Anda di halaman 1dari 26

UNIVERSITAS PERTAHANAN

Counter Insurgency Policy and Strategy

Ujian Akhir Semester


Dosen Pengampu:

Letkol Arm. Dr. Ahmad G. Dohamid., S.Sos., M.A.P.

Dr. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si

Brigjen TNI Dr. (C) Agus Winarna, SIP. M.Si, M.Tr (Han)

Abdillah Satari Rahim


120200102001

FAKULTAS STRATEGI PERTAHANAN


PROGRAM STUDI PEPERANGAN ASIMETRIS
SALEMBA 2021
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

Soal:
1. Di Indonesia terdapat beberbagai kejadian yang dapat menjadi
contoh Framing the Policy and Strategy. Berilah satu contoh
kejadian yang termasuk dalam Framing the Policy and Strategy!

Jawab:
Sebelum membahas tentang kejadian Framing the Policy and Strategy
yang dilakukan oleh pemerintah perlu dipahami terlebih dahulu mengenai
fenomena insurgensi itu sendiri. Pemahaman mengenai insurgensi adalah
hal yang fundamental sebelum membingkai kebijakan dan strategi untuk
melawan insurgensi. Insurgensi merupakan salah satu bentuk Irregular
Warfare, yang berbeda dengan perang konvensional atau Regular warfare.
Dalam perspektif ancaman insurgensi masuk ke dalam ancaman hibrida
yang melibatkan aspek militer dan non-militer.1
Scoot Moore dalam kertopati (2021) menyatakan, Insurgensi adalah
konflik yang berkepanjangan di mana satu atau lebih kelompok berusaha
untuk menggulingkan atau secara fundamental mengubah politik atau
tatanan sosial di suatu negara atau wilayah melalui penggunaan kekerasan
berkelanjutan, subversi, gangguan sosial, dan aksi politik. Insurgency
memiliki ciri-ciri umum yang dapat dikenali yaitu: 2

1. Mendelegitimasi pemerintah yang sah di suatu wilayah sambil


memperkuat posisi mereka di mata publik untuk mendapatkan
simpati.
2. Memperlemah kemampuan pemerintah yang sah untuk
menyediakan akses pemenuhan kebutuhan dasar warga negara di
suatu wilayah, seperti keamanan, pendidikan, kesehatan, makanan,
serta tempat tinggal, dll. Bertujuan untuk menunjukkan bahwa

1
Kertopati S.N.H. (2021). FRAMING THE POLICY & STRATEGY. Bahan ajar
Perkuliahan Kelas Asimetric warfare UNHAN RI.
2
Ibid.

1
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

pemerintah yang sah tidak adil dalam memenuhi kebutuhan dasar


warga negaranya.
3. Berupaya meraih dukungan publik di suatu wilayah/negara, baik
secara aktif (rekrutmen bergabung dengan kelompok insurgen) atau
minimal pasif (simpati kepada kelompok insurgen)
4. Menghasut dan memprovokasi pemerintah yang sah untuk
melakukan tindakan kekerasan, militer dan represif terhadap
kelompok insurgen dan simpatisannya, sehingga mereka semakin
mendapatkan simpati / memperkuat loyalitas publik terhadap
kelompok insurgensi.
5. Berupaya untuk meraih dukungan/pengakuan/bantuan internasional
menggunakan isu pelanggaran HAM.
Selanjutnya dalam upaya penangulangan / kontra insurjensi dapat
dilakukan melalui Framing the Policy and Strategy of insurgency. Upaya ini
dapat dilakukan melalui 5 metode, yaitu:3
1. Kebijakan memperkuat legitimasi pemerintah
2. Kebijakan meningkatkan pelayanan publik dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar
3. Kebijakan memperkuat dukungan publik terhadap pemerintah yang
sah
4. Kebijakan penggunaan kekuatan minimum dan pendekatan
humanistik untuk menghindari collateral effect
5. Kebijakan diplomasi penguatan posisi negara di dunia
internasional dalam menghadapi insurgensi
Salah satu bentuk Framing the Policy and Strategy of insurgency yang
pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi ancaman
insurjensi adalah adalah dengan menerapkan kebijakan diplomasi
penguatan posisi negara di dunia internasional dalam menghadapi
insurgensi.

3
Ibid.

2
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

Seperti yang telah kita pahami bersama bahwa isu insurjensi Papua
merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi Indonesia saat ini.
Dalam sejarah insurgency di Indonesia, konflik dengan Organisasi Papua
Merdeka (OPM) merupakan konflik terbesar yang pernah dihadapi
Indonesia. 4 Pergerakan OPM yang sebelumnya terpecah-pecah dalam
berbagai faksi perlawanan kini semakin terkonsolidasi, solid, dan rapi. 5
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia dalam
meredam gerakan insurjensi Papua yang mengancam keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam perkembangannya, kelompok insurjensi Papua yang
sebelumnya bergerak secara sporadis dan tidak terkoordinasi, menjadi
semakin solid dan terkonsolidasi dalam mencapai tujuannya yaitu
melepaskan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri dengan
nama Papua Barat (West Papua). Semakin terkonsolidasinya perlawanan
kelompok insurjensi Papua ini ditunjukkan dengan pembentukan United
Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang menyatukan faksi-
faksi perjuangan OPM antara kelompok bersenjata dan faksi politik.
Kehadiran ULMWP dimaksudkan agar upaya pemerdekaan Papua
lebih terkoordinasi untuk meraih dukungan politik dari masyarakat
internasional. ULMWP dideklarasikan pada tanggal 7 Desember 2014 di
Port Vila, Republik Vanuatu, dan memiliki tugas utama untuk
mengampanyekan Papua merdeka (free West Papua campaign) serta
melakukan lobi-lobi politik untuk mendapatkan dukungandari berbagai
negara, terutama di kawasan Pasifik Selatan.
Persoalan Papua lantas tidak lagi terbatas pada urusan domestik,
namun telah berkembang menjadi isu internasional. Hal ini tidak terlepas
dari peran ULMWP dan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang

4
Puspitasari, Irfa, 2010. “ Indonesia’s New Foreign Policy – ‘Thousand Friends –
Zero Enemy’’, IDSA Issue Brief [online]. dalam
https://idsa.in/system/files/IB_IndonesiaForeignPolicy.pdf
5
Tebay, N., 2016. “Pertarungan Indonesia versus Papua”, Tempo, 27
Juli.

3
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

secara implisit maupun eksplisit telah memfasilitasi dan membantu proses


internasionalisasi isu Papua. Selain itu, kepentingan asing di Papua juga
turut andil dalam menarik perhatian dunia atas Papua, seperti Amerika
Serikat, Australia, Kanada, Cina, Jepang, dan India yang masing-masing
memiliki kepentingan bisnis di tanah Papua.6
Vanuatu menjadi negara yang paling vokal dan tegas menyatakan
dukungannya terhadap gerakan Papua Merdeka. Dengan dalih persamaan
ras (Melanesian Brotherhood), Vanuatu memfasilitasi terbentuknya
ULMWP dan menggalang dukungan dari negara Pasifik lainnya untuk
kampanye politik Papua Merdeka dengan memanfaatkan organisasi sub-
regional di kawasan Pasifik, seperti Melanesian Spearhead Group (MSG).
Vanuatu sendiri merupakan salah satu penggagas berdirinya MSG.7
Dukungan Vanuatu terhadap gerakan separatisme Papua
diaktualisasikan dalam berbagai forum internasional. Vanuatu gencar
menyuarakan persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua
yang bertujuan untuk menyudutkan Indonesia. Penulis mencatat beberapa
peristiwa yang menunjukkan sikap berseberangan Vanuatu dengan
Indonesia dalam isu separatisme Papua, diantaranya dalam sidang
tahunan ke-68 Majelis Umum PBB pada tanggal 28 September 2013 di New
York, Amerika Serikat. Dalam sidang tersebut, Vanuatu menyatakan bahwa
Indonesia bertanggung jawab atas ratusan ribu orang Papua yang disiksa
dan dibunuh.8 Selain itu, dalam sidang Dewan HAM PBB ke-25 di Jenewa,
Swiss, pada tanggal 4 Maret 2014, Vanuatu meminta PBB untuk mengirim
utusan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM di Papua.
Menyikapi hal itu Indonesia lantas mulai melakukan pendekatan
dengan Vanuatu, salah satunya melalui diplomasi publik dengan

6
Sabir, A. (2018). Diplomasi Publik Indonesia terhadap Vanuatu dalam Upaya
Membendung Gerakan Separatisme Papua. Jurnal Hubungan Internasional, xi(1), 91–108.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20473/jhi.v11i1.8679
7
Ibid.
8
Dorney, Sean, 2013. “Vanuatu to terminate Indonesia defence agreement”, ABC
News, dalam
http://www.abc.net.au/news/2013-04-12/vanuatu-pm-to-terminate-
indonesiaagreement/4626410.

4
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

memanfaatkan instrumen kerja sama ekonomi, teknologi, pelatihan,


beasiswa, pembangunan, pertanian, peternakan dan lain-lain. Indonesia
juga memberikan bantuan luar negeri senilai USD 2 juta ketika Vanuatu
terkena dampak yang cukup parah dari Badai Pam Pam (Cylone Pam) yang
menerpa negara-negara di kawasan Pasifik.9
Akan tetapi upaya tersebut tampaknya belum berhasil mengondisikan
negara tersebut untuk mendukung penuh kedaulatan Indonesia atas
Papua. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa Vanuatu masih memberikan
dukungannya terhadap gerakan separatis Papua. Vanuatu beserta
sejumlah negara di Pasifik Selatan bahkan secara terang-terangan
menyatakan dukungannya atas pemerdekaan Papua dengan meminta PBB
melakukan investigasi serta menyerukan agar Papua Barat diberikan hak
penentuan nasib sendiri dalam Sidang Tahunan Majelis Umum PBB ke-71
di New York, Amerika Serikat.10
Selain Vanuatu upaya diplomatik melalui kerja sama ekonomi,
teknologi, pelatihan, beasiswa, pembangunan, pertanian, peternakan dan
lain-lain sebagai upaya penguatan posisi Indonesia di dunia internasional
dalam menghadapi insurgensi Papua juga dilakukan bersama dengan
negara-negara pasifik lainnya yang meliputi Kepulauan Solomon, Fiji, dan
Papua Nugini. Dikutip dari laman tirto.id (2019) sebagian besar pasar
ekspor Indonesia di MSG ada di Fiji dan PNG. Nilai ekspor Indonesia ke
PNG pada 2017 sebesar $174,85 juta, sementara ke Fiji sebesar $22,94.
Bandingkan dengan nilai ekspor Indonesia pada 2017 ke Kepulauan
Solomon ($16,55 juta) dan Vanuatu ($4,67 juta) yang jauh di bawah itu. 11

9
Sabir, A. (2018). Diplomasi Publik Indonesia terhadap Vanuatu dalam Upaya
Membendung Gerakan Separatisme Papua. Jurnal Hubungan Internasional, xi(1), 91–108.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20473/jhi.v11i1.8679
10
Ibid.
11
Abdulsalam H. (2019). Siapa Kawan dan Lawan Indonesia di Melanesia Soal
Papua Merdeka?. Diakses dari https://tirto.id/siapa-kawan-dan-lawan-indonesia-di-
melanesia-soal-papua-merdeka-df4R

5
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

Sumber: https://tirto.id/siapa-kawan-dan-lawan-indonesia-di-
melanesia-soal-papua-merdeka-df4R

Pada 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Fiji


dan berpidato di Pacific Islands Development Forum (PIDF), organisasi
bentukan Fiji untuk menyaingi Pacific Islands Forum (PIF). Dalam pidato
tersebut, SBY menyatakan bakal menggelontorkan $20 juta untuk
mengatasi perubahan iklim dan berbagai inisiatif terkait mitigasi bencana
alam. 12 Strategi ini pada akhirnya berhasil membuat posisi Indonesia di
kancah internasional khususnya di kawasan pasifik menjadi meningat. Hal
ini tergambarkan dengan ditolaknya pengajuan aplikasi keanggotaan
WPNCL (West Papua National Coalition for Liberation) ke dalam ke dalam
komunitas regional negara-negara pasifik Melanesia Spearhead Group
(MSG).
Dari kejadian di atas Framing the Policy and Strategy of insurgency
melalui kebijakan diplomasi penguatan posisi negara di dunia internasional
dalam menghadapi insurgensi telah berhasil memecah suara anggota-
anggota MSG dalam mendukung berkembangnya kelompok insurjen

12
Ibid

6
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

Papua di kancah Internasional. Meski pada akhirnya pada tahun 2015


WPNCL berhasil menjadi anggota MSG dengan membentuk badan baru
(ULMWP) sebagai observer akan tetapi disaat yang bersamaan Indonesia
juga telah mengamankan posisinya dalam komunitas MSG dengan
menyandang status associate member.

2. Bagaimana menurut anda melaksanakan Developing


Counterinsurgency Policy and Strategy pada masa pandemi
COVID-19?

Jawab:
Dalam studi pertahanan dan keamanan nasional, Insurgensi
ditempatkan sebagai salah satu jenis dari Irregular Warfare, yang berbeda
dengan perang konvensional. Sejarah mencatat, Insurgensi awalnya
muncul sebagai peperangan revolusioner (revolutionary warfare) antara
aktor non negara melawan aktor negara mendapatkan kontrol sumberdaya
ekonomi, sosial dan politik dengan cara kekerasan dan politik. Namun,
terdapat hal penting untuk dicatat, yaitu Insurgensi bukan sekedar
pemberontakan bersenjata atau kekerasan. Insurgensi memiliki
kompleksitas berupa motif ideologis & politik untuk menggulingkan sebuah
pemerintahan yang sah. Pada umumnya, Insurgensi menggunakan strategi
membentuk.
Sel / kelompok kecil tersebar dan mobile yang menggunakan serangan
pendadakan, seperti penyergapan, teror dll, sebagai taktik untuk
menghindari adanya peperangan terbuka. Sama halnya dengan konsep
Insurgency, konsep Counterinsurgency (COIN) juga sering diselaraskan
dengan konsep stability operations, foreign internal defense,
counterguerrilla operations, dan countering irregular threats. Hal ini terjadi
karena konsep Insurgency sendiri masuk dalam sub komponen small wars,
unconventional warfare, irregular warfare, asymmetric warfare, low-
intensity conflict, dan military operations other than warfare. Saat ini, definisi

7
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

COIN yang banyak digunakan oleh Kementerian Pertahanan di berbagai


negara, terutama di negara anggota NATO adalah: Upaya militer, non-
militer, ekonomi, psikologis, dan sipil yang diambil oleh pemerintah untuk
mengatasi Insurgensi.
Di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No 8
Tahun 2021 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2020 -
2024, Insurgensi masuk ke dalam ancaman hibrida dengan jenis terorisme
dan separatisme yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi dan sosial-
budaya. Selaras dengan definisi Insurgensi yang kompleks dan tidak hanya
berdimensi militer, namun melibatkan banyak dimensi seperti ideologi,
politik, ekonomi, sosial dan budaya. Namun, dalam kajian pertahanan dan
keamanan, definisi COIN yang banyak digunakan adalah yang
dikemukakan oleh Scott Moore, pakar dan praktisi COIN.
Scott menyatakan, COIN adalah upaya terpadu yang melibatkan
dimensi politik, ekonomi, sosial, dan langkah-langkah menciptakan
keamanan untuk mengakhiri dan mencegah terulangnya kekerasan
bersenjata, menciptakan dan memelihara stabilitas politik, ekonomi, dan
sosial. Selain itu, ia menambah, COIN pada prinsipnya juga berupaya
menyelesaikan penyebab yang mendasari insurgensi dalam rangka
membangun dan mempertahankan stabilitas keamanan yang
berkelanjutan. Bagi Scott, COIN bukan sekedar mengakhiri Insurgensi.
Namun juga harus sampai pada upaya menyelesaikan penyebab yang
mendasari Insurgensi hingga akar-akarnya.
Mengacu pada hal itu pemerintah Indonesia pada dasarnya telah
menyusu dan mengimplementasikan strategi COIN yang lebih humanis
ddibanding era sebelumnya (era orde baru). Melalui upaya pembangunan
infrastruktur di wilayah Papua hingga upaya membangun jalan damai
melalui upaya-upaya dialog antara pemerintah dengan tokoh masyarakat,
pemuka agama, tokoh adat, akademisi serta kelompok masyarakat Papua
lainnya. Selain itu upaya diplomatik untuk menekan pengaruh dari negara
lain atas keterkaitannya dengan konflik yang terjadi di Papua juga telah

8
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

dilakukan. Akan tetapi upaya-upaya ini mengalami hambatan dalam


pelaksanaannya akibat munculnya pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 yang menyerang seluruh negara secara global
secara langsung telah memberi dampak yang besar terhadap strategi COIN
yang sedang dilaksanakan pemerintah saat ini. Pertama, strategi
pembangunan infrastruktur di wilayah Papua. Hadirnya pandemi Covid-19
membuat pembangunan infrastruktur jalan trans Papua yang
menghubungkan wilayah terisolir di Papua menjadi terhambat. Banyak
proyek pembangunan yang terpaksa dihentikan sementara akibat
diberlakukannya kebijakan Pembatasan sosial berskala besar
yangditetapkan pemerintah untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19.
Disisi lain berkurangnya pengawasan dan perlindungan terhadap para
pekerja proyek pembangunan infrastruktut Papua di masa pandemi Covid-
19 ikut dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok insurjen bersenjata untuk
kembali menunjukkan eksistensinya kepada publik.
Kedua, membangun jalan damai melalui upaya-upaya dialog.
Strategi ini merupakan rekomendasi yang paling banyak mendapat
perhatian. Tidak saja dari kalangan akademisi, dan politik tetapi juga bagi
masyarakat Papua yang sudah terlibat dalam pelaksanakaan dialog ini.
Upaya dialog pada hakekatnya telah dilakukan sejak tahun 2011 saat tim
peneliti Lipi menjadi penggagas terwujudnya proses dialog untuk mencara
jalanterbaik dalam menyelesaikan akar-akar permasalahan yang ada di
Papua. Pandemi Covid-19 saat ini sekali lagi menjadi hambatan yang
dihadapi pemerintah dalam proses membangun upaya-upaya dialog antar
komponen dan lapisan masyarakat khususnya masyarakat dan tokoh-tokoh
Papua. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyaraka (PPKM) akibat
masih tingginya penyebaran covid-19 menjadi penyebab sulitnya
melaksanakan strategi dialog yang komprehensif yang melibatkan seluruh
lapisan dan komponen masyarakat Papua.
Ketiga, meningkatnya ancaman siber dan propaganda oleh
kelompok-kelompok pro-kemerdekaan Papua. Tak dapat dipungkiri bahwa

9
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

pandemi covid-19 telah memaksa masayarakat dunia untuk melakukan


trenasformasi teknologi terhadap seluruh aktivitas sehari-harinya. Hal ini
membuat interaksi manusia khususnya masyarakat Indonesia di ruang
siber menjadi meningkat. Hal ini kemudian dimanfaatkan kelompok-
kelompok insurjensi untuk menyebarkan isu-isu pelanggaran Ham yang
terjadi di Papua, mendorong dukungan dan simpati publik melalui narasi-
narasi yangmenyudutkan pemerintah, hingga melakukan perekrutan
anggota.
Dari penjabaran ke tiga masalah di atas dapat dipahami bahwa
pandemi covid-19 telah menjadi hambatan serta tantangan tersendiri bagi
pemerintah dalam melaksanakan strategi-strategi COIN yang telah
diupayakan selama ini.

3. Berilah penjelasan singkat terkait Counterinsurgency: The Role of


the Society!

Jawab:
Pada dasarnya peran dari masyarakat terhadap upaya COIN sangat
besar. Karena, inti dari insurgensi adalah perang yang berfokus pada
upaya-upaya politik untuk mendapat dukungan publik (public support).
Secara historis, pihak yang mendapatkan dukungan publik akan menjadi
pemenang perang. Karena, Insurgensi akan bisa bertahan jika ada
dukungan publik yang menjadi sumber logistik, rekrutmen, tempat
persembunyian, dan dukungan lainnya.13
Berbeda dengan peperangan konvensional / tradisional yang berfokus
untuk mengalahkan kekuatan militer suatu negara dan mengisolasi
masyarakat sipil dari perang, Insurgensi cenderung berfokus untuk
mempengaruhi populasi suatu negara yang bertujuan mendapatkan

13
Kertopati S.N.H. (2021). COUNTERINSURGENCY:THE ROLE OF SOCIETY.
Bahan ajar Perkuliahan Kelas Asimetric warfare UNHAN RI.

10
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

masyarakat, sekaligus mengikis dukungan masyarakat terhadap suatu


pemerintahan. Sehingga, Insurgensi seringkali digambarkan sebagai
Population-Centric Warfare karena yang menjadi target adalah mengikis
trust populasi terhadap suatu negara yang berujung pada instabilitas
kemanan nasional suatu negara.14
Aktor / Kelompok-kelompok insurgensi seringkali mengeksploitasi akar
atau faktor struktural ketidakpuasan (grievance) ataupun enolakan dari
sebuah sikap atau kebijakan politik yang ditetapkan oleh suatu negara
terhadap kelompok atau wilayah tertentu. Hasil eksploitasi ketidakpuasan
politik tersebut diorganisir untuk membentuk sebuah kelompok non state
actor / gerilyawan yang didukung logistik dan persenjataan baik sebagai
proxy dari state actor maupun non state actor (NGO ataupun lembaga-
lembaga lainnya). 15
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa masyarakat (society)
memainkan peran vital dalam counter insurgency. Dimana masyarakat
dapat berperan sebagai komponen pendukung yang dapat digunakan untuk
menekan atau pun menghadang perkembangan kelompok-kelompok
insujensi. Disisi lain masyarakat juga dapat menjadi ancaman bagi operasi
counter insurgency. Kurangnya informasi atau tidak adanya pemetaan yang
jelas dalam membedakan antara masayarakat sipil yang harus dilindungi
dengan masyarakat sipil yang menjadi kombatant menjadi ancaman
tersendiri sekaligus hambatan dalam keberhasilan counterinsurgency.
Oleh sebab itu perlu adanya upaya yang lebih komprehensif antara
pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan tokoh masyarakat
seperti tokoh agama, tokoh adat serta unsur masyarakat lainnya dalam
menumbuhkan semangat nasionalisme bangsa agar dapat menekan ruang
gerak kelompok-kelompok insurjensi di Indonesia.
Berhubung tindakan peperangan / konflik bersenjata tidak hanya
berakibat terhadap anggota angkatan bersenjata yang dilindungi dalam

14
Ibid.
15
Ibid.

11
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

konflik bersenjata, tetapi juga berakibat terhadap penduduk sipil, bahkan


penduduk sipil lebih banyak yang menjadi korban. Apalagi penduduk sipil
sebagai pihak yang lemah sangat mudah dijadikan sasaran kekerasan
dengan berbagai alasan atau tuduhan yang dibuat-buat, sehingga
penduduk sipil merupakan pihak yang sangat menderita dalam suatu konflik
bersenjata. Walaupun penduduk sipil bukan orang-orang yang terlibat
langsung dalam konflik, akan tetapi mereka berada di dalam daerah konflik,
maka keberadaan mereka diatur dalam Konvensi Jenewa IV tahun 1949,
yang pengaturannya lebih sempurna daripada Konvensi Den Haag 1907.
Secara umum dapat dikatakan bahwa meskipun penduduk sipil tidak ikut
dalam konflik, namun perlindungan itu mutlak diperlukan, sebab orang yang
tidak bersalah tidak boleh dijadikan sasaran kekerasan perang atau tidak
boleh menjadi korban. 16 Karena itu perlu dibedakan antara kombatan
dengan penduduk sipil oleh para petempur dari kedua belah pihak.17
Prinsip pembedaan (distinction principle) merupakan suatu asas penting
dalam Hukum Humaniter, yaitu suatu prinsip yang membedakan atau
membagi kategori penduduk dari suatu negara yang sedang berperang,
atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata dalam dua golongan, yakni
kombatan (combatant) dan penduduk sipil (civilian). Kombatan adalah
golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan
(hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang
tidak turut serta dalam permusuha.18
Ketika Indonesia telah meratifikasi Konvensi Jenewa 1949, ada
keharusan bagi negara untuk menyesuaikan aturan perundang-undangan
nasionalnya dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hukum
humaniter internasional. Terkait aturan pemisahan objek sipil dan objek
militer dalam Protokol Tambahan I 1977, itu merupakan upaya pencegahan

16
Adwani. 2015. Perlindungan Terhadap Korban Dalam Daerah Konflik Bersenjata
Menurut Perspektif Hukum Humaniter Internasional. Kementerian Riset, Teknologi Dan
Pendidikan Tinggi Universitas Syiah Kuala.
17
GPH. Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter Internasional, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005, hal. 3.
18
Afifah, K., Setiyono, J., Hardiwinoto, S. Op. Cit. hal. 5.

12
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

yang diatur dalam hukum humaniter internasional, maka Indonesia


seyogyanya melaksanakan aturan itu. Misalnya dalam konteks
penerbangan, bandara sipil dan pangkalan udara militer dipisahkan sebagai
upaya melaksankan prinsip pembedaan. Penataan kawasan perumahan
sipil dan kawasan militer, membedakan rumah sakit sipil dan militer, dan
terutama menjauhkan objek-objek sipil dari objek-objek yang dapat menjadi
sasaran militer. Sebagai upaya kepatuhan terhadap penerimaan Konvensi
Jenewa 1949 dalam legislasi nasional, seharusnya aturan-aturan hukum di
Indonesia terkait objek sipil dan objek militer mengatur pemisahan kedua
kawasan itu.19
Tujuan utama pembedaan terhadap objek, pemisahan objek sipil dan
militer adalah demi melindungi penduduk sipil dari bahaya dan ancaman
yang kemungkinan timbul dari operasi militer sebagai mana ketentuan
Pasal 51 Protokol Tambahan I 1977. Agar perlindungan ini dapat dirasakan
hasilnya, ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional yang dapat
diterapkan harus dipatuhi dalam segala keadaan. 20

4. Berilah penjelasan singkat tentang Urban dan Rural


Counterinsurgency dan berilah contoh serangan infrastruktur dan
analisanya!

Jawab:
Dalam sejarahnya, gerakan insurjensi pada awalnya dipandang
sebagai gerakan perlawanan yang menggunakan kekuatan bersenjata
yaitu dengan cara kekerasan untuk melawan pemerintahan yang sah.
namun seiring berkembangnya zaman, perlawanan dengan kekuatan
bersenjata berkembang menjadi sebuah gerakan pemberotakan atau

19
Prasetiawan, E., Hastuti, L. 2020. Penerapan Distinction Principle Dalam
PerundangUndangan di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master
Law Journal), Vol. 9 No. 2, 448-463.
20
Prasetiawan, E., Hastuti, L. 2020. Penerapan Distinction Principle Dalam
PerundangUndangan di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master
Law Journal), Vol. 9 No. 2, 448-463

13
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

insurjensi yang memiliki maksud-maksud politik untuk menggulingkan rezim


yang berkuasa.
Perkembangan teknologi, ekonomi, politik dan budaya mendorong
terjadinya pergeseran gerakan insurgensi di suatu negara. Faktor ini
menyebabkan interaksi masyarakat dunia yang tidak terbatas lagi oleh
batas wilayah antar negara. Efek dari globalisasi dapat memberikan
pengaruh kepada lingkungan operasional dari gerakan insurjensi semakin
modern. Selain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat
dimanfaatkan bagi kelompokkelompok gerakan insurjensi guna mencapai
tujuan strategisnya, seperti pemanfaatan jaringan komputer dan internet.
Dengan kemodernan ini mereka membentuk jaringan kelompok
insurjensi internasional yang berkaitan satu sama lainnya, sehingga
berakibat mereka mendapat kemudahan dan dukungan aliran dana,
persenjataan, penggalangan, pelatihan militer, serta jaringan kerja yang
luas, yang tidak lagi berbatas wilayah antar negara. Tren urbanisasi,
globalisasi, dan revolusi informasi semua menjurus pada satu titik fokus
insurjensi di masa depan yaitu lingkungan perkotaan. Ketiga hal ini
dianggap sebagai faktor pendorong terjadinya insurjensi di suatu wilayah.
Keberhasilan melakukan insurgensi didaerah pedesaan atau
perkotaan sangat bergantung dengan target populasi yang dijadikan target
perekrutan dan juga yang menjadi penyokong gerakan insurgensi tersebut.
Apabila target populasi adalah petani maka kemungkinan gerakan
insurgensi yang beroperasi didaerah pedeasaan memiliki peluang sukses
yang lebih besar dibanding kan dengan daerah perkotaan. Selain menjadi
basis perekrutan, struktur sosial pedeasaan yang terbuka memungkinkan
kelompok insurgen untuk dapat berbaur dengan warga pedesaan dan juga
lebih mudah memperoleh suplai dari warga pedesaan. Hal berikutnya
adalah keadaan geografis pedesaan memberikan keuntungan kepada
kelompok insurgensi karena sangat cocok untuk melakukan perang gerilya
dan taktik ‘hit and run’. Kelemahan dalam menjalankan operasi insurgensi
di pedesaan adalah sangat sulitnya mendapat dukungan apabial struktur

14
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

sosial warga pedesaannya cenderung tertutup, selain itu suplai yang dapat
disediakan oleh daerah pedesaan biasanya hanya terbatas kepada bahan
makanan sedangkan kebutuhan lainnya sangat minim.
Pada masa sekarang terjadi perubahan yang menarik mengenai
daerah operasi kelompok insurgensi, daerah opersasi yang selama ini
berpusat didaerah pedesaan bergeser menjadi daerah perkotaan atau
urban seperti yang terjadi di Irak dan juag Suriah, dimana kelompok
insurgensi lebih bnayak bergerak didaerah perkotaan ketimbang daerah
pedesaan. Daerah perkotaan sangat cocok untuk kelompok insurgensi
yang memiliki basis dukungan yang berasal dari kaum buruh dan juga
pekerja. Selain itu operasi yang dilakukan di daerah perkotaan memilik
beberapa keuntunganseperti sutruktur sosial daerah perkotaan yang padat
dan juga tertutup dapat memberikan perlindungan kepada kaum insurgensi
dan juga mempersulit pemerintah untuk menemukan kaum insurgensi.
Kemudian dengan beroperasi ditengah masyarakat mempersulit
pemerintah untuk melakukan operasi counter insurgency yang terakhir
adalah dengan berada ditengah populasi perkotaan yang padat diperkotaan
setiap ydndakan yang dilakukan oleh kaum isnurgensi mendapat efek
publikasi yang tinggi. Kesulitan dalam melakukan operasi insurgensi
diperkotaan adalah sulitnya untuk melakukan rekrutmen terhadap anggot
mengingat struktur sosial masyarakat kota yang tertutup dan juga
meterialis, sehingga menjalankan sebuah gerakan insurgensi yang lama
dan berkelanjutansanagt sulit untuk dilaksanakan.

5. Indonesia dalam sejarah kemerdekaan mempunyai beberapa


pemberontakan yang terjadi di daerah-daerah. Pemberontakan ini
terjadi salah satunya adalah akibat adanya pengaruh dari luar
negeri yang ingin menciptakan kondisi serta adanya kepentingan-
kepentingan asing terhadap Indonesia.
Menurut mahasiswa, bagaimana cara mengatasi pemberontakan
yang terjadi karena adanya campur tangan dari luar negeri. Berikan

15
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

penjelasan dengan menggunakan teori neo classical


counterinsurgency serta berikan contohnya!

Jawab:
Pendahuluan
Indonesia sejak berdirinya pada 17 agustus 1945 sebagai suatu
negara kesatuan yang berdaulat memiliki segudang permasalahan tentang
isu-isu terorisme dan separatisme. Isu-isu tersebut seakan tidak pernah
berakhir dan melekat dalam catatan sejarah kemerdekaan Indonesia
hingga saat ini. Salah satu isu separatisme (pemberontakan) yang menjadi
perhatian di Indonesia adalah pemberontakan yang terjadi di Papua.
Kelompok pemberontak ini kemudian dikenal sebagai Organisasi Papua
Merdeka (OPM). OPM pada awalnya merupakan istilah yang diberikan oleh
pemerintah Indonesia kepada kelompok-kelompok atau gerakan pro-
kemerdekaan Papua yang bertujuan untuk memisahkan wilayah Papua
agar telepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 1965.21
Tujuan dari organisasi ini hanya satu yaitu ingin memisahkan wilayah
Papua khususnya Papua Barat agar telepas dari kesatuan dan kesatuan
negara republik Indonesia. Seiring berjalannya waktu OPM tidak lagi
menjadi aktor tunggal insurjensi yang ada di Papua. Muncul beberapa
organisasi atau kelompok baru (faksi) yang ikut menyuarakan berpisahnya
Papua dari kesatuan Negara Republik Indonesia. Faksi-faksi tersebut
antara lain Republik Federal Papua Barat (Federal Republic of West Papua,
NRFPB), Koalisi Pembebasan Nasional Papua Barat (West Papua National
Coalition for Liberation, WPNCL), Parlemen Nasional Papua Barat
(National Parliament of West Papua, NPWP) dan yang paling baru saat ini
terbentuk yaitu United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

21
IPAC. (2015). The Current Status of the Papuan Pro Independence Movement. In
Insitute for Policy Analysis and Conflict (Issue 21).
http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/43/The-Current-Status-of-the-
Papuan-Pro-Independence-Movement

16
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

Sejarah perkembangan kelompok pemberontak separatisme di Papua.


Geneologi kemunculan kelompok-kelompok pemberontak di Papua
dapat ditelusuri hingga pada tahun 1961 saat Belanda mencoba
mempersiapkan dekolonisasi Papua. Dimana pada saat itu muncul suatu
upaya kompromi dari kedua belah pihak (Indonesia-Belanda) yang di motori
oleh Amerika serikat melalui PBB untuk membuka kembali diskusi dalam
penyelesaian sengketa penyerahan wilayah Papua kepada Indonesia
sebagai negara yang baru merdeka setelah gagalnya tercapai kesepakatan
dalam tiga pertemuan pada tahun-tahun sebelumnya akibat tingginya tensi
perlawanan dari kedua belah pihak.
Belajar dari kegagalalan pada tiga pertemuan sebelumnya Belanda
menyadari bahwa Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi. Karena
sebagai sebuah negara yang baru merdeka Indonesia memiliki dukungan
dan pengakuan internasional atas kedaulatannya di wilayah Papua sebagai
salah satu wilayah Republik Indonesia Serikat yang sah. Sebagaimana
yang diatur dalam prinsip hukum kebiasaan internasional uti possidetis
juris. 22 Menyikapi hal itu Belanda mencoba merubah strateginya dengan
cara mempersiapkan upaya untuk membuat Papua tidak jatuh kepangkuan
Indonesia. Hal ini dilakukan dengan cara menumbuhkan rasa nasionalisme
kepada masyarakat Papua agar memiliki keinginan untuk merdeka dan
menentukan nasibnya sendiri (right to self-determination).
Dalam upaya dekolonisasi Papua, Belanda melakukan berbagai
macam upaya untuk membuat wilayah Papua dapat dikatakan layak
menjadi sebuah negara yang dapat berdiri sendiri. Upaya-upaya tersebut
antara lain melakukan percepatan pembangunan ekonomi dan pendidikan
di wilayah Irian Barat melalui penggelintiran dana sebesar hampir US$ 28

22
Menurut prinsip hukum kebiasaan internasional ini, para pihak dalam suatu
perjanjian dapat mempertahankan kepemilikan atas apa yang telah mereka peroleh
dengan paksa selama perang (USLegal n.d.). Dengan kata lain Uti possidetis juris
menyatakan bahwa batas wilayah suatu negara baru yang merdeka ditentukan oleh
wilayah bekas penjajah sebelumnya.

17
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

juta pada tahun 1962. 23 Melakukan pembangunan politik dengan cara


mendorong berdirinya berbagai partai politik seperti Gerakan Partai Serikat
Pemuda Papua, Persatuan New Guinea, Partai Nasional, Partai Demokrasi
Rakyat, Partai Persatuan Orang New Guinea, Partai Rakyat, Partai
Kekuatan Menuju Persatuan, dan Persatuan Kristen-Islam Raja Ampat.24
Dan yang terakhir Belanda membentuk sebuah parlemen yang bertujuan
untuk menyiapkan hal-hal yang dianggap perlu disiapkan oleh Papua untuk
mendeklarasikan kemerdekaannya. Dewan ini selanjutnya dikenal dengan
nama New Guinea Council.25
Namun pada tahun-tahun berikutnya usaha-usaha yang dilakukan
Belanda untuk menciptakan dekolonisasi Papua akhirnya gagal dan
membuat Papua dinyatakan secara sah oleh hukum internasional sebagai
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diselenggarakan
melalui proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), untuk menentukan
status Papua ingin bersatu dengan Indonesia atau merdeka yang
dilaksanakan pada 14 Juli - 2 Agustus 1969. 26 Meski demikan proses
integrasi Papua ke Indonesia menyisahkan polemik tersendiri di antara
masyarakat Papua. Dimana mereka terpecah menjadi dua kubuh yaitu
kubuh yang pro-integrasi Papua ke Indonesia dan kubuh yang Pro-
Kemerdekaan Papua. Perpecahan antar masyarakat Papua inilah yang
kemudian menjadi benih-benih lahirnya gerakan dan organisasi insurjensi

23
Haris, S. (1999), Indonesia di ambang perpecahan. Jakarta: Erlangga. hlm. 182-
183
24
Sihbudi, M. R., et al. (2001). Bara dalam sekam: identifikasi akar masalah dan
solusi atas konflik-konflik lokal di Aceh, Maluku, Papua, & Riau. Bandung: Mizan. hlm.
115
25
Febrianti, S., et al. (2019). Internal Conflict Resolution between Government of
Indonesia and Separatist Movement in Papua using Horse-Trading
Mechanism. Society, 7(2), hlm. 94. https://doi.org/10.33019/society.v7i2.86.
26
Korwa J. R. V. (2016), “Earned Sovereignty: The Road to Addressing the
Prolonged Conflict in West Papua-Indonesia,” (Tesis Magister, Flinders University of South
Australia, 2016). hlm. 33. Diakses dari https://flex.flinders.edu.au/file/fe39909e-68da-47c9-
8c44-ae9b65e3050d/1/Thesis%20-%20Johni%20Korwa.pdf.

18
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

separatisme yang banyak diperbincangkan tidak hanya pada tingkat


domestik namun saat ini telah merambak hingga tingkat Internasional.
Kontradiksi mengenai proses pengintegrasian Papua ke Indonesia
yang telah terjadi selama kurang lebih 58 tahun ini pada akhirnya membuat
kondisi keamanan di wilayah Papua semakin bergejolak yang ditandai
dengan hadirnya berbagai macam konflik yang mencekam. Hal ini ikut
diperparah dengan lemahnya peran pemerintah dalam memberikan solusi
terbaik untuk memperoleh hati dan dukungan dari masyarakat Papua.
Selain itu adanya tindakan-tindakan represif yang dilakukan oleh
Pemerintah dalam menangani kelompok-kelompok pro-kemerdekaan
Papua yang dianggap telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi
manusia oleh masyarakat Papua pada masa awal pembangunan. Hingga
pada akhirnya masalah pengintegrasian Papua ke Indonesia bukan lagi
menjadi permasalahan tunggal yang menjadi pemicu munculnya kelompok-
kelompok pemberontak baru di Papua.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan saat ini
setidaknya ada 4 akar permasalahan yang menjadi peneyebab timbulnya
konflik di Papua. Pertama kegagalan pembangunan terutama di bidang
pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Kedua
diskriminasi dan marjinalisasi. Ketiga kekerasan dan pelanggaran HAM.
dan yang keempat kontradiksi mengenai sejarah integrasi Papua itu
27
sendiri. Permasalahan-permasalahan ini lah yang pada akhirnya
membuat keinginan masyarakat Papua untuk merdeka dan memisahkan
diri dari Indonesia semakin meluas. Sehingga menimbulkan diaspora
kelompok pemberontakan yang semakin tumbuh dan berkembang.
Tabel 1. – Tabel Kelompok Pemberontak Separatisme Papua
dari Masa ke Masa
No Nama Tahun Pendiri Kedudukan Upaya yang Keterangan
Organisasi Dilakukan
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)

27
Widjojo, M. S. et.al. (2017). Updating Papua Road Map: Proses Perdamaian,
Politik Kaum Muda, dan Diaspora Papua. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm.
2

19
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

1 Kelompok 1963 Aser Jayapura, Melalui jalan anti • Tidak diketahui


adat dan Demote Papua kekerasan secara pasti
keagamaan kay berlandaskan nama organisasi
gerakan kargoisme / gerakan yang
dan spiritual dilakukan
Kristen karena bersifat
klandestin
(gerakan bawah
tanah)
• Tidak memiliki
sayap militer
2 Organisasi 1964 Terianus Manokwari, Melalui upaya • Organisasi ini
Perjuangan Arongge Papua politik, represif, memiliki
Menuju ar dan diplomatik luar struktur
Kemerdeka negeri keorganisasi
an Negara yang jelas dan
Papua dikatakan
Barat sebagai cikal
bakal OPM.
• Memiliki sayap
bersenjata yang
berasal dari
mantan personel
Papua
Vrijwillegers
Korps (PVK)
yang dipimpin
oleh Permenas
Ferry Awom
Era Orde Baru (1966-1998)
3 Organisasi 1971 Seth Desa Waris Melalui upaya- -
Papua Jafeth atau Marvic, upaya represif
Merdeka Roemko Papua
OPM rem,
Jacob
Prai,
Jariseto
u
Jufuway
, dan
Loui
Wajoi
4 Tentara 1973 Seth Papua Melalui upaya- -
Pembebasa Jafeth upaya represif
n Nasional Roemko
Papua rem
Barat
(TPNPB-
OPM)
5 OPM 1976 Jacob Papua Melalui upaya Memiliki sayap
Pemulihan Prai represif, militer yang
Keadilan penggalangan dikenal dengan
(OPM- dukungan dari nama Pasukan
PEMKA) dalam negeri, dan Pembebasan
memobilisasai Nasional
pergerakan- (PAPENAL)

20
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

pergerkan
pemberontakan
yang berasal dari
berbagai wilayah di
Papua Barat.
6 OPM 1976 Seth Desa Waris Melalui upaya Berafiliasi secara
Marvic Jafeth atau Marvic, represif, dan langsung dengan
Victoria Roemko Papua penggalangan TPNPB sebagai
(OPM- rem dukungan di luar sayap militernya.
MARVIC) negeri
Era Reformasi (19987-sekarang)
7 Presidium 2000 Kongres Papua Melalui jalur
Dewan Rakyat politik demokrasi
Papua Papua II
(PDP)
8 The Free 2004 Benny Oxforf Melalui upaya,
West Wenda Inggris Propaganda media
Papua untuk mencari
Campaign dukungan
(FWPC) internasional
9 West 2004 Edison Biak, Papua Melalui upaya Pada awal
Papua Waromi, diplomatik berdirinya pada
Nasional Jacob internasional dan tahun 2004,
Authority Rumbia tindakan represif WPNA
(WPNA) k, menunjuk
Herman Richard Hans
Wangga Yoweni sebagai
i kepala sayap
militernya, tetapi
ia
meninggalkan
kelompok
tersebut pada
tahun 2008, dan
WPNA memiliki
pengaruh yang
sangat kecil pada
setiap operasi
OPM bersenjata
sejak itu
10 West 2005 John Port Villa, Melalui upaya Faksi pertama
Papua Otto Vanuatu Politik, dan yang
National Ondowa diplomatik luar mengajukan
Coalition me negeri permohonan
for keanggotaan
Liberation dalam komunitas
(WPNCL) regional pasifik
Melanesia
Spearhead Group
(MSG untuk
memobilisasi
dukungan
internasional
dalam upaya
perlawanannya

21
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

11 Komite 2008 Majelis Biak Melalui upaya -


Nasional Rakyat represif, proses
Papua Papua demokrasi dan
Barat (MRP) partisipasi publik
(KNPB)
12 Internation 2008 Benny London, Melalui upaya -
al Wenda Inggris Politik, dan
parliament diplomatik luar
orian for negeri, dan
West propaganda
Papua
(IPWP)
13 Negara 2011 (Kongre Australia Melalui upaya -
Republik s Papua Politik, dan
Federal III) diplomatik luar
Papua negeri
Barat
(NRFPB)
14 Parlemen 2012 Parleme Inggris Melalui gerakan -
Nasional n politik progresif
Papua Rakyat asas demokrasi
Barat Daerah kerakyatan
(PNWP) / (PRD)
National
Parliament
of West
Papua
(NPWP)
15 United 2014 Koalisi vanuatu Melalui Upaya • Pada awalnya
Liberation 3 Propaganda media, difungsikan
Movement kelompo gerakan Politk, hanyasebagaiw
for k partisipasi publik, adah untuk
Movement pembero dan diplomatik luar menyatukan 3
for West ntak negeri kelompok
Papua Papua pemberontakan
(ULMWP) (PNWP, Papua dalam
WPNCL meraih
, dukungan yang
NRFPB) solid dari
komunitas
internasional.
• Tidak memiliki
sayap militer
bersenjata

Sumber: Diolah oleh penulis

Berdasarkan hasil temuan di atas dapat dipahami bahwa


perkembangan kelompok pemberontak separatisme di Papua sejak awal
kemunculannya hingga saat ini telah mengalami peningkatan. Peningkatan
ini tidak hanya terbatas pada jumlahnya namun juga pada dimensi pola

22
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

pergerakan dan sarana yang digunakan. Dari segi angka, jumlah kelompok
pemberontak separatisme Papua yang ditampilkan dalam tabel di atas pada
keyataannya masih belum merepresentasikan jumlah kelompok
pemberontak yang ada di Papua secara menyeluruh. Masih terdapat lebih
banyak kelompok pemberontak lainnya. Namun kelompok-kelompok
tersebut tidak terorganisir dengan baik sebagaimana kelompok-kelompok
atau organisasi pemberontak yang disebutkan.28
Dari segi pola pergerakan dan sarana yang digunakan kelompok
pemberontak Papua juga mengalami perubahan yang awalnya lebih
menekankan pada tindakan-tindakan perlawanan bersenjata menjadi
tindakan-tindakan yang lebih lunak. Melalui partisipasi masyarakat,
hubungan diplomatik dengan negara pihak ke tiga, serta propaganda di
media cetak maupun elektronik akibat dari pesatnya perkembangan arus
gliobalisasi.
Saat ini ULMWP menjadi salah satu pioner pergerakan politik
pemberontak Papua baik skala domestik maupun skala internasional. Pada
skala domestik upaya politik yang dilakukan ULMWP adalah dengan
menekan Pemerintah Indonesia melalui propaganda deklarasi
kemerdekaan Papua Barat dan propaganda isu pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu mereka juga sering
melibatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan demonstrasi di jalan
dalam menyuarakan pergerekan kemerdekaan mereka. Pada skala tertentu
mereka juga dinilai telah berhasil menyatukan atau mendapatkan dukungan
dari pemberontak Papua lainnya. Sehingga membentuk sebuah
pergerakan yang lebih solid dan tidak terfragmantasi seperti pada masa
sebelumnya.
Pada skala internasional upaya politik yang dilakukan ULMWP
melalui diplomasi internasional telah berhasil membuat aktor negara
maupun non-negara (komunitas internasional, LSM dan individu)
khususnya para pegiat HAM untuk memberikan dukungan terhadap aksi

28
IPAC. (2015). Op., Cit.

23
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

pemberontakan ULMWP di Indonesia. Dukungan dari para aktor negara


tercermin dari adanya perubahan sikap politik dari dalam dan luar
negerinya.
Dari dalam negeri, negara-negara yang mendukung gerakan
separatisme Papua dilakukan dengan mempromosikan isu pelanggaran
HAM yang ditujukan kepada Indonesia melalui media cetak maupun
elektronik. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa simpati masyarakat
lokalnya maupun masyarakat internasional atas kesengsaraan yang terjadi
di Papua. Selain itu negara-negara pendukung ULMWP juga memberi
kesempatan kepada mereka untuk membuka kantor perwakilan ULMWP di
negaranya.29
Sementara kebijakan luar negerinya senantiasa mencari celah untuk
memberi kesempatan bagi ULMWP untuk menyalurkan aspirasi-
aspirasinya dalam forum-forum regional maupun internasional. Forum-
forum yang dimaksud diantaranya adalah: 30
1. Melanesia Spearhead Group (MSG);
2. Pacific Island Forum (PIF);
3. Organization of African, Caribbean and Pacific States (OACPS);
4. United Nations High Commissioner for Refugees(UNHCR); dan
5. United Nations General Assembly (UNGA).
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa adanya upaya ULMWP
untuk mempertegas posisinya di kancah internasional guna memperoleh
pengakuan sebagai belligerent (recognition of belligerent). Dengan adanya
pengakuan tersebut maka peluang mereka untuk menyuarakan isu-isu
pelanggaran HAM yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia akan
semakin besar. Hal ini dapat menjadi sebuah dorongan bagi negara lain

29
Sabir A. (2018). Diplomasi Publik Indonesia terhadap Vanuatu dalam Upaya
Membendung Gerakan Separatisme Papua. Jurnal Hubungan Internasional, XI(1), hlm.
96. DOI:http://dx.doi.org/10.20473/jhi.v11i1.8679.
30
Bayuseno A. B. B. & Windiani R. (2020). Memahami Konsistensi Sikap Politik
Negara-Negara Melanesia mengenai Isu Papua di Forum-Forum Internasional. Politica,
11(2), 204.

24
Ujian Akhir Semester III
Counter Insurgency Policy and Strategy (CIPS)

dalam naungan komunitas internasional PBB untuk segera melakukan


intervensi terhadap permasalahan HAM yang terjadi di Papua.

Rekomendasi
1) Perlu adanya peningkatan dan percepatan pembangunan di wilayah
Papua khususnya Papua Barat agar dapat menekan timbulnya
kesenjangan sosial yang dapat berdampak pada timbulnya simpati
masyarakat terhadap kelompok-kelompok pembebasan Papua
seperti ULMWP dan kelompokkelompok insurgensi lainnya.
2) Selain itu perlu juga upaya yang lebih komprehensif dalam
membangun proses dialog antara pemerintah dengan para pemuka
adat, pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat Papua untuk
mencari dan merumuskan jalan keluar terbaik dalam memecahkan
setiap akar permasalahan yang terjadi di Papua.
3) Pemerintah juga harus meningkatkan kewaspadaan dalam setiap
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam
menekan gerakan-gerakan pemberontakan yang ada di Papua.
Mengingat kemampuan ULMWP sebagai salah satu kelompok
pemberontak yang memiliki jaringan dan sumber daya yang luas baik
di dalam dan di luar negeri dapat membuat pemerintah Indonesia
tersudutkan oleh karena adanya isu-isu pelanggaran HAM.
4) Untuk itu pemerintah perlu meningkatan hubungan kerja sama luar
negeri (hubungan diplomatik) dengan seluruh negara di dunia
khususnya negara-negara yang berpotensi akan memberi dukungan
kepada kelompok ULMWP. Dengan meningkatnya hubungan
diplomatik Indonesia dengan negara-negara lain maka akan
berdampak pada penekananan peluang timbulnya pengakuan
kelompok pemberontakan terhadap ULMWP baik pengakuan
sebagai insurgency (rcognition of insurgency) maupun pengakuan
sebagai belligerent (recognition of belligerency).

25

Anda mungkin juga menyukai