Universitas Asal : Universitas Singaperbangsa Karawang NIM : 1810631010239
Pemetaan Konflik Armenia-Azerbeijan Berdasarkan Metode SIPABIO
Konflik Nagorno-Karabakh 2020 adalah konflik bersenjata yang sedang berlangsung
antara pasukan bersenjata dari Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh, selama ketegangan terbaru dalam konflik Nagorno-Karabakh yang tak kunjung reda. Bentrokan dimulai pada pagi hari tanggal 27 September 2020 di sepanjang Garis Kontak Nagorno- Karabakh. Kedua belah pihak mengumumkan jatuhnya korban militer dan sipil. Menanggapi bentrokan, Armenia dan Republik Artsakh menetapkan darurat militer dan mobilisasi total, sementara Azerbaijan juga menerapkan darurat militer dan jam malam. Pada 28 September, mobilisasi parsial diumumkan di Azerbaijan. Berdasarkan data-data diatas, maka peneliti melakukan pemetaan konflik dengan menggunakan metode pemetaan yang diadopsi dari model SIPABIO (Source, Issue Parties, Attitude, Behaviour, Intervention, and Outcome) dan dapat dirincikan sebagai berikut : Menentukan Source (sumber konflik) yaitu mencari sumber-sumber konflik : Konflik Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dimulai puluhan tahun yang lalu. Saat seluruh kawasan itu masih dikuasai Bolshevik pada 1920-an. Saat masih di bawah kekuasaan Kekaisaran Rusia, gesekan antara Armenia dan Azerbaijan masih dapat dikendalikan. Namun, ketika Uni Soviet runtuh, tidak akan kekuatan besar yang dapat menahan perang terbuka di perbatasan tersebut. Council on Foreign Relations menjelaskan pada 1988 badan legislatif Nagorno-Karabakh meloloskan undang-undang untuk bergabung dengan Armenia walaupun daerah administratif mereka berada di perbatasan Azerbaijan. Mengidentifikasi Issues (isu-isu) yang merujuk kepada saling keterkaitan tujuan-tujuan yang tidak sejalan di antar pihak bertikai : Perselisihan utama antara Azerbaijan dan Armenia adalah perebutan wilayah Nagorny Karabakh di perbatasan kedua negara. Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai wilayah Azerbaijan, tetapi sebagian besar penduduk Armenia yang menentang pemerintahan Azerbaijan selama lebih dari satu abad. Mengidentifikasi Parties (pihak) berupa pihak yang berkonflik : Ada empat aktor utama yang paling bertanggung jawab atas pecahnya kembali Perang Armenia-Azerbaijan. Nama pertama sudah tentu Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan. Pashinyan adalah sosok yang dikabarkan merestui tindakan provokasi pasukan Armenia pada 27 September 2020 lalu. Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengklaim, pasukan Armenia lebih dulu menembaki posisi tentaranya di sejumlah wilayah di Nagorno- Karabakh. Selain Pashinyan, ada pula Presiden Republik Artsakh (Nagorno-Karabakh), Arayik Harutyunyan, yang sepenuhnya memegang kendali atas Pasukan Pertahanan Artsakh. Haturyunyan dan pasukannya dianggap sebagai tentara bayaran atau kelompok pemberontak, yang sepenuhnya didukung oleh Armenia. Dari kubu Azerbaijan, Ilham Aliyev juga memegang peran utama dalam meletusnya perang. Presiden Azerbaijan ini memastikan akan terus melancarkan serangan untuk memebebaskan Nagorno-Karabakh, yang secara de jure adalah teritorial resmi Azrbaikan. Nama terakhir sudah tentu adalah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Solidaritas Turki terhadap Azerbaijan dinyatakan Erdogan sejak awal perang meletus. Erdogan dituding Armenia dan sejumlah negara lain telah mengerahkan tentara bayaran untuk mendukung Azerbaijan. Meskipun, Erdogan kerap membantah tuduhan tersebut. Menganalisis Attitudes / felling (sikap) yang mempengaruhi pola perilaku konflik : Bagi Azerbaijan, Nagorno-Karabakh adalah wilayah teritorialnya. Klaim ini juga didukung secara resmi oleh PBB. Sebaliknya bagi Armenia, Karabakh yang direbut Kekaisaran Rusia pada awal abad ke-19 hanya menjadi bagian Azerbaijan lantaran keputusan mendadak pemerintah Uni Soviet. Hal ini membuat diantara keduanya mempersiapkan para pasukan militer masing masing negaranya untuk bersiaga dan bersiap untuk berperang, walaupun sebenarnya sudah terjadi baku tembak yang berakibat banyak korban yang berjatuhan, bukan hanya para tentaranya saja namun banyak juga warga sipil yang menjadi korban. Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, menuntut agar Armenia segera mundur dari Nagorno-Karabakh dan wilayah sekitar Azeri, Jika negara tetangga itu tidak melakukan, maka Azerbaijan tidak akan menghentikan aksi militer sampai itu terjadi. Menganalisis Behavior (perilaku / tindakan) berupa aspek tindak sosial dari pihak yang berkonflik : Menurut Kemhan Azerbaijan, pasukan Armenia melakukan serangan di wilayah Aghdara-Tartar dan Fuzuli-Jabrayil. Beberapa permukiman Azerbaijan juga disebut mendapatkan tembakan artileri. Menjelang gencatan senjata, pasukan Armenia menembaki wilayah sipil Azerbaijan. Pemerintah Azerbaijan menyebut Armenia melanggar gencatan senjata di wilayah Nagorno-Karabakh yang diduduki tak lama setelah diberlakukan. Pasukan Armenia disebut melakukan serangan di wilayah Aghdara-Tartar dan Fuzuli-Jabrayil. Pasukan Armenia disebut telah menargetkan wilayah sipil berpenduduk padat di Azerbaijan sejak bentrokan di wilayah yang diduduki meletus pada 27 September lalu. Armenia dan Azerbaijan menyetujui gencatan senjata yang dimulai pada Sabtu siang untuk memungkinkan pertukaran tahanan dan pengembalian jenazah mereka yang tewas dalam aksi. Mengidentifikasi adanya Intervention (campur tangan penyelesaian) yaitu adanya tindakan sosial dari pihak netral yang ditujukan untuk membantu hubungan konflik menemukan penyelesaian : Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, yang menengahi negosiasi di Moskow, mengumumkan gencatan senjata pada pukul 3 pagi setelah 10 jam pembicaraan dengan pihak Armenia dan Azerbaijan. Dia juga mengatakan, Armenia dan Azerbaijan telah setuju untuk memulai pembicaraan tentang penyelesaian konflik. Hubungan antara kedua negara bekas Soviet itu tetap tegang sejak 1991 ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh. Empat resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) dan dua resolusi Majelis Umum PBB (UNGA), serta banyak organisasi internasional, telah menuntut penarikan pasukan pendudukan. Menentukan Outcome (hasil akhir) yaitu dampak dari berbagai tindakan pihak-pihak berkonflik dalam bentuk situasi. Peranan Rusia sebagai mediator tidak bisa didefinisikan sebagai proses mediasi yang sukses karena tidak dapat mencapai indikator seperti perjanjian damai yang dapat tercipta oleh pihak ketiga dan diimplementasikan secara penuh oleh pihak yang berkonflik setelah proses mediasi dan resolusi konflik. Hal ini dikarenakan Rusia dalam menjalankan perannya sebagai mediator hanya melakukan tindakan manajemen konflik untuk mencegah adanya kekerasan lebih lanjut di konflik Nagorno Karabakh tanpa adanya penyelesaian secara tuntas akan dasar permasalahan konflik antara Armenia-Nagorno Karabakh dan Azerbaijan.