Anda di halaman 1dari 5

Nama: Widi Anisa Fitri

Kelas: IX-C

"Cut Nyak Dhien"

Cut Nyak Dhien lahir pada tahun 1848 di Lampadang, Kerajaan Aceh. Cut Nyak
Dhien merupakan seorang tokoh pejuang wanita yang terkenal di antara nama
pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan sosok pejuang Aceh yang terkenal
akan semangat juangnya yang tidak pernah padam dalam melawan pasukan
Belanda untuk mempertahankan wilayah Aceh. Perjuangannya dalam
mempertahankan wilayah Aceh penuh dengan rintangan dan cobaan, tetapi
kesetiaannya pada tanah air terus ia bawa sampai akhir hayatnya.

Cut Nyak Dhien adalah sosok inspiratif yang kisahnya patut dikenang dan
diteladani oleh generasi-generasi penerusnya. Kita sebagai pemuda bangsa
Indonesia, perlu meneladani perjuangan Cut Nyak Dhien karena ia merupakan
sosok wanita hebat yang ditakuti Belanda..

Selain itu, Cut Nyak Dhien adalah wanita yang cerdas dan taat pada agama.
Ayahnya bernama Teuku Nanta Muda Seutia, seorang pemimpin daerah VI Mukim
yang dihormati. Sedangkan ibunya adalah putri Uleebalang, seorang keturunan
bangsawan terpandang di Lampagar. Cut Nyak Dhien muda mendapat pendidikan
agama Islam dan pendidikan yang berkaitan dengan perempuan seperti memasak
oleh orang tuanya. Ia adalah gadis yang menaati orang tua, Cut Nyak Dhien
tumbuh menjadi gadis berparas cantik, santun, berbudi dan cerdas sehingga
membuat banyak pemuda terpikat olehnya. Atas pilihan ayahnya, Cut Nyak Dhien
dinikahkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, seorang pemuda berdarah ksatria yang
taat agama, berwawasan luas dan berpendidikan.

Kesetiaan dan cinta tanah air Cut Nyak Dhien pada saat Belanda menyerang Aceh
pada tahun 1873 dan perang Aceh pun meletus. Keluarga Cut Nyak Dhien ikut
berperang mempertahankan daerahnya. Teuku Nanta memimpin rakyat wilayah VI
Mukim dan menantunya, Teuku Ibrahim, selalu berada di garis depan untuk
memimpin pasukan. Sejak saat itu, Cut Nyak Dhien dan anaknya ditinggal
suaminya dan hanya dijenguk sesekali. Pada 1875, Belanda mulai memasuki
wilayah IV Musim sehingga semua rakyat diperintahkan untuk mengungsi.

Cut Nyak Dhien pun terpaksa mengungsi meskipun harus susah payah hidup di
hutan dengan berpindah-pindah. Sebelum pergi, Cut Nyak Dhien berkata pada
suaminya,

"Engkau akan berjuang mati-matian. Pertahankanlah tanah air kita dari kafir
jahannam itu. Tentang diriku dan anak ini, tidak perlu engkau risaukan. Pergilah ke
medan perang. Hancurkan musuh kita."

Namun, pada pertempuran tersebut pasukan Teuku Nanta dan Teuku Ibrahim
terdesak hingga akhirnya Teuku Ibrahim tewas terkena peluru musuh dan tentara
Belanda memenangkan pertempuran tersebut.

Kematian Teuku Ibrahim memang membuat duka di hati Cut Nyak Dhien, tetapi
semangat juangnya tidak meredup. Kematian suaminya membuat Cut Nyak Dhien
marah dan bersumpah akan meneruskan perjuangan untuk menghancurkan dan
mengusir Belanda dari tanah Aceh. Satu bulan setelah Cut Nyak Dhien menjadi
janda, datanglah sepupunya yang bernama Teuku Umar. Setelah mereka saling
mengenal satu sama lain, Teuku Umar menilai Cut Nyak Dhien adalah sosok
perempuan yang agung, bijak, dan tabah menghadapi cobaan. Teuku Umar pun
bermaksud menikahi Cut Nyak Dhien dan maksud baiknya diterima oleh Teuku
Nanta dan Cut Nyak Dhien.

Kehadiran Teuku Umar menambah kekuatan dalam berisan perlawanan Aceh.


Harapan Cut Nyak Dhien pun bangkit, ia mendorong suaminya untuk menyusun
kembali kekuatan dengan tujuan untuk merebut kembali wilayah VI Mukim.
Namun, pasukan Teuku Umar terus mengalami kesulitan, hingga akhirnya Teuku
Umar membuat siasat untuk berpura-pura membelot kepada Belanda agar dapat
merampas senjata dan taktik berperang Belanda. Siasat Teuku Umar yang
dilakukan secara diam-diam tersebut telah membuat rakyat Aceh kecewa dan tidak
lagi mempercayainya karena mengira Teuku Umar telah berkhianat. Ketika Teuku
Umar dan pasukannya yang telah cukup memperoleh persenjataan, mereka
berusaha melawan kembali pasukan Belanda. Pasukan Belanda dengan cukup
terdesak akhirnya mengirim unit De Marsose yang terkenal kejam.Pasukan Teuku
Umar yang berusaha menyerang Belanda pun kalah dan Teuku Umar sendiri tewas
tertembak sebagai pejuang Aceh.

Kematian Teuku Umar tentu membuat para penjuang dan keluarga Cut Nyak
Dhien sedih. Namun, Cut Nyak Dhien adalah sosok wanita yang tabah dan kuat
menghadapi berbagai cobaan. Hal tersebut terlihat ketika anaknya, Cut Gambang,
menangisi kematian ayahnya, Cut Nyak Dhien memeluknya lalu berkata:

"Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang
yang sudah syahid".

Cut Nyak Dhien tidak larut dalam kesedihan, ia kemudian bangkit melanjutkan
perlawanan rakyat Aceh. Dengan tekadnya yang tinggi, ia menggelorakan
semangat rakyat Aceh untuk berjuang.

Orang-orang Belanda mengira kematian Teuku Umar akan menghentikan


peperangan karena semua pemimpin terkemuka Aceh telah habis. Mereka tidak
menduga seorang pemimpin wanita yang pemberani masih ada dengan semangat
juangnya yang tak padam. Dengan tekad dan pendirian yang kuat serta gigih Cut
Nyak Dhien memimpin perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda. Meskipun
Belanda terus mendesak pasukan hingga mereka harus masuk ke hutan dengan
keadaan yang menyedihkan. Cut Nyak Dhien dan pasukannya hidup dengan
berpindah-pindah karena selalu diburu Belanda, perbekalan mereka semakin habis,
dan tenaga Cut Nyak Dhien pun melemah karena usianya yang semakin tua
ditambah kondisi kesehatannya memburuk. Namun, Cut Nyak Dhien tetap gigih
dan pantang menyerah. Ketika ada pengikutnya yang merasa putus asa, ia segera
mendebatnya dengan berkata:

Sang suami memfilmkan istrinya di kamera tersembunyi, dan inilah yang dia lihat
"Menyerah, berarti menjadi budak! Aku pantang menjadi budak Belanda!".

Belanda selalu mengejar Cut Nyak Dhien dan pasukannya, tetapi Cut Nyak Dhien
lebih cerdik dalam mengatur strategi. Hal tersebut membuat Belanda tidak bisa
menangkap Cut Nyak Dhien dan pasukannya. Namun, salah seorang pengikut Cut
Nyak Dhien, Pang Laat, mengadakan kontak dan melakukan kesepakatan dengan
Belanda. Pang Laat bermaksud agar Belanda manjamin kesehatan Cut Nyak Dhien
dengan memberitahukan persembunyian pasukannya. Demikian, Cut Nyak Dhien
dan pasukannya akhirnya dapat tertangkap.

Sesuai dengan kesepakatan, Cut Nyak Dhien mendapat perawatan dan pengobatan
khusus. Kondisi Cut Nyak Dhien mulai membaik dan banyak rakyat Aceh
mengunjunginya. Kunjungan dari rakyat Aceh tersebut membuat Belanda takut jika
Cut Nyak Dhien kembali menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan. Oleh
sebab itu, Belanda mengasingkan Cut Nyak Dhien ke Sumedang, Jawa Barat. Pada
Akhirnya, Cut Nyak Dhien meninggal dunia di pengasingan pada 6 November
1908.

Kesimpulan, Saran dan Pesan dari cerita Inspiratif "Cut Nyak Dhien":
Kisah Cut Nyak Dhien yang dipenuhi duka derita dalam berjuang melawan
penjajahan Belanda. Cut Nyak Dhien merupakan sosok wanita yang luar biasa
pemberani. Banyak hal yang dapat kita teladani dari Cut Nyak Dhien, misalnya
kesetiaan dan rasa cinta tanah air yang beliau miliki. Kecerdasan beliau sepanjang
perjuangan juga perlu kita teladani untuk berjuang menghadapi era digital seperti
sekarang ini. Tentunya, kegigihan dan sifat pantang menyerah yang beliau miliki
juga harus kita teladani sebagai generasi muda.

Anda mungkin juga menyukai