Disusun oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
2020
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ritual
Siraman Calon Pengantin Jawa” ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan pembaca dan juga penulis.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat (Teoritis dan Praktis)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Jawa memiliki berbagai tradisi yang dilakukan dalam setiap tahap
penting kehidupan manusia. Upacara pernikahan, yang merupakan pintu gerbang
bagi setiap pasangan yang akan memasuki lembar kehidupan baru juga tidak luput
dari perayaan dan pelaksaan ritual tertentu. Ada beberapa ritual yang perlu
dilakukan oleh calon pengantin sebelum proses pernikahan dan salah satunya
adalah ritual siraman. Siraman merupakan prosesi dari rangkaian pada pernikahan
adat Jawa. Dalam upacara ini, terdapat banyak makna serta simbolis yang
berisikan makna kehidupan bagi pasangan pengantin. Upacara adat siraman
dilakukan sebelum melakukan ijab kabul. Dengan begini sang calon pengantin
akan kembali bersih dan siap memasuki lembar baru dalam kehidupan mereka.
B. Tujuan
Tujuan dilakukan asesmen ini dilakukan untuk mengetahui apa itu siraman,
tata cara pelaksanaanya, dan fungsi dari ritual tersebut.
C. Manfaat
1. Secara Teoritis
Asesmen ini bermanfaat di bidang Psikologi Budaya, bentuk manfaatnya
yaitu membantu mengetahui tentang pernikahan adat Jawa dengan ritual di
dalamnya yaitu siraman.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi subjek peneliti, bentuk manfaatnya adalah tahu apa itu ritual
“Siraman”, tata cara, pelaksanaan dan manfaatnya.
b. Bagi peneliti lain, bentuk manfaatnya adalah bisa di jadikan sebagai
referensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka yang digunakan adalah teori-teori yang
menjadi landasan dalam penelitian, selain itu kajian pustaka juga melalui artikel-
artikel yang sudah kredibel. Hasil penelitian yang dijadikan sebagai tinjauan
pustaka dalam penelitian ini adalah penelitian tentang Ritual siraman, yaitu artikel
oleh Riski Tri Maya (2018) dengan judul “Simbolisme Budaya Jawa Upacara
Siraman Pengantin di Kabupaten Kediri” yang menyatakan perkawinan
merupakan salah satu peristiwa yang penting dan sakral dalam kehidupan semua
manusia. Seperti halnya mengenai upacara siraman pengantin budaya Jawa.
Umumnya masyarakat pedesaan selama ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai
simbolisme. Hal ini karena sifat budaya yang turun-temurun dari generasi ke
generasi. Siraman, dari kata siram yang artinya menguyur atau mandi. Sepasang
pengantin akan melakukan upacara siraman satu hari sebelum ijab qabul. Akan
tetapi hakikat dari mandi (siraman) dalam upacara pengantin adat Jawa tidak
hanya sekedar membersihkan wadag badan tetapi juga membersihkan jiwa.
Membersihkan segala gangguan agar supaya pada saat prosesi ijab qabul tidak
lagi ada aral yang melintang. Pengantin agar dapat memulai hidup baru dengan
keadaan yang bersih dan suci.
Hasil penelitian ini menunjukkan deskripsi bentuk simbol, makna simbol, dan
fungsi simbol yang meliputi: sesaji, kenduri, sungkeman, siraman, dan dodolan
dawet dalam tata cara upacara siraman pengantin budaya Jawa yang bertujuan
untuk mengingatkan masyarakat luar untuk kembali menjunjung nilai kebudayaan
dan keindahan upacara siraman pengantin yang sebenarnya. Bentuk simbol yang
terdapat dalam penelitian ini meliputi sesaji, kenduri, sungkeman, siraman, dan
dodolan dawet. Bentuk simbol sesaji merupakan sejenis persembahan kepada
arwah nenek moyang pada upacara adat di kalangan penganut kepercayaan kuno,
seperti suku Jawa. Kenduri merupakan perlengkapan selamatan dan do’a yang
akan dipanjatkan untuk meminta kelancaran acara. Sungkeman merupakan bentuk
rasa hormat anak kepada orangtua. Siraman merupakan ritual adat Jawa calon
pengantin sebelum melakukan ijab qobul, sedangkan dodolan dawet merupakan
cara orangtua mengajarkan anak untuk mencari rezeki.
Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif, yaitu
menganalisis, menggambarkan, dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari
berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil wawacara atau pengamatan
mengnai masalah yang diteliti yang terjadi di lapangan. Metode penelitian ini
sering digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah yakni obyek
yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti. Melalui penelitian
dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun
memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau
variabel tersebut. Dalam penelitian ini definisi operasional variabelnya adalah
pelaksanaan Ritual Siraman Calon Pengantin Jawa. Dalam proses pengumpulan
data yang dilakukan di lapangan harus menggunakan teknik maupun metode yang
tepat dan relevan dengan kondisi di lapangan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan beberapa teknik, hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang
diinginkan lebih akurat. Teknik pendukung dalam pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah :Teknik Observasi dan Teknik Kepustakaan.
BAB IV
Pernikahan adat Jawa banyak ragamnya. Namun pernikahan adat Jawa Solo
yang umum dilakukan masyarakat Jawa Tengah dan sekitarnya. Budaya tanah
Jawa memang menyimpan sejuta keindahan dan keagungan yang dipegang teguh
masyarakatnya. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah
memiliki suatu tradisi, yakni kebiasaan yang telah mereka warisi turun temurun,
sedikitnya dua generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersama mereka
(Endraswara, 2013:1). Hal ini bisa dilihat dalam upacara pernikahan yang penuh
makna dan unik. Prosesi siraman biasanya dilakukan pada pukul 10.00 - 15.00,
sehari sebelum dilakukannya ijab kabul. Pada waktu ini diyakini sebagai saat
ketika bidadari turun ke bumi untuk mandi. Pengantin membawa kesan cantik,
tentu sangatlah tepat apabila proses "mandi" atau siraman dari pasangan pengantin
tersebut dilakukan bersamaan dengan para bidadari.
Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak. Maksud dipilih pisang yang sudah
masak adalah diharapkan pasangan yang akan menikah telah memiliki pemikiran
dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan
agar pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan
dan kehormatan seperti raja.
Tebu wulung, tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing
memanis atau sumber rasa manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba
enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah
memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa
sepuh yang selalu beryindak dengan ’kewicaksanaan’ atau kebijakan
Cengkir Gadhing, merupakan simbol dari kandungan tempat jabang bayi atau
lambang keturunan.
Daun randu dan pari sewuli, randu melambangkan sandang, sedangkan pari
melambangkan pangan. Sehingga hal itu bermakna agar kedua mempelai selalu
tercukupi sandang dan pangannya.
Satu sampai dua hari sebelum akad nikah, keluarga akan melakukan siraman
kepada sang pengantin. Akan ada tujuh orang yang melakukan siraman, jumlah
ini pun berdasarkan sebutan tujuh pada bahasa Jawa yaitu “pitu” atau disyaratkan
sebagai pitulungan (pertolongan) kepada calon pengantin. Ritual siraman ini
menyimbolkan pembersihan diri sebelum masuk ke ritual yang lebih sakral.
Pencampuran air siraman yang meliputi kembang setaman dan air untuk
memandikan. Air siraman ini berasal dari 7 mata air yang berbeda. 2 meja pendek
seperti yang ada pada ruang tamu di dekat pemandian. Meja tersebut untuk
meletakkan : Kain, Handuk dan Kimono serta Ubo Rampe . Kain, Handuk dan
Kimono sebaiknya mempunyai warna yang senada. Klenting tempat air kembang
setaman, kelapa yang dibelah untuk gayung mandi, siapkan 2 meja katering dan
sudah dihias. Meja tersebut untuk meletakkan Tumpeng Robyong (tambahan
perlengkapan dalam acara potong tumpeng : 1 baki yang diisi 1 piring, sepasang
sendok garpu, centong dan pisau. Centong dan Pisau dihias oleh Pita).
Setelah perlengkapan siraman lengkap. Kemudian dimulailah rangkaian
upacara Siraman :
Pengiriman Air Perwito Adi ke calon pengantin pria. Setelah air siraman
dicampur di kediaman calon pengantin wanita. Dilakukan pengiriman air perwito
adi ke kediaman calon pengantin pria. Keluarga calon pengantin wanita
mengirimkan 2 wakil (2 pasang suami istri) yang ditugaskan untuk menjadi wakil
keluarga calon pengantin wanita dalam mengirimkan air perwito adi ke kediaman
calon pengantin pria.
Duta keluarga calon pengantin wanita ini akan menghadap orang tua calon
pengantin pria, dan menjadi saksi telah dilaksanakannya upacara siraman di
kediaman calon pengantin pria. Setelah calon pengantin pria selesai melakukan
siraman dan Potong Rikmo, potongan rambut calon pengantin pria akan dibawah
kembali ke kediaman calon pengantin wanita oleh Duta keluarga calon pengantin
wanita.
Siraman pertama kali dilakukan oleh Bapak calon pengantin dan diikuti oleh
Ibu calon pengantin. Setelah Bapak Ibu selesai melakukan siraman baru ketujuh
pini sepuh yang melakukan siraman. Untuk calon pengantin wanita, pini sepuh
yang melakukan siraman haruslah berjenis kelamin wanita. Sedangkan untuk
calon pengantin pria, pini sepuh yang melakukan siraman haruslah berjenis
kelamin pria.Setelah pini sepuh selesai melakukan siraman. Bapak calon
pengantin menuangkan air kendil dan memandu calon pengantin untuk melakukan
wudhu. Setelah selesai, ibu pengantin menutup dengan menyiram air kendil. Dan
kemudian kendil dijatuhkan sampai pecah sambil mengucap:
Dodol Dawet, jual Dawet diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar
merupakan lambang kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anak.
Pada prosesi dodol dawet ini, sang ibu dari mempelai wanita lah yang melayani,
sedangkan sang ayah memayungi ibu. Bagi orang yang akan membeli dawet
tersebut harus membayar dengan ’kreweng’ (pecahan genting), pecahan tembikar
dari tanah liat, bukan dengan uang. Hal itu menunjukkan bahwa kehidupan
manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu sedangkan yang
menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka
yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri, harus
saling membantu. Dawet ini juga sebagai simbolisasi kalau esok hari pada saat
akad nikah dan resepsi, tamu-tamu yang datang akan sebanyak dan seramai
cendol dawet tersebut.
Sederet prosesi siraman adat Jawa yang terbilang panjang ini tentu memiliki
makna mendalam yang sangat berarti bagi kehidupan baru sang mempelai.
Upacara siraman adat Jawa ini merupakan simbol untuk meluruhkan segala hal
negatif dari diri calon pengantin sehingga bisa masuk ke gerbang pernikahan
dengan diri yang sudah suci kembali.
Makna simbol pada ritual siraman calon pengantin Jawa yaitu : Air dari 7
sumber berbeda memiliki makna setelah sah menjadi suami istri, saat mereka
tinggal dimana pun mereka akan diberi kebahagiaan dan tentram hati. Kembang
setaman memiliki makna agar kehidupan keluarga yang akan dibangun
mendapatkan keharuman dari para leluhur. Gayung batok/tempurung kelapa
memiliki makna menggunakan hasil alam untuk sesuatu yang berguna agar
berkah. Kendi dipecahkan memiliki makna pengantin siap menikah dan agar
manglingin seperti bidadari “wis pecah pamore”. Tumpeng robyong memiliki
makna mendoakan yang akan menikah agar keluarganya di tingkatkan derajatnya
dan diberi keselamatan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan materi yang dibahas pada asesmen ini, diharapkan ritual siraman
pada upacara pernikahan adat jawa akan selalu diingat dan tidak pernah
dihilangkan dalam budaya Jawa mengingat banyaknya budaya dan tadisi lain yang
semakin banyak berkembang di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Marverial, Anggi P., Astuti, H., & Meilina, M. (2019). Makna Simbol Pada Ritual
Siraman Pernikahan Adat Jawa Tengah.Jurnal Daring Mahasiswa
Komunikasi. 1(1)