Disusun Oleh :
Mawarni Nurhayati
XII
MA AL-FALAH
Jl. Padjadjaran I No.01 Desa. Sukamantri Kec. Cisaat Kab. Sukabumi, Jawa Barat
Cut Nyak Dien merupakan pahlawan nasional wanita Indonesia asal Aceh. Ia
berasal dari keluarga bangsawan yang agamis di Aceh Besar. Ketika usianya
menginjak 12 tahun, Tjoet Njak Dhien dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga
yang juga berasal dari keluarga bangsawan.
Semenjak Belanda menyerang Aceh untuk pertama kalinya pada tanggal 26 Maret
1873, semangat Tjoet Njak Dhien untuk memerangi pasukan kolonial Belanda mulai
timbul. Peristiwa gugurnya Teuku Cek Ibrahim Lamnga dalam peperangan melawan
Belanda pada tanggal 29 Juni 1878 semakin menyulut kemarahan dan kebencian
wanita pemberani ini terhadap kaum penjajah tersebut. Ia kemudian menikah lagi
dengan Teuku Umar yang juga merupakan pahlawan nasional Indonesia di tahun 1880.
Awalnya Tjoet Njak Dhien menolak pinangan Teuku Umar, tetapi ia akhirnya
setuju untuk menikah dengan pria yang masih memiliki garis kekerabatan dengan
dirinya ini setelah Teuku Umar menyanggupi keinginannya untuk ikut turun ke medan
perang. Ia sangat ingin mengenyahkan Belanda dari bumi Aceh dan menuntut balas
atas kematian suaminya terdahulu.
Bersama dengan Teuku Umar dan para pejuang Aceh lainnya, Tjoet Njak Dhien pun
gencar melakukan serangan terhadap Belanda. Dalam masa perjuangan tersebut, Tjoet
Njak Dhien sempat mendapat makian dari Tjoet Njak Meutia yang juga pejuang
wanita dari Aceh lantaran keputusan suaminya, Teuku Umar, menyerahkan diri pada
Belanda dan bekerja sama dengan mereka. Padahal Teuku Umar tidak benar-benar
menyerahkan diri pada Belanda. Hal ini ia lakukan sebagai taktik untuk mendapatkan
peralatan perang Belanda. Setelah niatnya terlaksana dan ia kembali pada Tjoet Njak
Dhien dan para pengikutnya, Belanda yang merasa telah dikhianati oleh Teuku Umar
melancarkan operasi besar-besaran untuk memburu pasangan suami-istri tersebut.
Teuku Umar pun akhirnya gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11
Februari 1899.
Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua
ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang
menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak
laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya.
Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah
pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan
suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901
karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh.
Peranan Cut Nyak Dien dalam Perang Aceh sangat besar. Ia bahkan menjadi
sosok yang ditakuti oleh Belanda. Perlawanan yang dilakukan Cut Nyak Dien
terhadap Belanda tentu bukan tanpa alasan. Cut Nyak Dien aktif berjuang di
medan perang karena tidak mau menjadi budak dari para penjajah Belanda yang
ingin menguasai Aceh.
Perjalanan Perjuangan Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien adalah Pahlawan Nasional wanita Indonesia yang berasal dari
Aceh. Ia lahir pada tahun 1848 dari keluarga bangsawan yang agamis di
Aceh, Sumatera. Dari garis ayahnya, pahlawan wanita ini merupakan keturunan
langsung Sultan Aceh. Ketika usianya menginjak 12 tahun, Cut Nyak Dien
dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, yaitu pada tahun 1862 yang juga
berasal dari keluarga bangsawan. Suaminya merupakan putra dari uleebalang
Lamnga XIII. Pasangan muda ini pun dikaruniai satu orang anak.
Pada tanggal 26 maret 1873, ketika Perang Aceh meluas, ayah dan suami Cut
Nyak Dien memimpin perang di garis depan, melawan Belanda yang memiliki
persenjataan lebih lengkap dan modern. Ayah Cut Nyak Dien bernama Teuku
Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan
Datuk Makhudum Sati, perantau dari Minangkabau Setelah bertahun-tahun
melawan, pasukannya pun terdesak dan pada akhirnya memutuskan untuk
mengungsi ke daerah yang lebih terpencil. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia
mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda.
Tewasnya Ibrahim Lamnga di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 pada
akhirnya.menyeret Cut Nyak Dien lebih jauh ke dalam perlawanannya terhadap
Belanda. Pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar, setelah
sebelumnya ia dijanjikan dapat ikut turun di medan perang jika menerima lamaran
tersebut. Dari pernikahan ini keduanya dikaruniai seorang anak yang diberi nama
Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dien
bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, pada tanggal
11 Februari 1899 Teuku Umar gugur. Hal ini membuat Cut Nyak Dien berjuang
sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Ia dikenal pantang
menyerah, sebab cita-cita utamanya yakni ingin bangsanya dapat terbebas dari
kekuasaan para penjajah.
Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar
melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin
menyerang basis Aceh. Teuku Umar dan Cut Nyak Dien pergi dengan semua
pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah
kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan
Teuku Umar). Belanda yang merasa telah dikhianati oleh Teuku Umar pada
akhirnya melancarkan serangan besar-besaran untuk memburu pasangan suami-
istri tersebut.
Teuku Umar Gugur
Teuku Umar pun akhirnya gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada tanggal
11 Februari 1899. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dien, menangis karena
kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya sambil berkata:
“Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang
yang sudah syahid." Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda
di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba
melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada
tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah
Aceh.
Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan
ia terkena penyakit encok, serta jumlah pasukannya terus berkurang, ditambah
mereka sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-
pasukannya. Salah satu anak buah Cut Nyak Dien yang bernama Pang Laot
melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda
menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan
bertempur mati-matian. Dien berusaha mengambil rencong dan mencoba untuk
melawan musuh. Namun, aksi Dien berhasil dihentikan oleh Belanda. Cut Nyak
Dien pun ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan
meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.
Sejak 2 Mei 1964, Cut Nyak Dien dianugerahi sebagai pahlawan nasional
Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
Cut Nyak Dien merupakan seorang perempuan Aceh yang tidak kenal menyerah
dalam berjuang, ia terus berjuang hingga akhir hayatnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga saya
selaku penulis dapat menyusun Portofolio Tentang Sejarah Pahlawan Nasional
Mohammad Hatta dengan sebaik- baiknya.
Adapun tujuan dari penulisan Portofolio ini adalah untuk meningkatkan kesadaran
anak bangsa dalam mempelajari sejarah Indonesia dan meningkatkan rasa nasionalisme
sehingga mereka mampu melanjutkan cita-cita para pahlawan pendiri bangsa.
Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memfasilitasi,
memberi masukan, dan mendukung penulisan Portofolio ini sehingga selesai tepat pada
waktunya. Semoga dibalas oleh Allah SWT dengan ganjaran yang berlimpah. Meski penulis
telah menyusun Portofolio ini dengan maksimal, tidak menutup kemungkinan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian.
Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat menambah referensi keilmuan masyarakat.