Brigjen TNI Dr. (C) Agus Winarna, SIP. M.Si, M.Tr (Han)
Soal:
1. Di Indonesia terdapat beberbagai kejadian yang dapat menjadi
contoh Framing the Policy and Strategy. Berilah satu contoh
kejadian yang termasuk dalam Framing the Policy and Strategy!
Jawab:
Sebelum membahas tentang kejadian Framing the Policy and Strategy
yang dilakukan oleh pemerintah perlu dipahami terlebih dahulu mengenai
fenomena insurgensi itu sendiri. Pemahaman mengenai insurgensi adalah
hal yang fundamental sebelum membingkai kebijakan dan strategi untuk
melawan insurgensi. Insurgensi merupakan salah satu bentuk Irregular
Warfare, yang berbeda dengan perang konvensional atau Regular warfare.
Dalam perspektif ancaman insurgensi masuk ke dalam ancaman hibrida
yang melibatkan aspek militer dan non-militer.1
Scoot Moore dalam kertopati (2021) menyatakan, Insurgensi adalah
konflik yang berkepanjangan di mana satu atau lebih kelompok berusaha
untuk menggulingkan atau secara fundamental mengubah politik atau
tatanan sosial di suatu negara atau wilayah melalui penggunaan kekerasan
berkelanjutan, subversi, gangguan sosial, dan aksi politik. Insurgency
memiliki ciri-ciri umum yang dapat dikenali yaitu: 2
1
Kertopati S.N.H. (2021). FRAMING THE POLICY & STRATEGY. Bahan ajar
Perkuliahan Kelas Asimetric warfare UNHAN RI.
2
Ibid.
1
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
3
Ibid.
2
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
Seperti yang telah kita pahami bersama bahwa isu insurjensi Papua
merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi Indonesia saat ini.
Dalam sejarah insurgency di Indonesia, konflik dengan Organisasi Papua
Merdeka (OPM) merupakan konflik terbesar yang pernah dihadapi
Indonesia. 4 Pergerakan OPM yang sebelumnya terpecah-pecah dalam
berbagai faksi perlawanan kini semakin terkonsolidasi, solid, dan rapi. 5
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia dalam
meredam gerakan insurjensi Papua yang mengancam keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam perkembangannya, kelompok insurjensi Papua yang
sebelumnya bergerak secara sporadis dan tidak terkoordinasi, menjadi
semakin solid dan terkonsolidasi dalam mencapai tujuannya yaitu
melepaskan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri dengan
nama Papua Barat (West Papua). Semakin terkonsolidasinya perlawanan
kelompok insurjensi Papua ini ditunjukkan dengan pembentukan United
Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang menyatukan faksi-
faksi perjuangan OPM antara kelompok bersenjata dan faksi politik.
Kehadiran ULMWP dimaksudkan agar upaya pemerdekaan Papua
lebih terkoordinasi untuk meraih dukungan politik dari masyarakat
internasional. ULMWP dideklarasikan pada tanggal 7 Desember 2014 di
Port Vila, Republik Vanuatu, dan memiliki tugas utama untuk
mengampanyekan Papua merdeka (free West Papua campaign) serta
melakukan lobi-lobi politik untuk mendapatkan dukungandari berbagai
negara, terutama di kawasan Pasifik Selatan.
Persoalan Papua lantas tidak lagi terbatas pada urusan domestik,
namun telah berkembang menjadi isu internasional. Hal ini tidak terlepas
dari peran ULMWP dan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang
4
Puspitasari, Irfa, 2010. “ Indonesia’s New Foreign Policy – ‘Thousand Friends –
Zero Enemy’’, IDSA Issue Brief [online]. dalam
https://idsa.in/system/files/IB_IndonesiaForeignPolicy.pdf
5
Tebay, N., 2016. “Pertarungan Indonesia versus Papua”, Tempo, 27
Juli.
3
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
6
Sabir, A. (2018). Diplomasi Publik Indonesia terhadap Vanuatu dalam Upaya
Membendung Gerakan Separatisme Papua. Jurnal Hubungan Internasional, xi(1), 91–108.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20473/jhi.v11i1.8679
7
Ibid.
8
Dorney, Sean, 2013. “Vanuatu to terminate Indonesia defence agreement”, ABC
News, dalam
http://www.abc.net.au/news/2013-04-12/vanuatu-pm-to-terminate-
indonesiaagreement/4626410.
4
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
9
Sabir, A. (2018). Diplomasi Publik Indonesia terhadap Vanuatu dalam Upaya
Membendung Gerakan Separatisme Papua. Jurnal Hubungan Internasional, xi(1), 91–108.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20473/jhi.v11i1.8679
10
Ibid.
11
Abdulsalam H. (2019). Siapa Kawan dan Lawan Indonesia di Melanesia Soal
Papua Merdeka?. Diakses dari https://tirto.id/siapa-kawan-dan-lawan-indonesia-di-
melanesia-soal-papua-merdeka-df4R
5
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
Sumber: https://tirto.id/siapa-kawan-dan-lawan-indonesia-di-
melanesia-soal-papua-merdeka-df4R
12
Ibid
6
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
Jawab:
Dalam studi pertahanan dan keamanan nasional, Insurgensi
ditempatkan sebagai salah satu jenis dari Irregular Warfare, yang berbeda
dengan perang konvensional. Sejarah mencatat, Insurgensi awalnya
muncul sebagai peperangan revolusioner (revolutionary warfare) antara
aktor non negara melawan aktor negara mendapatkan kontrol sumberdaya
ekonomi, sosial dan politik dengan cara kekerasan dan politik. Namun,
terdapat hal penting untuk dicatat, yaitu Insurgensi bukan sekedar
pemberontakan bersenjata atau kekerasan. Insurgensi memiliki
kompleksitas berupa motif ideologis & politik untuk menggulingkan sebuah
pemerintahan yang sah. Pada umumnya, Insurgensi menggunakan strategi
membentuk.
Sel / kelompok kecil tersebar dan mobile yang menggunakan serangan
pendadakan, seperti penyergapan, teror dll, sebagai taktik untuk
menghindari adanya peperangan terbuka. Sama halnya dengan konsep
Insurgency, konsep Counterinsurgency (COIN) juga sering diselaraskan
dengan konsep stability operations, foreign internal defense,
counterguerrilla operations, dan countering irregular threats. Hal ini terjadi
karena konsep Insurgency sendiri masuk dalam sub komponen small wars,
unconventional warfare, irregular warfare, asymmetric warfare, low-
intensity conflict, dan military operations other than warfare. Saat ini, definisi
7
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
8
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
9
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
Jawab:
Pada dasarnya peran dari masyarakat terhadap upaya COIN sangat
besar. Karena, inti dari insurgensi adalah perang yang berfokus pada
upaya-upaya politik untuk mendapat dukungan publik (public support).
Secara historis, pihak yang mendapatkan dukungan publik akan menjadi
pemenang perang. Karena, Insurgensi akan bisa bertahan jika ada
dukungan publik yang menjadi sumber logistik, rekrutmen, tempat
persembunyian, dan dukungan lainnya.13
Berbeda dengan peperangan konvensional / tradisional yang berfokus
untuk mengalahkan kekuatan militer suatu negara dan mengisolasi
masyarakat sipil dari perang, Insurgensi cenderung berfokus untuk
mempengaruhi populasi suatu negara yang bertujuan mendapatkan
13
Kertopati S.N.H. (2021). COUNTERINSURGENCY:THE ROLE OF SOCIETY.
Bahan ajar Perkuliahan Kelas Asimetric warfare UNHAN RI.
10
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
14
Ibid.
15
Ibid.
11
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
16
Adwani. 2015. Perlindungan Terhadap Korban Dalam Daerah Konflik Bersenjata
Menurut Perspektif Hukum Humaniter Internasional. Kementerian Riset, Teknologi Dan
Pendidikan Tinggi Universitas Syiah Kuala.
17
GPH. Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter Internasional, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005, hal. 3.
18
Afifah, K., Setiyono, J., Hardiwinoto, S. Op. Cit. hal. 5.
12
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
Jawab:
Dalam sejarahnya, gerakan insurjensi pada awalnya dipandang
sebagai gerakan perlawanan yang menggunakan kekuatan bersenjata
yaitu dengan cara kekerasan untuk melawan pemerintahan yang sah.
namun seiring berkembangnya zaman, perlawanan dengan kekuatan
bersenjata berkembang menjadi sebuah gerakan pemberotakan atau
19
Prasetiawan, E., Hastuti, L. 2020. Penerapan Distinction Principle Dalam
PerundangUndangan di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master
Law Journal), Vol. 9 No. 2, 448-463.
20
Prasetiawan, E., Hastuti, L. 2020. Penerapan Distinction Principle Dalam
PerundangUndangan di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master
Law Journal), Vol. 9 No. 2, 448-463
13
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
14
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
sosial warga pedesaannya cenderung tertutup, selain itu suplai yang dapat
disediakan oleh daerah pedesaan biasanya hanya terbatas kepada bahan
makanan sedangkan kebutuhan lainnya sangat minim.
Pada masa sekarang terjadi perubahan yang menarik mengenai
daerah operasi kelompok insurgensi, daerah opersasi yang selama ini
berpusat didaerah pedesaan bergeser menjadi daerah perkotaan atau
urban seperti yang terjadi di Irak dan juag Suriah, dimana kelompok
insurgensi lebih bnayak bergerak didaerah perkotaan ketimbang daerah
pedesaan. Daerah perkotaan sangat cocok untuk kelompok insurgensi
yang memiliki basis dukungan yang berasal dari kaum buruh dan juga
pekerja. Selain itu operasi yang dilakukan di daerah perkotaan memilik
beberapa keuntunganseperti sutruktur sosial daerah perkotaan yang padat
dan juga tertutup dapat memberikan perlindungan kepada kaum insurgensi
dan juga mempersulit pemerintah untuk menemukan kaum insurgensi.
Kemudian dengan beroperasi ditengah masyarakat mempersulit
pemerintah untuk melakukan operasi counter insurgency yang terakhir
adalah dengan berada ditengah populasi perkotaan yang padat diperkotaan
setiap ydndakan yang dilakukan oleh kaum isnurgensi mendapat efek
publikasi yang tinggi. Kesulitan dalam melakukan operasi insurgensi
diperkotaan adalah sulitnya untuk melakukan rekrutmen terhadap anggot
mengingat struktur sosial masyarakat kota yang tertutup dan juga
meterialis, sehingga menjalankan sebuah gerakan insurgensi yang lama
dan berkelanjutansanagt sulit untuk dilaksanakan.
15
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
Jawab:
Pendahuluan
Indonesia sejak berdirinya pada 17 agustus 1945 sebagai suatu
negara kesatuan yang berdaulat memiliki segudang permasalahan tentang
isu-isu terorisme dan separatisme. Isu-isu tersebut seakan tidak pernah
berakhir dan melekat dalam catatan sejarah kemerdekaan Indonesia
hingga saat ini. Salah satu isu separatisme (pemberontakan) yang menjadi
perhatian di Indonesia adalah pemberontakan yang terjadi di Papua.
Kelompok pemberontak ini kemudian dikenal sebagai Organisasi Papua
Merdeka (OPM). OPM pada awalnya merupakan istilah yang diberikan oleh
pemerintah Indonesia kepada kelompok-kelompok atau gerakan pro-
kemerdekaan Papua yang bertujuan untuk memisahkan wilayah Papua
agar telepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 1965.21
Tujuan dari organisasi ini hanya satu yaitu ingin memisahkan wilayah
Papua khususnya Papua Barat agar telepas dari kesatuan dan kesatuan
negara republik Indonesia. Seiring berjalannya waktu OPM tidak lagi
menjadi aktor tunggal insurjensi yang ada di Papua. Muncul beberapa
organisasi atau kelompok baru (faksi) yang ikut menyuarakan berpisahnya
Papua dari kesatuan Negara Republik Indonesia. Faksi-faksi tersebut
antara lain Republik Federal Papua Barat (Federal Republic of West Papua,
NRFPB), Koalisi Pembebasan Nasional Papua Barat (West Papua National
Coalition for Liberation, WPNCL), Parlemen Nasional Papua Barat
(National Parliament of West Papua, NPWP) dan yang paling baru saat ini
terbentuk yaitu United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
21
IPAC. (2015). The Current Status of the Papuan Pro Independence Movement. In
Insitute for Policy Analysis and Conflict (Issue 21).
http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/43/The-Current-Status-of-the-
Papuan-Pro-Independence-Movement
16
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
22
Menurut prinsip hukum kebiasaan internasional ini, para pihak dalam suatu
perjanjian dapat mempertahankan kepemilikan atas apa yang telah mereka peroleh
dengan paksa selama perang (USLegal n.d.). Dengan kata lain Uti possidetis juris
menyatakan bahwa batas wilayah suatu negara baru yang merdeka ditentukan oleh
wilayah bekas penjajah sebelumnya.
17
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
23
Haris, S. (1999), Indonesia di ambang perpecahan. Jakarta: Erlangga. hlm. 182-
183
24
Sihbudi, M. R., et al. (2001). Bara dalam sekam: identifikasi akar masalah dan
solusi atas konflik-konflik lokal di Aceh, Maluku, Papua, & Riau. Bandung: Mizan. hlm.
115
25
Febrianti, S., et al. (2019). Internal Conflict Resolution between Government of
Indonesia and Separatist Movement in Papua using Horse-Trading
Mechanism. Society, 7(2), hlm. 94. https://doi.org/10.33019/society.v7i2.86.
26
Korwa J. R. V. (2016), “Earned Sovereignty: The Road to Addressing the
Prolonged Conflict in West Papua-Indonesia,” (Tesis Magister, Flinders University of South
Australia, 2016). hlm. 33. Diakses dari https://flex.flinders.edu.au/file/fe39909e-68da-47c9-
8c44-ae9b65e3050d/1/Thesis%20-%20Johni%20Korwa.pdf.
18
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
27
Widjojo, M. S. et.al. (2017). Updating Papua Road Map: Proses Perdamaian,
Politik Kaum Muda, dan Diaspora Papua. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm.
2
19
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
20
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
pergerkan
pemberontakan
yang berasal dari
berbagai wilayah di
Papua Barat.
6 OPM 1976 Seth Desa Waris Melalui upaya Berafiliasi secara
Marvic Jafeth atau Marvic, represif, dan langsung dengan
Victoria Roemko Papua penggalangan TPNPB sebagai
(OPM- rem dukungan di luar sayap militernya.
MARVIC) negeri
Era Reformasi (19987-sekarang)
7 Presidium 2000 Kongres Papua Melalui jalur
Dewan Rakyat politik demokrasi
Papua Papua II
(PDP)
8 The Free 2004 Benny Oxforf Melalui upaya,
West Wenda Inggris Propaganda media
Papua untuk mencari
Campaign dukungan
(FWPC) internasional
9 West 2004 Edison Biak, Papua Melalui upaya Pada awal
Papua Waromi, diplomatik berdirinya pada
Nasional Jacob internasional dan tahun 2004,
Authority Rumbia tindakan represif WPNA
(WPNA) k, menunjuk
Herman Richard Hans
Wangga Yoweni sebagai
i kepala sayap
militernya, tetapi
ia
meninggalkan
kelompok
tersebut pada
tahun 2008, dan
WPNA memiliki
pengaruh yang
sangat kecil pada
setiap operasi
OPM bersenjata
sejak itu
10 West 2005 John Port Villa, Melalui upaya Faksi pertama
Papua Otto Vanuatu Politik, dan yang
National Ondowa diplomatik luar mengajukan
Coalition me negeri permohonan
for keanggotaan
Liberation dalam komunitas
(WPNCL) regional pasifik
Melanesia
Spearhead Group
(MSG untuk
memobilisasi
dukungan
internasional
dalam upaya
perlawanannya
21
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
22
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
pergerakan dan sarana yang digunakan. Dari segi angka, jumlah kelompok
pemberontak separatisme Papua yang ditampilkan dalam tabel di atas pada
keyataannya masih belum merepresentasikan jumlah kelompok
pemberontak yang ada di Papua secara menyeluruh. Masih terdapat lebih
banyak kelompok pemberontak lainnya. Namun kelompok-kelompok
tersebut tidak terorganisir dengan baik sebagaimana kelompok-kelompok
atau organisasi pemberontak yang disebutkan.28
Dari segi pola pergerakan dan sarana yang digunakan kelompok
pemberontak Papua juga mengalami perubahan yang awalnya lebih
menekankan pada tindakan-tindakan perlawanan bersenjata menjadi
tindakan-tindakan yang lebih lunak. Melalui partisipasi masyarakat,
hubungan diplomatik dengan negara pihak ke tiga, serta propaganda di
media cetak maupun elektronik akibat dari pesatnya perkembangan arus
gliobalisasi.
Saat ini ULMWP menjadi salah satu pioner pergerakan politik
pemberontak Papua baik skala domestik maupun skala internasional. Pada
skala domestik upaya politik yang dilakukan ULMWP adalah dengan
menekan Pemerintah Indonesia melalui propaganda deklarasi
kemerdekaan Papua Barat dan propaganda isu pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu mereka juga sering
melibatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan demonstrasi di jalan
dalam menyuarakan pergerekan kemerdekaan mereka. Pada skala tertentu
mereka juga dinilai telah berhasil menyatukan atau mendapatkan dukungan
dari pemberontak Papua lainnya. Sehingga membentuk sebuah
pergerakan yang lebih solid dan tidak terfragmantasi seperti pada masa
sebelumnya.
Pada skala internasional upaya politik yang dilakukan ULMWP
melalui diplomasi internasional telah berhasil membuat aktor negara
maupun non-negara (komunitas internasional, LSM dan individu)
khususnya para pegiat HAM untuk memberikan dukungan terhadap aksi
28
IPAC. (2015). Op., Cit.
23
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
29
Sabir A. (2018). Diplomasi Publik Indonesia terhadap Vanuatu dalam Upaya
Membendung Gerakan Separatisme Papua. Jurnal Hubungan Internasional, XI(1), hlm.
96. DOI:http://dx.doi.org/10.20473/jhi.v11i1.8679.
30
Bayuseno A. B. B. & Windiani R. (2020). Memahami Konsistensi Sikap Politik
Negara-Negara Melanesia mengenai Isu Papua di Forum-Forum Internasional. Politica,
11(2), 204.
24
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)
Rekomendasi
1) Perlu adanya peningkatan dan percepatan pembangunan di wilayah
Papua khususnya Papua Barat agar dapat menekan timbulnya
kesenjangan sosial yang dapat berdampak pada timbulnya simpati
masyarakat terhadap kelompok-kelompok pembebasan Papua
seperti ULMWP dan kelompokkelompok insurgensi lainnya.
2) Selain itu perlu juga upaya yang lebih komprehensif dalam
membangun proses dialog antara pemerintah dengan para pemuka
adat, pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat Papua untuk
mencari dan merumuskan jalan keluar terbaik dalam memecahkan
setiap akar permasalahan yang terjadi di Papua.
3) Pemerintah juga harus meningkatkan kewaspadaan dalam setiap
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam
menekan gerakan-gerakan pemberontakan yang ada di Papua.
Mengingat kemampuan ULMWP sebagai salah satu kelompok
pemberontak yang memiliki jaringan dan sumber daya yang luas baik
di dalam dan di luar negeri dapat membuat pemerintah Indonesia
tersudutkan oleh karena adanya isu-isu pelanggaran HAM.
4) Untuk itu pemerintah perlu meningkatan hubungan kerja sama luar
negeri (hubungan diplomatik) dengan seluruh negara di dunia
khususnya negara-negara yang berpotensi akan memberi dukungan
kepada kelompok ULMWP. Dengan meningkatnya hubungan
diplomatik Indonesia dengan negara-negara lain maka akan
berdampak pada penekananan peluang timbulnya pengakuan
kelompok pemberontakan terhadap ULMWP baik pengakuan
sebagai insurgency (rcognition of insurgency) maupun pengakuan
sebagai belligerent (recognition of belligerency).
25