Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERMAINAN TRADISIONAL BOLA BEKEL DAN EGRANG BATOK


Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
PSIKOLOGI BERMAIN
Yang diampu oleh Ibu Pravissi Shanti, S.Psi, M.Psi

Oleh :

Claresta Engrasia 170811641132


Faradea P. Larasaty 170811641027
Farah Zakiyah Alhasin 150811602691
Jamila 170811641021
Nakhlah Vadaq 170811641089

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
September 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bermain untuk anak usia dini merupakan salah satu kegiatan
pembelajaran. Dari bermain, anak usia dini akan memperoleh pembelajaran
terkait berbagai macam aspek, yaitu aspek kognitif, sosioemosi, aspek fisik
(motorik kasar dan halus), bahkan dapat melatih aspek kemandirian dan aspek
moral anak. Bermain menurut Smith and Pellegrini (2008) merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, dilakukan dengan
cara-cara menyenangkan, tidak diorientasikan pada hasil akhir, fleksibel, aktif,
dan positif. Hal ini berarti, bermain bukanlah kegiatan yang dilakukan demi
menyenangkan orang lain, tetapi semata-mata karena keinginan dari diri
sendiri. Bermain juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi
kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut
dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar
(Hurlock, 1997). Jika kita berbicara tentang bermain, maka kita juga akan
berbicara tentang permainan dan alat permainan.
Permainan (play) adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang
dilaksanakan untuk
kepentingan kegiatan itu sendiri (Santrock, 2002). Menurut Erikson dan
Freud, permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat
berguna menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Sedangkan Piaget
melihat permainan sebagai suatu metode yang meningkatkan perkembangan
kognitif anak-anak. Permainan terbagi menjadi dua, yaitu permainan aktif dan
permainan pasif.
Indonesia merupakan negara yang begitu kaya dengan permainan
tradisionalnya. Permainan tradisional disetiap provinsi, kota dan daerah juga
sangat beragam jenisnya. Menurut Balai Pengembangan Pendidikan Luar
Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP, 2006), permainan tradisional merupakan hasil
penggalian dari budaya sendiri yang didalamnya banyak mengandung nilai-
nilai pendidikan karena dalam kegiatan permainannya memberikan rasa
senang, gembira, ceria pada anak yang memainkannya. Selain itu
permainannya dilakukan secara berkelompok sehingga menimbulkan rasa
demokrasi antar teman main dan alat permainan yang digunakan pun relatif
sederhana.
Permainan tradisional anak yang berkembang di Indonesia ada yang
memang berasal dari Indonesia langsung dan ada juga yang masuk dari negara
lain, mulai dari negara China, Arab Saudi, Belanda, Yunani dan masih banyak
lagi, yang kemudian dikembangkan sendiri oleh masyarakat Indonesia, dan
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Melihat beragamnya
permainan tradisional di Indonesia, tidak menutup kemungkinan ada
permainan yang bahkan tidak diketahui darimana asalnya. Menurut James
Danandjaja (1987) permainan tradisional merupakan bentuk folklor dimana
peredarannya dilakukan secara lisan, berbentuk tradisional, dan diwariskan
secara turun-temurun. Oleh sebab itu, terkadang asal-usul dari permainan
tradisional tidak diketahui secara pasti siapa penciptanya dan darimana
asalnya, karena penyebarannya yang hanya melalui lisan. Hal lain yang
membuat permainan tradisional sulit untuk di cari sejarah pastinya adalah
karena permainan tradisional ini mengalami perubahan nama atau bentuk
walaupun dasarnya sama, contohnya permainan congklak di Jawa Barat
dengan permainan dakon di Jawa Tengah yang memiliki peraturan dan cara
bermain yang sama, namun berbeda cara penyebutannya. Contoh lainnya
adalah, permainan engklek dari Jawa disebut sebagai permainan cabang di
Kalimantan. Permainan tradisional yang merupakan pewarisan secara turun-
menurun ini dilakukan untuk memperoleh kegembiraan.
Bola bekel adalah salah satu permainan tradisional anak yang bisa dibilang
masih eksis sampai sekarang. Hal itu terbukti dari masih banyaknya alat
bermain ini perjual belikan. Permainan bola bekel ini berasal dari budaya
Belanda. Nama bekel diperkirakan berasal dari bahasa Belanda yaitu bikkelen
artinya semangat juang dan pada beberapa daerah permainan bekel memiliki
nama berbeda yaitu bekelan, beklen dan bekles. Awalnya permainan ini
dilakukan dengan menggunakan gumpalan bahan keras yang terbuat dari
logam atau tulang tulang-tulang talus (astralagoi) dari kaki kambing atau
domba, dan gumpalan inilah yang disebut sebagai bikkel. Permainan bola
bekel ini biasa dilakukan oleh anak usia 7-10 tahun dan kebanyakan di
mainkan oleh anak perempuan. Permainan ini bisa dilakukan secara fleksibel
ditempat tertutup ataupun terbuka.
Permainan selanjutnya adalah permainan egrang batok atau batok kelapa,
yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan, dan biasanya dimainkan oleh
suku Bugis. Bagi suku Bugis sendiri permainan ini dikenal drngan nama
Majjeka, yang berasal dari kata jeka yang artinya jalan. Permainan tradisional
egrang batok ini bisa dimainkan oleh anak-anak mulai dari usia 3 tahun hingga
dewasa.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tahapan Perkembangan Bermain
1. MILDRED PARTEN (1932)
Key concept : Bermain sebagai saranan sosialisasi
a. Unoccupied Play
Anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, hanya
mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik perhatian anak.
b. Solitary Play
Anak sibuk bermain sendiri, tidak memperhatikan kehadiran anak-
anak lainnya. Egosentris (memusatkan perhatian sendiri, tidak ada
usaha untuk berinteraksi dengan anak lain)
c. Onlooker Play (Pengamat)
Kegiatan bermain dengan mengamati anakanak lain melakukan
kegiatan bermain, tampak ada minat yang semakin besar terhadap
kegaitan anak lain yang diamatinya
d. Paralel Play (Bermain paralel)
Dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama
dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama, namun tidak ada
interaksi diantara mereka ”masing-masing”
e. Associative Play (Bermain Asosiatif)
Ada interaksi antar anak yang bermain , saling tukar mainan, namun
sebenarnya tidak bekerjasama
f. Cooperative Play (Bermain Bersama)
Adanya kerjasama, pembagian tugas dan pembagian peran antara
anak-anak yang terlibat dalam permainan
2. JEAN PIAGET (1962)
Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah sebagai berikut:
a. Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor,
sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan
bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutankenikmatan yang
diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi
merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan
disebut reproductive assimilation.
b. Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7
tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada
masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan,
mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas
dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu
memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab
anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol
atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan,
sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga
berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan
pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan
dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.
c. Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games
with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh
peraturan permainan.
d. Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan
bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun
aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan
dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak
senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang
sebaik-baiknya.
Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa
bermain yang tadinya dilakukan untuk keenangan lambat laun mempunyai tujuan
untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.
3. HURLOCK (1981)
Adapun tahapan perkembangan bermain mrnurut Hurlock adalah
sebagai berikut:
a. Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba
menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya.
Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan
berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang
diraihnya.
b. Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3
tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya.
Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman Kanak-
Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya
bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
c. Tahap Bermain (Play stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar.
Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak
dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan
berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain
yang dilakukan oleh orang dewasa.
d. Tahap Melamun (Daydream stage)
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana
anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang
tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk
melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai
perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami
oleh orang lain.
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira,
tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki
hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan
kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya,
serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut.
Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia dengan
perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan
juga dengan usia anak.

4. RUBIN, VEIN, & VANDERBERG (1983) dan SMILANSKY (1968)


a. Bermain Fungsional Functional Play
Terjadi pada usia 1 Terjadi pada usia 1-2 tahun 2 tahun. Bermain berupa
kegiatan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang. Dilakukan dengan
atau tanpa alat permainan.
b. Bangun Membangun Constructive Play
Terlihat pada anak usia 3 Terlihat pada anak usia 3-6 tahun 6 tahun. Anak
membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat mainan.
Contoh: membangun rumah dari balok kayu, lego, puzzel, dll
c. Bermain Pura Bermain Pura-Pura (Make-Believe Play) Believe
Play)
Dilakukan oleh anak usia 3 Dilakukan oleh anak usia 3-7 tahun 7 tahun.
Menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan
sehari dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Melakukan peran yang
imajinatif.Memainkan peran tokoh yang dikenalnya melalui film atau
dongeng. Misal: Main rumah Misal: Main rumah-rumahan, sekolah,
rumahan, sekolah, polisi-penjahat
d. Permainan Dengan Peraturan Games With Rules
Usia 6-11 Tahun 11 Tahun. Anak sudah memahami dan mematuhi aturan
permainan.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Permainan Bola Bekel


Permainan bola bekel ini berasal dari budaya Belanda. Nama bekel
diperkirakan berasal dari bahasa Belanda yaitu bikkelen artinya semangat juang
dan pada beberapa daerah permainan bekel memiliki nama berbeda yaitu bekelan,
beklen dan bekles. Awalnya permainan ini dilakukan dengan menggunakan
gumpalan bahan keras yang terbuat dari logam atau tulang tulang-tulang talus
(astralagoi) dari kaki kambing atau domba, dan gumpalan inilah yang disebut
sebagai bikkel. Asal mula permainan bekel belum diketahui secara pasti, karena di
budaya Barat pun terdapat permainan yang hampir mirip dengan bekel yaitu
permainan jack. Permainan bola bekel ini biasa dilakukan oleh anak usia 7-10
tahun dan kebanyakan dimainkan oleh anak perempuan. Permainan ini bisa
dilakukan secara fleksibel ditempat tertutup ataupun terbuka, misalnya di rumah,
lapangan atau tempat bermain.

3.1.1 Alat Permainan Bola Bekel


1. Bola karet. Bola ini terbuat dari karet, besarnya kira-kira seukuran
bola pingpong atau bola golf. Bola bekel biasanya berwarna-warni dengan
motif yang menarik.
2. Bekel. Biji bekel yang ukurannya lebih kecil daripada bola bekel
ini terbuat dari kuningan. Setiap kali main, dibutuhkan biji bekel 10 buah.
Biji bekel punya 4 sisi yang berbeda.
Media yang biasa digunakan untuk bermain yaitu tempat yang
permukaannya datar, misalnya tehel lantai, keramik atau tempat lainnya
yang dapat membuat bola bekel memantul.

3.1.2 Cara Bermain


1. Pemain melakukan "suit/hompimpah" untuk menentukan urutan
siapa yang main lebih dulu. Bola dan biji bekel itu digenggam menjadi
satu, kemudian bola dilempar setinggi kurang lebih 30 cm. Setelah
bolanya turun dan memantul, biji bekel dilepas dalam posisi acak. Lempar
lagi bolanya, lalu kita ambil biji bekel satu per satu, dua-dua, tiga-tiga, dan
seterusnya sampai habis.
2. biji bekel yang sudah dilepas dari genggaman dibalikkan hingga
posisinya menghadap ke atas atau istilahnya ‘mlumah’. Kemudian, semua
biji bekel dibalikkan lagi menjadi posisi tengkurap atau
‘mengkurep’.Setelah itu, biji bekel diubah lagi posisinya hingga sisi yang
halus menghadap ke atas, dan terakhir, ubah lagi posisinya hingga sisi
yang halus menghadap ke bawah.
3. Permainan akan dinyatakan berakhir/berhenti atau istilahnya mati,
jika saat pengambilan biji bekel tangan si pemain mengenai atau
menyentuh biji bekel yang lain. Pemain yang lebih dulu menyelesaikan
permainan, dialah yang pemenangnya.
3.1.3 Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan permainan bola bekel adalah melatih motorik halus dari
anak, melatih anak untuk melatih kesabaran, taat peraturan dan sportif.
Selain itu permainan bekel juga digunakan untuk melatih kemampuan
anak bersosialisasi dengan teman sepermainannya.
b. Kekurangan permainan bola bekel adalah dapat menimbulkan luka
apabila bermain tidak berhati-hati, karena ujung dari biji bekel ini ada
yang terkadang terbuat dari semacam besi/tembaga, maka ujungnya sedikit
lancip.

3.2 Sejarah Permainan Egrang Batok


Permainan Egrang Batok atau Batok Kelapa, yang berasal dari Provinsi
Sulawesi Selatan ini, biasanya dimainkan oleh suku Bugis. Bagi suku Bugis
sendiri permainan ini dikenal drngan nama Majjeka, yang berasal dari kata
jeka yang artinya jalan. Permainan Egrang batok kelapa ini adalah salah satu
permainan tradisional yang memiliki banyak nilai-nilai karakter yang cocok
untuk dimainkan oleh anak-anak. Sangat mudah untuk dimainkan dan juga
dipraktekan untuk anak-anak muai dari usia 3 tahun hingga umur dewasa.
Permainan egrang batok kelapa ini juga memberi kebebasan pada si anak
untuk dapat bermain secara bersama dengan teman-temannya, atau keluarga
dan dapat memberikan nilai positif. Nilai-nilai karakter yang terkandung
dalam permainan egrang batok kelapa ini antara lain kerja keras, keuletan,
nilai kemandirian, nilai saling menghargai, nilai tanggung jawab, nilai
kejujuran atau sportivitas.
1. Nilai kerja keras tercermin dari semangat anak-anak yang berusaha
agar dapat mengalahkan teman-temannya.
2. Nilai keuletan tercermin dari keterampilan dalam menggunakan
alat egrang untuk berjalan yang memerlukan keuletan dan ketekunan agar
seimbang dan dapat berjalan.
3. Nilai kemandirian tercermin dari semangatnya anak-anak untuk
mandiri berjalan dengan ketekunan yang sudah dijelaskan di nilai
keuletan.
4. Nilai saling menghargai tercermin dari perlombaan yang dilakukan
untuk menghargai teman-temannya.
5. Nilai tanggung jawab tercermin dari kegiatan si anak yang sudah
melakukan permainan untuk tetap bertanggung jawab dengan
permainannya tersebut.
6. Nilai kejujuran tercermin dari si anak yang sudah melakukan
perminan menang atau kalah dengan sikap si anak yang tidak berbuat
curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima
kekalahan dengan lapang dada.
3.2.1 Cara Membuat Egrang Batok
1. Siapkan 2 bua kelapa yang sudah dibersihkan. Pilih batok
kelapa yang tua agar kokoh dan tidak mudah pecah. Kemudian
bentuk batok kelapa tersebut menjadi setengah lingkaran.
2. Amplas batok kelapa tersebut sampai halus dan bersih dari
serabut kelapa. Lalu lubangi batok kelapa tersebut dengan paku
atau pisau pas di tengah-tengah.
3. Siapkan juga tali sebagai pengait antara 2 batok tersebut.
Pilih tali yang kuat dan tidak membuat sakit pemain Egrang
Batok.
4. Kaitkan batok yang sudah dilubangi tersebut dengan tali.
Ikatkan ujung tali pada batok dan ikatkan ujung tali yang satunya
pada batok yang kedua. Sesuaikan panjang tali dengan
penggunanya agar nyaman digunakan, biasanya panjang tali 1,5 –
2 meter.
5. Egrang Batok jadi dan siap untuk digunakan.

3.2.2 Cara Bermain Egrang Batok


1. Permainan egrang dapat dimainkan sendiri atau bersama-
sama. Jika dimainkan secara bersama-sama, terlebih dahulu dibuat
garis start dan finish.
2. Para pemain bersiap di garis strart. Kedua kaki diletakkan
pada masing-masing bathok kelapa, dengan ibu jari dan telunjuk
pada jari kaki menjepit tali. Sementara itu, tangan memegang tali.
3. Para pemain berjalan menggunakan egrang.
4. Pemenang dari permainan ini adalah pemain yang pertama
kali berhasil mencapai garis finish.

3.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Egrang Batok


a. Kelebihannya adalah memberikan kegembiraan pada anak,
mengasah kreativitas anak serta melatih motorik halus dan motorik
kasar anak. Selain itu, Egrang Batok juga melatih semangat anak
dan mengajarkan anak untuk dapat memanfaatkan bahan di sekitar,
melatih kesembangan tubuh, melatih koordinasi dan kelincahan
serta mengasah keberanian.
b. Kekurangannya adalah dapat menimbulkan kebisingan, bisa
menyebabkan luka apabila jatuh, da tidak cocok dimainkan di media
yang beralaskan keramik dikarenakan licin.

DAFTAR RUJUKAN
Ifa H. Misbach. Peran Permainan Tradisional yang Bermuatan Edukatif
Menyumbang Pembentukan Karakter dan Identitas Bangsa dalam menyumbang
pembentukan karakter dan identitas bangsa dan A. Husna M. - 100+ Permainan
Tradisional Indonesia Untuk Kreativitas, Ketangkasan, Dan Keakraban.
https://www.kompasiana.com/usfitriyah/5a291d9d3c2c75254d07c7d4/menumbuh
kan-nilai-nilai-karakter-anak-melalui-permainan-egrang-batok-kelapa
https://porosbumi.com/permainantradisional/?
fbclid=IwAR2hLFiwe1BgXXTBzk79GOp5tXddY7xKHyfLKck-
oW3QfVsMi_vJ7zBd-g4. Diakses tanggal 26 September 2019, pukul 20.23 WIB
Musfiroh, Tadkiroatun. 2014. Teori dan Konsep Bermain. Universitas Terbuka :
repository.ut.ac.id

Anda mungkin juga menyukai