Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH TOKOH PSIKOTERAPI EKSTENSIAL HUMANISTIK DAN SEJARAH

TOKOH PSIKOTERAPI RASIONAL EMOTIF

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Intervensi Psikologi Klinis

Dosen Pengampu: Rr. Dwi Astuti, S.Psi, M.Psi

Disusun Oleh :

1. Izza Rotul Karimah (201960051) 8. Laila Nafi’ah (201960087)


2. Devika Atikah Faradyla (201960052) 9. Elma Putri Anggraini (201960088)
3. Qonita Hamdah Azizah (201960058) 10. Nor Afiyyatul Mufidah (201960089)
4. Erico Nor Alrasyid (201960059) 11. Aulia Rosita Sari (201960099)
5. Yemima Glaudia M. D. (201960074) 12. Apit Ayu Wulandari (201960103)
6. Diana Vernanda (201960076) 13. Yulianta Dhedi Prayoga (201960107)
7. Noor Azizah (201960082) 14. Hanik Prasetiyo (201960110)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2021
SEJARAH TOKOH PSIKOTERAPI EKSTENSIAL HUMANISTIK

A. Definisi Teori dan Terapi Eksistensial- Humanistik


Istilah psikologi humanistik diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi
yang ada awal tahun 1960-an bekerjasama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow
dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran
intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisa dan
behaviorisme. Psikologi humanistik sesungguhnya bukan suatu organisasi tunggal
dari teori atau sistem, melainkan lebih cepat jika disebut gerakan. Maslow sendiri
menyebut psikologi humanistik yang dipimpinya sebagai “kekuatan ketiga“ (a third
force) dan meskipun tokoh-tokoh gerakan ini memiliki pandangan yang berbeda-beda,
tapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang
berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yakni eksistensialisme.

Teori Eksistensial-Humanistik pada hakikatnya mempercayai bahwa individu


memiliki potensi untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan bagi dirinya
sendiri dan lingkungannya. Teori ini sangat menekankan tentang kebebasan yang
bertanggung jawab. Jadi, individu diberikan kebebasan seluas-luasnya dalam
melakukan tindakan, tetapi harus berani bertanggung jawab sekalipun menanggung
resiko bagi dirinya. (Tn. 2006:1). Teori dan Pendekatan konseling Eksistensial-
Humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap
yang menekankan pada pemahaman atas manusia. (Tn. 2013:5)

Eksistensialisme, dengan sejumlah tokohnya yang mengesankan meliputi


Soren Kiekegard, Camus, Binsswanger, Merard Boss, dan Victor Frankl, adalah aliran
filsafat yang mempermasalahkan manusia sebagai individu dan sebagai problema
yang unik dengan keberadaanya. Manusia menurut eksistensialisme, adalah hal yang
mengada dalam dunia (being in the word) dan menyadari penuh akan keberadaan.
Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai
hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialisme percaya
bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, pendekatan,
meminjam, ungkapan Sartre : aku adalah pilihanku.
Dalam Corey (2005:53-55) Terapi eksistensial, terutama berpijak pada premis
bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan
tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan- penerapan terapeutiknya, pendekatan
eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofi yang
melandasi terapi. Pendekatan eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan
filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas,
kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-
implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan
dasar yang menyangkut keberadaan manusia.

Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan


menekankan kesadaran diri sebelum bertindak. Kesadaran diri berkembang sejak
bayi. Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing
individu. Determinasi diri dan kecenderungan kearah pertumbuhan adalah gagasan-
gagasan sentral. Psikopatologi adalah akibat dari kegagalan dalam mengaktualkan
potensi. Pembedaan-pembedaan dibuat antara “rasa bersalah ekstensial” dan “rasa
bersalah neurotik” serta antara “kecemasan ekstensial” dan “kecemasan neurotik”.
Berfokus pada saat sekarang dan akan menjadi apa seseorang itu, yang berarti
memiliki orientasi ke masa depan. Maka dari itu, akan lebih meningkatkan kebebasan
konseling dalam mengambil keputusan serta bertanggung jawab dalam setiap
tindakan yang di ambilnya.

B. Tujuan Terapi
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik
dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat
membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Bugental (Corey, 2005:56)
menyebut keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial
pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari kebebasan otentik:
1) Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,
2) Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan
3) Memikul tanggung jawab untuk memilih.
Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan
karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan
bertanggung jawab atas arah hidupnya.

C. Fungsi dan Peran Terapis


Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam
dunia. Teknik yang digunakan mengikut alih-alih mendahului pemahaman. Karena
menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapi eksistensial menunjukan
keleluasan dalam menggunakan metode-metode dan prosedur yang digunakan oleh
mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada yang lainnya, tetapi
juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.

Meskipun terapi eksistensial bukan merupakan metode tunggal, di kalangan


terapis eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas-tugas dan
tanggung jawab terapis. Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi
difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih sistem teknik.
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut :
1) Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2) Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
3) Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4) Berorientasi pada pertumbuhan.
5) Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
yang menyeluruh.
6) Menyadari bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan lain akhir terletak di
tangan klien.
7) Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya
hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit
menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
8) Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan- tujuan dan nilainya sendiri.
9) Bekerja kearah menguragi kebergantungan klien serta meningkatkan
kebebasan klien.
D. Tokoh Psikoterapi Eksistensial-Humanistik
 Carl Rogers
Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,
Chicago, anak keempat dari enam bersaudara yang lahir dari pasangan Walter dan
Julia Cushing Rogers. Carl lebih dekat dengan ibu daripada ayahnya yang selama
bertahun-tahun awal kanak-kanaknya, sering kali jauh dari rumah karena
pekerjaannya sebagai insinyur sipil. Walter dan Julia sama-sama religius, membuat
Carl tertarik pada Alkitab sehingga dia rajin membacanya di samping buku-buku lain
juga meskipun waktu itu dia masih belum sekolah.

Awalnya Rogers memiliki cita-cita untuk menjadi petani, hingga setelah lulus dari
SMA dia melanjutkan ke University of Wisconsin. Ia pernah belajar di bidang
agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh
gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh
gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada tahun 1931. Pada tahun 1931, Rogers
bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to
Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap
anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak
bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939,
ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”,
yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di
Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari
American Psychological Society.

Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap
saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien
sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist
hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-
teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam
melakukan treatment kepada klien. Hasil karya Rogers yang paling terkenal dan
masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang disebut Client-
Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-
Centered Therapy(1951) dan On Becoming a Person (1961).

 VIKTOR FRANKL (1905-1997)


Viktor Frankl lahir dan dididik di Wina. Ia mendirikan PusatPenasihat Pemuda di
sana pada tahun 1928 dan mengarahkan mereka sampaitahun 1938. Dari tahun 1942
hingga 1945 Frankl adalah seorang tahanan di kampkonsentrasi Nazi di Auschwitz
dan Dachau, tempat orang tua, saudara laki-lakinya, istri, dan anak-anaknya
meninggal. Dia dengan jelas mengingat pengalamannya yang mengerikan di kamp-
kamp ini, namun dia mampumenggunakannya dengan cara yang konstruktif dan tidak
memungkinkan merekauntuk meredam cinta dan antusiasmenya untuk hidup.

Dia berkeliling ke seluruh dunia, memberikan ceramah di Eropa, Amerika


Latin,Asia Tenggara, dan Amerika Serikat. Frankl menerima gelar MD pada 1930 dan
gelar PhD dalam filsafat pada tahun1949, keduanya dari Universitas Wina. Dia
menjadi profesor di Universitas Winadan kemudian menjadi pembicara terkemuka di
Universitas Internasional AmerikaSerikat di San Diego. Dia adalah profesor tamu di
Harvard, Stanford, danuniversitas Southern Methodist. Karya-karya Frankl telah
diterjemahkan ke dalamlebih dari 20 bahasa, dan gagasannya terus memiliki dampak
besar pada pengembangan terapi eksistensial. Nya buku yang menarik Man's Search
for Meaning (1963) telah menjadi best-seller di seluruh dunia.

Meskipun Frankl mulai mengembangkan pendekatan eksistensial untuk praktik


klinis sebelum tahun-tahun suramnya di kamp-kamp kematian Nazi, pengalamannya
di sana mengukuhkan pandangannya. Frankl (1963) mengamati dan secara pribadi
mengalami kebenaran yang diungkapkan oleh para filsuf dan penulis eksistensial yang
berpendapat bahwa kita memiliki pilihan dalam setiap situasi. Bahkan dalam keadaan
yang mengerikan, ia percaya, kita bisamempertahankan sisa kebebasan spiritual dan
kebebasan pikiran. Dia belajar secara pengalaman bahwa segala sesuatu dapat diambil
dari seseorang kecualisatu hal: "yang terakhir dari kebebasan manusia - untuk
memilih sikap seseorangdalam set keadaan tertentu, untuk memilih jalannya sendiri".
Frankl percaya bahwa esensi manusia adalah mencari arti dan tujuan. Dia percaya
bahwa cinta adalah tujuan tertinggi yang bisa dicita-citakan manusia dan
bahwakeselamatan kita adalah melalui cinta. Kita dapat menemukan makna ini
melalui tindakan dan perbuatan kita, dengan mengalami nilai (seperti cinta atau
prestasimelalui kerja), dan dengan penderitaan.

Frankl tahu dan membaca Freud dan menghadiri beberapa pertemuan kelompok
psikoanalitik Freud. Frankl mengakui hutangnya kepada Freud, meskipun diatidak
setuju dengan kekakuan sistem psikoanalitik Freud. Frankl sering mengatakan bahwa
Freud adalah seorang psikolog yang mendalam dan bahwa iaadalah seorang psikolog
tinggi yang membangun fondasi Freud. Bereaksi terhadap sebagian besar pengertian
deterministik Freud, Frankl mengembangkanteori dan praktik psikoterapi sendiri,
yang menekankan konsep kebebasan,tanggung jawab, makna, dan pencarian nilai. Dia
mendirikan reputasiinternasionalnya sebagai pendiri apa yang disebut "Sekolah
Ketiga Psikoanalisis Wina," dua lainnya adalah psikoanalisis Sigmund Freud dan
Psikologi Individu Alfred Adler.

Frankl mengembangkan logoterapi, yang berarti "terapi melalui makna."Model


filosofis Frankl menyoroti apa artinya hidup sepenuhnya. Tema utama yang berjalan
melalui karya-karyanya adalah kehidupan memiliki makna, dalamsemua keadaan;
motivasi utama untuk hidup adalah keinginan akan makna; kitamemiliki kebebasan
untuk menemukan makna dalam semua yang kita pikirkan;dan kita harus
mengintegrasikan tubuh, pikiran, dan semangat untuk sepenuhnya hidup. Frankl
mengatakan bahwa Freud memandang manusia sebagai termotivasioleh "kehendak
untuk kesenangan" dan bahwa Adler berfokus pada "kehendakuntuk berkuasa." Bagi
Frankl, motivasi yang paling kuat bagi manusia adalah"kehendak untuk
makna."Tulisan Frankl mencerminkan tema yang orang modernmemiliki sarana untuk
hidup, tetapi sering tidak memiliki makna untuk hidup. Proses terapi ditujukan untuk
menantang individu untuk menemukan makna dantujuan melalui, antara lain,
penderitaan, pekerjaan, dan cinta (Frankl, 1965).

 ROLLO MAY (1909-1994)


Rollo May (1909-1994) pertama kali tinggal di Ohio dan kemudian pindahke
Michigan sebagai anak kecil bersama dengan lima saudara laki-lakinya danseorang
saudara perempuan. Dia ingat kehidupan rumahnya tidak bahagia, situasiyang
berkontribusi pada minatnya dalam psikologi dan konseling. Dalam kehidupan
pribadinya, May berjuang dengan keprihatinan eksistensialnya sendiridan kegagalan
dua perkawinan.

Meskipun pengalaman hidupnya tidak bahagia, ia lulus dari Oberlin College


pada1930 dan kemudian pergi ke Yunani sebagai guru. Selama musim panasnya
diYunani ia pergi ke Wina untuk belajar bersama Alfred Adler. Setelah menerima
gelar dalam teologi dari Union Theological Seminary, May memutuskan bahwacara
terbaik untuk menjangkau dan membantu orang adalah melalui psikologi, bukan
teologi. Dia menyelesaikan gelar doktornya dalam psikologi klinis di Universitas
Columbia dan memulai praktik pribadi di New York; dia juga menjadi analis
pelatihan pengawasan untuk William Alanson Institute.

Ketika May sedang mengejar program doktornya, ia menderita tuberkulosis, yang


menghasilkan 2 tahun tinggal di sanitarium. Selama masa pemulihannya, May
menghabiskan banyak waktu untuk belajar langsung tentang sifat kecemasan. Dia
juga menghabiskan waktu membaca, dan dia mempelajari karya-karya
SorenKierkegaard, yang merupakan katalis untuk mengenali dimensi kecemasan
eksistensial. Penelitian ini menghasilkan bukunya The Meaning of Anxiety (1950).
Buku populernya, Love and Will (1969), mencerminkan perjuangan
pribadinyasendiri dengan cinta dan hubungan intim dan mencerminkan pertanyaan
masyarakat Barat tentang nilai-nilainya yang berkaitan dengan seks dan pernikahan.

Pengaruh pribadi terbesar pada Rollo May adalah teolog eksistensial Paul
Tillich(penulis The Courage to Be, 1952), yang menjadi mentornya dan seorang
teman pribadi. Keduanya menghabiskan banyak waktu bersama-sama membahas
topikfilosofis, agama, dan psikologis. Sebagian besar tulisan Mei mencerminkan
perhatian dengan sifat pengalaman manusia, seperti mengenali dan berurusan dengan
kekuasaan, menerima kebebasan dan tanggung jawab, dan menemukan identitas
seseorang. Dia menarik dari pengetahuannya yang kaya berdasarkan pada klasik dan
perspektif eksistensinya.

Rollo May adalah salah satu pendukung utama pendekatan humanistik terhadap
psikoterapi, dan ia adalah juru bicara utama pemikiran eksistensial Eropa yang
diterapkan pada psikoterapi. Dia percaya psikoterapi harus ditujukan untuk membantu
orang menemukan makna hidup mereka dan harus peduli dengan masalah daripada
dengan pemecahan masalah. Pertanyaan termasuk belajar untuk menangani masalah-
masalah seperti seks dan keintiman, menjadi tua, menghadapi kematian, dan
mengambil tindakan di dunia. Menurut May, tantangan sebenarnya adalah agar orang-
orang dapat hidup di dunia di mana mereka sendirian dan dimana mereka akhirnya
harus menghadapi kematian. Dia berpendapat bahwa individualisme kita harus
diimbangi oleh apa yang Adler sebut sebagai kepentingan sosial. Ini adalah tugas
terapis untuk membantu individu menemukan cara untuk berkontribusi pada
perbaikan masyarakat di mana mereka tinggal.

Seiring dengan Frankl, psikolog Rollo May sangat dipengaruhi oleh para filsuf
eksistensial, oleh konsep psikologi Freudian, dan oleh banyak aspek dari Psikologi
Individu Alfred Adler. May adalah salah satu kunci yang bertanggung jawab untuk
membawa eksistensialisme dari Eropa keAmerika Serikat dan untuk menerjemahkan
konsep-konsep kunci ke dalam praktik psikoterapi. Tulisan-tulisannya memiliki
dampak yang signifikan terhadap praktisi berorientasi eksistensial. Yang paling
penting dalam memperkenalkanterapi eksistensial ke Amerika Serikat adalah buku
Keberadaan: Dimensi Barudalam Psikiatri dan Psikologi (Mei, Angel, & Ellenberger,
1958). Menurut May,dibutuhkan keberanian untuk "menjadi," dan pilihan kita
menentukan jenis orangyang kita menjadi. Ada pergulatan konstan dalam diri kita.
Meskipun kami ingintumbuh menuju kedewasaan dan kemandirian, kami menyadari
bahwa ekspansisering merupakan proses yang menyakitkan. Oleh karena itu,
perjuangan adalahantara keamanan ketergantungan dan kesenangan dan penderitaan
pertumbuhan.

 IRVIN YALOM
Irvin Yalom lahir dari orang tua yang berimigrasi dari Rusia tidak lama setelah
Perang Dunia I. Selama masa kecilnya, Yalom tinggal di kota bagian dalam
Washington, D.C., di lingkungan yang miskin. Kehidupan di jalanan sangat
berbahaya, dan Yalom berlindung di dalam ruangan membaca novel dan karya
lainnya. Dua kali seminggu dia melakukan perjalanan sepeda berbahaya ke
perpustakaan untuk persediaan membaca persediaan. Diamenemukan dunia alternatif
dan memuaskan dalam membaca fiksi, yangmerupakan sumber inspirasi dan
kebijaksanaan baginya. Di awal hidupnya diamemutuskan bahwa menulis novel
adalah hal yang sangat terbaik yang bisadilakukan seseorang, dan setelah itu dia telah
menulis beberapa novel pengajaran.

Irvin Yalom adalah profesor emeritus psikiatri di Sekolah Kedokteran


UniversitasStanford.Seorang psikiater dan penulis, Yalom telah menjadi tokoh utama
di bidang psikoterapi kelompok sejak publikasi pada tahun 1970 dari bukunya yang
berpengaruh Theory and Practice of Group Psychotherapy (1970/2005), yangtelah
diterjemahkan ke dalam 12 bahasa dan saat ini dalam edisi kelima. Karya pionirnya ,
Existential Psychotherapy, yang ditulis pada tahun 1980, adalah bukuteks klasik dan
otoritatif tentang terapi eksistensial. Berdasarkan pengalaman klinisnya dan pada
penelitian empiris, filsafat, dan sastra, Yalom mengembangkan pendekatan
eksistensial untuk psikoterapi yang membahas empat "wujud eksistensi" atau
perhatian utama manusia: kebebasan dan tanggung jawab, isolasi eksistensial, tidak
berartinya, dan kematian. Tema-tema eksistensial ini berhubungan dengan keberadaan
klien, atau berada di dunia. Yalom mendesak semua terapis, terlepas dari orientasi
teoritis, untuk mengembangkan kepekaan terhadap masalah eksistensial karena
umumnya masalah ini muncul di semua program terapi.

Psikoterapi telah sangat menarik bagi Yalom, yang telah mendekati semua
pasiennya dengan rasa kagum pada kisah-kisah yang mereka ungkapkan. Ia percaya
bahwa terapi yang berbeda harus dirancang untuk setiap klien karena masing-masing
memiliki cerita yang unik. Dia menganjurkan menggunakan disini dan sekarang dari
hubungan terapeutik untuk menjelajahi dunia interpersonal klien, dan dia percaya
terapis harus transparan, terutama mengenai pengalamank liennya. Filosofi dasarnya
adalah eksistensial dan interpersonal, yang ia terapkan pada terapi individu dan
kelompok.

Irvin Yalom telah menulis banyak cerita dan novel yang berkaitan dengan
psikoterapi, termasuk Love's Executioner (1987), When Nietzsche Wept (1992),
lying on the couch (1997), momma and the meaning of life (2000), danThe
Schopenhauer Cure (2005a) ). Buku nonfiksi 2008-nya, stsring at the sun:overcoming
the teror of death, adalah sebuah risalah tentang peran kecemasankematian dalam
psikoterapi, yang menggambarkan bagaimana kematian danmakna hidup merupakan
tema dasar yang terkait dengan kerja terapeutikmendalam. Karya Yalom, yang
diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa,telah dibaca secara luas oleh para terapis
dan orang awam.Istri Yalom, Marilyn, memiliki gelar PhD dalam literatur komparatif
dan memilikikarier yang sukses sebagai profesor dan penulis universitas. Keempat
anaknyatelah memilih berbagai karier — kedokteran, fotografi, penulisan kreatif,
pengarahan teater, dan psikologi klinis. Dia memiliki lima cucu dan masih
menghitung.
SEJARAH TOKOH PSIKOTERAPI RASIONAL EMOTIF

Konseling Rasional Emotif Perilaku merupakan pengembangan dari rational therapy


dan rational emotive therapy yang diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis sejak
menekuni bidang psikologi klinis pada tahun 1942. Albert Ellis seorang psikoterapis yang
terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, dan Barat klasik dan modern yang lebih mengarah
pada teori belajarkognitif.

Menurut pandangan Ellis, Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah system
psikoterapi yang mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang
dirasakan dan dilakukannya pada berbagai peristiwa kehidupan ( Ellis,1998).

Menurut Ws. Winkel (1991) dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan” mengatakan bahwa terapi rasional emotif adalah corak konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat (Rational
Thinking), berperasaan (Emoting), dan berperilaku (acting), sekaligus menekankan bahwa
suatu perubahan yang mendalam dalam cara berfikir dan berperasaan dapat mengakibatkan
perubahan yang berarti dalam cara berperasaan danberperilaku.

REBT menurut beberapa pengertian di atas adalah konselor membantu konseli


mengenal secara pasti pandangan atau kepercayaan yang irasional menjadi rasional, serta
mendorong konseli untuk mengubah pandangan ke arah yang lebih mendorong dan
membantu diri.

Sejarah Perkembangan

Konseling Rasional Emotif Perilaku dikembangkan oleh Albert Ellis,seorang


eksistensialis pada tahun 1955. Ellis, psikolog klinis Amerika yang sangat puas dengan
psikoanalisis yang telah dilatihkannya pada akhir 1940-an. Konseling Rasional Emotif
Perilaku merupakan pengembangan dari rational therapy dan rational emotive therapy,
diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis sejak ia menekuni bidang psikologi klinis
pada tahun 1942. Ellis dilahirkan di Pittsburgh, Pennsylvania pada tahun1913. Dalam
otobiografinya, Ellis mengatakan dia malu terhadap perempuan, pada umur 19 tahun telah
memperlihatkan dirinya sebagai seorang terapis kognitif behavior, dia memaksa dirinya
untuk berbicara dengan 100 orang perempuan di Bronx, Botanical Garden selama lebih dari
satu bulan, dia selalu berusaha untuk menahan kekecewaan pada saat ditolak berbicara oleh
perempuan (Habsy,2014).

Pada tahun 1947, Ellis menggunakan psikoanalisis dan person-centered therapy dalam
proses terapi, namun dia merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis tingkah laku
konseli yang dipengaruhi oleh sikap dan persepsi mereka. Hal inilah yang memotivasinya
mengembangkan pendekatan rational emotive dalam psikoterapi yang ia percaya dapat lebih
efektif dan efisien dalam memberikan efek terapeutik. Ellis mengembangkan pendekatan ini
dikombinasikan dengan model latihan bicara dan tugas pekerjaan rumah yang mencakup
bicara di depan umum (Gross & Capuzzi,2007).

Ellis mulai mempraktikkan Konseling Rasional Emotive Behavior pada tahun 1950an
dan memplubikasikan pertama kali pada tahun 1962 (Seligman, 2006). Ellis menggunakan
Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk menangani kesulitan-kesulitan yang dialaminya di
hari tuanya, yakni kemampuan yang disebabkan karena menderita diabetes, mata, dan
menurunnya pendengaran, dan ketidakmampuannya yang lain. Pada usia 90 tahun, Ellis
masih energik dan produktif.Diamasihterusbekerjaselama7haridalamsatuminggudantentusaja
dia masih menjadi seorang penulis yang banyak menghasilkan tulisan mengenai konseling
dan psikoterapi (Gladding,2009).

Melalui Konseling Rasional Emotif Perilaku, Ellis mengakui bahwa kognisi, emosi
dan perilaku saling berinteraksi dan saling mempengaruhi (Bond&Dryden, 1996). Jika
Rasional Emotive hanya menekankan pada aspek kognitif dan emosi, maka melalui
Konseling Rasional Emotif Perilaku Ellis mulai memberikan perhatian pada aspek behavior
dalam proses perlakuannya. Meskipun demikian Konseling Rasional Emotif Perilaku tetap
menekankan pada peran penting kognisi dalam mempengaruhi fungsi manusia. Dalam hal ini,
Konseling Rasional Emotif Perilaku menggunakan asumsi bahwa mengubah kognisi dalam
pernyataan diri lebih menjadi lebih rasional merupakan cara paling efektif untuk
meningkatkan fungsi tiga aspek diri tersebut. Karena asumsinya itu maka Konseling Rasional
Emotif Perilaku dapat diklasifikasikan kedalam pendekatan integratif. Konseling Rasional
Emotif Perilaku merupakan suatu pendekatan yang menekankan adanya perubahan dalam
pola keyakinan yang dianut tiap manusia dengan memasukkan aspek perilaku dalam sistem
teori dalam pendekatannya. Jika dalam konseling Rasional Emosi yang lebih ditekankan
adalah aspek kognitif dan emosi seseorang, namun dalam Konseling Rasional Emotif
Perilaku ini, aspek perilaku juga ditekankan berdampingan dengan aspek kognitif dan emosi.

Kesimpulan

Psikologi humanistik diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal
tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari
alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi.
Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut
psikologi humanistik sebagai " kekuatan ketiga " (a third force). Sedangkan, Konseling
Rasional Emotif Perilaku merupakan pengembangan dari rational therapy dan rational
emotive therapy yang diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis sejak menekuni bidang
psikologi klinis pada tahun 1942. Albert Ellis seorang psikoterapis yang terinspirasi oleh
ajaran-ajaran filsuf Asia, dan Barat klasik dan modern yang lebih mengarah pada teori belajar
kognitif.
DAFTAR PUSTAKA

Wely Karlina, dkk. (2020). Efektivitas teori eksistensial-humanistik untuk meningkatkan self
awereness siswa kelas xi tkr smk kautsar karang pucung tahun pelajaran 2020/2021.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan Konseling (JIMBK). 2 (1), 1-12..
http://eskrispi.stkippgribl.ac.id/
Habsy, B. A. (2018). Konseling rasional emotif perilaku: Sebuah tinjauan filosofis.
Indonesian Journal of Educational Counseling, 2(1), 13-30.

Anda mungkin juga menyukai