Anda di halaman 1dari 12

CUT NYAK DIEN

SALSYA KARTIKA
PRIHATNI

XII MIPA 4

32
BIOGRAFI

 Indonesia mempunyai pahlawan perempuan yang berasal dari Aceh. Pahlawan itu bernama Cut Nyak Dien.
Cut Nyak Dien adalah seorang tokoh perempuan hebat Indonesia yang tak kenal menyerah dalam berjuang
melawan penjajah. Cut Nyak Dien lalu dijuluki sebagai “Ratu Aceh” karena tekadnya yang kuat dalam melawan
kolonial Belanda di Aceh, Indonesia. Sepanjang masa hidupnya, Cut Nyak Dien terus melakukan pertempuran
dan perlawanan dengan tujuan menggapai cita-cita bangsa, yaitu terbebas dari kekuasaan penjajah.
KELAHIRAN CUT NYAK
DIEN DAN
PERNIKAHANNYA
DENGAN TEUKU
IBRAHIM
Cut Nyak Dien termasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir tahun 1848
di kampung Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh Besar. Semasa
kecil, Cut Nyak Dien dikenal sebagai gadis yang cantik. Kecantikan itu semakin
lengkap dengan pintarya Cut Nyak Dien dalam bidang pendidikan agama. Pada
tahun 1863, saat itu Cut Nyak Dien berusia 12 tahun, ia dijodohkan dengan Teuku
Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII. Suaminya
adalah pemuda yang wawasannya luas dan taat agama. Cut Nyak Dien dan Teuku
Umar menikah dan memiliki buah hati seorang laki-laki. Riwayat sejarah Aceh
mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial Belanda. Teuku
Ibrahim sering kali meninggalkan Cut Nyak Dien dan anaknya karena melakukan
tugas mulia yaitu berjuang melawan kolonial Belanda. Berbulan-bulan setelah
meninggalkan Lam Padang, Teuku Ibrahim kembali datang untuk menyerukan
perintah mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang aman. Atas seruan
dari suaminya itu, Cut Nyak Dien bersama penduduk lainnya kemudian
meninggalkan daerah Lam Padang pada 29 Desember 1875. Kabar duka
menimpa Cut Nyak Dien, pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat. Kematian
suaminya itu membuat Cut Nyak Dien terpuruk. Namun, kejadian itu tidak
membuatnya putus asa, justru sebaliknya menjadi alasan kuat Cut Nyak Dien
melanjutkan perjuangan sosok suaminya yang sudah wafat.
CUT NYAK DIEN DAN
MELETUSNYA PERANG
ACEH
Pada 26 Maret 1873, Belanda memulai perang dengan Aceh. Belanda melalui
armada kapal Citadel van Antwerpen, mulai melepaskan tembakan meriam ke
daratan Aceh. Selanjutnya, pada tanggal 8 April 1873, Belanda di bawah
pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler berhasil mendarat di Pantai Ceureumen
dan langsung menguasai dan membakar Masjid Raya Baiturrahman, Aceh. Apa
yang dilakukan oleh Belanda tersebut kemudian memicu terjadinya perang
Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan
sekitar 3.198 prajurit Belanda. Tetapi, Kesultanan Aceh bisa memenangkan
perang pertama melawan Belanda tersebut dengan tertembaknya Köhler
hingga tewas. Pada tahun 1874-1880, di bawah kepemimpinan Jenderal Jan
van Swieten, wilayah VI Mukim berhasil diduduki oleh Belanda begitu juga
dengan Keraton Sultan yang akhirnya harus mengakui kekuatan hebat dari
kolonial Belanda. Dengan kejadian tersebut, memaksa Cut Nyak Dien dan
bayinya mengungsi bersama penduduk serta rombongan lain pada 24
Desember 1875. Namun, Teuku Ibrahim tetap bertekad untuk merebut kembali
daerah VI Mukim. Sayangnya, ketika Teuku Ibrahim bertempur di Gle Tarum,
dirinya tewas pada 29 Juni 1878. Hal itu akhirnya membuat Cut Nyak Dien
sangat marah dan bersumpah untuk menghancurkan Belanda.
CUT NYAK DIEN BERSAMA
TEUKU UMAR

Selepas kematian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, seorang tokoh pejuang Aceh.
Bukan hanya diikatkan dengan tali pernikahan saja, tetapi keduanya bersatu untuk melawan penjajah. Pernikahan
antara Cut Nyak Dien dengan Teuku Umar terbilang merupakan kisah yang menarik. Cut Nyak Dien beralasan ingin
berjuang bersama dengan laki-laki yang mengizinkannya turun ke medan perang untuk melawan kolonial Belanda,
bukan hanya ingin mendapatkan sosok kepala rumah tangga saja. Awalnya Cut Nyak Dien menolak, karena Teuku
Umar memperbolehkan Cut Nyak Dien untuk melawan penjajah, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan dari
Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun 1880. Dengan bersatunya Cut Nyak Dien dan Teuku Umar, meningkatkan
moral dan semangat para pejuang Aceh semakin berkobar. Seakan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Teuku
Umar mencoba untuk mendekati Belanda dan mempererat hubungannya dengan orang Belanda. Pada tanggal 30
September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah sekitar 250 orang kemudian pergi ke Kutaraja dan
menyerahkan diri kepada kolonial Belanda. Strategi dari Teuku Umar akhirnya berhasil untuk mengelabui Belanda
hingga mereka memberi gelar pada Teuku Umar yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikan Teuku Umar
sebagai komandan unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh. Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar
menguatkan barisan para pejuang untuk kembali mengusir Belanda dari bumi Aceh. Keduanya, melakukan
pertempuran dengan semangat juang yang membara. Salah satu keberhasilan yang telah mereka lakukan yaitu
merebut kembali kampung halaman Cut Nyak Dien dari kolonial Belanda. Selain itu, Teuku Umar juga berpura-pura
tunduk kepada Belanda demi mendapatkan pasokan persenjataan yang kemudian mereka gunakan untuk kembali
menyerang penjajah.
CUT NYAK DIEN DAN STRATEGI TEUKU
UMAR MENGALAHKAN BELANDA
Demi memuluskan strategi mengalahkan Belanda, Teuku Umar rela dianggap sebagai penghianat oleh orang Aceh. Tidak
terkecuali oleh Cut Nyak Meutia yang datang menemui dan memarahi Cut Nyak Dien. Meskipun begitu, Cut Nyak Dien tetap
berusaha menasihatinya Teuku Umar untuk fokus kembali melawan dan mengalahkan Belanda. Saat kekuasaan Teuku
Umar dan pengaruhnya cukup besar, Teuku Umar memanfaatkan momen itu untuk mengumpulkan orang Aceh di
pasukannya. Ketika jumlah orang Aceh di bawah komando Teuku Umar sudah cukup, lalu Teuku Umar melakukan rencana
palsu ke orang Belanda dan mengklaim jika dirinya ingin menyerang basis Aceh. Setelah itu, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien
pergi dengan seluruh pasukan serta perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda. Namun, mereka tidak pernah
kembali lagi ke markas Belanda. Strategi pengkhianatan yang dilakukan oleh Teuku Umar disebut  Het verraad van Teukoe
Oemar (pengkhianatan Teuku Umar). Strategi yang apik oleh Teuku Umar untuk mengkhianati Belanda ini membuat Belanda
marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Cut Nyak Dien dan Teuku Umar. Tetapi, para gerilyawan
Aceh saat ini sudah dilengkapi perlengkapan dari Belanda dan cukup untuk melawan Belanda. Ketika Jenderal Van Swieten
diganti, orang yang menggantikan posisinya yaitu Jenderal Jakobus Ludovicus Hubertus Pel dengan cepat terbunuh oleh
gerilyawan Aceh itu, hingga akhirnya membuat para pasukan kolonial Belanda dalam kondisi yang sangat sulit dan kacau.
CUT NYAK DIEN BERJUANG
SAMPAI PENGASINGAN
Waktu demi waktu berlalu, Teuku Umar gugur dalam medan perang di Meulaboh. Suami kedua Cut Nyak Dien itu
gugur karena itikad penyerangannya telah diketahui oleh pasukan Belanda sejak awal. Walaupun orang-orang yang
disayanginya telah meninggalkannya, Cut Nyak Dien masih terus melanjutkan pertempurannya selama enam tahun.
Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam waktu itu, ia bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan
pada kesulitan hidup: penderitaan, kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata. Cut Nyak Dien dengan keadaan
fisiknya yang mulai renta terus berupaya melarikan diri dari serangan Belanda. Walaupun Cut Nyak Dien dan pasukan
tempurnya mulai melemah karena ancaman demi ancaman yang datang dari Belanda. Sayangnya, panglima
pasukannya, Pang Laot berkhianat. Pengkhianat bersama pasukan Belanda lain kemudian mencari keberadaan Cut
Nyak Dien. Mereka berhasil menemukan persembunyian Cut Nyak Dien dan kemudian membawa Cut Nyak Dien ke
Kutaradja. Pang Laot meminta kepada Belanda agar Cut Nyak Dien mendapat perlakuan baik oleh Belanda.
Gubernur Belanda di Kutaradja, Van Daalen, tidak menyenangi hal tersebut sehingga Cut Nyak Dien diasingkan ke
pulau Jawa, tepatnya di Sumedang, Jawa Barat, pada 1907. Setahun masa pengasingannya, Cut Nyak Dien
mengakhiri perjuangan selama masa hidupnya. Cut Nyak Dien menjadi salah satu sosok wanita Indonesia yang patut
dicontoh keberaniannya. Sejak 2 Mei 1964, Cut Nyak Dien dianugerahi sebagai pahlawan nasional Indonesia melalui
SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964. Cut Nyak Dien merupakan seorang perempuan Aceh
yang tidak kenal menyerah dalam berjuang, ia terus berjuang hingga akhir hayatnya.
AKHIR HAYAT CUT NYAK
DIEN
Pang Laot, seorang pengawal Cut Nyak Dien melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dien kepada Belanda. Hal
tersebut membuat Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pasukan Cut Nyak Dien
terkejut dan bertempur dengan mati-matian, hingga akhirnya Cut Nyak Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh.
Setelah tertangkap oleh Belanda, Cut Nyak Dien dibawa dan dirawat di Banda Aceh. Penyakit rabun dan
encoknya berangsur sembuh. Namun, malangnya Cut Nyak Dien dibuang ke tanah Sumedang, Jawa Barat. Cut
Nyak Dien dibawa ke Sumedang, Jawa Barat, bersama tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian salah satu
orang yaitu bupati Suriaatmaja. Tahanan laki-laki lainnya juga turut menyatakan perhatian mereka kepada Cut
Nyak Dien, namun tentara Belanda dilarang mengungkap identitas tahanan. Cut Nyak Dien ditahan bersama
seorang ulama bernama Ilyas dan ulama tersebut segera menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli dalam
agama Islam. Hal itu membuat Cut Nyak Dien dijuluki sebagai “Ibu Perbu”.
MAKAM CUT NYAK DIEN

Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908 karena


usianya yang sudah tua dan kondisinya yang sering sakit-
sakitan. Setelah itu, Cut Nyak Dien dimakamkan di daerah
pengasingannya di Sumedang. Makam Cut Nyak Dien sendiri
baru ditemukan pada tahun 1959, itu juga karena permintaan Ali
Hasan, Gubernur Aceh saat itu. Presiden Soekarno melalui
Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun
1964 menetapkan Cut Nyak Dien sebagai Pahlawan Nasional
pada 2 Mei 1962. Sementara rumah Cut Nyak Dien di Aceh
dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat sebagai
simbol perjuangannya di Tanah Rencong. Hingga sekarang,
cerita tentang perjuangan Cut Nyak Dien masih sering
diperbincangkan dan dipelajari sebagai bagian dari sejarah di
sekolah-sekolah dan pengetahuan umum.
FAKTA-FAKTA MENARIK
TENTANG CUT NYAK DIEN
Cut Nyak Dien
merupakan keturunan 01
bangsawan besar yang Ikut berjuang melawan
berjuang bersama rakyat 03 penjajah bersama
suaminya

Menikah di usia yang


masih muda, yaitu 12 02
tahun Menikah kedua kali dan
tetap melakukan
04 perlawanan terhadap
Belanda dan Cut Nyak
Dien terus melakukan
perjuangan dalam masa
hidupnya
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai