Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI CUT NYAK DIEN

Cut Nyak Dien. Ya, Cut Nyak Dien yang juga seorang pejuang asal Aceh
ini lahir sekira tahun 1848 dari keluarga bangsawan Aceh. Menurut catatan
sejarah Indonesia, Cut Nyak Dien masih memiliki garis keturunan langsung
dari Sultan Aceh dari garis ayahnya. Di usianya yang masih belia, yakni 14
tahun, Cut Nyak Dien dinikahkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Dari
pernikahan ini lahir seorang anak laki-laki. Ketika Perang Aceh meletus
tahun 1873, Cut Nyak Dien berada di garis depan pertempuran melakukan
perlawanan terhadap Belanda yang memiliki alutsista lebih lengkap dan
modern. Namun, itu tak berarti, Cut Nyak Dien bisa ditaklukkan dengan
mudah. Dalam masa periodenya, Belanda membutuhkan waktu selama
bertahun-tahun untuk “menekannya” sampai dia dan anak buahnya
memutuskan mengungsi ke daerah di Aceh yang lebih terpencil.
Suami pertama Cut Nyak Dien, Teuku Ibrahim Lamnga, gugur saat pecah
perang di Sela Glee Tarun. Di sinilah, muncul tokoh pahlawan nasional
lainnya, yakni Teuku Umar, yang kelak menjadi suami kedua bagi Cut
Nyak Dien sekaligus rekan seperjuangan. Bersama-sama, keduanya
membangun kembali kekuatan untuk “menghajar” markas Belanda di
sejumlah titik penting. Namun, duka kembali merundung Cut Nyak Dien.
Pada 11 Februari 1899, kembali dia harus kehilangan orang yang
disayanginya saat Teuku Umar gugur di medan perang. Kekuatan militer
pasukan Cut Nyak Dien pun melemah. Mereka hanya bisa menghindar dari
tekanan Belanda yang terus mengejar. Tak hanya pasukan yang melemah,
rupanya kondisi fisik dan psikis Cut Nyak Dien pun turut drop. Walaupun,
tetap saja dia dan pasukannya melakukan pertempuran demi pertempuran.
Melihat situasi yang genting, Pang Laot Ali sang panglima perang
berdiskusi dengan Cut Nyak Dien mengenai penyerahan dirinya kepada
Belanda. Tujuannya supaya Belanda tak mengganggu rakyat Aceh lagi.
Namun, Cut Nyak Dien marah. Dia memerintahkan untuk terus bertempur
sampai akhir. Karena kekuatan militer pasukan Cut Nyak Dien melemah,
pihak Belanda dengan mudah menangkapnya. Namun tidak dibunuh. Hal ini
demi menghindari konflik yang lebih luas akibat pengaruh Cut Nyak Dien
yang cukup kuat terhadap rakyat Aceh. Karena itu, pihak Belanda
mengasingkannya ke Jawa Barat, tepatnya ke Sumedang. Di sinilah Cut
Nyak Dien berada hingga akhir hayatnya mengajar agama Islam. Tak ada
masyarakat sekitar yang mengetahui siapa dia sebenarnya. Pada 6
November 1908, ketika pergerakan nasional Indonesia dimulai, Cut Nyak
Dien menghembuskan napas pungkasan di tempat pembuangannya. Hingga
tahun 1960-an, tak ada yang mengetahui secara pasti di mana makam Cut
Nyak Dien berada. Baru setelah Pemda Aceh dengan sengaja melakukan
penelusuran makamnya pun ditemukan. Perjuangan Cut Nyak Dien yang
pantang menyerah membuat seorang penulis Belanda, Ny Szekly Lulof,
terinsiprasi sekaligus kagum. Dia pun lantas menjuluki Cut Nyak Dien
sebagai "Ratu Aceh".
Cut Nyak Dien adalah sosok pahlawan wanita dari Aceh Barat yang
mendapat julukan Srikandi Indonesia. Cut Nyak Dien anak dari Teuku
Nanta Setia, ibunya anak'bangsawan dari Lampagar. Kakaknya cut Nyak
Dien adalah Teuku Rayut. Cut Nyak Dien dilahirkan rahun 1848 dan dari
sejak kecil cut Nyak Dien mendapat pendidikan agama dari lingkuhgan
bangsawan-bangsawan Aceh.
Meletusnya Perang Aceh mulai Tanggal 4 Juni 1893 suami cut Nyak Dien
yang pertarna adalah Teuku Ibrahim dari Lamnga, anak dari reuku Abas
ujung Aron. Dari hasil perkawinan Teuku lbrahim dengan cut Ni,ak Dien
dikaruniai anak perempuan bernama cut Gambang. Suami cut Gambang
bernama Teuku Mayet Ditiro, yang keduanya meninggal ditembak Belanda
secara bersamaan.
Cut Nyak Dien menikah lagi de.gan panglima perangnya bernama Teuku
Umar fohan Pahlawan. Teuku Umar tertembak Belanda pada tanggal 11
Februari 1899 di Ujung Kala Meulaboh.
Cut Nyak Dien ditangkap Belanda tanggal 6 Nopember 190s, atas laporan
panglima perangnya Teuku panglaoh kepada Belanda. Laporan Panglima
Panglaof'bukan mengkhianatinya, tetapi merasa kasihan karena Cut Nyak
Dien sudah sangat menyeclihkan, matanya sudah tidak bisa melihat [buta],
tapi dengan syarat cut Nyak Dien tidak boleh dianiaya atau diasingkan. Tapi
ternyata pada tanggal t1 Desernber 1,906, cut Nyak Dien dibuang ke
Sumedang bersama seorang panglima perangnya dan seorang anak laki-laki
berumur 15 tahun bernama Teuku Nana. pada waktu itu nama Gubernur
Jenderal Belanda f .B.V. Heuts, yang menerima cut Nyak Dien ketika tiba di
Sumedang. Waktu itu Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja
(Pangeran Mekah) anak dari pangeran Aria Kusumah Adinata (pangeran
Sugih), Beliau cucunya pangeran Suriaatmaja (pangeran Kornel) yang
membuat jalan Cadas pangeran untuk perawatan cut Nyak Dierr, parrgeran
Aria Suriaatmaja menyerahkan kepada seorang ulama Masjid Agung
Sumedang yang sudah mendapat gelar Penghulu bernama K.H. Sanusi. Tapi
waktu itu rumah K.H.
Sanusi sedang diperbaiki, maka untuk sernentara Cut Nyak Dien dititipkan
dulu di rumah H. Ilyas t z -.3 minggu, yang selanjutnya dibawa ke rumah
K.H. Sanusi sampai wafat. :
K,H. sanusi hanya satu tahun merawat cut Nyak Dien, karena beliau
meninggal tahun 1907, dimakamkan di Gunung puyuh. Dan perawatan cut
Nyak Dien dilanjutkan oleh anak K.H. sanusi bernama I-1. Husna, sampai
cut Nyak Dien wafat tanggal 6 Nopember 1908 dan dimakamkan di lokasi
Makam Keluarga H. Husna di Gunung puyuh, Desa suk ajaya, Kecarrratan
Sumedang Selatan.
Kegiatan cut Nyak Dien selarna dalam perawatan H. Husna walaupun
rnatanya sudah tidak bisa melihat, tapi masih bisa memberikan pelajaran
mengaji khususnya kepada. ibu-ibu warga Kaurn, umumnya masyarakat
Sumedang, sehingga cut Nyak Dien mendapat jutukan Ibu perbu/lbu Ratu.
Masyarakat Sumedang menyebutnya Ibu Suci.

Selama cut Nyak Dien di sumedang, semua keperluannya sangat


diperhatikan oleh pangeran Aria suriaatmaja, karena cut Nyak Dien tidak
mau menerima pemberian dari Belanda dan yang paling dekat dengan cut
Nyak Dien adalah anak H. Husna bernama Siti Hodijah. Siti Hodijah wafat
tahun 1967 dimakamkan di Gunung Puyuh Cut Nyak Dien berkomunikasi
hanya dengan K.H. Sanusi, H. Husna, siti Hodijah, itu pun dengan bahasa
Arab.
setelah cut Nyak Dien wafar, teuku Nana tetap tinggal di sumedang dan
menikali dengan gadis dari cipada bernama lyoh sampai rnempunyai tiga
orang anak: 1. Maskun, 2. Ninih, da' 3. Sahria. Dan pada tahun 1930 Teuku
Nana, istri, dan anaknya pulang ke Aceh dan tidak kembali ke Sumedang

Anda mungkin juga menyukai