sebuah
riwayat, beliau secara suka rela menarik diri dari datar penerima dana Baitul Mal,
bahkan menurut riwayat yang lain, beliau memberikan sumbangan sebesar 5000
dirham setiap tahun kepada Negara.
Selama menjadi Khalifah, beliau menetapkan pajak terhadap para pemilik
hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah,
memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunkan sebagai bumbu
masakan. Selain itu, beliau juga memperkenalkan prinsip utama dari pemerataan
distribusi uang rakyat. System distribusi setiap pekan sekali uuntuk pertama
kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran.
Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai
penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi terbaik dari sudut pandang hukum
dan kondisi negara yang sedang dalam masa transisi.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran anggaran
kurang lebih sama dengan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab,
hanya saja dalam pendistribusian harta Baitul mal, khalifah Ali bin Abi Thalib
lebih memilih untuk mendistribusikan semuanya, hal ini berbeda dengan masa
pemerintahan Umar yang menyisakan harta Baitul Mal untuk kepentingan darurat.
Selain itu, khalifah Ali juga menghilangkan anggaran untuk pertahanan laut yang
sebelumnya anggaran tersebut oleh Utsman bin Affan, hal ini dikarenakan hampir
seluruh wilayah tepi pantai adalah dibawah kekuasaan Muawiyyah (Muawiyyah
adalah salah satu orang yang bermusuhan dengan Khalifah Ali).

2.3 Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan Pemikirannya


Perkembangan pemikiran ekonomi Islam terbagi menjadi tiga fase, berikut
tokoh-tokoh yang ada dalam tiga fase tersebut :
1. Fase Pertama
a. Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)
Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Sabit bi Zauti, ahli hukum agama Islam
dilahirkan di Kufah pada 699 M semasa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan. Abu hanifah juga merupakan pedagang di Kufah yang ketika itu

19
merupakan pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian yang sedang
melaju dan berkembang. Pada masa itu, salah satu transaksi yang terkenal
adalah salam, yaitu suatu transaksi jual beli dimana barang dikirim setelah
pembeli melakukan pembayaran pada saat akad disepakati. Namun Abu
Hanifa mengkritisi kontrak transaksi tersebut karena dapat menimbulkan
perselisihan antara pemesan barang dengan yang membelikan barang. Ia
mencoba menghilangkan perselisihan tersebut dengan persyaratan untuk
melakukan transaksi akad salam itu dengan cara menyertakan kejelasan-
kejelasan lainnya yaitu, jenis barang yang dipesan, kualitas barang seperti
apa, kuantitasnya, waktu pengiriman dan tempat pengiriman barang,
kesemuanya itu harus jelas. Ia memberikan persyaratan bahwa komoditas
tersebut harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan waktu pengiriman.
Pengalaman dan pengetahyan tentang dunia perdagangan yang didapat
langsung oleh Abu Hanifah sangat membantunya dalam menganalisis
masalah tersebut. Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan
ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi. Hal ini merupakan
salah satu tujuan syarriah dalam hubungannya dengan jual beli.
Pengalamannya di bidang perdagangan memungkinkan Abu Hanifah dapat
menetukan aturan-aturan yang adil dalam transaksi ini dan transaksi sejenis.
Di samping itu, Abu Hanifah mempunyai perhatian yang besar tehadap
orang-orang yang lemah. Ia tidak akan membebaskan kewajiban zakat
terhadap perhiasan, dan sebaliknya membebaskan pemilik harta yang dililit
utang dan tidak sanggup menebusnya dari kewajiban membayar zakat. Ia
juga tidak memperkenankan pembagian hasil panen (muzara’ah) dalam
kasus tanah yang tidak menghasilkan apa pun. Hal ini dilakukan untuk
melindungi para penggarap yang umumnya adalah orang-orang lemah.

b. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)


Nama lengkap dari Abu Yusuf adalah Ya’qub ibn Ibrahim ibn Sa’ad
ibn Husein al-Anshori. Beliau lahir di Kufah pada tahub 113 H dan wafat
pada tahun 182 H. Abu Yusuf berasal dari suku Bujailah, salah satu suku

20
bangsa Arab. Menurut Euis Amalia yang dia kutip dari Abdul Aziz Dahlan,
Keluarganya disebut Anshori karena dari pihak ibu masih mempunyai
hubungan dengan kaum Anshar.
Abu Yusuf tertarik untuk mendalami ilmu fiqh. Ia mulai belajar fiqh
pada Muhammad ibn Abdurrahman ibn Abi Laila (w. 148 H; seorang ulama
dan pejabat hakim di Kufah. Selanjutnya ia belajar pada Imam Abu Hanifah,
pendiri mazhab Hanafi. Beliau belajar pada Imam Abu Hanifah selama 17
tahun.
Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid ia memangku jabatan
sebagai Qadi al Qudah (hakim) dan dimintai untuk menlis buku umum yang
akan dijadikan sebagai pedoman dalam administrasi keuangan. Buku
tersebut kemudian dikenal dengan nama kitab al-Kharaj.
Dalam mukaddimahnya, Abu Yusuf menulis: “telah saya tulis apa
yang telah menjadi permintaan tuan, saya pun telah menjelaskan secara
rinci. Oleh karena itu pelajarilah. Say telah bekerja keras untuk itu dan
saya berharap agar tuan dan kaum muslimin member masukan. Hal itu
karena semata-mata mengharap ridho Allah serta takut akan azab-Nya.
Bila kitab ini sudah jelas, saya berharap agar tuan tidak memungu pajak
dengan caracara yang zalim dan berbuat tidak baik terhadap rakyat tuan.”
Abu Yusuf lebih menyetujui bahwasannya negara mengambil dari
hasil pertanian dari para penggarap dibandingkan dengan sewa lahan kepada
penggarap. Dalam pandangannya, hal ini lebih adil jika diambil dari hasil
panen dibandingkan dengan sewa, karena jika dengan sistem sewa baik
nantinya panen berhasil ataupun tidak penggarap tetap wajib untuk
membayar. Hal ini yang akan merugikan penggarap. Abu Yusuf menantang
keras pajak pertanian. Ia menyarankan agar petugas pajak diberi gaji dan
mereka harus selalu diawasi untuk mencegah korupsi dan praktik
penindasan. Abu Yusuf menekankan pentingnya prinsip keadilan,
kewajaran, dan penyesuaian terhadap kemampuan membayar perpajakan,
serta perlunya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Negara. Kekuatan
utama pemikiran Abu Yusuf adalah dalam masalah keuangan publik.

21
c. Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani (132-189 H/750-804 M)
Abu Abdillah Muhammad bin Hasan bin Farqad Asy-Syaibaninlahir
pada tahun 132 H (750 M) di kota Wsith, ibukota Irak pada masa akhir
pemerintahan Bani Umawiyyah. Bersama orangtuanaya, Imam asy-Syaibani
pindah ke kota Kufah yamg ketika itu merupakan salah satu pusat kegiatan
ilmiah. Di kota terssebut, ia belajar fiqh, sastra, bahasa, dan hadis kepada
para ulama setempat.
Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Imam asy-Syaibani, para
ekonom muslim banyak merujuk pada kitab al-Kasb, sebuah kitab yang lahir
pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini mengemukakan
kajian mikro ekonomi yang berkisar pada teori kasb (pendapatan) dan
sumber-sumbernya serta pedoman perilaku produksi dan konsumsi.
Imam asy-Syaibani mendefinisikan al-kasb (kerja) sebagai mencari
perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Setelah membahas kasb
fokus perhatian Imam ay-Syaibani tertuju pada permasalahan kaya dan fakir.
Menurutnya sekalipn banyak dalil yang menunjukan keuatamaan sifat-sifat
kaya, sifat-sifat kafir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia
menyatakan apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan
kemudian bergegas kepada kebajikan, sehingga mencurahkan kepada urusan
akhiratnya, adalah lebih baik dari mereka.
Asy-Syaibani menklasifikasikan jenis pekerjaan kedalam 4 hal: yakni
ijarah (sewa-menyewa), tijarah (perdagangan). Zira’ah (pertanian) dan
shinaah (industry). Ia menilai pertanian sebagai lapangan perkerjaan yang
baik, padahal masyarakat arab pada saat itu lebih tertarik untuk berdagang
dan berniaga. Dalam suatu risalah yang lain, yakni kitab al-asl, asy-syaibani
telah membahas masalah kerja sama usaha dan bagi hasil. Secara umum,
pandangan-pandang asy-syaibani yang tercermin dari berbagai karya nya
cenderung dengan perilaku ekonomi seorang muslim sebagai individu.

22
d. Abu Ubayd Al-Qasim Ibnu Sallam (w. 224 H/838 M)
Menurut Euis Amalia yang dia kutip dari Rifa’at Al-awdy, Nama
lengkap beliau adalah Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam bin Miskin bin Zaid
al-Azdhi. Hidup semasa daulah Abassiah mulai dari khalifah al-Mahdi
(158/775). Beliau dilahirkan di kota Bahra (harat) diprovinsi Khurasan pada
tahun 154 H dan wafat di Makkah 224 H. Ayahnya keturunan Byzantium,
maula dari suku Azd.
Pemikiran Abu Ubaid yang tertuang dalam kitab al-Amwal dalam
bahasan pertama adalah peranan Negara dalam perekonomian yang
mengulas tentang hak Negara atas rakyat dan hak rakyat atas Negara,
dimana analisis yang digunakan beliau merujuk pada kaidah hadits-hadits
yang berkaitan dengan pemerintahan. Kitab al-Amwal membahas
pengumpulan dan penyaluran zakat, khums, kharaj, fay dan berbagai sumber
penerimaan lainnya. Kitab al-Amwal Abu Ubaid secara khusus memusatkan
perhatian sekitar keuangan publik, analisis yang beliau titik beratkan adalah
pada praktek yang dilakukan Rasulullah, Khulafaurasyidin, terutama Umar
bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz sebagai contoh ideal dalam
pengelolaan keuangan publik. Institusi yang mengelola disebut Baitul Mal.

e. Harith bin Asad Al-Muhasabi (w. 243H/859M)


Harith bin asad al-muhasabi menulis bukunya berjudul al-makasib
yang membahas cara-cara memperoleh pendapat sebagai mata pencaharian
melalui perdagangan, industry dan kegiatan ekonomi produktif lainnya.

f. Ibnu Miskwaih (w. 421 H/1030M)


Ibnu miskwaih dalam bukunya, Tahlidib al-akhlaq, banyak berperan
dalam tataran filosof etis dalam upaya untuk mensintesiskan pandangan-
pandangan aritotalaes dengan ajaran islam.

23
g. Mawardi (w. 450 H/1050M)
Pemikiran mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya yang
berjudul, al-ahkam al-sulthoniyyah dan al-din wa’I dunya. Buku yang
pertama banyak membahas tentang pemerintah dan adiminstrasi, berisi
tentang; kuwajiban pemerintah, penerimaan dan pengeluaran Negara,
tanah(Negara dan masyarakat), hak progresif Negara untuk menghibahkan
tanah, kuwajiban Negara untuk mengawasi pasar, dan lain-lain. Buku yang
kedua banyak yang membahs prilaku ekonomi muslim secara individual.

2. Fase kedua
a. Al-Ghazali (451-505 H/1055/1111M)
Beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad
ath-Thusi asy-Syafii al-Ghazali, lebih terkenal dengan Imam al-Ghazali atau
HUjjah al-Islam Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Jumadil Akhir 50 H/18
Desember 1058 di Thus yang pada waktu itu termasuk wilayah Khurasan,
Persia atau Iran pada saat ini.
Al-Ghazali dikenal memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai
bidang. Bahasaan nya tentang ekonomi dapat ditemukan dalam karya
monumental nya ihya ‘ulum al-Din. Dalam pandangan al-Ghazali, kegiatan
ekonomi merupaka amal kebajikan yang dianjurkan dalam islam. Kegiatan
ekonomi harus ditujukan mencapai maslahah untuk memperkuat sifat
kebijaksanaa, kesederhanaa, dan keteguhan hati manusia. Lebih jauh al-
Ghazali membagi manusia kedalam 3 kategori, yaitu: pertama, orang yang
kegiatan hidupnya sedemikian rupa sehingga melupak tujua-tujuan akhirat,
golongan ini akan celaka, kedua, orang yang sangat mementingkan tujuan
akhirat dari pada tujuan duniawi, golongan ini akan beruntung, ketiga,
golongan pertengahan/kebanyakan orang, yaitu mereka yang kegiatan
duniawi nya sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.
Bagi Al-Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”.
Dalam al-Ihya, ia menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Ia
mengibaratkan uang sebagai cermin. Cermin tidak punya warna namun

24
dapat merefleksikan semua warna. Jadi, uang tidak punya harga namun
dapat merefleksikan semua harga. Uang bukan komoditas sehingga tidak
dapat diperjual belikan. Memperjualbelikan uang ibarat memenjarakan uang,
sebab hal ini dapat akan mengurangi jumlah uang yang berfungsi sebagai
alat tukar. Uang dapat saja tidak terbuat dari emas atau perak, misalnya uang
kertas, tetapi pemerintah wjib menyatakannya sebagai alat pembayaran yang
resmi. Ia menyatakan bahwa pemalsuan uang (maghsyusy) sangat berbahaya
karna dampaknya berantai, bahkan lebih berbahaya dari pada pencurian
uang.
Al-Ghazali juga banya menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang
dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan Islam. Riba merupakan
praktik penyalahgunaan fungsi uang dan berbahaya, sebagaimana juga
penimbunan bahan-bahan pokok untuk kepentingan individual. Ia juga
menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakn faktor yang dapat
menyebabkan penurunan ekonomi, karnanya pemerintah harus
memberantasnya. Pemerintah tidak diperbolehkan memungut pajak melebihi
ketentuan syariat, kecuali jika sangat terpaksa.

b. Ibnu Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)


Nama lengkapnya adalah Taqi al-din Ahmad bin Abd. Al-Halim bin
Abd. Salam bin Taimiyah. Ia lahir di Harran 22 Januari 1263 M (10
Rabbiual Awal 661 H). Ayah nya Abdal-Halim, paman nya Fakhruddin dan
kakenya Maduddin merupakan ulama besar dari mahzab Hambali. Ibnu
Taimiyah adalah seorang fuqaha mempunyai pemikiran dalam berbgai
bidang ilmu yang luas, termasuk dalam bidang ekonomi. Pemikiran nya
yang revolusioner yakni gerakan tajdid (pembaharu) dan ijtihadnya dalam
bidang muamalah, membuat namanya terkenal di seluruh dunia.
Fokus perhatian Ibnu Taimiyah terletak pada masyarakat, fondasi
moral dan bagaimana mereka harus membawakan diri nya sesuai dengan
syariah. Ia juga mendiskusikan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
perilaku ekonomi individu dalam kontek hidup bermasyarakat, seperti akad

25
dan upaya menaatinya, arga yang wajar dan adil, pengawasan pasar,
keuangan Negara dan peranan Negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup
rakyatnya. Dan transaksi ekonomi focus perhatian ibnu Taimiyah tertuju
pada keadilan yang hanya dapat terwujud jika semua akad berdasarkan
kepada kesediaan menyepakati dari semua pihak. Agar lebih bermakna
kesepakatan ini harus didasarkan kepada informasi yang memadai.
Pandangan Ibnu Taimiyah tentang kebijakan pubik juga meliputi
pembahasan tentang pengaturan uang, peraturan tentang timbangan dan
ukuran, pengawasan harga serta pertimbangan pengenaan pajak yang tinggi
dalam keadaan darurat. Secara umum, pandang-pandangan ekonomi Ibnu
Taimiyah cenderung bersifat normatif. Namun demikian terdapat beberapa
wawasan ekonominya yang dapat di katagorikan sebagai pandangan
ekonomi positif.

c. Ibnu Khaldun (732-808 H/1322-1404 M)


Ibnu khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H/
27 Mei 1332 M. Ia mempunyai nama lengkap Abdurrahman Abu Zaid
Waliuddin Ibn Khadun. Waliudin adalah gelar yang diberikan kepadanya
sewaktu ia menjabat sebagai qadhi di mesir. Ibnu Khaldun merupakan
ekonom Muslim yang terkenal karna sedemikian cemerlang dan luas
bahasan nya tentang ekonomi. Ia menulis buku muqadimah. Dalam bukunya
muqadimah ibnu Khaldun memberikan bahasan yang luas terhadap teori
nilai, pembagian kerja dan perdagangan internasional, hokum permintaan
dan penawaran, konsumsi, produksi, uang, siklus perdagangan, keuangan
publik, dan beberapa bahasan makroekonomi lainnya.
Secara umum Ibnu Khaldun sangat menekankan pentingnya suatu
sistem pasar yang bebas. Ia menentang intervensi Negara terhadap masalah
ekonomi dan percaya akan efisiensi sitem pasar bebas. Ia juga telah
membahas tahap pertumbuhan dan penurunan perekonomian dimana dapat
saja berbeda antara satu Negara dengan Negara lain nya.

26
Analisis Ibnu Khaldun dalam teori perdagang Internasional dan
hubunngan harga Internasional juga sangat cemerlang, ia menghubungkan
perbedaan tingkat harga antar Negara dengan ketersediaan faktor-faktor
produksi sebagaimana dalam teori perdagangan Internasional modern.
Pandangan Ibnu Khaldun dilengkapi dengan analisis tentang pertukaran di
antara Negara miskin dengan kaya, hasrat untuk eksport impor, dampak
struktur perekonomian terhadap pembangunan dan pentingnya kekayaan
intelektual bagi proses pertumbuhan.
Dalam pandangan Ibnu Khaldun emas dan perak memiliki fungsi
penting dalam perekonomian, sebagaimana ia nyatakan “Tuhan telah
menciptakan dua logam mulia, emas dan perak, yang dapat digunakan
untuk mengukur nilai dari berbagai komoditas. Logam-logam ini juga biasa
digunakan oleh manusia untuk alat menyimpan kekayaan atau benda
berharga. Meskipun manusia kadang menyimpan benda-benda lain, tetapi
biasanya juga dimaksudkan untuk memperoleh emas atau perak”.
Ibnu Khaldun menekankan pentingnya ide-ide baru dalam praktek
industry dan kerajinan, serta menganggap bahwa ekspansi pasar merupakan
masalah krusial dalam hal ini. Dalam hal penawaran tenaga kerja ia
berpendapat bahwa jika tingkat upah berada diatas titik tertentu maka
penawaran tenaga kerja justru akan menurun, sebagaimana dikenal sebagai
backward sloping supply curve dalam teori ekonomi modern, sedangkan
pembahasannya tentang siklus perdagangan telah jauh mendahului teori
Hicks.

3. Fase Ketiga
a. Shah Waliullah (1114-1176 H/11703-1762 M)
Pemikiran ekonomi Shah Waliullah dapat ditemukan dalam karyanya
yang terkenal berjudul, Hujjatullah al-Baligha, dimana ia banyak
menjelaskan rasionalitas dari aturan-aturan syariat bagi perilaku manusia
dan pembangunan masyarakat. Menurutnya, manusia secara alamiah adalah
makhluk sosial, sehingga harus melakukan kerjasama antara satu orang

27
dengan lainnya. Islam melarang kegiatan-kegiatan yang merusak semangat
kerja.
Shah Waliullah menekankan perlunya pembagian faktor-faktor
ekonomi yang bersifat alamiah secara lebih merata, “Sesungguhnya, semua
tanah sebagaimana masjid atau tempat-tempat peristirahatan diberikan
kepada wayfarers. Benda-benda tersebut terbagi berdasarkan prinsip siapa
yang pertama datang dapat memanfaatkannya (first come first served).
Kepemilikan terhadap tanah akan berarti hanya jika orang lebih dapat
memanfaatkannya daripada orang lain.”
Berdasarkan pengamatannya terhadap perekonomian di Kekaisaran
Mughal India, Waliullah mengemukakan dua faktorutama yang
menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dua faktor tersebut yaitu:
pertama,keuangan negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang tidak
produktif; kedua, pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi terlalu
berat sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya,
perekonomian dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang
didukumg oleh administrasi yang efisien.

b. Muhammad Iqbal (1289-1356 H/1872-1938 M)


Meskipun di dunia luas lebih dikenal sebagai filosof, sastrawan atau
juga pemikir politik, Muhammad Iqbal sebenarnya juga memiliki pemikiran-
pemikiran ekonomi yang brilian. Pemikirannya memang tidak berkisar
tentang hal-hal teknis dalam ekonomi, tetapi lebih kepada konsep-konsep
umum yamg mendasar. Dalam karyanya, Puisi dari Timur, Ia menunjukkan
tanggapan Islam terhadap Kapitalisme Barat dan reaksi ekstrem dari
komunisme. Iqbal menganalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan
komunisme dan menampilkan suatu pemikiran “poros tengah” yang dibuka
oleh Islam. Semangat kapitalisme, yaitu menumpuk kapital/materi sebagai
nilai dasar sistem ini, bertentangan dengan semangat Islam. Demikian pula
semangat komunisme yang banyak melakukan paksaan kepada masyarakat
juga bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

28
Keadilan sosial merupakan aspek yang mendapat perhatian dari Iqbal,
dan Ia menyatakan bahwa negara memiliki tugas yang besar untuk
mewujudkan keadilan sosial ini. Zakat, yang hukumnya wajib dalam Islam,
dipandang memiliki posisi yang strategis bagi penciptaan masyarakat yang
adil.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menampilkan pemikiran ekonomi para cendikiawan muslim terkemuka akan
memberikan kontribusi positif bagi umat Islam, setidaknya ada dua hal. Pertama,
membantu menemukan berbagai sumber pemikiran ekonomi Islam abad klasik
dan pertengahan, dan kedua, memberikan kemungkinan kepada kita untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perjalanan pemikiran ekonomi
Islam selama ini.
Strategi yang dilakukan Rasulullah SAW adalah membangun mesjid,
merehabilitasi kaum muhajirin, membuat konstitusi negara. Sumber utama
pendapatan negara pada masa pemerintahan Rasulullah SAW berasal dari harta
rampasan perang dan zakat, sedangkan sumber pendapatan lainnya yang bersifat
tambahan (sekunder) diantaranya adalah uang tebusan para tawanan perang,
pinjaman-pinjaman untuk pembayaran diyat kaum muslimin bani judzaimah atau
sebelum pertempuran hawazin, khums atas rikaz atau harta karun, amawal
fadhilah, wakaf, nawaib, zakat fitrah dan bentuk sedekah lain seperti hewan
qurban dan kafarat. Pengeluaran negara pada masa pemerintahan Rasulullah SAW
terbagi menjadi primer (utama) dan sekunder. Pada masa pemerintahan Rasulullah
SAW, juga didirikan baitul mal.
Setelah Rasulullah SAW. wafat, kepemimpinan beliau digantikan oleh
sahabatnya, mereka itu dinamakan Khulafa Ar-rasyidin yaitu Khalifah Abu Bakar
As-shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin Affan,dan Khalifah
Ali Bin Abi Thalib. Masing-masing dari mereka memiliki kebijakaan-kebijakan
sesuai keadaan pada masa pemerintahannya.
Perkembangan pemikiran ekonomi Islam terbagi menjadi tiga fase,yaitu
a. Fase pertama dengan tokohnya yaitu, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad
bin Hasan Asy-Syaibani, Abu Ubayd Al-Qasim Ibnu Sallam, Harith bin
Asad Al-Muhasabi, Ibnu Miskwaih dan Mawardi

30
b. Fase kedua dengan tokohnya yaitu a. Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Khaldun
c. Fase ketiga dengan tokohnya yaitu Shah Waliullah dan Muhammad Iqbal .

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari banyaknya kekurangan
di dalam penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta maaf dan kami
mengharapkan kepada para pembaca, teman-teman dan bapak Dosen untuk
memberikan krtitik dan saran agar mekalah kami ini menjadi lebih baik di masa
yang akan dating. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

31

Anda mungkin juga menyukai