Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam memposisikan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting
untuk mendatangkan kemuliaan (falah) dan karenanya kegiatan ekonomi sebagai
mana kegiatan ibadah lainnya perlu dituntun dan di kontrol agar berjalan seirama
dengan ajaran Islam secara keseluruhan. Dalam kaitan tersebut, Islam juga sangat
menghormati kegiatan ekonomi, yang termasuk di dalamnya mekanisme pasar.
Sampai-sampai Rasulullah melarang adanya inervensi terhadap pasar dan harga,
karena intervensi tersebut hanya akan menimbulkan ketidak seimbangan pada
pasar yang nantinya dikhawatirkan akan menyebabkan kerugian bagi penjual dan
pembeli.
Kaitanya dengan intervensi harga dan pasar, memeng seharusnya
pemerintah khususnya Indonesia tidak melakukan intervensi harga dan
membiarkan titik keseimbangan harga pasar menentukan harga itu sendiri sesuai
dengan harga yang adil yaitu ketika permintaan bertemu dengan penawaran secara
bebas (‘antaradhin minkum).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil pokok masalah yang
kiranya layak untuk dikaji lebih mendalam, yaitu mengenai bagaimana intervensi
harga dalam perspektif ekonomi Islam. Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu
untuk menjelaskan intervensi harga dalam perspektif Islam
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu intervensi pasar
2. Bagaimana pandangan islam terhadap intervensi pasar
3. Apa itu intervensi harga
BAB II
PEMBAHASAN
A. INTERVENSI PASAR
Apakah itu intervensi pasar? Intervensi pasar adalah suatu kebijakan untuk
mempengaruhi harga pasar,dimana kebijakan ini langsung mempengaruhi harga
di pasar. Pihak yang melakukan tindakan memengaruhi pasar bisa saja pemerintah
ataupun pihak lain yang mempunyai kepentingan atau pihak yang diminta
pemerintah untuk melakukannya (Al-Hisbah). Tindakan ini disebut tindakan
untuk jangka pendek karena tidak bisa membuat harga barang atau jasa stabil
dalam jangka panjang. Salah satu tujuan pemerintah melakukan Intervensi pasar
adalah untuk menjamin agar barang atau jasa yang disediakan kepada masyarakat
dijual dengan harga yang murah, tetapi dengan tanpa mengurangi efisiensi
pelayanannya. Jadi,masyarakat yang ekonominya tergolong rendah juga bisa
membeli barang tersebut,sehingga diharapkan akan tercipta keseimbangan dalam
sektor ekonomi dalam suatu wilayah tertentu. Salah satu contoh yang bisa kita
perhatikan dalam kehidupan sehari-hari adalah harga barang atau jasa untuk
kebutuhan pokok. Ada lembaga yang ditugasi untuk membuat atau mengawasi
harga barang agar kebutuhan pokok tersebut tidak melambung tinggi dan agar
tidak terjadi kenaikan harga (inflasi).Dengan demikian, angka inflasi tidak bisa
tinggi disebabkan tindakan tersebut. Tindakan seperti ini sebenarnya tidak bagus
karena ada pihak yang diuntungkan atau juga dirugikan.1
B. Pandangan islam mengenai intervensi pasar
Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar
kerelaan antara masing-masing pihak (freedom contract).
2. Berdasarkan persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan
terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli.
Monopoli dapat diartikan, setiap barang yang penahanannya akan

1
http://tugaseki.blogspot.co.id/?view=snaps hot
membahayakan konsumen atau orang banyak.Ketiga, kejujuran
(honesty).
3. keterbukaan(transparancy) serta keadilan (justice).
Didalam konsep Islam dikatakan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip
persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti bahwa
kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh
frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim
minkum). Hal ini didukung oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu
Majjah dan as Syaukani sebagai berikut:”Orang-orang berkata: “Wahai
Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami!” Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan
dan yang melapangkan rizki, dan aku sungguh berharap untuk bertemu Allah
dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan
suatu kezhaliman-pun dalam darah dan harta”. (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
Konsep Islam juga memahami bahwa pasar dapat berperan aktif dalam
kehidupan ekonomi apabila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif.
Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun termasuk Negara
dalam hal intervensi harga dengan kegiatan monopolistic dan lainya. Karena pada
dasarnya pasar tidak membutuhkan kekuasaan yang besar untuk menentukan apa
yang harus dikonsumsi dan diproduksi. Sebaliknya, biarkan tiap individu
dibebaskan untuk memilih sendiri apa yang dibutuhkan dan bagaimana
memenuhinya.2
Pasar yang efisien akan tercapai apabila seluruh pelaku pasar lainnya
memperoleh akses dan kesempatan yang sama atas keseluruhan informasi yang
tersedia. Dengan kata lain, tidak ada insider information. Inilah pola normal dari
pasar yang dalam istilah Al Ghozali berkait dengan ilustrasi dari evolusi pasar.
Hal ini sama dengan teori C. Adam Smith yang menyatakan serahkan saja pada
‘Invisible hand’ dan dunia akan teratur dengan sendirinya. Prinsip invisible hand
yaitu, dimana pasar cenderung akan mengarahkan setiap individu untuk mengejar

2
http://a-baehaqi.blogspot.co.id/2011/04/intervensi-harga-perspektif-ekonomi .html
dan mengerjakan yang terbaik untuk kepentingannya sendiri, yang pada akhirnya
juga akan menghasilkan yang terbaik untuk seluruh individu.
Namun,Intervensi pasar didalam Islam juga diperbolehkan pada saat-saat
tertentu,hal ini dilakukan apibila keadaan pasar memang sudah gawat,sehingga
pemerintah atau pihak ketiga harus melakukannya dengan tujuan untuk
kemakmuran masyarakat. Contohnya adalah di zaman sahabat Umar bin Khattab
radhiyallaahu’anhu dimana Umar bin Khattab ketika itu mengatasi persoalan
inflasi yang terjadi akibat panen yang gagal ini dengan mengimpor gandum secara
besar-besaran dari Fustat-Mesir.Jadi, mekanisme dalam pasar Islam itu berada
dalam keseimbangan (Iqtishad),tidak ada sub-ordinat,dan dijamin kebebasannya
didalam Islam.

C. INTERVENSI HARGA
Intervensi dengan menetapkan harga dibenarkan apabila tidak terdapat
cara lain untuk menjaga kepentingan masyarakat umum dan mencegah
kemudharatan yang lebih besar kecuali dengan menetapkan harga (Muhammad
Tahir Mansoori; 2009). Kebolehan penetapan harga dalam kondisi diatas
dibenarkan oleh kaidah fiqh; “Apabila terdapat dua kerusakan dalam satu waktu
yang saling membentur, maka yang harus dijaga adalah tidak timbulnya
kerusakan yang menimbulkan madharat yang lebih besar dengan
mengenyampingkan kerusakan yang madharatnya lebih kecil” (Abdul Hamid
Hakim; 1927). Penetapan harga oleh pemerintah akan menimbulkan distorsi
dalam mekanisme pasar, tapi apabila penetapan harga tidak dilakukan akan
menimbulkan kerusakan dalam perekonomian yang lebih besar daripada tidak
melakukan penetapan harga, maka penetapan harga menjadi boleh dilakukan
dengan menjaga dan memperhatikan akibat yang ditimbulkannya (tidak aniaya
terhadap penjual dan pembeli).

1. Penetapan Harga di atas Harga Pasar (floor price)


Kebijakan ini menetapkan harga pada suatu tingkat di atas harga pasar.
Hal ini biasanya digunakan untuk melindungi produsen dari harga yang terlalu
rendah sehingga tidak memperoleh margin keuntungan yang memadai (bahkan
merugi). Harga yang terjadi di atas kekuatan pasar dianggap tidak menguntungkan
produsen sehingga harus dinaikkan oleh pemerintah. Contoh : kebijakan harga
dasar gabah yang telah lama dilakukan pemerintah untuk stabilitas harga beras.
Pada saat panen raya padi, maka penawaran beras di pasar mengalami kenaikan
shingga secara alamiah harga akan turun.
Penetapan harga dasar ini akan menimbulkan banyak distorsi bagi
perekonomian. Penetapan harga di atas harga pasar akan menyebabkan terjadinya
kelebihan penawaran. Kelebihan ini kemungkinan besar tidak akan diserap oleh
konsumen, sebab harganya terlalu tinggi. Para konsumen akhirnya akan mencari
beras di pasar-pasar gelap yang menjual pada harga pasar. Importir-importir akan
berlomba-lomba mendatangkan beras dari tempat lain yang bisa memberikan
harga pasar. Dalam kenyataan, pembentukan pasar gelap selalu disertai dengan
munculnya kolusi, korupsi, dan nepotisme antara pihak-pihak yang terkait.
Akibatnya beras-beras di pasar resmi tidak akan laku. Dalam kondisi seperti ini
biasanya dengan terpaksa para produsen juga akan menjual berasnya pada harga
pasar (dari pada tidak laku).
Intervensi yang sering dilakukan pemerintah perspektif ekonomi
konvensional adalah penetapan harga, yang ditujukan untuk melindungi produsen
atau konsumen. Bentuknya adalah dengan menetapkan harga diatas atau dibawah
harga pasar. Intervensi harga dilakukan tanpa melakukan pertimbangan penyebab
tinggi-rendahnya harga. Apakah terbentuk karena proses alamiah mekanisme
pasar atau kerena terdapat penyimpangan. Yang jadi pertimbangan utama adalah
dampak apabila harga yang dibentuk oleh pasar terlalu rendah atau tinggi terhadap
produsen atau konsumen. Padahal tinggi-rendahnya harga bisa jadi terbentuk oleh
proses alamiah mekanisme pasar dan juga akibat penyimpangan yang dilakukan
oleh pelaku pasar untuk memperoleh keuntungan lebih banyak. Identifikasi
penyebab tinggi-rendahnya harga menjadi penting, karena hal ini menjadi
pertimbangan pemerintah sebelum intervensi harga. Sehingga, pemerintah dapat
megambil keputusan intervensi harga yang tepat apabila diketahui proses
terbentuknya harga, yaitu terbentuk oleh proses alamiah mekanisme pasar atau
penyimpangan, karena seharusnya harga terbentuk oleh kekuatan pasar yaitu
interaksi permintaan dan penawaran bukan oleh pemerintah.
Intervensi harga perspektif ekonomi konvensional amat bertolak belakang dengan
konsep islam yang lebih mengedepankan Kontrol harga dengan menentukan
penyebabnya terlebih dahulu. Apabila penyebabnya adalah proses alamiah
(genuine factor) mekanisme pasar maka intervensi dilakukan dalam bentuk
intervensi pasar dan apabila penyebabnya adalah penyimpangan (distorsi) maka
intervensi dilakukan dengan menghilangkan distorsi tersebut agar harga kembali
seperti semula sebelum terjadi distorsi (Adiwarman A. Karim; 2007) bukan
dengan mematok harga lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar. Karena
dalam pematokan harga oleh pemerintah terdapat unsur keterpaksaan (Taqiyyudin
An-Nabhany; 2010) , yaitu konsumen dilarang untuk membeli produk dibawah
harga yang telah ditentukan pemerintah atau produsen dilarang untuk menjual
produk diatas harga yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk melindungi
konsumen dari kerugian atau menjaga daya beli konsumen. Sehingga, produsen
dan konsumen tidak bisa atau tidak bebas menaikkan atau menurunkan harga
sebuah produk. Artinya Harga tidak terbentuk atas dasar rela sama rela atau suka
sama suka (An Taradhin Mingkum). Kontrol harga seperti ini dilarang oleh Allah
swt. Sahabat Rasululah Anas bin Malik berkata: Harga pada masa Rasulullah saw.
membumbung. Lalu para sahabat mengadu kepada Rasulullah saw dan berkata,
“Ya Rasulullah, seandainya harga ini engkau tetapkan (tentu tidak membumbung
seperti ini)”. Beliau menjawab, “sesungguhnya Allahlah maha pencipta, maha
penggenggam, maha melapangkan, maha pemberi rizki dan maha menentukan
harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap Allah, sementara tidak ada
seorangpun yang menuntutku karena suatu kedzaliman yang aku lakukan
kepadanya, dalam masalah harta dan darah”. (HR. Ahmad).
Dalam ekonomi konvensional, Bentuk kebijakan kontrol harga
yang sering digunakan adalah menetapkan harga lebih tinggi dari harga
keseimbangan pasar; Floor Price (Harga Dasar). Kebijakan ini juga disebut
dengan kebijakan harga minimum atau kebijakan harga terendah. Motif kebijakan
ini adalah melindungi produsen dari kerugian akibat harga yang dibentuk oleh
pasar yang dianggap rendah oleh pemerintah.
Apabila didalam pasar tidak terdapat intervensi, keseimbangan dicapai
pada titik E pada harga sebesar P1 dan jumlah barang yang diperjualbelikan
adalah sebanyak Q1. jika pemerintah merasa harga P terlalu rendah dan akan
menyebabkan tidak memadainya keuntungan yang diperoleh oleh produsen
bahkan merugi, pemerintah akan menjalankan kebijakan Floor Price sehingga
harga berubah dari P1 menjadi P2. Dengan kebijakan ini maka pemerintah telah
merubah permintaan dari Qd1 menjadi Qd2. Akibat kenaikan harga tersebut maka
pembeli hanya bersedia membeli sebanyak Q2 sedangkan penjual menawarkan
sebanyak Q3. Maka dipasar akan terjadi kelebihan penawaran (Excess Supply).
Untuk menghindari terjadinya kemerosotan harga maka pemerintah harus
membeli semua kelebihan penawaran dengan harga P2.
Dengan adanya Floor Price, maka surplus produsen bertambah sebesar A
dan surplus konsumen menurun sebesar B tapi produsen dan konsumen kedua-
duanya akan mengalami kerugian yaitu kehilangan sejumlah surplus (producer
and consumer surplus) yang tidak dinikmati (dead weight loss) sebesar B+C,
artinya surplus yang dinikmati lebih kecil bila dibandingkan dengan mekanisme
pasar.
Masalah utama dari kebijakan harga Floor Price adalah terjadinya
kelebihan penawaran (excess supply), karena kebijakan harga minimum
menyebabkan konsumen hanya bersedia membeli sebanyak Q2 sedangkan barang
yang ditawarkan oleh produsen/penjual sebanyak Q3. Konsekwensi bagi
pemerintah untuk melindungi produsen dari menurunnya harga karena permintaan
yang sedikit adalah membeli semua kelebihan penawaran pada harga P2 sehingga
Qd2 adalah Qd dan Qd Pemerintah. Selain dengan cara membeli kelebihan
penawaran, pemerintah dapat juga mengekspor kelebihan penawaran keluar negeri
(Sadono Sukirno; 2005 hal 136).
Penetapan harga minimum akan menimbulkan distorsi dalam pasar dan
perekonomian, salah satunya adalah munculnya pasar gelap (black market); yaitu
kegiatan jual beli yang dilakukan tidak secara terbuka dan bertentangan dengan
kebijakan harga minimum yang ditetapkan oleh pemerintah yang
memperdagangkan barang hasil produksi pada harga pasar. kedepannya, para
importir gelap akan berlomba-lomba untuk mendatangkan barang dari tempat lain
(M.B. Hendrie Anto; 2003 hal 295) agar harga jualnya sebesar harga pasar.
Munculnya black market selalu disertai praktek-praktek kotor Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) pihak-pihak berkepentingan. Akibatnya harga barang di pasar
resmi tidak akan laku, yang akhirnya produsenpun terpaksa menurunkan harga
barangnya agar laku terjual.
Alasan yang umum dalam mengambil kebijakan ini adalah untuk
melindungi konsumen dari harga yang terlalu tinggi. Pengaruh penetapan ini juga
tidak jauh berbeda, yaitu menimbulkan banyak distorsi bagi perekonomian.
Karena harga terlalu rendah, maka akan terjadi kelebihan permintaan sebab
konsumen membeli harga lebih murah dari yang seharusnya. Namun bagi
konsumen jelas harga ini tidak menguntungkan shingga kemungkinan akan
enggan untuk melepaskan barang-barangnya ke pasar. Para produsen akan
cenderung menjual barangnya ke pasar lain (black market) yang bisa memberikan
harga yang lebih tinggiAdapun intervensi pemerintah dalam hal regulasi harga
sebenarnya merupakan hal yang kurang populer dalam khazanah pemikiran
ekonomi Islam sebab regulasi harga yang tidak tepat justru akan menimbulkan
ketidak adilan dalam penentuan harga. Seperti zaman dahulu, Rasulullah sangat
enggan untuk diminta menetapkan harga pasar, seperti kisah ketika Rasulullah
SAW. diminta untuk menentukan harga yang tiba-tiba menaik. Pada saat
itusahabat berkata, “Wahai Rasulullah tentukan harga untuk kita!” Beliau
menjawab, “Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah
serta pemberi rezeki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah
seorang dari kalian tidak menuntutku karena kedzaliman dalam hal darah dan
harta”. Dari hadits di atas jelaslah bahwa pasar merupakan hukum alam
(sunnatullah) yang harus dijunjung tinggi, tak seorang pun dapat mempengaruhi
harga.Al-Maslahah al-mursalah adalah salah satu cara dalam menetapkan hukum
bagi masalah-masalah yang ketetapan hukumnya tidak disebutkan dalam nash
dengan pertimbangan untuk kemaslahatan umat manusia, (Djaelani, 2007, hal.
270) untuk memelihara tujuan hukum yang terlepas dari dalil-dalil syar’i, baik
dalil yang menguatkan (I’tibar) maupun yang meniadakannya.
Ruang lingkup penetapan Maslahah Mursalah terbatas pada bidang
muamalah, karena kemaslahatan bidang inilah yang mungkin ditemukan dan
diketahui. Sehingga tidak menjangkau bidang ibadah, apabila penetapan hukum
bidang ini melalui Maslahah Mursalah akan membawa kepada perubahan syi’ar
agama dan beragamnya ibadah.
2. Penetapan Harga di bawah Harga Pasar (ceilling price)
Kemudian selain Floor Price, kebijakan penetapan harga yang sering
dilakukan dalam ekonomi konvensional adalah Ceiling Price atau penetapan harga
maksimum. Bertolak belakang dengan floor price yang menjadikan harga pasar
yang dianggap terlalu rendah sebagai dasar untuk penetapan tingkat harga
minimum untuk melindungi produsen, maka ceiling price didasarkan pada harga
pasar yang dianggap terlalu tinggi oleh pemerintah sehingga harus ditetapkan
tingkat harga maksimum untuk melindungi konsumen agar barang yang dijual
dapat dijangkau oleh daya belinya.
Apabila didalam pasar tidak terdapat intervensi, keseimbangan dicapai pada
titik E pada harga sebesar P1 dan jumlah barang yang diperjualbelikan adalah
sebanyak Q1. jika pemerintah merasa harga P terlalu rendah dan akan
menyebabkan tidak memadainya keuntungan yang diperoleh oleh produsen
bahkan merugi, pemerintah akan menjalankan kebijakan Floor Price sehingga
harga berubah dari P1 menjadi P2. Akibat penurunan harga tersebut, penjual
hanya menawarkan sebanyak Q2 sedangkan pembeli bersedia membeli sebanyak
Q3. Maka dipasar akan terjadi kelebihan penrmintaan (Excess Demand). Dengan
adanya kebijakan harga maksimum, konsumen mandapat tambahan surplus
namun sama seperti kasus floor price kedua belah pihak sama-sama mengalami
kerugian kehilangan surplus yang tidak dapat dinikmati oleh keduanya (dead
weight loss). Implikasinya, kelebihan permintaan ini akan mendorong timbulnya
pasar gelap yang selanjutnya menimbulkan korupsi, kolusi, ketidakteraturan harga
barang dan praktek suap menyuap (Adiwarman A. Karim; 2008 hal 136).
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penetapan harga minimum dan maksimum,
yaitu timbulnya pasar gelap dan praktek kotor KKN tidak dapat dihindari oleh
pemerintah. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah menetapkan harga minimum
dan maksimum dianggap gagal dan tidak menemui tujuannya. Tujuaan awal
pemerintah untuk melindungi produsen dari harga yang dianggap terlalu rendah
dan melindungi konsumen dari harga yang terlalu tinggi agar mempunyai daya
beli nihil bahkan menimbulkan kerugian yang lebih besar dari mekanisme pasar.
Kebijakan harga minimum dan maksimum harus dikaji ulang kembali oleh
pemerintah sebelum dilaksanakan.
Secara umum, penetapan harga baik dibawah atau diatas harga pasar akan
menyebabkan distorsi dalam perekonomian apabila penetapan harga tersebut
dilakukan pada kondisi Genuine factors atau pada kondisi Non genuine factor
sekalipun, artinya alasan untuk intervensi harga tidak tepat dan bukan pada
kondisi dharurat dimana apabila tIdak dilakukan penetapan harga akan
menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat umum. Distorsi tersebut
antara lain (M. B. Hendrie Anto; 2003 hal 294) :
1. Terjadi senjang (gap) antara permintaan dan penawaran
2. Senjang tersebut akan menimbulkan kelebihan penawaran (excess supply)
dan kelebihan permintaan (excess demand)
3. Surplus yang dinikmati lebih kecil dibandingkan mekanisme pasar
4. Akibat selanjutnya akan muncul pasar-pasar gelap (black market) yang
memperdagangkan harga barang pada harga pasar
5. Pembentukan black market seringkali disertai dengan praktek-praktek
kotor Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
6. Ketidakteraturan harga barang
Dari penjelasan diatas, kita dapat memahami kenapa Rasulullah saw.
menolak untuk intervensi harga selama tidak terjadi distorsi pasar. Sahabat
Rasululah Anas bin Malik berkata: Harga pada masa Rasulullah saw.
membumbung. Lalu para sahabat mengadu kepada Rasulullah saw dan berkata,
“Ya Rasulullah, seandainya harga ini engkau tetapkan (tentu tidak membumbung
seperti ini)”. Beliau menjawab, “sesungguhnya Allahlah maha pencipta, maha
penggenggam, maha melapangkan, maha pemberi rizki dan maha menentukan
harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap Allah, sementara tidak ada
seorangpun yang menuntutku karena suatu kedzaliman yang aku lakukan
kepadanya, dalam masalah harta dan darah”. (HR. Ahmad).
Penolakan Rasulullah saw untuk menetapkan harga dikarenakan naiknya harga
pada saat itu terjadi karena faktor alamiah mekanisme pasar (genuine factor)
bukan akibat distorsi. Sekalipun naik turunya harga diakibatkan oleh distorsi
maka intervensi yang dikedepankan untuk mengembalikan harga pada harga pasar
yang sebenarnya adalah dengan intervensi pasar, sebisa mungkin intervensi harga
dihindari.
Seluruh jumhur ulama sepakat menolak intervensi harga. Bahkan, Ibnu
Qudamah Al-Maqdisy yang bermazhab Hambali menolak keras intervensi harga.
Beliau mengatakan: “Pemerintah tidak memiliki wewenang untuk mengatur harga
bagi masyarakat. Masyarakat boleh menjual barang-barang mereka berapapun
harga yang mereka sukai. Argumen yang dipakai oleh para ulama salah satunya
adalah hadist diatas yang menyatakan bahwa Rasulullah saw menolak
menetapkan harga sekalipun para sahabat menginginkannya kemudian Al-Quran
surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan/cara yang batil (tidak benar),
kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas rela sama rela (suka sama suka)
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah maha
penyayang kepadamu”.3
Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menetapkan harga atas
dasar rela sama rela yang digambarkan pada titik keseimbangan (price
equilibrium) interaksi kekuatan permintaan dan penawaran. sedangkan intervensi
harga adalah bentuk kedzaliman karena didalamnya terdapat unsur keterpaksaan
seperti dikatakan oleh Syekh Taqiyyudin An-Nabhany yaitu larangan bagi
konsumen untuk membeli produk dibawah harga yang telah ditentukan
pemerintah dan melarang produsen/penjual untuk menjual produk diatas harga
yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk melindungi konsumen agar
mempunyai daya beli. Sehingga, produsen dan konsumen tidak bisa menaikkan

3
http://tugaseki.blogspot. co.id/
atau menurunkan harga sebuah produk. Ibnu Qudamah juga menjelaskan bahwa
penetapan harga cenderung akan mendorong harga menjadi lebih mahal karena
penjual lokal tidak mau menjual barang dagangannya dan menyembunyikannya
sampai harga kembali normal. Selain itu, penjual interlokal juga tidak mau
menjual barangya didaerah yang harga pasar barangnya diintervensi. Hal ini logis
karena kelangkaan barang terjadi akibat keengganan penjual untuk menjual
barangnya sehingga harga-harga menjadi lebih mahal. Argumen lainnya,
intervensi harga akan menyebabkan distorsi pasar seperti munculnya black market
yang disertai praktek kotor KKN. Karena praktek kotor KKN haram hukumnya,
maka setiap jalan yang mengarah atau menuju KKN juga diharamkan sesuai
kaidah fiqh: “ setiap perkara yang mengarah kepada perbuatan yang diharamkan
maka hukumnya juga haram”.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Intervensi pasar adalah suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga
pasar,dimana kebijakan ini langsung mempengaruhi harga di pasar. Pihak
yang melakukan tindakan memengaruhi pasar bisa saja pemerintah
ataupun pihak lain yang mempunyai kepentingan atau pihak yang
diminta pemerintah untuk melakukannya (Al-Hisbah).
2. Intervensi pasar didalam Islam juga diperbolehkan pada saat-saat
tertentu,hal ini dilakukan apibila keadaan pasar memang sudah
gawat,sehingga pemerintah atau pihak ketiga harus melakukannya
dengan tujuan untuk kemakmuran masyarakat.
3. Intervensi harga di bagi menjadi dua yaitu:
a) Floor price
b) Celling price
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. (2004). Sumber Hukum Islam (Permasalahan dan Fleksibilitasnya).


Jakarta: Sinar Grafika.
Algifari. (2002). Ekonomi Mikro Teori dan Kasus. Yogyakarta: STIE YKPN.
Amrin, A. (2007). Strategi Pemasaran Asuransi Syariah. Jakarta: Grasindo.
an-Nabahan, M. F. (2002). Sistem Ekonomi Islam. (M. Zainuddin, Penerj.)
Yogyakarta: UII Pres.
Anto, M. H. (2003). Pengantar Ekonomi Mikro Islam. Yogyakarta: Ekonosia.
Buchari, A. (2002). Manajemen Pemasaran. Bandung: CV Alfabeta.
Chapra, U. (2000). Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani.
Djaelani, B. M. (2007). Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Hafidhudhin, D. (2003). Islam Aplikatif. Jakarta: Gema Insani Press.
Hasan, M. I. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Iqbal, M. (2007). Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham.
Depok: Spirit Learning Centre.

Anda mungkin juga menyukai