Anda di halaman 1dari 8

Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif

Asymmetric Warfare

Kelompok : ALFA
Nama : Abdillah Satari Rahim NIM: 120200102001
Andy Charman Gartika NIM: 120200102003
Cahya Agung N NIM: 120200102005
Dian Budi Lestari NIM: 120200102007
M Sutomo NIM: 120200102009
Puguh Adi Satriyo NIM: 120200102011
Sulistiyana NIM: 120200102013
Asymmetric Warfare
Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare

“Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare”

Nagorno-Karabakh adalah wilaya h sengketa, yang diakui secara


internasional sebagai bagian dari Azerbaija n, tetapi sebagian besar diperintah oleh
Republi k Artsakh yang sebelumnya bernama Republik Nagorno-Karabakh (NKR
), sebuah negara merdeka d e facto dengan mayoritas etnis Armenia yang didirikan
di dasar dari Oblas t Otonomi Nagorno-Karabakh dari Republi k Sosialis Soviet
Azerbaijan. Azerbaijan tidak menjalankan otoritas politik atas wilayah tersebut
sejak munculnya geraka n Karabakh pada tahun 1988. Sejak berakhirnya Perang
Nagorno-Karabak h pada tahun 1994, perwakilan dari pemerintah Armeni a dan
Azerbaijan telah mengadakan pembicaraan damai yang dimediasi oleh OSC E
Minsk Group tentang status sengketa di wilayah tersebut.
Pada pagi hari tanggal 27 September 2020, bentroka n dalam konfli k
Nagorno-Karabakh yang belum terselesaikan berlanjut di sepanjang Gari s Kontak
Nagorno-Karabakh. Baik angkatan bersenjata Azerbaijan dan Armenia melaporkan
korban militer dan sipil. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk keras konflik
tersebut dan meminta kedua belah pihak untuk mengurangi ketegangan dan
melanjutkan negosiasi yang berarti tanpa penundaan.
Sengketa dalam memperebutkan wilayah di Nagorno-Karabakh memicu
terjadinya pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan kembali terjadi. Menurut
kantor berita BBC, pertempuran selama 2 minggu di Nagorno-Karabakh oleh kedua
bekas Republik Uni Soviet itu menewaskan hampir 500 orang di kedua belah pihak,
termasuk 60 warga sipil. Daerah itu merupakan wilayah pegunungan di Kaukasus
Selatan yang dikuasai Azerbaijan, tetapi ditinggali oleh mayoritas etnis Armenia.
Konflik Azerbaijan dengan Armenia sebenarnya sudah mulai terasa pada
1988, dimana Armenia mengajukan klaim atas wilayah Nagorno-Karabakh kepada
pemerintahan pusat Uni Soviet. Namun sejatinya benih-benih konflik ini sudah
muncul sejak tahun 1986 dengan adanya usaha untuk mendirikan sebuah gerakan
separatis yang tidak hanya ada di Nagorno-Karabakh, namun juga di Yerevan, ibu
kota Armenia.
Upaya Armenia untuk menyatukan Nagorno-Karabakh dengan RSS
Armenia diharapkan berhasil. Masyarakat Nagorno-Karabakh kemudian
melakukan demonstrasi untuk menuntut kemerdekaannya atas Azerbaijan, hal ini
kemudian diikuti dengan demonstrasi tandingan di Azerbaijan, yang menyebabkan
1
Asymmetric Warfare
Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare

terjadinya konflik terbuka hingga jatuhnya korban di masing-masing pihak pada


peristiwa di Askeran.
Peristiwa ini menjadi semacam pemicu timbulnya konflik-konflik yang
yang lebih besar di kemudian hari. Dengan diawali militan dari Armenia memasuki
Nagorno-Karabakh dengan senjata dan Nagorno-Karabakh menyatakan proklamasi
pada 2 September 1991 dan menyatakan diri sebagai negara merdeka. Ini adalah
usaha untuk melegitimasi pemisahan dari Azerbaijan. Selama kurun waktu 1991
sampai awal 1992, konflik berubah menjadi fase militer, dan militan Armenia
memulai operasinya. dalam kurun waktu 1992-1993, wilayah Nagorno-Karabakh
bersama dengan tujuh distrik di sekitarnya diduduki militan Armenia.
Upaya yang dilakukan oleh Armenia untuk klaim wilayah Nagorno
Karabakh dilakukan dengan cara militer dan juga dengan cara non militer terlihat
dengan mendukung Nagorno-Karabakh merdeka dan menjadikan Negara Nagorno-
Karabakh menjadi Negara kekuasaannya. Hal ini diserukan oleh Negara Armenia
dengan upaya-upaya propaganda dan perang informasi melalui media yang dimiliki
oleh komunitas imigran Armenia yang ada di amerika yaitu Armenian National
Committee of America (ANCA). Pada pemberitaan di media, ANCA juga
bekerjasama dengan Asbarez. Surat kabar Asbarez tidak hanya menyediakan berita
dan informasi, tetapi juga telah memobilisasi komunitas untuk bekerja dengan
ANCA dan mendukung kemerdekaan Nagorno-Karabakh. (Santika, 2018)
Salah satu contoh pemberitaan yang sekaligus menjadi upaya menghimpun
dukungan publik dapat dilihat dalam pemberitaan peringatan 20 tahun gerakan
pembebasan Nagorno-Karabakh. Di dalam artikel berita online Asbarez pada 1
Maret 2008, yaitu Karabakh Liberation Movement 20th Anniversary to be Marked,
organisasi ARF mengumumkan akan diadakannya acara peringatan resmi dengan
acara peringatan terbuka untuk umum dan undangan juga dikirimkan ke sekolah
dan organisasi di California (Asbarez, 2008). Tujuan dari acara tersebut adalah
untuk membangun solidaritas terhadap rakyat Republik Nagorno-Karabakh dan hak
self-determination (Asbarez, 2008). Pada acara peringatan tersebut dihadiri lebih
dari 90 organisasi komunitas dan berbagai outlet media (Asbarez, 2008).Hal
tersebut memperlihatkan bahwa penyebaran informasi penyelenggaraan kegiatan
komunitas ini melalui media lebih efektif untuk menghimpun gerakan dukungan
publik. Tercatat ada 87 artikel periode 2008-2014 yang berisikan dukungan
kemerdekaan Negara Nagorno-Karabakh. (Asbarez, t.t.)
2
Asymmetric Warfare
Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare

Pada konferensi kedua diaspora Armenia di tahun 2007 estimasi keturunan


Armenia di AS sebesar 1.4 juta dengan lima puluh persen dipercaya tinggal di
California atau secara spesifik wilayah Selatan California (Jendian, 2008). Dengan
yang begitu besar maka komunitas ANCA masuk ke dalam ranah politik di Amerika
yang mempermudah lobi politik internasional untuk mendukung kemerdekaan
Negara Nagorno-Karabakh dan juga upaya mempengaruhi kebijakan Amerika
Serikat untuk mengurangi bantuan militer ke Azerbaijan (Schiff, 2012).
Konflik ini menerapkan metode peperangan proxy war antara Negara besar
regional tersebut. Selain bertujuan ingin mendapatkan faktor ekonomi, Negara
besar ini ingin menunjukan kekuatan di daerah regional tersebut. Seperti halnya di
belakangnya seperti Azerbaijan memiliki dukungan oleh Turki. Seperti dilansir oleh
surat berita mata politik akselerasi aktivitas Turki terutama didorong oleh keinginan
untuk mendapatkan kembali peran lamanya sebagai pelindung militer terkemuka
Azerbaijan. Tujuan itu semakin meningkat setelah Turki merasa frustasi karena
telah digantikan oleh Rusia dan Israel dalam hal penjualan senjata ke Azerbaijan.
Sedang kan di kubu Armenia ada Rusia yang mendukungnya, menurut analisis
Richard Giragosian di Asia Times, hubungan Armenia dengan Rusia bersifat
transaksional. Armenia pun terpaksa melakukan tawar-menawar dengan Rusia dan
hal ini sangat menguntukan Rusia. Ditambah lagi kembalinya Iran sebagai aktor
regional di Kaukasus Selatan akan dimotivasi oleh keinginan di Teheran untuk
melawan dua saingan utama dan pihak yang dianggap penyusup: Rusia dan Turki.
Langkah Iran juga akan didasarkan pada seruan kepada Islam Syiah, yang berusaha
untuk menggertak sekaligus berteman dengan Azerbaijan sebagai sesama negara
Syiah.
Konflik atas Nagorno-Karabakh berisiko menyeret kekuatan regional besar,
Rusia dan Turki. Moskow memiliki aliansi pertahanan dengan Armenia, sementara
Ankara mendukung kerabat etnis Turki di Azerbaijan. Peran Turki dalam konflik
tersebut tidak dapat diabaikan, dukungan militer Turki yang kuat untuk pasukan
Azerbaijan adalah faktor penting dalam konflik tersebut. Dukungan militer Ankara
yang semakin besar untuk Baku adalah bagian dari upaya untuk memproyeksikan
pengaruhnya di kawasan itu. Turki secara tradisional memberikan dukungan moral
dan diplomatik kepada sesama bangsa Turki dan mitra geostrategis utama
Azerbaijan.

3
Asymmetric Warfare
Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare

KETERLIBATAN RUSIA TERHADAP NAGORNO-KARABAKH


Ada ketertarikan untuk melihat dengan seksama keterlibatan Rusia dalam
upaya resolusi konflik Nagorno – Karabakh disebabkan adanya problematika yang
ditunjukkan oleh posisi Rusia yang dilematis yaitu sebagai pemain sekaligus
mediator. Keterlibatan Rusia sebagai pihak ketiga sudah ada sejak dimulainya
konflik. Rusia merupakan negara pertama dan negara kunci dimulainya proses
negosiasi. (Putra R.H, 2015)
Posisi Rusia sebagai pemain dalam dinamika konflik Nagorno – Karabakh
dapat dilihat dari level geopolitik. Beberapa pendapat mengatakan bahwa secara
geopolitik, Rusia dipandang mengambil keuntungan dalam “status quo” konflik ini.
Melalui partisipasi Armenia dalam CSTO (Collective Security Treaty
Organization), Rusia dapat meraih keuntungan melalui kerjasama yang terjadi,
seperti penempatan pangkalan militernya yang terus diperpanjang hingga 2044 di
Armenia.
Rusia menjadikan Armenia sebagai alat untuk menjaga keseimbangan di
wilayah Kaukasus Selatan karena melihat Azerbaijan semakin kuat secara ekonomi
dan militer. Selain meraih keuntungan di bidang militer, Rusia mengambil sektor-
sektor ekonomi penting Armenia melalui akuisisi aset-aset energi. Blokade
ekonomi yang dilakukan Azerbaijan kepada Armenia menghambat pertumbuhan
ekonomi Armenia sehingga ada ketergantungan ekonomi terhadap Rusia. Rusia
juga semakin tertarik dengan Azerbaijan terkait perkembangan rute alternatif
transportasi energi dari Caspian Basin (pipa Baku-Tbilisi-Ceyhan). Rusia
mendukung adanya status quo untuk menjaga regional Kaukasus Selatan di bawah
pengaruhnya.
Persepsi negatif terhadap peran Rusia tidak hanya didukung oleh alasan
kepentingan geopolitik Rusia, tetapi juga terjadinya perang Rusia-Georgia tahun
2008. Namun, perang Rusia-Georgia memunculkan ekspektasi tersendiri bagi
prospek peran Rusia sebagai mediator dalam konflik Nagorno – Karabakh karena
alasan memperbaiki citra Rusia yang turun di mata internasional setelah terlibat
perang dengan Georgia. Ekspektasi peran Rusia didukung dengan bukti terciptanya
Deklarasi Moskow 2008 yang penandatanganannya dilakukan di Moskow dalam
pertemuan trilateral Presiden Armenia, Azerbaijan, dan Rusia (Putra R.H, 2015).
Secara garis besar dengan adanya medium pertemuan trilateral ini Rusia
dapat terlibat secara langsung untuk memandu dan mengarahkan pihak yang
4
Asymmetric Warfare
Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare

berkonflik dalam proses negosiasi perdamaian tanpa adanya banyak tekanan dari
berbagai pihak. Dikarenakan dalam pertemuan ini hanya Presiden Rusia sebagai
mediator, Presiden Armenia dan Azerbaijan yang secara eksklusif diperbolehkan
ikut serta dalam proses negosiasi perdamaian ini. Hal ini membuat kedua belah
pihak yang berkonflik juga menjadi lebih terbuka untuk menjelaskan kondisi
konflik yang terjadi dan mengemukakan pendapat mereka terkait resolusi konflik
yang membawa keuntungan bagi segala pihak.
Dalam proses mediasi yang berjalan, Rusia cenderung terlihat tidak
memiliki ketertarikan yang mendalam untuk mempercepat solusi menyelesaikan
konflik terutama karena kesulitan untuk menerapkan perjanjian damai yang
prospektif (Markedenov, 2018). Jika perjanjian damai itu gagal untuk dibuat dan
diterapkan, hal ini akan menimbulkan beberapa resiko tambahan terhadap reputasi
Rusia dan mungkin dapat merusak lingkungan keamanannya (Markedenov, 2018).
Selanjutnya Rusia lebih mengarahkan proses mediasinya dalam
meminimalisir konfrontasi militer antar kedua belah pihak yang berkonflik di
wilayah Nagorno Karabakh (Markedenov, 2018). Dikarenakan hal ini akan
membantu untuk mengarahkan konflik untuk berpindah ke fase substantif
berikutnya dalam negosiasi perdamaian (Markedenov, 2018). Pada akhirnya
strategi Rusia dalam mengelola konflik, menjaga hubungan baik dengan kedua
pihak yang berkonflik, menginisiasi gencatan senjata, serta mengarahkan
keterlibatan internasional dalam konflik bisa dapat digambarkan sebagai “Project
Minimum” atau langkah kecil dalam negosiasi perdamaian (Wall, 2018).
Peranan Rusia sebagai mediator tidak bisa didefinisikan sebagai proses
mediasi yang sukses karena tidak dapat mencapai indikator seperti perjanjian damai
yang dapat tercipta oleh pihak ketiga dan diimplementasikan secara penuh oleh
pihak yang berkonflik setelah proses mediasi dan resolusi konflik (Dewantara, A.
and Yamin, M., 2019). Hal ini dikarenakan Rusia dalam menjalankan perannya
sebagai mediator hanya melakukan tindakan manajemen konflik untuk mencegah
adanya kekerasan lebih lanjut di konflik Nagorno Karabakh tanpa adanya
penyelesaian secara tuntas akan dasar permasalahan konflik antara Armenia-
Nagorno Karabakh dan Azerbaijan. Oleh karena itu dalam periode 2008-2016
konflik di Nagorno Karabakh masih terus berjalan seiring peranan mediasi yang
diambil Rusia tanpa adanya itikad kedua negara yang berkonflik untuk mencapai
kesepakatan damai.
5
Asymmetric Warfare
Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare

Daftar Pustaka
Buku:
Jendian, Matthew A., 2008. “Armenia History and Culture”, Becoming American,
Remaining Ethnic : The Case of ArmenianAmericans in Central California.
New York: LFB Scholarly Publishing LLC.
Jurnal:
Adam B. Schiff, 2012. Time to Refocus on Artsakah, Massis Weekly Vol. 32 No.39

Edisi bahasa inggris. Pasadena.

Dewantara, Andhika, and Muhammad Yamin. Analisis Peran Rusia sebagai


Mediator dalam Penyelesaian Konflik Nagorno Karabakh Periode
2008-2016. Insignia: Journal of International Relations 6.1 (2019): 64-82.
Putra, Ragilang Hanendra. (2015). PERAN RUSIA DALAM MENANGANI

KONFLIK SENGKETA WILAYAH NAGORNO–KARABAKH ANTARA

ARMENIA DAN AZERBAIJAN PERIODE 2010–2013. Diss. Jakarta:

Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Santika,. G, Anggraeni,. V. (2018). Peran Diaspora Armenia Terhadap Dukungan

Publik California Pada Self-Determination Nagorno Karabakh. Jurnal

Analisis Hubungan Internasional, 7 (3). pp. 158-170. ISSN 2302-8777.

Artikel Daring:
Asbarez. (2008). Karabakh Liberation Movement 20th Anniversary to be Marked
[online]. Tersedia di
http://asbarez.com/56811/karabakhliberation-movement-20th-anniversary-to
be-marked/. [Diakses pada 14 Oktober 2020].
iNews. (2020). Gencatan Senjata Gagal, Armenia dan Azerbaijan Kembali
Saling Serang [online]. Tersedia di
https://www.inews.id/news/internasional/gencatan-senjata-gagal-armenia-da
n-azerbaijan-kembali-saling-serang. [Diakses pada 14 Oktober 2020].
Markedenov, S. (2018, 03 12). Russia and the Nagorno-Karabakh Conflict: A
Careful Balancing. Diakses dari

6
Asymmetric Warfare
Konflik Armenia Ditinjau Dari Perspektif Asymmetric Warfare

https://www.ispionline.it/it/pubblicazione/russia-and-nagorno-karabakh-con
flict-careful-balancing-19832. [Diakses pada 14 Oktober 2020].
Wall, T. D. (2018). The Karabakh Conflict as “Project Minimum” [online].
Tersedia di https://carnegie.ru/commentary/75584. [Diakses pada 13 Oktober
2020].

Anda mungkin juga menyukai