Anda di halaman 1dari 13

HANDOUT MATERI PSIKOLOGI KONSELING

KONSELING EKSISTENSIAL

Dosen Pengampu :

Yudi Tri Harsono, S.Psi., M.A.

Oleh :

Blasius Billy Samudra (170811641151)

Faradea Putri Larasaty (170811641027)

Nurul Elma Hidayatun Naja (170811641088)

Rizky Amaliah Putri Al-majid (170811641047)

Sophia Erlinda (170811641052)

Tsurayya Nadiah Rizqi (170811641169)

Wahyu Febry Paskary (170811641124)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FEBRUARI 2020
KONSELING EKSISTENSIAL

A. SEJARAH DAN TOKOH KONSELING EKSISTENSIAL

Terapi eksistensial lebih merupakan cara berpikir daripada gaya praktik


psikoterapi tertentu (Russell, 2007). Terapi eksistensial dapat digambarkan
sebagai pendekatan filosofis yang memengaruhi praktik terapi seorang konselor.
Pendekatan ini didasarkan bahwa individu itu bebas dan karena kebebasan itu,
individu bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan yang dilakukannya.

Pendekatan eksistensial menolak pandangan deterministik tentang sifat


manusia yang dianut oleh psikoanalisis ortodoks dan behaviorisme radikal.
Sebaliknya, terapis eksistensial menekankan kebebasan kita untuk memilih apa
yang membuat keadaan kita. Premis dasar eksistensial adalah bahwa kita bukan
korban keadaan karena, sebagian besar, kita adalah apa yang kita pilih. Salah satu
tujuan terapi eksistensial adalah menantang orang untuk berhenti menipu diri
mereka sendiri mengenai kurangnya tanggung jawab mereka atas apa yang terjadi
pada mereka dan tuntutan hidup mereka yang berlebihan. Tugas dasar terapis
adalah untuk mendorong klien untuk mengeksplorasi pilihan mereka untuk
menciptakan kehidupan yang bermakna. Kita dapat mulai dengan mengakui
bahwa kita tidak harus tetap menjadi korban pasif dari keadaan kita, tetapi
sebaliknya dapat secara sadar menjadi arsitek dari kehidupan kita.

Menurut Gerald Corey (2013:53). Banyak ahli psikologi Amerika yang


menunjukkan kepercayaan pada definisi operasioanal dan hipotesis yang bisa diuji
serta memandang usaha memperoleh data empiris sebagai satu-satunya
pendekatan yang shohih guna memperoleh informasi tentang tingkah laku
manusia. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap
aspek-aspek filosofi dari konseling dan psikoterapi. Pendekatan eksistensial
humanistik ini menekankan bahwa renungan-renungan filosofis tentang apa
artinya menjadi manusia yang utuh. Dan banyak ahli psikologi yang berorientasi
eksistensial yang mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku
manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan
alam.Sebagai contoh, Bugental (1965), Rogers (1961),May (1953-1969), Frankl
(1959-1963), Jourard (1968-1971), Malow (1968-1970) dan Arbuckle (1975) yang
mengemukakan kebutuhan psikologi akan suatu persepektif yang lebih luas yang
mencakup pengalaman subjektif klien atas dunia pribadinya.

Terapi eksistensial muncul secara spontan di berbagai bagian Eropa dan di


antara berbagai sekolah psikologi dan psikiatri pada 1940-an dan 1950-an. Itu
tumbuh dari upaya untuk membantu orang menyelesaikan dilema kehidupan
kontemporer, seperti isolasi, keterasingan, dan ketiadaan makna. Pemikiran
psikolog dan psikiater eksistensial banyak dipengaruhi oleh sejumlah filsuf dan
penulis yang ada selama abad ke-19. Eksistensial pertama adalah psikiater Eropa
yang tidak puas dengan penekanan Freud tentang dorongan biologis dan proses
tak sadar. Para konselor lebih memperhatikan bagaimana konseli mereka
berurusan dengan kecemasan yang dihasilkan oleh tanggung jawab yang sulit,
kesepian, keputusasaan, dan ketakutan akan kematian. Eksistensial bukanlah teori
yang berkembang atas dasar asumsi satu orang namun ada beberapa filosof yang
ikut berkontribusi dalam mendukung keberadaan eksistensial. Berikut merupakan
beberapa tokoh konseling eksistensial

1. LUDWIG BINSWANGER (1881–1966) Seorang analis eksistensial,


Binswanger mengusulkan model diri holistik yang membahas hubungan
antara orang tersebut dan lingkungannya. Dia menggunakan pendekatan
fenomenologis untuk mengeksplorasi fitur signifikan dari diri, termasuk
pilihan, kebebasan, dan kepedulian. Analisis eksistensial (analisis dasein)
menekankan dimensi subyektif dan spiritual dari keberadaan manusia.
Binswanger (1975) berpendapat bahwa krisis dalam terapi biasanya
merupakan poin pilihan utama bagi klien. Meskipun ia awalnya melihat
teori psikoanalitik untuk menjelaskan psikosis, ia bergerak menuju
pandangan eksistensial pasiennya. Perspektif ini memungkinkannya untuk
memahami pandangan dunia dan pengalaman langsung para pasiennya,
serta makna perilaku mereka, sebagai lawan dari melapiskan
pandangannya sebagai terapis pada pengalaman dan perilaku mereka.

2. MEDARD BOSS (1903–1991) Baik Binswanger dan Boss adalah


psikoanalis eksistensial awal dan figur yang signifikan dalam
pengembangan psikoterapi eksistensial. Mereka percaya bahwa terapis
harus memasuki dunia subjektif klien tanpa prasangka yang akan
menghalangi pemahaman pengalaman. Boss (1963) sangat dipengaruhi
oleh psikoanalisis Freudian, namun dibandingkan itu ia lebih dipengaruhi
oleh Heidegger. Minat profesional utama Boss adalah menerapkan gagasan
filosofis Heidegger ke dalam praktik terapi, dan dia sangat peduli dengan
mengintegrasikan metode Freud dengan konsep Heidegger.

3. VIKTOR FRANKL (1905-1997) merupakan salah satu pendiri konseling


eksistensial, mengembangkan pendekatan yang mencoba untuk memahami
rasa sakit dan penderitaan yang ada di perkemahan-perkemahan
konsentrasi Nazi pada masa itu. Bukunya, Man Search for Meaning
berisikan individu yang menderita penghinaan dan rasa sakit, baik itu di
rumah sakit atau kantor konselor. Kebebasan, pilihan, dan tanggung jawab
merupakan hal yang membantu konseli untuk bertahan hidup dan
berkembang. Frankl berkeyakinan bahwa hakikat manusia yakni mencari
arti dan tujuan. Makna ini dapat ditemukan melalui tindakan dan
perbuatan, dengan mengalami nilai nilai tertentu seperti cinta atau prestasi,
dan dengan penderitaan. Frankl mengembangkan teori dan praktik
konseling yang menekankan pada konsep kebebasan, tanggung jawab,
makna, dan pencarian nilai nilai.

4. ROLLO MAY (1909-1994) merupakan psikolog eksistensial Amerika


yang sangat terkenal. Banyak gagasannya yang dapat dipahami dengan
membaca eksistensial secara umum walaupun gagasannya tumpang tindih
dengan Ludwig Biswanger. Namun ia sedikit terpengaruh oleh humanisme
Amerika dan lebih tertarik merekonsiliasikan psikologi eksistensial
dengan pendekatan lainnya. May merupakan satu satunya psikolog
eksistensial yang membahas beberapa tahap perkembangan selain itu May
juga tertarik dengan kecemasan yang dibuktikan dengan buku pertamanya
yang berjudul The Meaning of Anxiety.

B. DEFINISI KONSELING EKSISTENSIAL


Menurut Gerald Corey dalam Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi
(2013), pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-
asumsi filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan eksistensi humanistic
menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan
sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan
konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu
individu dalam menhadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut
keberadaan manusia.
Secara lengkap eksistensi sendiri memiliki makna yaitu manusia adalah
dirinya sendiri. Maksudnya ia sadar bahwa dirinya ada. Dalam pemikiran ini
diketahui apabila manusia bisa memastikan diri bahwa dirinya ada. Untuk
memahami manusia dalam kegiatan nyata sehari-hari, mengamati bagaimana cara
manusia menampilkan dan menampakkan diri sebagai suatu fenomena, dan bukan
mereduksinya ke dalam abstraksi-abstraksi (E Koeswara, 1987).
Pendapat umum yang menyatukan para ahli eksistensialisme adalah komitmen
mereka pada kebebasan manusia, dan penolakan semua bentuk determinisme yang
mencirikan pada pendekatan eksistensial. Fokus kaum eksistensialis terhadap
kebebasan, sebagaimana Warnock (dalam Helen Graham, 1980) yang
menunjukkan tidak bersifat abstrak namun praktis seperti tujuan utamanya bukan
hanya mengkaji sifat kebebasan tetapi juga mengalaminya, dan menunjukkan
kepada orang bahwa mereka bebas untuk memilih “tidak hanya apa yang akan
dilakukan pada kesempatan tertentu, tetapi apa yang dianggap bernilai dan
bagaimana hidup”.
Eksistesialisme adalah bidang filsafat yang mendeskripsikan eksistensi dan
pengalaman manusia menggunakan metode fenomenologi. Para eksistensialis
seperti Heidgger dan mereau-ponty mengungkap eksistensi dan pengalaman
manusia menggunakan reduksi fenomenologis dan eidetik. Meski Heidgerr dan
mereau-ponty menolak reduksi transendental karena di nilai tidak realistik, tetapi
mereka setuju dengan hasilnya yang mengatakan bahwa kesadaran pada dasarnya
adalah hasil penciptaan (pemaknaan) manusia bahwa ia hidup di dunia yang telah
“di ciptakan” (lebenswelt). Selain itu, hasil lain dari eksistensi manusia yaitu
“eksistensi adalah pemberian makna”. Hal ini sesuai dengan hakikat dari
kesadaran manusia yang selalu mengarah keluar dirinya (eksternal) dan
melampaui dirinya (transendensi). Manusia tidak pernah puas dengan keadan
lingkungan yang ada.
C. TEORI – TEORI KONSELING EKSISTENSIAL

Menurut Corey (2009) konseling eksistensial dalam perkembangan individu


sebagian dikontrol oleh pandangan individu yang sering berubah-ubah .Tujuan
dasar dari pendekatan psikoterapi adalah membantu setiap individu agar mampu
bertanggung jawab atas tindakannya. Terutama pada terapi konseling eksistensial
yang menekankan bahwa kebebasan manusia itu saling berkaitan erat dengan
tanggung jawab. Pendekatan ini menitikberatkan kepada sifat-sifat dari kondisi
klien yang mencakup kesanggupannya untuk menyadari diri, kebebasan memilih
untuk menentukan nasibnya sendiri, kebebasan dan tanggung jawabnya akan
sesuatu hal yang terjadi di hidupnya. Pandangan konseling eksistensial menurut
Deurzen Smith (1988) menekankan bahwa konseling ini tidak dirancang seperti
klien dianggap sebagai sakit secara medis namun dipandang sebagai orang yang
merasa bosan atau kebingungan dalam menjalani kehidupannya.

Berikut konsep-konsep utama dari pendekatan konseling eksistensial yang


membentuk praktik terapeutik:

a. Kesadaran diri, yaitu kemampuan manusia dalam membuat dirinya sadar akan
dirinya sendiri dalam hal berpikir dan memecahkan masalah. Semakin kuat
kesadaran diri semakin tinggi pula kebebasan individu tersebut.

b. kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan. Tiga hal ini saling berkaitan dalam
hal kesadaran individu. Kecemasan dapat terjadi oleh karena kesadaraan akan
tketerbatasannya dan kesadaran akan kemungkinan mengahdapi kematian.
Kesadaran akan kematian memiliki arti yang sangat penting, dimana individu
akan cemas jika belum mencapaii aktualisasi diri yang baik hingga kematian
terjadi.

c. Penciptaan makna , setiap individu biasanya memiliki suatu hal yang dianggap
penting, individu biasanya mampumenciptakan nilai-nilai kebermaknaan bagi
setiap hal yang dianggap sebagai tujuan hidupnya.

Pendekatan eksistensial menunjukkkan bahwa manusia pada umunya akan


selalu berusaha untuk mencapai aktualisasi diri dengan memenuhi potensi nya,
yang mana focus utamanya adalah pada kesadarran diri dan kebebasan yang
konsisten. Para penganut terapi konseling eksistensial biasanya menerapkan cara
pemberian penghargaan pada pandangan baru tetang kematian adalah hal yang
positif,, karena pada dasarnya dalam pandangan ini, kematian dianggap sebagai
suatu pemberian makna dalam hidup individu.

D. TUJUAN DAN PROSES KONSELING EKSISTENSIAL

Menurut Eko Darminto dalam Teori-Teori Konseling (2007), tujuan mendasar


dari Konseling Eksistensial adalah membantu manusia menemukan nilai, makna,
dan tujuan dalam hidup mereka sendiri. Konselor Konseling Eksistensial tidak
memiliki tujuan untuk merawat atau mengobati konseli, tetapi membantu mereka
agar lebih menyadari tentang apa yang sedang mereka lakukan, dan untuk
membantu mereka keluar dari posisinya sebagai korban dari kondisi-kondisi yang
terjadi dalam kehidupannya (May 1981).

Sedangkan menurut Gerald Corey dalam bukunya, Teori dan Praktek


Konseling & Psikoterapi (2013), terapi eksistensial bertujuan agar klien
mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar ats keberadaan
dan potensi-potensi serta secara sadar apabila dirinya bisa membuka diri pada
orang lai ataupun lingkungannya dan bertindak berdasarkan kemampuannya.

Menurut Palmer dan Stephen (2011). Terapis eksistensial tidak berfokus pada
penentuan tujuan spesifik untuk terapi, namun pembukaan kemungkinan bisa
dikatakan sebagai tujuan umum terapis eksistensial. Terapis eksistensial tidak
akan bekerja untuk menghilangkan kecemasan pada diri klien, karena justru akan
berarti menafikan kebebasan dan tanggung jawab klien. Alih-alih, terapis
eksistensial akan mendorong klien untuk berkonfrontasi dengan kesulitannya dan
menghadapi kecemasan yang mengikuti. Dan “Autensitas” merupakan bagaian
tujuan terapi eksistensial, diamana ketika kita autentik, kita menyadari kodrat
eksistensi-kebebasan, tanggung jawab, kematian, dan sebagainya. Namun setelah
kita mengatahui bahwa kehidupan kita terasa terancam ketika kita mendapatkan
musibah, begitu ancaman itu dihilangkan, kita kembali ke keadaan yang tidak
autentik. Sebagaian besar dari kita adalah makhluk yang pelupa, kita terkadang
hanya akan bergerak mengikuti arus dan mengabaikan kenyataan mortalitas kita.
Mungkin melalui terapi eksistensial ini, klien akan lebih memiliki kesadaran akan
keautentisitasnya, walaupaun hanya secara samar, namun akhirnya selalu klien
yang akan memutuskan tujuan dari terapi yang dijalaninya.

Proses konseling eksistensial menggambarkan hubungan teurapetik antara


konselor dan konselinya, dimana dalam konseling ini konselor eksistensial
mendorong kebebasan dan tanggung jawab, mendorong konseli untuk menangani
kecemasannya, dan mendorong munculnya upaya-upaya untuk klien sehingga
mampu membuat pilihannya sendiri yang bermakna untuk menyelesaikan
permasalahannya.

Konseling eksistensial tidak memusatkan perhatian pada masalah atau pada


krisis yang dialami tetapi lebih menekankan pada usaha membangun suatu
hubungan yang terapeutik dan mendalam. Meskipun demikian, proses konseling
umumnya dimulai oleh pemahaman konselor terhadap konseli dan kesadaran
konseli tentang diri dan lingkungannya.

E. MASALAH DAN KLIEN KONSELING EKSISTENSIAL

Pada kehidupan ini, tidak sedikit orang yang merasa keberadaannya tidak
diakui sehingga mereka merasa sendiri, merasa dunia ini memusuhinya, dll.
Bahkan orang yang hidup di lingkungan yang baik pun mempunyai permasalahan
apalagi di lingkungan yang buruk. Permasalahan ini berhubungan dengan
kebutuhan dari individu tersebut. Kebutuhan yang tidak tercukupi oleh individu
menimbulkan permasalahan itu sendiri. Lalu yang lebih bermasalah adalah
kebingungan antar individu dalam menentukan pilihan pada hidupnya.

Saat ini orang banyak dihadapkan pada apa yang “harus” mereka lakukan
(Santre dalam Jones, 2011). Pada situasi pengambilan keputusan dalam kehidupan
nyata, kita sering dihadapkan dengan alternatif yang tampak sangat setara
sehingga pilihan itu sangat sulit (Craik, Rose, & Gopie, 2015). Hal ini akhirnya
menimbulkan kebingungan untuk sebagian orang yang khususnya tidak mendapat
dukungan di sekitarnya yang pada akhirnya mereka malah mengikuti arus atau
mengikuti kebanyakan orang tanpa mengerti akibat dari perbuatannya.

Berikut adalah beberapa klien dan masalahnya.


1. Remaja yang hedonism
a. Pandangan remaja tentang kehidupan
b. Situasi lingkungan sekitar
c. Moral, etika, budaya, agama, dll
2. Narapidana
a. Makna kehidupan
b. Perasaan tertekan
3. Korban Bullying
a. Pandangan tentang lingkungan sosial
b. Perasaan terhadap setiap orang
c. Kepercayaan diri

Seperti yang ada pada contoh klien dan permasalahannya, masih banyak lagi
orang yang membutuhkan bantuan. Pendekatan secara eksistensial ini juga
memberikan potensi potensi pada klien untuk terus berkembang sehingga mereka
mempunyai harapan pada setiap masalah yang dihadapi.

F. INTERVENSI PADA KONSELING EKSISTENSIAL

Terapi humanistik eksistensial membantu manusia untuk mengenal kembali


keberadan dan kesadaran dirinya. Terapi ini juga membantu manusia mengubah
pola pikir yang salah dalam hal nilai nilai dan makna hidup, yang merupakan
sumber utama frustasi eksistensial. Pendekatan terapi ini dilandasi oleh filsafat
eksistensialisme dan humanisme tidak hanya dalam konsep-konsep dasarnya tapi
juga dalam berbagai langkah terapi.

Terapi eksistensial memiliki beberapa tujuan yaitu agar klien mengalami


keadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-
potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan memperlebar bertindak
berdasarkan kemampuannya. Klien neurotik adalah orang yang kehilangan nilai
ada, dan tujuan terapi adalah membantunya menjadi disadari dan dapat diamati
oleh klien. agar ia memperoleh atau menemukan kembali kemanusiaannya yang
hilang. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan
kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah
hidupnya. Membantu klien agar menghadapi kecemasan sehubungan dengan
tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar
korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya. (Corey,1988). Tugas
utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada-dalam dunia. Tehnik
yang digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman menunjukkan
keluasan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh
mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya,
tetapi juga dari satu fase lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.

Frankl (2003) menjabarkan peran sadar terapis untuk memperluas dan


memperlebar lapangan visual pasien sehingga spektrum keseluruhan dari makna
dan nilai-nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh klien. Selanjutnya menurut
Frankl jika klien mengungkapkan perasaan-perasaannya kepada terapis pada
pertemuan terapi, maka terapis akan bertindak untuk memberikan reaksi-reaksi
pribadi dalam kaitan dengan yang dikatakan oleh klien. Selajutnya terapis harus
terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang
pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien. Meminta
klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam
dunia yang tidak pasti merupakan langkah selanjutnya. Menantang klien untuk
melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan, dan
memberikan penilaian terhadap penghindaran itu. Langkah selan- jutnya
mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai
terapi dengan bertanya: ”Jika Anda bisa secara ajaib kembali kepada cara Anda
ingat diri Anda sendiri sebelum terapi, maukah Anda melakukannya sekarang?
Beritahukan pada klien bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya
sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia: bahwa dia pada
akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia
akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan
bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang
sering tampak tak bermakna (Corey, 1988).

G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KONSELING EKSISTENSIAL

Menurut Buhler dan Allen dalam Lubis (2011). Pendekatan eksistensial-


humanistik pada hakikatnya yaitu mempercayai bahwa seorang individu memiliki
potensi dimana secara aktif memilih dan membuat keputusan untuk dirinya sendiri
dan lingkungannya. Pendekatan eksistensial-humanistik ini sangat menekankan
tentang kebebasan yang bertanggung jawab. Jadi seorang individu diberikan
kebebasan sangat luas dalam melakukan suatu tindakan, tetapi harus juga berani
bertanggung jawab sekalipun itu mengandung resiko bagi dirinya.

Terapi Eksistensial-Humanistik memiliki kelebihan yaitu :

 Teknik Eksistensial-Humanistik bisa digunakan untuk klien yang


mengalami kekurangan dalam kepercayaan diri dan perkembangan diri.
 Klien memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri.

 Teknik ini sangat memanusiakan manusia.

 Teknik ini memiliki sifat pembentukan kepribadian, perubahan


sikap, analisis terhadap fenomena sosial, dan hati nurani.

 Pendekatan terapi eksistensial ini lebih cocok digunakan untuk


perkembangan klien seperti masalah karier klien, gagal dalam sebuah
perkawinan, pengucilan dalam lingkungan pergaulan , dan masa transisi
perkembangan dari pada remaja menjadi orang dewasa.

Terapi Eksistensial-Humanistik memiliki kekurangan yaitu.

 Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal


 terapi ini sangat fleksibel dalam pelaksanaanya dan tidak memiliki teknik
yang cukup tegas.

 Konselor/terapis terlalu mempercayai kemampuan klien dalam mengatasi


masalahnya sendiri, dan keputusan diambil oleh klien itu sendiri.

 Terapi ini memakan waktu yang sangat lama.


DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice of Counceling and Psychotherapy. 8th
ed. Thomson Brooks/Cole, The Thompson Corporation. United States Of
America

Corey, Gerald. 2013. Teori & Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan E.
Koswara. Bandung. PT. Refika Aditama.

Darminto, Eko. 2007. Teori-Teori Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

Russel J.M. 2007. Existential Psychotherapy. In A. B. Rochlen (Ed), Applying


counseling theories : An online case-based approach (pp. 107-125). Upper
Saddle River, NJ: Pearson Prentice-Hall

Setiawan, M. Andi. 2018. Pendekatan-Pendekatan Konseling (Teori dan Aplikasi).


Yogyakarta: Deepublish.

Palmer, Stephen. 2011. Konseling dan Psikoterapi.Yogyakarta: PUSTAKA


PELAJAR.

Astri M. 2013. Psikologi Eksistensialisme pada BOTCHAN 『 坊 っ ち ゃ ん 』


dalam Novel BOTCHAN 『坊っちゃん』Karya Natsume Sooseki (夏 目
漱 石 ). Hikari. 1(1): 1-7. Diakses pada tanggal 6 februari.
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/kejepangan-
unesa/article/view/1969/5374

Agustiansari, Putri (2014) Kebermaknaan hidup istri yang di tinggal suami


sebagai TKI: Studi kasus di Desa Ngaglik Kecamatan Palang Kabupaten
Tuban. Undergraduate thesis, Universitas Islan Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Diakses melalui: http://etheses.uin-malang.ac.id/604/

Heriansyah, Masnurrima. (2017). Strategi mengatasi trauma pada korban bullying


melalui konseling eksistensial. Jurnal Ilmiah dalam implementasi
kurikulum Bimbingan dan Konseling berbasisi KKNI, (122-131)
Indah dan Hestu. 2018. KEBERMAKNAAN HIDUP NARAPIDANA DITINJAU
DARIPENDEKATAN EKSISTENSIAL. Bojonegoro: Jurnal Psikologi.
Vol. 5, No.1:1-10

Fitri, Mahmud, Saman. 2019. Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial


Humanistik untuk Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10
Makassar. Makassar: Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 6, No. 1:41-52

Rahmasari, Diana (2012). Peran Filsafat Eksistensialisme Terhadap Terapi


Eksistensial-Humanistik Untuk Mengatasi Frustasi Eksistensial. Jurnal
Psikologi: Teori & Terapan, Vol. 2, No. 2

Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam


Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai