Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BAHASA INDONESIA

“TEKS BIOGRAFI CUT NYAK DHIEN”

Disusun oleh : Melisa Fitri


Kelas : X IIS
Guru pembimbing : VIVI AFRIANI PUTRI,S.Pd

SMA NEGERI 7 SOLOK SELATAN


TAHUN PELAJARAN
2019/2020
“BIOGRAFI CUT NYAK DHIEN”

Cut Nyak Dhien merupakan Pahlawan Nasional wanita dari Aceh yang melakukan
perjuangan di masa Sejarah Perang Aceh melawan belanda. Ketika wilayah VI Mukim diserang
oleh Belanda, beliau mengungsi, sementara suaminya yang bernama Ibrahim Lamnga ikut serta
berjuang melawan Belanda. Gugurnya Ibrahim Lamnga di tanah Gle Tarum pada tanggal 29 Juni
1878 kemudian menambah semangat Cut Nyak Dhien lebih kuat untuk melawanan Belanda.
Perjuangan Cut Nyak Dien dikenang di berbagai media. Contohnya di film drama epik yang
berjudul Tjoet Nja’ Dhien yang dirilis pada tahun 1988. Film ini disutradarai oleh Eros Djarot.
Film ini memenangkan penghargaan sebagai Piala Citra sebagai film terbaik.

Biografi Cut Nyak Dhien : Kehidupan Sebelum Berjuang

Biografi Cut Nyak DienSelain itu juga merupakan film Indonesia pertama yang mendapat
kehormatan untuk tayang di Festival Film Cannes pada tahun 1989. Kemudian, pada tanggal 13
April 2014, sebuah karya seni diadakan untuk mengenang perjalanan hidup, kisah dan semangat
perjuangan Cut Nyak Dhien. Karya seni ini dikemas dalam bentuk teater monolog yang
disutradarai dan dimainkan oleh Sha Ine Febriyanti. Kemudian teater monolog ini dipentaskan di
Auditorium Indonesia Kaya Kota Jakarta.

Naskah monolog yang berdurasi empat puluh menit ini kemudian dipentaskan kembali
pada 2015 di berbagai kota di Indonesia. Seperti Jakarta, Pekalongan, Semarang, Magelang dan
Banda Aceh. Rencananya, teater monolong CND juga akan dipentaskan di Belanda dan
Australia. Selain itu, ada sebuah kapal perang milik TNI-AL yang diberi nama KRI Cut Nyak
Dhien, mata uang senilai sepuluh ribu rupiah bergambar Cut Nyak Dhien dan sebuah masjid di
Aceh yang berada di dekat makamnya.

Cut Nyak Dhien terlahir dari keluarga ningrat yang memegang teguh ajaran Islam di
Aceh Besar pada tahun 1848. Tepatnya Wilayah VI Mukim. Ayah Cut Nyak Dhien bernama
Teuku Nanta Seutia yang menjadi sebagai hulubalang VI Mukim. Sedangkan ibunya merupakan
anak dari hulubalang Lampageu. Di masa kecil, Cut Nyak Dhien ia memperoleh pendidikan pada
ilmu agama dari orang tua ataupun guru agama dan ilmu rumah tangga seperti ilmu memasak,
melayani keluarga dan yang menyangkut rumah tangga dari orang tuanya. Pada umur 12 tahun,
Cut Nyak Dhien sudah dijodohkan oleh orangtuanya di tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim
Lamnga. Putra dari hulubalang Lamnga XIII.

Cut Nyak Dhien Perang Aceh Melawan Belanda

Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh pada tanggal 26
Maret 1873. Serangan dimulai dengan menembaki meriam ke daratan Aceh dari kapal perang
bernama Citadel van Antwerpen. Inilah awal dari Perang Aceh pun meletus. Pada perang tahap
pertama yang terjadi 1873 hingga 1874, Aceh yang dipimpin oleh Sultan Machmud Syah dan
Panglima Polim bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Di
bawah pimpinan Johan Harmen, Belanda berangkat dengan kekuatan 3.198 prajurit dan
mendarat pada tanggal 8 April 1873. Mereka langsung menyerang serta berhasil menguasai
Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Beruntung, Kesultanan Aceh berhasil
memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang berlaga di garis depan kembali dengan
membawa kemenangan, sementara Köhler sendiri tewas tertembak pada bulan April 1873.

Perang tahap kedua dimulai pada tahun 1874-1880. Belanda melakukan serangan lagi di
bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten. Daerah VI Mukim berhasil ditaklukkan oleh Belanda
pada tahun 1873 dan Keraton Sultan berhasil ditaklukkan pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien
yang tinggal di Daerah VI Mukim dan bayinya akhirnya mengungsi bersama para ibu rumah
tangga dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suami Cut Nyak Dhien
berangkat bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim dari tangan Belanda. Tapi
sayangnya, Ibrahim Lamnga yang bertempur di Gle Tarum, ia gugur pada tanggal 29 Juni 1878.
Kematian suaminya ini tentu membuat Cut Nyak Dhien diselimuti kemarahan dan bersumpah
akan menghancurkan para penjajah itu.

Teuku Umar, salah satu tokoh penting pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada
awalnya Cut Nyak Dhien menolak lamaran itu tapi akhirnya menerima setelah Teuku Umar
mengizinkan untuk ikut bertempur. Bergabungnya Cut Nyak Dhien berhasil meningkatkan moral
semangat perjuangan Aceh melawan Belanda. Perang berlanjut secara gerilya dan berkobarlah
perang fi’sabilillah. Pada tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan melakukan
pendekatan dengan para Belanda dan hubungannya dengan para penjajah itu semakin kuat.

Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar yang bersam 250 orang pasukannya pergi
ke Kutaraja untuk menyerahkan diri kepada Belanda. Tentu Belanda sangat senang karena musuh
yang sangat berbahaya mau membantu mereka. Sehingga Belanda memberikan Teuku Umar
julukan bernama Teuku Umar Johan Pahlawan. Lebih dari itu, Teuku Umar menjadi komandan
unit pasukan Belanda dengan kekuasaan yang cukup besar. Teuku Umar sebenarnya
merahasiakan rencana untuk menipu para Belanda, meskipun ia suduh dituduh sebagai
pengkhianat oleh rakyat Aceh. Cut Nyak Dien terus berusaha menasihatinya agar kembali ke sisi
rakyat Aceh untuk kembali melawan Belanda.

Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda demi mencoba siasatnya.
Teukur Umar lalu mempelajari taktik dan strategi tentara Belanda, sementara perlahan tapi pasti,
dia mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang berada di bawah tanggung
jawabnya. Ketika jumlah tentara Aceh yang berada di pasukan tersebut cukup, Teuku Umar
menipu orang Belanda dan berencana bahwa ia ingin menyerang basis Aceh. Sebenarnya Teuku
Umar hanya mencuri semua perbekalan dan logistik yang diberikan oleh Belanda. Dia berangkat
kembali ke Aceh dan tidak pernah kembali.

Kejadian ini membuat Belanda sangat marah dan melakukan operasi besar untuk
menangkap Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Karena sudah memiliki senjata milik Belanda,
tentara Aceh berhasil mengimbanginya. Bahkan Jenderal Jakobus Ludovicus terbunuh. Cut Nyak
Dhien dan Teuku Umar terus menyerang semuanya bahkan banyak jenderal Belanda yang harus
diganti. Pasukan elit bernama De Marsose yang dikenal tanpa ampun. Pasukan ini berhasil
membuat rakyat Aceh ketakutan.

Ketakutan ini dimanfaatkan oleh Jenderal Benedcitus. Dia menyewa orang Aceh untuk
menjadi mata-mata dan berhasil mengetahui rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh.
Karena informasinya bocor, Teuku Umar gugur tertembak. Anak Cut Nyak Dhien menangis
karena kematian ayahnya. Kini giliran Cut Nyak Dhien yang memimpin perlawanan bersama
pasukan kecilnya. Hingga pasukannya hancur pada tahun 1901 setelah Belanda mempelajari cara
berperang Aceh. Cut Nyak Dhien sendiri juga sudah tua dan sering terkena penyakit encok.
Hingga dia berhasil ditangkap oleh Belanda. Perjuangan pun diteruskan oleh Cut Gambang.

Kehidupan Cut Nyak Dhien di Hari Tua dan Meninggal

Kekalahan Aceh membuat keadaan semakin memburuk dan Cut Nyak Dhien ditangkap.
Setelah ditangkap, beliau dibawa ke Banda Aceh dan dilakukan perawatan di situ. Dua
penyakitnya seperti encok dan rabun perlahan-lahan sembuh. Karena terlihat belum menyerah,
Cut Nyak Dien akhirnya dibawa ke Sumedang di Jawa Barat. Karena Belanda tidak mau
keberadaannya di Aceh bisa mempertahankan semangat perlawanan rakyat Aceh. Selain itu juga
karena Cut Nyak Dhien terus berhubungan dengan pejuang yang masih bertekad kuat untk
meneruskan perjuangan

Bersama dengan tahanan politik Aceh yang lain, Cut Nyak Dhien dibawa ke Sumedang.
Dia menarik perhatian bupati Suriaatmaja dan para tahanan laki-laki juga memperhatikan Cut
Nyak Dhien. Tapi identitas asli Cut Nyak Dhien tetap dirahasiakan Belanda. Ia ditahan bersama
dengan seorang ulama bernama Ilyas. Ulama itu cepat menyadari bahwa Cut Nyak Dhien adalah
seorang yang cukup ahli dalam agama Islam. Sehingga Cut Nyak Dhien mendapat nama julukan
yaitu Ibu Perbu.

Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien menghembuskan nafas terakhir karena
usia yang tua. Di akhir hayatnya dia lebih dikenal dengan nama Ibu Perbu dan makamnya baru
ditemukan pada tahun 1959 setelah dilakukan pencarian berdasarkan permintaan Gubernur Aceh
Ali Hasan yang menjabat saat itu. Ibu Perbu diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia.

Makam Cut Nyak Dhien

Menurut juru kunci makam, makam Cut Nyak Dhien berhasil ditemukan di tahun 1959
setelah Ali Hasan yang menjabat Gubernur Aceh pada saat itu meminta untuk melakukan
pencarian. Pencarian makam Cut Nyak Dhien dilakukan setelah mendapatkan data yang
ditemukan di Belanda. Masyarakat Aceh yang berada di Sumedang sering menggelar acara
pertemuan. Pada acara tersebut, para peziarah berangkat ke makam Cut Nyak Dhien dengan
jarak kira-kira sekitar dua kilometer. Biasanya, masyarakat Aceh yang bermukim di Bandung
sering melakukan ziarah setelah hari pertama Lebaran yang dilakukan rutin setiap tahun. Selain
itu, orang Aceh dari Jakarta secara rutin melakukan acara haul setiap bulan November.

Makam Cut Nyak Dhien dilakukan pemugaran pertama pada 1987. Bukti pemugaran bisa
terlihat di monumen peringatan yang berada di dekat pintu masuk. Di monumen itu tertulis
peresmian makam yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan yang
menjabat saat it tepatnya pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dilindungi
oleh pagar besi yang digabung bersama beton dengan luas sebesar 1.500 m2. Di sebelah kiri
makam ada banyak batu makam yang menjadi tempat peristirahatan terakhir keluarga ulama H.
Sanusi. Di bagian belakang ada musholla yang biasa digunakan para peziarah untuk sholat.

Batu nisan Cut Nyak Dhien, dihiasi tulisan riwayat hidupnya, beberapa tulisan bahasa
Arab, Surah Al-Fajr dan At-Taubah dan hikayat cerita rakyat Aceh. Jumlah peziarah makam Cut
Nyak Dhien cenderung berkurang ketika waktu itu sedang heboh Gerakan Aceh Merdeka.
Mereka melakukan perlawanan di Aceh untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia. Alasan
lain karena aparat sering kali mengawasi daerah makam ini. Biaya perawatan makam diperoleh
dari kotak amal karena pemerintah Sumedang tidak memberikan dana dan bantuan.

Demikian informasi tentang biografi Cut Nyak Dhien. Biografi Cut Nyak Dhien perlu
diketahui sebagai wujud penghargaan kita kepada para pahlawan yang telah berjasa dan terus
berjuang untuk membebaskan negara dari belenggu kolonialis Belanda khususnya di tanah Aceh.
Selain Cut Nyak Dhien, cukup banyak pahlawan nasional yang wajib kita kenal dari berbagai
wilayah Indonesia. Yaitu pahlawan nasional dari Bali, pahlawan nasional dari Sumatera Utara,
pahlawan nasional dari Jawa Tengah, pahlawan nasional dari Banjarmasin, pahlawan nasional
dari Jawa, pahlawan nasional dari Yogyakarta, pahlawan nasional dari Sulawesi, pahlawan
nasional dari Jawa Timur, pahlawan nasional dari Riau dan pahlawan nasional dari Sumatera
Barat.

Anda mungkin juga menyukai