Anda di halaman 1dari 3

Review Film – Cut Nyak Dien

Nama : Abdillah Satari Rahim


Nim : 120200102001
Prodi : Peperangan Asimetris

Cut Nyak Dien


Cut Nyak Dien adalah film sejarah Indonesia tahun 1988 yang
disutradarai oleh Eros Djarot. Film ini memenangkan Piala Citra sebagai
film terbaik dalam FesChristine Hakim, Slamet Rahardjo, Hendra Yanuarti,
Pitrajaya Burnamatival Film Indonesia 1988. Film ini dibintangi Christine
Hakim sebagai Cut Nyak Dien, Piet Burnama sebagai Panglima Laot,
Slamet Rahardjo (kakak Eros Djarot) sebagai Teuku Umar, dan juga
didukung Rudy Wowor.
Pada saat belanda menyatakan perang kepada aceh, belanda yang
mengirimkan pasukannya untuk bertempur, memicu kemarahan Cut Nyak
Dien karena belanda berhasil menguasai masjid baiturrahman lalu
membakarnya. Ibrahim Lamnga, suami dari Cut Nyak Dien, tewas di Gle
Tarum pada saat memperebutkan kembali daerah mukim VI yang berhasil
diduduki Belanda. Cut Nyak Dien pun sangat marah dan ia akan bersumpah
untuk menghancurkan belanda. Teuku umar yang melamar Cut Nyak Dien
pada saat itu, akhirnya diterima oleh Cut Nyak Dien karena Teuku Umar
memperbolehkan Cut Nyak Dien untuk ikut bertempur di medan perang.
Dan akhirnya mereka pun menikah. Teuku Umar pun menjadi suami kedua
Cut Nyak Dien. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar membuat rencana untuk
melakukan pendekatan kepada Belanda.
Akhirnya Teuku Umar dan pasukannya pun menyerahkan diri
kepada belanda dan berpura-pura untuk menjadi pihak yang mau
membantu belanda. Dan disitulah hubungan Teuku Umar dan Belanda pun
semakin kuat, dan bahkan Teuku Umar juga mempelajari taktik-taktik
penyerangan Belanda dalam melawan aceh. Walaupun pada akhirnya,
Teuku Umar telah dianggap sebagai penghianat oleh orang aceh. Setelah
itu, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien, dan pasukaannya pun pergi
Review Film – Sang Kyai

meninggalkan markas belanda dengan membawa peralatan dan


kelengkapan alat senjata belanda, hingga belanda pun sangat marah dan
akan melakukan operasi besar-besaran untuk menangkap mereka.
Belanda kemudian menyerang Banda Aceh dan Meulaboh.
Akhirnya Teuku Umar pun tewas. Cut Nyak Dien pun mengambil alih
pimpinan perlawanan. Ketika Cut Gambang (anak Teuku Umar dan Cut
Nyak Dien menangisi kematiannya, Cut Nyak Dien menamparnya dan
kemudian dia memeluknya dan berkata: "Sebagai wanita Aceh, kita
mungkin tidak meneteskan air mata bagi mereka yang telah mati syahid."
tegas Cut Nyak Dien. Sepeninggal Teuku Umar, Cut Nyak Dien tidak
pernah surut dalam memimpin pasukan Aceh melawan tentara Belanda.
Hingga pada tahun 1901 pasukan kecil Cut Nyak Dien merasakan
kehancurannya. Faktor kehancuran pasukan Cut Nyak Dien diakibatkan
Belanda yang terus menerus menyesuaikan taktik untuk mengalahkan Cut
Nyak Dien. Selain itu faktor usia Cut Nyak Dien yang sudah tua juga
membuat dirinya kalah. Cut Nyak Dien menderita rabun jauh (miopia) dan
radang sendi (rematik), beriringan dengan kondisi yang semakin tua, jumlah
pasukannya juga terus berkurang dan kekurangan logistik.
Melihat kondisi Cut Nyak Dien yang semakin memperihatinkan,
salah satu anak buahnya yakni Pang Laot tidak tahan melihat kondisinya
yang sakit-sakitan. Pang Laot memutuskan untuk memberitahu Belanda
lokasi markasnya di Beutong Le Sageu. Rupanya hal itu dilakukan dengan
syarat, ketika Belanda menangkap Cut Nyak Dien Belanda harus
memperlakukan wanita itu dengan baik dan menyembuhkan penyakit yang
dideritanya. Selain itu tidak boleh memisahkan Cut Nyak Dien dari
masyarakat Aceh. Belanda pun sepakat dengan permintaan Pang Laot.
Dalam proses penangkapannya Cut Nyak Dien meski sudah
terkepung dan hendak ditangkap, Cut Nyak Dien masih sempat mencabut
rencong dan melukai Pang Laot. Cut Nyak Dien merasa kecewa terhadap
pengkhianatan yang dilakukan Pang Laot. Ia pun masih sempat melawan

2
Review Film – Sang Kyai

Belanda. Namun jumlah pasukan Belanda lebuh banyak sehingga Tjoet


Nja’ Dhien pun tertangkap.
Pada akhirnya Belanda berhasil menangkap Cut Nyak Dien dengan
perlawanan, namun anak Cut Nyak Dien, Cut Gambang berhasil melarikan
diri dan membangun pasukan perlawanan. Cut Nyak Dien dibawa ke Banda
Aceh, miopia serta rematiknya perlahan sembuh. Namun Belanda tidak
menepati janjinya, Cut Nyak Dien dikirim ke pengasingan si Sumedang,
Jawa Barat, karena Belanda takut wanita pemberani itu akan memobilisasi
perlawanan rakyat Aceh kembali.

Penutup:

Dari film ini dapat kita lihat bagaimana perjuangan seorang


perempuan, seorang istri dan sosok ibu yang tanguh, keras, serta cerdas
dalam melawan penjajah. Bagaimana sorang wanita seperti ibu Cut Nyak
Dien tanpa pernah mengenal Lelah dan penuh keberanian mampu
membuat para pasukan musuh gentar melihat perlawanan yang
dilancarkan oleh sosok wanita dari Aceh ini. Dalam melancarkan
perlawanannya dapat kita lihat ibu Cut Nyak Die menggunakan serangan-
serangan gerilya. Dia berhasil menumbuhkan semangat para pejuang-
pejuang wanita lainnya untu berani mengambil Tindakan untuk melawan
Belanda.

Anda mungkin juga menyukai