Anda di halaman 1dari 5

Review Film – Lion Of The Dessert

Nama : Abdillah Satari Rahim


Nim : 120200102001
Prodi : Peperangan Asimetris

LION OF THE DESERT

Film ini menceritakan tentang sosok Umar Mukhtar. Seorang tokoh dan
figur yang memiliki semangat juang tinggi, intelektual, cerdas dan berdedikasi
tinggi pada agamanya. Dilahirkan tahun 1861 di kota kecil di Libya bernama
Zawia Janzour. Umar memulai hidupnya menjadi seorang sufi dan memasuki
tarekat yang bernama Sanusiyah sampai beliau meninggal. Tarekat yang unik
dimana ia tidak meninggalkan dunia tetapi peduli terhadap persoalan dunia.
Tarekat ini sering berperang melawan ketidakadilan. Ini mengingatkan kita
dengan do’a Abu Bakar, “Ya Allah! Jadikanlah dunia ini di tangan kami bukan
di hati kami”.

Awal Perjuangan Libya Tahun 1911 kapal-kapal perang Itali berlabuh di


pantai Tripoli, Libya. Mereka membuat permintaan kepada kekhalifahan Turki
Ustmaniyah untuk menyerahkan Tripoli kepada Italia. Kalau tidak kota itu akan
dihancurkan. Bersama rakyat Libya, kekhalifahan menolaknya mentah–
mentah permintaan itu. Mereka menganggap hal ini sebuah penghinaan.
Akibatnya, titisan bangsa Romawi ini pun mengebom kota Tripoli tiga hari tiga
malam. Peristiwa ini menjadi seri perjuangan mujahidin Libya, bersama tentara
Turki melawan pasukan Italia.

Tahun 1912, Sultan Turki menandatangani sebuah perjanjian damai yang


sejatinya sebagai simbol menyerahnya Turki kepada Italia. Perjanjian itu
diadakan di kota Lausanne,Switzerland. Itulah awal pemerintahan kolonial
Italia berkuasa di Libya. Namun, perjanjian ini ditolak rakyat Libya. Mereka
tetap melanjutkan perang jihad. Di beberapa wilayah, mereka masih tetap
dibantu oleh tentara Turki yang tidak mematuhi perintah dari Jenderal Turki di
pusat kekhalifahan, Istanbul.

‘Sang Alim’ yang Peduli Umat Kecaman yang menimpa muslim Libya
membuat Umar harus meninggalkan semua pengajiannya, demi kebutuhan
umat. Sang Alim melayangkan pikiran, kita sejenak pada sosok Abdullah ibn
Mubarak. Ulama besar yang peduli dengan kondisi yang bergolak saat itu.

Umar Mukhtar merupakan seorang komandan perang yang juga master


dalam strategi perang gerilya di padang pasir. Ia memanfaatkan
pengetahuannya tentang peta geografi Libya,untuk memenangi pertempuran.
Terlebih pasukan Italia ‘buta’ dengan padang pasir.Beliau benar-benar
memanfaatkan keterbatasan itu sebagai area menjadi sebuah titik
kemenangan. Karena ia menyadari, ia bergerak dalam ruang lingkup hukum
alam atau sunnatullah. “Jangan pernah melawan sunnatullah pada alam,
sebab ia pasti akan mengalahkanmu. Tapi gunakanlah sebagiannya untuk
menundukkan sebagian yang lain, niscaya kamu akan sampai tujuan”, kaedah
indah yang dipakai imam syahid Hasan Al-Banna.

Umar Mukhtar memiliki sekitar 6000 pasukan. Beliau juga membentuk


pasukan elit kecil yang mempunyai mobility dan keterampilan perang yang
tinggi. Keistimewaanya, berani tampil menjemput syahid. Pasukan ini mirip
Brigade Izzuddin Al-Qassam yang miliki HAMAS di Palestina. Tahun 1921
Umar Mukhtar tertangkap, karena pengkianatan salah seorang pasukannya.
Tetapi berkat kepiawaiannya berdiplomasi dalam bahasa Inggris, Umar pun
cepat dibebaskan oleh tentara musuh.

Di tahun yang sama, Libya diperintah oleh Gubernur Jenderal Guiseppe


Volvi. Ia mendeklarasikan akan “memperjuangkan hak-hak Italia dengan
darah”. Lima belas ribu pasukan Italia pun disebar di kota Libya untuk
membunuh para penduduk awam. Angkatan udara italia pun juga ikut

2
berbicara. Kepala operasi ketentaraan ini adalah Pietro Badoglio dan Rudolfo
Graziani. Nama terakhir ini tidak mengecualikan seorang pun dari pendukung-
pendukung Umar yang tertangkap. Semuanya harus dibantai. Hal ini
mendorong Umar beserta pasukannya kembali angkat senjata. Kemenangan
pun diperoleh.

Italia kalang kabut. Mereka ambil sikap, menangkapi rakyat biasa Libya.
Karena itu, Mujahidin Libya harus menjalani peperangan yang sangat panjang.
Umar berganti titel; komandan perang untuk seluruh wilayah Libya. Terlebih,
ia seorang ‘lulusan’ penjara Italia, sekolah yang semakin membesarkan
cintanya membela Islam. Peperangan yang berkisar pada tahun 1923– 931,
menyebabkan Italia menderita kerugian yang amat sangat. Italia kalah perang
di mana-mana. Setelah mendapat laporan dari Libya, Benito Musollini turun
tangan. Ia mengirim 400.000 pasukannya ke Libya. Perang menjadi sangat
tidak seimbang. Ibarat David versus Goliath. Pasukan Umar Mukhtar ‘hanya’
10.000 orang. Di dalam al-Quran disebutkan bahwa bandingan pasukan
muslim melawan pasukan kafir 1:10. Sangat wajar 10.000:400.000
mengakibatkan kekalahan mujahidin Libya.

Saat ajal menjemputnya sang idola mengatakan “Kami tidak akan


menyerah…..Menang atau Mati….Jangan kira ini sudah berakhir…..Kalian
Wahai bangsa penjajah pasti akan berperang menghadapi generasi masa
depan kami, dan generasi berikutnya dan berikutnya…Sementara Saya, umur
saya akan jauh lebih panjang dari umur orang yang menghukum mati saya”.

Demikianlah, kata-kata abadi Syaikh Para Mujahid dan “Singa Padang


Pasir” Umar Mukhtar, Pahlawan Tertangguh dan Pejuang Teladan yang
pernah dicatat oleh sejarah kemerdekaan dan pembebasan bangsa-bangsa
dari penjajahan asing yang biadab. Hukum Sunnatullah berlaku. Apalagi
Mujahidin Libya telah berperang selama 20 tahun. Italia? mereka selalu
berdarah segar, terkecuali para pemimpinnya.

3
Tahun 1931, Umar Mukhtar tertangkap. Sebuah pukulan telak kepada
rakyat Libya. Beliau pun diadili dalam pengadilan yang tidak ada keadilan di
dalamnya. Akhirnya, 16 September 1931 Umar Mukhtar mendapatkan karunia
Ilahiyah yang mengabadikannya; tiang gantungan. Sebuah icon paling penting
dalam sejarah tirani abad ke-20. Simbol yang sangat akrab di telinga kaum
muslimin khususnya. Ratusan ribu rakyat Libya pun tak kuasa menahan
tangisnya. Sedih karena sang idola telah tiada. Tetapi terharu melihat sang
idola tersenyum menemui Robb-nya.

Mereka semua mempunyai alasan untuk menitikkan air mata kesedihan.


Sebagaimana kesedihan yang dirasakan wanita-wanita Madinah ketika
mendengar berita kematian Khalid bin Walid di Syam. Sebab, orang-orang
seperti itu memang layak ditangisi.

4
Penutup:

Sang pemimpin mengajarkan kepada kita bertarung dengan ruh dan


semangat. Ketika ‘itu’ hilang dalam diri, maka segeralah bersiap–siap
mengubur kemenangan. Umar Mukhtar adalah seorang manusia seperti
halnya kita. Ia juga selalu dirundung banyak masalah. Pasti!. Kesedihan,
kecemasan dan ketakutan. Bahkan keputusasaan serta keterpurukan pun
mendera jiwanya. Pekerjaan-pekerjaan tersebut pastilah menyedot energi
fisik, jiwa spiritual, dan pemikirannya. Namun, ia tahu bagaimana melawan
ketakutan dan kesedihan. Memunculkan harapan di atas keputusasaan.
Mereka selalu tampak santai dalam kesibukan, tenang di bawah tekanan,
bekerja dalam kesulitan, optimis di depan tantangan, dan gembira dalam
segala situasi

Anda mungkin juga menyukai