Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH PERJUANGAN PAHLAWAN NASIONAL


“CUT NYAK DHIEN”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran Sejarah Indonesia

Disusun Oleh:
LUSY SEPTIAWATI
XII KKY

SMK AL FALAH TANJUNGJAYA


2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanyalah milik Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Kepada-Nya


kita memuji dan bersyukur, memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya
pula kita memohon perlindungan dari keburukan diri dan syaiton yang selalu
menghembuskan kebatilan. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihiwasallam, keluarga, sahabat, juga pada
orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnah-sunnahnya.
Dengan rahmat-Nya Alhamdulillah makalah yang berjudul Sejarah
Perjuangan Pahlawan Nasional Cut Nyak Dhien ini dapat diselesaikan dengan
baik. Banyak sekali kekurangan kami sebagai penyusun makalah ini, baik
menyangkut isi atau yang lainnya. Mudah-mudahan semua itu dapat menjadikan
pembelajaran bagi kami agar lebih meningkatkan kualitas makalah ini di masa
yang akan datang.

Tasikmalaya, Maret 2024


Penyusun

LUSY SEPTIAWATI

i
DAFTART ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kelahiran Cut Nya Dien dan Pernikahannya dengan Teuku Ibrahim.....3
B. Cut Nyak Dien dan Meletusnya Perang Aceh.........................................3
C. Cut Nya Dien Bersama Teuku Umar.......................................................4
D. Cut Nyak Dien dan Strategi Teuku Umar Mengalahkan Belanda..........5
E. Cut Nyak Dien Berjuang Sampai Pengasingan.......................................6
F. Akhir Hayat Cut Nyak Dien.....................................................................7
G. Makam Cut Nyak Dien............................................................................7
H. Fakta-fakta Menarik Tentang Cut Nyak Dien.........................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ii
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang,
Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908;
dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa
Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara
suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga
tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak
Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda melamar Cut
Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku
Umar memperbolehkannya ikut dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju
untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai anak yang
diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut
Nyak Dhien bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda.
Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11
Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh
bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki

iii
penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang
Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan
dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh.
Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia
juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap.
Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada
tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Nama Cut Nyak Dhien kini diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak
Dhien Nagan Raya di Meulaboh.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kelahiran Cut Nya Dien dan Pernikahannya dengan Teuku Ibrahim


Cut Nyak Dien termasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir
tahun 1848 di kampung Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh
Besar. Semasa kecil, Cut Nyak Dien dikenal sebagai gadis yang cantik.
Kecantikan itu semakin lengkap dengan pintarya Cut Nyak Dien dalam
bidang pendidikan agama.
Pada tahun 1863, saat itu Cut Nyak Dien berusia 12 tahun, ia
dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat,
Uleebalang Lam Nga XIII. Suaminya adalah pemuda yang wawasannya luas
dan taat agama. Cut Nyak Dien dan Teuku Umar menikah dan memiliki buah
hati seorang laki-laki.
Riwayat sejarah Aceh mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang
melawan kolonial Belanda. Teuku Ibrahim sering kali meninggalkan Cut
Nyak Dien dan anaknya karena melakukan tugas mulia yaitu berjuang
melawan kolonial Belanda. Berbulan-bulan setelah meninggalkan Lam
Padang, Teuku Ibrahim kembali datang untuk menyerukan perintah
mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang aman. Atas seruan dari
suaminya itu, Cut Nyak Dien bersama penduduk lainnya kemudian
meninggalkan daerah Lam Padang pada 29 Desember 1875.

iv
Kabar duka menimpa Cut Nyak Dien, pada 29 Juni 1878, Teuku
Ibrahim wafat. Kematian suaminya itu membuat Cut Nyak Dien terpuruk.
Namun, kejadian itu tidak membuatnya putus asa, justru sebaliknya menjadi
alasan kuat Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan sosok suaminya yang
sudah wafat.

B. Cut Nyak Dien dan Meletusnya Perang Aceh


Pada 26 Maret 1873, Belanda memulai perang dengan Aceh. Belanda
melalui armada kapal Citadel van Antwerpen, mulai melepaskan tembakan
meriam ke daratan Aceh. Selanjutnya, pada tanggal 8 April 1873, Belanda di
bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler berhasil mendarat di Pantai
Ceureumen dan langsung menguasai dan membakar Masjid Raya
Baiturrahman, Aceh.
Apa yang dilakukan oleh Belanda tersebut kemudian memicu
terjadinya perang Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan
Mahmud Syah melawan sekitar 3.198 prajurit Belanda. Tetapi, Kesultanan
Aceh bisa memenangkan perang pertama melawan Belanda tersebut dengan
tertembaknya Köhler hingga tewas.
Pada tahun 1874-1880, di bawah kepemimpinan Jenderal Jan van
Swieten, wilayah VI Mukim berhasil diduduki oleh Belanda begitu juga
dengan Keraton Sultan yang akhirnya harus mengakui kekuatan hebat dari
kolonial Belanda.
Dengan kejadian tersebut, memaksa Cut Nyak Dien dan bayinya
mengungsi bersama penduduk serta rombongan lain pada 24 Desember 1875.
Namun, Teuku Ibrahim tetap bertekad untuk merebut kembali daerah VI
Mukim. Sayangnya, ketika Teuku Ibrahim bertempur di Gle Tarum, dirinya
tewas pada 29 Juni 1878. Hal itu akhirnya membuat Cut Nyak Dien sangat
marah dan bersumpah untuk menghancurkan Belanda.

C. Cut Nya Dien Bersama Teuku Umar


Selepas kematian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan
Teuku Umar, seorang tokoh pejuang Aceh. Bukan hanya diikatkan dengan

v
tali pernikahan saja, tetapi keduanya bersatu untuk melawan penjajah.
Pernikahan antara Cut Nyak Dien dengan Teuku Umar terbilang merupakan
kisah yang menarik.
Cut Nyak Dien beralasan ingin berjuang bersama dengan laki-laki
yang mengizinkannya turun ke medan perang untuk melawan kolonial
Belanda, bukan hanya ingin mendapatkan sosok kepala rumah tangga saja.
Awalnya Cut Nyak Dien menolak, karena Teuku Umar memperbolehkan Cut
Nyak Dien untuk melawan penjajah, akhirnya Cut Nyak Dien menerima
pinangan dari Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun 1880.
Dengan bersatunya Cut Nyak Dien dan Teuku Umar, meningkatkan
moral dan semangat para pejuang Aceh semakin berkobar. Seakan tidak ingin
menyia-nyiakan kesempatan, Teuku Umar mencoba untuk mendekati
Belanda dan mempererat hubungannya dengan orang Belanda. Pada tanggal
30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah sekitar 250
orang kemudian pergi ke Kutaraja dan menyerahkan diri kepada kolonial
Belanda.
Strategi dari Teuku Umar akhirnya berhasil untuk mengelabui
Belanda hingga mereka memberi gelar pada Teuku Umar yaitu Teuku Umar
Johan Pahlawan dan menjadikan Teuku Umar sebagai komandan unit
pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.
Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar menguatkan barisan para
pejuang untuk kembali mengusir Belanda dari bumi Aceh. Keduanya,
melakukan pertempuran dengan semangat juang yang membara. Salah satu
keberhasilan yang telah mereka lakukan yaitu merebut kembali kampung
halaman Cut Nyak Dien dari kolonial Belanda. Selain itu, Teuku Umar juga
berpura-pura tunduk kepada Belanda demi mendapatkan pasokan
persenjataan yang kemudian mereka gunakan untuk kembali menyerang
penjajah.

D. Cut Nyak Dien dan Strategi Teuku Umar Mengalahkan Belanda


Demi memuluskan strategi mengalahkan Belanda, Teuku Umar rela
dianggap sebagai penghianat oleh orang Aceh. Tidak terkecuali oleh Cut

vi
Nyak Meutia yang datang menemui dan memarahi Cut Nyak Dien. Meskipun
begitu, Cut Nyak Dien tetap berusaha menasihatinya Teuku Umar untuk
fokus kembali melawan dan mengalahkan Belanda.
Saat kekuasaan Teuku Umar dan pengaruhnya cukup besar, Teuku
Umar memanfaatkan momen itu untuk mengumpulkan orang Aceh di
pasukannya. Ketika jumlah orang Aceh di bawah komando Teuku Umar
sudah cukup, lalu Teuku Umar melakukan rencana palsu ke orang Belanda
dan mengklaim jika dirinya ingin menyerang basis Aceh.
Setelah itu, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien pergi dengan seluruh
pasukan serta perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda. Namun,
mereka tidak pernah kembali lagi ke markas Belanda. Strategi pengkhianatan
yang dilakukan oleh Teuku Umar disebut Het verraad van Teukoe Oemar
(pengkhianatan Teuku Umar).
Strategi yang apik oleh Teuku Umar untuk mengkhianati Belanda ini
membuat Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk
menangkap Cut Nyak Dien dan Teuku Umar. Tetapi, para gerilyawan Aceh
saat ini sudah dilengkapi perlengkapan dari Belanda dan cukup untuk
melawan Belanda.
Ketika Jenderal Van Swieten diganti, orang yang menggantikan
posisinya yaitu Jenderal Jakobus Ludovicus Hubertus Pel dengan cepat
terbunuh oleh gerilyawan Aceh itu, hingga akhirnya membuat para pasukan
kolonial Belanda dalam kondisi yang sangat sulit dan kacau.

E. Cut Nyak Dien Berjuang Sampai Pengasingan


Waktu demi waktu berlalu, Teuku Umar gugur dalam medan perang
di Meulaboh. Suami kedua Cut Nyak Dien itu gugur karena itikad
penyerangannya telah diketahui oleh pasukan Belanda sejak awal.
Walaupun orang-orang yang disayanginya telah meninggalkannya,
Cut Nyak Dien masih terus melanjutkan pertempurannya selama enam tahun.
Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam waktu itu, ia bersama
rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada kesulitan hidup: penderitaan,
kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata.

vii
Cut Nyak Dien dengan keadaan fisiknya yang mulai renta terus
berupaya melarikan diri dari serangan Belanda. Walaupun Cut Nyak Dien dan
pasukan tempurnya mulai melemah karena ancaman demi ancaman yang
datang dari Belanda. Sayangnya, panglima pasukannya, Pang Laot
berkhianat. Pengkhianat bersama pasukan Belanda lain kemudian mencari
keberadaan Cut Nyak Dien. Mereka berhasil menemukan persembunyian Cut
Nyak Dien dan kemudian membawa Cut Nyak Dien ke Kutaradja.
Pang Laot meminta kepada Belanda agar Cut Nyak Dien mendapat
perlakuan baik oleh Belanda. Gubernur Belanda di Kutaradja, Van Daalen,
tidak menyenangi hal tersebut sehingga Cut Nyak Dien diasingkan ke pulau
Jawa, tepatnya di Sumedang, Jawa Barat, pada 1907.
Setahun masa pengasingannya, Cut Nyak Dien mengakhiri perjuangan
selama masa hidupnya. Cut Nyak Dien menjadi salah satu sosok wanita
Indonesia yang patut dicontoh keberaniannya. Sejak 2 Mei 1964, Cut Nyak
Dien dianugerahi sebagai pahlawan nasional Indonesia melalui SK Presiden
RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964. Cut Nyak Dien merupakan
seorang perempuan Aceh yang tidak kenal menyerah dalam berjuang, ia terus
berjuang hingga akhir hayatnya.

F. Akhir Hayat Cut Nyak Dien


Pang Laot, seorang pengawal Cut Nyak Dien melaporkan lokasi
markas Cut Nyak Dien kepada Belanda. Hal tersebut membuat Belanda
menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pasukan Cut Nyak
Dien terkejut dan bertempur dengan mati-matian, hingga akhirnya Cut Nyak
Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh.
Setelah tertangkap oleh Belanda, Cut Nyak Dien dibawa dan dirawat
di Banda Aceh. Penyakit rabun dan encoknya berangsur sembuh. Namun,
malangnya Cut Nyak Dien dibuang ke tanah Sumedang, Jawa Barat.
Cut Nyak Dien dibawa ke Sumedang, Jawa Barat, bersama tahanan
politik Aceh lain dan menarik perhatian salah satu orang yaitu bupati
Suriaatmaja. Tahanan laki-laki lainnya juga turut menyatakan perhatian

viii
mereka kepada Cut Nyak Dien, namun tentara Belanda dilarang mengungkap
identitas tahanan.
Cut Nyak Dien ditahan bersama seorang ulama bernama Ilyas dan
ulama tersebut segera menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli
dalam agama Islam. Hal itu membuat Cut Nyak Dien dijuluki sebagai “Ibu
Perbu”.

G. Makam Cut Nyak Dien


Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908 karena usianya
yang sudah tua dan kondisinya yang sering sakit-sakitan. Setelah itu, Cut
Nyak Dien dimakamkan di daerah pengasingannya di Sumedang. Makam Cut
Nyak Dien sendiri baru ditemukan pada tahun 1959, itu juga karena
permintaan Ali Hasan, Gubernur Aceh saat itu.
Presiden Soekarno melalui Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 106 Tahun 1964 menetapkan Cut Nyak Dien sebagai
Pahlawan Nasional pada 2 Mei 1962. Sementara rumah Cut Nyak Dien di
Aceh dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat sebagai simbol
perjuangannya di Tanah Rencong. Hingga sekarang, cerita tentang
perjuangan Cut Nyak Dien masih sering diperbincangkan dan dipelajari
sebagai bagian dari sejarah di sekolah-sekolah dan pengetahuan umum.

H. Fakta-fakta Menarik Tentang Cut Nyak Dien


Ada beberapa fakta-fakta yang menarik tentang Cut Nya Dien, di antaranya:
1. Cut Nyak Dien merupakan keturunan bangsawan besar yang berjuang
bersama rakyat
2. Menikah di usia yang masih muda, yaitu 12 tahun
3. Ikut berjuang melawan penjajah bersama suaminya
4. Menikah kedua kali dan tetap melakukan perlawanan terhadap Belanda
5. Cut Nyak Dien terus melakukan perjuangan dalam masa hidupnya

ix
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Perang Aceh adalah perang terpanjang antara Kesultanan Aceh dan


Belanda. Perjuangan selama 40 tahun yang terbagi dalam empat tahap,
menunjukkan kegigihan dan keberanian rakyat Aceh menghadapi upaya
Belanda merebut Aceh yang kaya akan kekayaan alam yang didambakan
bangsa Eropa kala itu. Konflik yang terjadi kemudian dimulai dengan
keinginan Belanda untuk menguasai seluruh Sumatera, namun hal ini
disambut dengan perlawanan dari Kesultanan Aceh, yang pada saat itu telah
memiliki kehadiran militer yang disegani di wilayah Malaka dan bahkan di
Turki.

Perang Aceh dipimpin oleh pemimpin yang berani dan tegas. Cut
Nyak Dien salah satunya, ia adalah seorang wanita. Cut Nyak Dien berasal
dari Melayu. Putra Nanta Seutia ini lahir di wilayah VI Mukim. Cut Nyak
Dhien menikah dengan Ibrahim Lamnga saat berusia 14 tahun dan menikah
dengan Teuku Umar setelah Ibrahim Lamnga tewas dalam perang melawan
Belanda. Cut Nyak Dhien mengharapkan Teuku Umar, seorang ksatria laki-
laki, untuk melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Cut Nyak Dhien
memimpin pasukan melawan Belanda setelah Teuku Umar meninggal.

x
Bentuk perlawanan Cut Nyak Dien adalah perang gerilya. Cut Nyak
Dien tidak melakukan perang secara bersama. Pasukan Cut Nyak Dien akan
mencari atau menunggu patroli Belanda, datang karena wilayah
penyelidikan mereka berada di kawasan hutan atau pedalaman. Pasukan Cut
Nyak Dien yang menggunakan senjata tajam akan mengincar patroli yang
anggotanya lebih sedikit.

Caranya yaitu dengan menusuk pasukan yang sudah terpisah dari


anggota unitnya. Biasanya, anak buah Cut Nyak Dien akan mengandalkan
pengetahuan geografis untuk menentukan dari mana akan menyerang.

Dampak dari perjuangan Cut Nyak Dhien adalah Cut Nyak Dhien
memberikan contoh yang baik bagi perempuan Aceh saat itu tentang
perlunya menjaga martabat bangsa. Dia adalah simbol keberanian dan
kepemimpinan yang kuat, serta simbol kebebasan perempuan; semua ini
adalah sifat mengagumkan yang harus diikuti orang lain. Cut Nyak Dhien
juga merupakan kekuatan bagi hati yang jujur. Belanda semakin sulit untuk
menguasai Aceh karena semangat juang Cut Nyak Dhien yang tak pernah
pundar, padahal sudah berbagai macam strategi yang dilakukan oleh
Belanda untuk meredam perlawanan dan menangkap Cut Nyak Dhien
beserta para pasukannya namun hal itu tidak berhasil. Dengan lamanya
peperangan itu belanda mengalamai krisis moneter. Hal itu disebabkan
karena kekosongan kas Negara akibat untuk membiayai perang Aceh.

xi

Anda mungkin juga menyukai