Anda di halaman 1dari 3

RESENSI FILM

Tjoet Nja' Dhien

Sutradara : Eros Djarot


Produser : Alwin Abdullah
Alwin Arifin
Sugeng Djarot
Pemeran : Christine Hakim sebagai Cut Nyak Dien
Piet Burnama sebagai Pang Laut
Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar
Rudi wowor sebagai Jendral belanda
Distributor : Kanta Indah Film
Durasi : 150 Menit
Film Tjoet Nja’ Dhien (1988) menceritakan perjuangan gigih Tjoet Nja’ Dhien
dan rekan seperjuangannya melawan tentara Belanda yang menduduki Aceh di
masa penjajahan Belanda. Perang antara rakyat Aceh dan tentara Belanda
merupakan perang terpanjang dalam sejarah kolonial Hindia Belanda. Film ini
menceritakan perjuangan, dilema dan pendirian teguh Tjoet Nja’ Dhien sebagai
seorang pemimpin.
Berdasarkan Film ini, perang antara rakyat Aceh dan Pemerintah Belanda
berawal dari dibakarnya Masjid Agung pada 26 Maret 1873. Perlawanan terhadap
pemerintah Belanda yang dipimpin oleh Teuku Umar bersama Tjoet Nja’ Dhien
dimulai tahun 1896-an. Berbagai perlawanan terhadap pemerintah Belanda
dilakukan oleh Teuku Umar dengan menyerang markas-markas Belanda Pemerintah
Belanda juga melakukan perlawanan sengit terhadap Teuku Umar.
Teuku Umar selalu memberi semangat perang dengan berdasar pada jihad
fisabilillah (berjuang di jalan Allah SWT) dan menyerukan agar sering membaca
hikayat perang sabil kepada anak anak Aceh. Teuku Umar wafat ketika berjuang
merebut kembali Meulaboh Pemerintah Belanda mempelajari bahwa perjuangan dari
rakyat Aceh hanya bergantung pada pemimpin mereka, Untuk memperoleh
kemenangan mutlak, Pemerintah Belanda hanya fokus untuk membunuh Teuku
Umar dengan bantuan pengkhianat yaitu Teuku Leubeh.
Wafatnya Teuku Umar membuat Tjoet Nja’ Dhien dan putrinya Tjoet Gambang
sangat bersedih namun, Tjoet Nja’ Dhien menguatkan hati anaknya bahwa kematian
Teuku Umar merupakan mati Syahid yang tidak perlu ditangisi. Setelah wafatnya
Teuku Umar, posisi kepemimpinan jatuh ke tangan Tjoet Nja’ Dhien yang dibantu
oleh Pang Laot. Tjoet Nja’ Dhien beberapa kali menyerang markas Belanda.
Pemerintah Belanda kebingungan bahwa wafatnya Teuku Umar gagal
memadamkan perlawanan rakyat Aceh.
Tjoet Nja’ Dhien belum bisa memaafkan pengkhianatan Teuku Leubeh dan
berencana membalas dendam atas kematian suaminya. Ketika Teuku ketika menuju
Kuta Raja bersama pengikutnya, Tjoet Nja’ Dhien Bersama pasukannya
menghadang Teuku Labeuh. Teuku Leubeh meninggal ditangan Tjoet Nja’ Dhien.
Dalam perlawanan terhadapa tantara Belanda, Tjoet Nja’ Dhien kerap diterpa
kekalahan. Kekalahan yang dialami oleh Tjoet Nja’ Dhien justru terjadi karena
pengkhianatan pengikutnya sendiri. Tjoet Nja’ Dhien semakin hari semakin tua, dan
para pengikutnya semakin sedikit karena kematian dalam jumlah yang besar. Selain
tubuhnya yang semakin renta, penglihatan Tjoet Nja’ Dhien juga ikut menurun.
Sahabat dekat Tjoet Nja’ Dhien, Nya’ Bantu berusaha untuk menjaga keselamatan
Tjoet Nja’ Dhien. Nya’ Bantu menggantikan Tjoet Nja’ Dhien memimpin perang tanpa
sepengetahuan Tjoet Nja’ Dhien. Hal ini dilakukan agar pemerintah kolonial Belanda
mengira Nya’ Bantu adalah Tjoet Nja’ Dhien. Nya’ bantu gugur atas genjatan senjata
Kolonial Belanda.
Setelah perlawanan panjang dari kedua belah pihak, Pemerintah Belanda
berhasil mengepung tempat persembunyian Tjoet Nja’ Dhien. Pang Laot yang tidak
mampu melihat bila Tjoet Nja’ Dhien mati sia sia, akhinya menyerah. Pang Laot
meminta pihak Belanda agar merawat baik dan tidak memisahkan Tjoet Nja’ Dhien
dengan rakyat Aceh. Tjoet Nja’ Dhien tetap pada posisi pendiriannya tidak ingin
menyerah pada pemerintah Kolonial Belanda.
Pang Laot menghampiri Tjoet Nja’ Dhien dan menyatakan bahwa kondisi
kesehatan Tjoet Nja’ Dhien yang memburuk tidak mungkin memenangkan
perlawanan dengan pemerintah Belanda. Tjoet Nja’ Dhien yang merasa terkhianati
mencoba melawan dengan berteriak sembari melukai tubuh Pang Laot dengan
rencong. Pemerintah Kolonial Belanda merawat Tjoet Nja’ Dhien dengan baik,
namun pemerintah Kolonial Belanda tidak menepati salah satu janjinya, Belanda
menjauhkan Tjoet Nja’ Dhien dari rakyat Aceh. Tjoet Nja’ Dhien diasingkan ke Jawa
hingga wafat di sana.

Anda mungkin juga menyukai