0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
650 tayangan3 halaman
Film Tjoet Nja' Dhien menceritakan perjuangan wanita pejuang Aceh, Tjoet Nja' Dhien melawan penjajahan Belanda di Aceh pada abad ke-19. Ia melanjutkan perjuangan suaminya, Teuku Umar, setelah kematiannya, dengan melakukan serangan terhadap pos-pos Belanda meskipun berulang kali mengalami kekalahan. Akhirnya Tjoet Nja' Dhien ditangkap setelah pasukannya menyerah dan di
Film Tjoet Nja' Dhien menceritakan perjuangan wanita pejuang Aceh, Tjoet Nja' Dhien melawan penjajahan Belanda di Aceh pada abad ke-19. Ia melanjutkan perjuangan suaminya, Teuku Umar, setelah kematiannya, dengan melakukan serangan terhadap pos-pos Belanda meskipun berulang kali mengalami kekalahan. Akhirnya Tjoet Nja' Dhien ditangkap setelah pasukannya menyerah dan di
Film Tjoet Nja' Dhien menceritakan perjuangan wanita pejuang Aceh, Tjoet Nja' Dhien melawan penjajahan Belanda di Aceh pada abad ke-19. Ia melanjutkan perjuangan suaminya, Teuku Umar, setelah kematiannya, dengan melakukan serangan terhadap pos-pos Belanda meskipun berulang kali mengalami kekalahan. Akhirnya Tjoet Nja' Dhien ditangkap setelah pasukannya menyerah dan di
Produser : Alwin Abdullah Alwin Arifin Sugeng Djarot Pemeran : Christine Hakim sebagai Cut Nyak Dien Piet Burnama sebagai Pang Laut Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar Rudi wowor sebagai Jendral belanda Distributor : Kanta Indah Film Durasi : 150 Menit Film Tjoet Nja’ Dhien (1988) menceritakan perjuangan gigih Tjoet Nja’ Dhien dan rekan seperjuangannya melawan tentara Belanda yang menduduki Aceh di masa penjajahan Belanda. Perang antara rakyat Aceh dan tentara Belanda merupakan perang terpanjang dalam sejarah kolonial Hindia Belanda. Film ini menceritakan perjuangan, dilema dan pendirian teguh Tjoet Nja’ Dhien sebagai seorang pemimpin. Berdasarkan Film ini, perang antara rakyat Aceh dan Pemerintah Belanda berawal dari dibakarnya Masjid Agung pada 26 Maret 1873. Perlawanan terhadap pemerintah Belanda yang dipimpin oleh Teuku Umar bersama Tjoet Nja’ Dhien dimulai tahun 1896-an. Berbagai perlawanan terhadap pemerintah Belanda dilakukan oleh Teuku Umar dengan menyerang markas-markas Belanda Pemerintah Belanda juga melakukan perlawanan sengit terhadap Teuku Umar. Teuku Umar selalu memberi semangat perang dengan berdasar pada jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah SWT) dan menyerukan agar sering membaca hikayat perang sabil kepada anak anak Aceh. Teuku Umar wafat ketika berjuang merebut kembali Meulaboh Pemerintah Belanda mempelajari bahwa perjuangan dari rakyat Aceh hanya bergantung pada pemimpin mereka, Untuk memperoleh kemenangan mutlak, Pemerintah Belanda hanya fokus untuk membunuh Teuku Umar dengan bantuan pengkhianat yaitu Teuku Leubeh. Wafatnya Teuku Umar membuat Tjoet Nja’ Dhien dan putrinya Tjoet Gambang sangat bersedih namun, Tjoet Nja’ Dhien menguatkan hati anaknya bahwa kematian Teuku Umar merupakan mati Syahid yang tidak perlu ditangisi. Setelah wafatnya Teuku Umar, posisi kepemimpinan jatuh ke tangan Tjoet Nja’ Dhien yang dibantu oleh Pang Laot. Tjoet Nja’ Dhien beberapa kali menyerang markas Belanda. Pemerintah Belanda kebingungan bahwa wafatnya Teuku Umar gagal memadamkan perlawanan rakyat Aceh. Tjoet Nja’ Dhien belum bisa memaafkan pengkhianatan Teuku Leubeh dan berencana membalas dendam atas kematian suaminya. Ketika Teuku ketika menuju Kuta Raja bersama pengikutnya, Tjoet Nja’ Dhien Bersama pasukannya menghadang Teuku Labeuh. Teuku Leubeh meninggal ditangan Tjoet Nja’ Dhien. Dalam perlawanan terhadapa tantara Belanda, Tjoet Nja’ Dhien kerap diterpa kekalahan. Kekalahan yang dialami oleh Tjoet Nja’ Dhien justru terjadi karena pengkhianatan pengikutnya sendiri. Tjoet Nja’ Dhien semakin hari semakin tua, dan para pengikutnya semakin sedikit karena kematian dalam jumlah yang besar. Selain tubuhnya yang semakin renta, penglihatan Tjoet Nja’ Dhien juga ikut menurun. Sahabat dekat Tjoet Nja’ Dhien, Nya’ Bantu berusaha untuk menjaga keselamatan Tjoet Nja’ Dhien. Nya’ Bantu menggantikan Tjoet Nja’ Dhien memimpin perang tanpa sepengetahuan Tjoet Nja’ Dhien. Hal ini dilakukan agar pemerintah kolonial Belanda mengira Nya’ Bantu adalah Tjoet Nja’ Dhien. Nya’ bantu gugur atas genjatan senjata Kolonial Belanda. Setelah perlawanan panjang dari kedua belah pihak, Pemerintah Belanda berhasil mengepung tempat persembunyian Tjoet Nja’ Dhien. Pang Laot yang tidak mampu melihat bila Tjoet Nja’ Dhien mati sia sia, akhinya menyerah. Pang Laot meminta pihak Belanda agar merawat baik dan tidak memisahkan Tjoet Nja’ Dhien dengan rakyat Aceh. Tjoet Nja’ Dhien tetap pada posisi pendiriannya tidak ingin menyerah pada pemerintah Kolonial Belanda. Pang Laot menghampiri Tjoet Nja’ Dhien dan menyatakan bahwa kondisi kesehatan Tjoet Nja’ Dhien yang memburuk tidak mungkin memenangkan perlawanan dengan pemerintah Belanda. Tjoet Nja’ Dhien yang merasa terkhianati mencoba melawan dengan berteriak sembari melukai tubuh Pang Laot dengan rencong. Pemerintah Kolonial Belanda merawat Tjoet Nja’ Dhien dengan baik, namun pemerintah Kolonial Belanda tidak menepati salah satu janjinya, Belanda menjauhkan Tjoet Nja’ Dhien dari rakyat Aceh. Tjoet Nja’ Dhien diasingkan ke Jawa hingga wafat di sana.