Anda di halaman 1dari 15

Konflik Armenia-Azerbaijan di Wilayah Nagorno-Karabakh Dalam Perspektif

Geopolitik Klasik

Disusun Oleh:

Hafidz Zaula Miftah


Muh Alfauzan Tajuddin

ABSTRAK
Konflik menjadi salah satu kajian isu yang penting dalam studi Hubungan Internasional. Dalam
teori realisme hubungan internasional bersifat anarki yang membuat dunia rentan akan
terjadinya konflik yang bisa memicu peperangan. Berbagai konflik telah terjadi di beberapa
penjuru dunia, salah satunya di wilayah Nagorno-Karabakh yang melibatkan perang antara
Armenia dan Azerbaijan. Kedua negara tersebut telah bertikai selama puluhan tahun yang
dipicu oleh ketegangan antar etnis dan sengketa wilayah, hingga saat ini belum ada kesepakatan
damai. Konflik juga dapat dilihat melalui perspektif geopolitik yaitu Geopolitik klasik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh mengenai konflik Armenia-Azerbaijan
dengan menggunakan perspektif geopolitik klasik, dinamika perkembangan sengketa di
wilayah Nagorno-Karabakh, peta kekuatan militer Armenia dan Azerbaijan, hingga upaya
penyelesaian sengketa.
Kata Kunci: Konflik, Nagorno-Karabakh, Geopolitik Klasik, Perang
ABSTRACT
Conflict is an important issue in the study of International Relations. In realism theory,
international relations are anarchic which makes the world vulnerable to conflicts that can
trigger wars. Various conflicts have occurred in several corners of the world, one of which is
in the Nagorno-Karabakh region involving the war between Armenia and Azerbaijan. The two
countries have been at war for decades, fueled by ethnic and regional differences, and there is
currently no agreement on a deal. Conflict can also be seen from a geopolitical perspective,
namely classical geopolitics. This study aims to find out about the Armenian-Azerbaijan conflict
using a classical geopolitical perspective, the dynamics of the development of disputes in the
Nagorno-Karabakh region, a map of the military strength of Armenia and Azerbaijan, to more
dispute resolution efforts.
Keywords: Conflict, Nagorno-Karabakh, Clasical Geopolitic, War
1. Pendahuluan

Nagorno-Karabakh adalah sebuah wilayah yang terletak di Kaukasus Selatan yang mana
95% dari populasi wilayah ini merupakan etnis Armenia. Walaupun populasi di wilayah ini
kebanyakan memiliki etnis Armenia, wilayah ini secara internasional diakui sebagai wilayah
bagian dari Azerbaijan. Ketegangan antara kedua negara bisa diredam ketika keduanya
dimasukkan kedalam Uni Soviet. Ketegangan semakin memuncak ketika kontrol Uni Soviet
atas negara-negara satelitnya melemah dan kemudian mulai mengalami perpecahan wilayah
pada tahun 1988. Perang enam tahun ini pun terjadi ketika untuk pertama kalinya Nagorno-
Karabakh menyatakan secara resmi ingin bergabung dengan wilayah Armenia yang kemudian
menyatakan kemerdekaannya pada 1991. Azerbaijan yang menentang pernyataan tersebut
melakukan pembantaian dan genosida pada etnis Armenia sebagai tanggapan dari pernyataan
satu pihak tersebut. Pihak Azerbaijan melakukan serangan sengit yang intensif pada wilayah
Nagorno-Karabakh pada tahun 1989-1993 sehingga Uni Soviet sebagai salah satu negara super
power mengumumkan wilayah tersebut sebagai wilayah darurat militer.

Gambar 1: Peta wilayah konflik Nargorno-Karabakh


Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Nagorno-
Karabakh_conflict_map_(pre-2020).png

Sejak awal mula perang ini terjadi beberapa wilayah Nagorno-Karabakh dikuasai oleh
Azerbaijan dan tepatnya pada 1993 pasukan Nagorno-Karabakh kembali melakukan
perlawanan guna mengambil kembali wilayah mereka, tepatnya pada pertengahan tahun
tersebut mereka berhasil menghancurkan pangkalan militer Azerbaijan yang mengakibatkan
pasukan Azerbaijan mengusulkan gencatan senjata. Setahun setelahnya tepatnya pada tahun
1994 Azerbaijan mengalami kekalahan dan akhirnya menerima usulan gencatan senjata,
gencatan senjata pun disepakati oleh ketiga wilayah yaitu Azerbaijan, Armenia dan Nagorno-
Karabakh yang berlaku mulai dari 17 Mei 1994. Sejak hadirnya Uni Soviet sebagai negara
super power yang menengahi konflik ini, wilayah Nagorno-Karabakh dibiarkan memerintah
administratif negara mereka secara independen dan otonom yang mana wilayah ini diakui
sebagai wilayah Azerbaijan secara de facto dan diakui sebagai wilayah Armenia secara de jure.
Adanya pengakuan yang mengambang dan tidak ada kejelasan yang nyata ini mengakibatkan
adanya perebutan wilayah antara Azerbaijan dan Armenia yang berujung pada konflik antara
kedua negara.

Konflik kedua negara terus terjadi hingga sekarang meskipun pada tahun 1994 terjadi
gencatan senjata yang meredam konflik kedua negara secara besar-besaran, namun ketegangan
kedua negara tetap tidak bisa diendahkan. Pada 2006-2015 terjadi pembakaran wilayah yang
menimbulkan korban jiwa di sepanjang garis depan konflik yang mana hal ini secara jelas
melanggar peraturan gencatan senjata. Selain konflik yang berkepanjangan, ekonomi wilayah
juga semakin melemah akibat adanya peningkatan belanja pertahanan. Dalam rentan waktu ini
juga tepatnya pada 12 November 2014 pasukan Azerbaijan menembak helikopter Mi-24 hingga
jatuh yang mana helikopter tersebut adalah milik Armenia. Rentan waktu 2006 hingga 2015 ini
setidaknya 56 orang diumumkan sebagai korban jiwa yang mana termasuk dalam warga sipil
dan militer antara kedua negara.

Pada September 2020 eskalasi konflik antara Armenia dan Azerbaijan kembali meningkat,
kedua negara saling menuduh satu sama lain dalam memulai serangan. Kementrian pertahanan
Armenia mengklaim bahwa telah melumpuhkan tiga helikopter dan tiga drone milik Azerbaijan
sebagai respons atas serangan di wilayah Nagorno-Karabakh. Adapun Azerbaijan telah
mengklaim melakukan serangan balasan terhadap Armenia dengan meluncurkan pesawat
tempur, drone, rudal artileri, dan tank sebagai bentuk upaya menekan aktivitas tempur Armenia
dan memastikan keselamatan masyarakat di Nagorno-Karabakh. Baik Armenia maupun
Azerbaijan mengklaim diri mereka sebagai pemilik sebenarnya dari wilayah administrasi
Nagorno Karabakh. Agenda perdamaian dan negosiasi antara Azerbaijan dan Armenia
dilanjutkan selama 25 tahun. Karena masalah ini, kedua negara mengusir banyak warga dari
wilayah itu, akan tetapi, kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan apapun.
2. Landasan Teori

Dalam geopolitik terdapat bermacam konsep yang cukup sulit untuk dimengerti secara
sederhana. Esensinya, teori geopolitik memiliki manfaat untuk menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan kebangkitan “great powers”. Teori geopolitik bermula pada masa
kolonialisme yang ketika itu negara penjajah menjadi negara kuat pada saat masa tersebut.
Selanjutnya perkembangan geopolitik memicu Amerika Serikat muncul sebagai salah satu
kekuatan baru pasca Perang Dunia 2, setelah perang usai, Amerika Serikat dan Uni Soviet
menjadi dua kekuatan baru dunia yang membawa dunia dalam tatanan dunia biporalisme:
Liberalisme dan Sosialisme, Kapitalisme dan Komunisme, Barat dan Timur. Dalam geopolitik
terdapat dua perspektif yakni geopolitik klasik (classic geopolitics) dan geopolitik kritikal
(critical geopolitics). Geopolitik kritikal mulai berkembang pasca era perang dingin, dimana
pada saat itu geopolitik bukan hanya mengutamakan geografi sebagai alat utama analisisnya.
Akan tetapi melibatkan non-aktor yang semakin penting dalam geografi dan politik yang
menjadikannya dasar dari teori geopolitik kritikal (critical geopolitics).

Selanjutnya, dalam geopolitik klasik terdapat konsep bahwa bagi siapapun yang berhasil
menguasai daratan akan dapat lebih mudah menguasai dunia dan menyebarkan pengaruhnya.
Konsep ini dalam teori geopolitik klasik berasal dari istilah “Heartland” yang pertama kali
dicetus oleh Mackinder. Konsep selanjutnya dalam geopolitik klasik menyatakan bahwa
negara yang berhasil menguasai lautan ialah negara yang dapat menguasai dunia dan
menyebarkan pengaruhnya, konsep tersebut berasal dari istilah “Sea Power”. Kedua konsep
tersebut berasal dari hasil pemikiran yang dilakukan melalui observasi di masa kolonialisme
Inggris serta masa Uni Soviet masih menjadi kekuatan kekuatan geopolitik dunia. Teori ini
memiliki beberapa asumsi dasar yakni: yang pertama, clasical geopolitics atau geopolitik klasik
melihat bahwa negara secara konstan berubah. Dalam hal ini melihat bahwa negara sebagai alat
analisis utama. Kedua, teori ini melihat aspek power seperti teritori, sumberdaya dan populasi.
Ketiga, teori ini melihat perang sebagai hal yang biasa terjadi.

Kemudian konklusi dari asumsi-asumsi tersebut ialah geopolitik klasik terfokus pada
power, tempat atau wilayah, dan menguasai dunia. Adapun terdapat tiga pemikir kunci dari
geopolitik klasik diantaranya sebagai berikut: Alfred T Mahan, Halford J Mackinder, dan Karl
Haushofer. Teori realisme sangat relevan terhadap geopolitik klasik dikarenakan asumsi dasar
dari realisme itu sendiri sama dengan asumsi dasar geopolitik klasik. Akan tetapi fokus dari
geopolitik klasik ini terfokus pada aspek geografi. Geopolitik klasik juga merupakan perspektif
yang besar sehingga perspektif ini memiliki kritik yang paling banyak.
Perspektif geopolitik klasik memiliki relevansi dengan peristiwa konflik Nagorno-
Karabakh, hal tersebut dapat dilihat pada asumsi dasar perspektif ini yakni negara sebagai alat
analisis utama. Aktor negara berperan penting pada konflik ini karena melibatkan Azerbaijan
dan Armenia yang sedang berkonflik, serta beberapa negara seperti Iran, Rusia dan Turki yang
tentu saja masing-masing memiliki kepentingan nasional dalam konflik ini. Selain itu,
geopolitik klasik memandang bahwa perang sebagai hal yang biasa terjadi dan melihat aspek
geografi yakni teritori.

3. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami fenomena yang terkait
dengan apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti persepsi, tindakan, motivasi, dan
perilaku yang dijelaskan secara deskriptif. Penelitian kualitatif juga merupakan metode
penelitian yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu
masalah dari pada melihat permasalahan untuk penelitian penelitian generalisasi. generalisasi.
Metode penelitian penelitian ini lebih suka menggunakan menggunakan teknik analisis analisis
mendalam mendalam (indepth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena
metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari
masalah lainnya. Adapun data yang digunakan peneliti ialah data sekunder yang dikumpulkan
melalui studi literatur terhadap jurnal, website di internet, serta artikel ilmiah yang berkaitan
dengan subyek penelitian. Data yang telah dikumpulkan sesuai dengan subyek penelitian
terkait, yang kemudian penulis analisis dengan pendekatan deskriptif analitis yaitu
menjelaskan, menggambarkan serta mendeskripsikan mengenai konflik nagorno-karabakh
dengan menggunakan perspektif geopolitik klasik.
4. Pembahasan
A. Aktor Internasional yang Terlibat Dalam Konflik Nagorno-Karabakh
Konflik Nagorno-Karabakh merupakan sengketa wilayah atas Armenia dan Azerbaijan
yang berimplikasi pada sengketa yang menimbulkan ketidakpercayaan, bentrok yang terus-
menerus dan kausalitas kedua bela pihak, kesalahpahaman, tetapi di sisi lain konflik yang
berkepanjangan ini membuka intervensi yang luas dari segi militer dan politik kekuatan
regional dan ekstra regional oleh negara-negara atau aktor yang memiliki kepentingan nasional.
Keterlibatan aktor dalam konflik ini terlihat setelah Rusia yang berbatasan langsung dengan
kedua negara tersebut terseret kedalam masalah tersebut sebagai mediator, terlepas dari
perannya sebagai mediator dalam konflik, Rusia menjadi saksi dalam mengumumkan
pernyataan peringatan kedua negara dalam melakukan serangan fisikal.
Azerbaijan menyalahkan Rusia karena secara terang-terangan memihak kepada Armenia
dalam konflik Nagorno-Karabakh, namun dalam fakta sejarah yang sebenarnya Rusia memang
berpihak kepada Armenia tetapi Rusia juga mengambil langkah yang inisiatif dan hati-hati dan
bantuannya hanya sebatas dukungan militer, ekonomi dan politik kepada Armenia karena
sejarah membuktikan bahwa memang Rusia tidak pernah ingin terlibat dalam konflik bilateral
kedua negara. Selain itu, dalam konflik ini selain posisi Rusia yang tidak jelas, Rusia juga
mendukung status quo pada wilayah Nagorno-Karabakh yang berimplikasi pada bertahannya
penjualan senjata dan dominasi regional.

Selain Rusia yang terlibat dalam konflik wilayah ini, Turki juga memiliki andil dalam hal
ini. Berbeda dengan posisi Rusia yang cenderung memihak kepada Armenia, Turki malah
mendukung Azerbaijan sejak awal mula konflik ini pada tahun 1988 yang terbukti dengan
adanya bantuan militer, logistik dan politik ke wilayah Azerbaijan dalam melawan Armenia.
Menurut Balayev Turki telah dilaporkan sebagai aktor internasional yang menjadi pemasok
utama kekuatan militer Azerbaijan. Hal ini memiliki kaitan dengan masa lalu Turki yang juga
memiliki operasi militer dan serangan kepada Armenia di masa lalu, selain itu Turki juga
memiliki masalah dalam bentrok wilayah yang terjadi selama beberapa dekade terakhir dan
Turki juga menangguhkan dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Armenia sebagai
bentuk solidaritas dengan Azerbaijan.

Iran juga menjadi pemain kunci dalam konflik kedua negara karena Iran juga memiliki
kedekatan wilayah khususnya pada daerah Azerbaijan dan Armenia Utara. Iran mengumumkan
dirinya sebagai pihak yang netral, namun terlepas dari hal tersebut Iran telah terbukti memberi
dukungan kepada Armenia baik secara politik dan finansial dalam konflik Nagorno-Karabakh.
Tak berbeda jauh dengan posisi Turki, Iran telah mendukung Azerbaijan di masa lalu tetapi
sejarah mencatat bahwa dalam konflik masa lalu antara Turki dan Armenia, Iran memposisikan
diri dengan mendukung Armenia melawan Turki. Beberapa pengamat mengatakan bahwa Iran
memiliki kepentingan dalam konflik ini yaitu Iran berupaya menggunakan Armenia sebagai
counter geopolitik dalam melawan Turki serta mempertahankan domain kekuasaan
regionalnya.

B. Implikasi Geopolitik
Perjanjian gencatan senjatan antara kedua negara yang diketengahi oleh Rusia membawa
dampak yang sangat besar yang langsung dirasakan oleh masyarakat Azerbaijan dan Armenia
di kehidupan sehari-hari. Rusia yang merupakan aktror internasional terbesar yang memiliki
andil terkuat dalam konflik ini jelas-jelas mendapatkan keuntungan dari tatanan geopolitik yang
diciptakan oleh gencatan senjata khususnya pasca perang Nagorno-Karabakh 2020 melalui
kesepakatan dan andil kekuatan regionalnya yang disinyalir lebih kuat daripada sebelumnya.
Strategi yang dikeluarkan Rusia pun dinilai telah melampaui strategi tradisional misi
perdamaian yang memungkinkan Rusia untuk mempertahankan kekuatan militernya secara
permanen atau setidaknya selama Rusia membutuhkan momen ini dalam mendapatkan
kepentingan negara sebagai basis dari geostrategis. Di sisi lain, operasi perdamaian yang
dijalankan Rusia memungkinkan adanya persempitan Azerbaijan dalam melakukan kemajuan
militer yang lebih lanjut. Hal ini terjadi akibat Rusia secara terang-terangan mengabaikan nilai
serta mengabaikan peraturan persenjataan pembatasan pengerahan kontigen penjaga
perdamaian, serta otonomi kekuasaan Rusia terlihat beroperasi di wilayah Nagorno-Karabakh
yang menunjukan bahwa Moskow memiliki kepercayaan diri yang tinggi bahwa mereka
memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan Baku.

Kekalahan Armenia pada perang ini membawa kehancuran yang sangat besar, demi
menjaga keamanannya mereka mengandalkan negara Rusia sebagai pemasok dan pembantu
utama dan berupaya untuk membentuk aliansi yang lebih kuat daripada aliansi dari Azerbaijan.
Tetapi di sisi lain Rusia juga masih memiliki hubungan dengan Azerbaijan tanpa mengabaikan
hubungan baiknya dengan Armenia yang mana hal ini menjadi pertanda adanya kestabilitas
relatif di Nagorno-Karabakh kedepannya, namun masih perlu diperhatikan bahwa dalam skala
yang kecil insiden taktis bisa saja terjadi yang kemudian memicu kembali munculnya kekerasan
perang lainnya, tetapi perlu ditegaskan lagi bahwa hal ini juga berada di bawah kendali Rusia.

Konflik Nagorno-Karabakh telah menjadi tugas yang sulit bagi negara Eurasia. sesuai
dengan sikap kekuatan regional terhadap konflik dalam kekacauan yang dilihat oleh kekuatan
regional, kekacauan dipandang sebagai sesuatu yang tidak pasti, tidak pasti, dan menghakimi.
Pertahanan kebijakannya di Armenia dan Azerbaijan Dukungan dan kerjasama militer, politik
dan ekonomi Turki, Iran, AS, dan Rusia tidak pernah mengizinkan Armenia dan Azerbaijan
untuk menyelesaikan konflik.

Nagorno-Karabakh dianggap sebagai ancaman regional terhadap keamanan nasional


Azerbaijan dengan bantuan ekonomi dan militer Rusia ke Armenia melalui cara-cara damai dan
diplomatik. Perjanjian-perjanjian dan bentuk-bentuk kerja sama yang serupa dengan
Azerbaijan dapat menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional Armenia. Situasi yang sama
dalam hal kerjasama ekonomi dan militer Turki dengan kedua negara. Ini menggarisbawahi
fakta bahwa kekuatan regional tidak pernah melakukan ini. Nagorno-Karabakh ingin
mengusulkan solusi politik dan diplomatik untuk konflik tersebut. Tanpa dukungan asing,
Azerbaijan sangat bergantung pada gas alam dan minyak untuk mempertahankan ekonomi,
politik dan militernya.

Mengembalikan wilayah pendudukan Nagorno-Karabakh sayangnya, tindakan Armenia


merupakan kekalahan besar bagi negara Azerbaijan. Karena terletak di perbatasan barat
Armenia, Turki berencana mengekspor minyak dan gas ke negara-negara Eropa. Sayangnya,
tindakan Armenia menjadi kendala utama bagi rezim Azerbaijan dalam merencanakan ekspor
dan pengiriman minyak dan gas ke negara-negara Eropa melalui Turki karena Armenia berada
di perbatasan barat Azerbaijan yang memutuskan hubungan Azerbaijan dengan Eropa. Dengan
dukungan negara-negara Amerika dan Eropa, kepentingan geografis dan geografis Azerbaijan
telah meningkat secara signifikan.

Azerbaijan adalah salah satu Republik Asia Tengah yang paling kaya minyak dan diberkahi
alam, karena itu AS dan negara-negara Eropa dan beberapa kekuatan regional lainnya menjalin
hubungan politik, ekonomi dan militer yang kuat dengan Azerbaijan. Sebaliknya, Armenia
tidak memiliki kepentingan geografis dan ekonomi yang dapat menarik kekuatan internasional.
Karena hal tersebut, Armenia lebih memilih memperkuat aliansi dengan negara Rusia dan Iran.
C. Perbandingan Kekuatan Militer Armenia dan Azerbaijan
Konflik di wilayah Nagorno-Karabakh yang melibatkan aktor negara Armenia dan
Azerbaijan telah membuat kedua negara meningkatkan kekuatan militernya demi
memenangkan konflik. Kedua negara tersebut sama-sama memesan alutsista dari berbagai
negara kuat. Armenia melakukan pembelian senjata ke Rusia dan India untuk memperkuat
militernya, dengan membeli sistem misil balistik jarak pendek Iskander-M. Presiden Armenia
Serzh Sargsyan mengatakan bahwa tujuan Armenia membeli senjata ini untuk mengimbangi
kekuatan militer dari Azerbaijan. Rudal Iskander-M dirancang untuk menghancurkan target dari
jarak 500 kilometer dan diklaim mampu membawa hulu ledak nuklir. Selain memesan senjata
ke Rusia, Armenia juga membeli sistem peluncur roket Pinaka MLRS dari India seharga
US$244,7 juta, akan tetapi kedua negara sepakat untuk merahasiakan jumlah unit sistem Pinaka
MLRS. Sebelumnya Armenia telah membeli empat radar pendeteksi posisi artileri berbasis
darat, Swathi Weapon Locating Radar (WLR). Roket Pinaka 214 mm MLRS
dibuat oleh Tata Group yang dirancang tahan terhadap cuaca dan untuk menghancurkan
kendaraan lapis baja musuh, benteng, gedung, hingga instalasi ladang ranjau jarak jauh.

Di sisi lain Azerbaijan mengembangkan kekuatan pertahanannya dengan menggunakan


cara diplomasi yang memanfaatkan hubungan negara-negara seperti Turki, Rusia, dan Israel.
Selain menjual senjatanya ke Armenia, Rusia juga menjual senjata ke Azerbaijan, hal ini
semata-mata karena negara ini memiliki hubungan baik dengan Rusia dikarenakan memiliki
kesamaan yaitu sama-sama bagian dari negara pecahan Uni Soviet. Azerbaijan memesan
persenjataan dan kendaraan tempur dari Rusia, di sisi lain Azerbaijan juga membeli drone
Kamikaze IAI Harop dari Israel yang memiliki fungsi menyerupai peluru kendali. Azerbaijan
juga mengimpor peralatan militernya dari Turki, dan jumlahnya meningkat sebanyak enam kali
lipat sepanjang tahun 2020. Azerbaijan memesan drone serta peralatan tempur yang nilainya
ditaksir sebesar US$77 juta pada September 2020. Selain drone, pemerintah Azerbaijan
memesan peluncur roket, amunisi dan beberapa jenis senjata lainnya.

Melansir situs Global Fire Power terhitung pada tahun 2022 Armenia berada di peringkat
ke 98 dari 142 negara dengan kekuatan militer terkuat. Jumlah personel militer Armenia
berjumlah 255.000 dengan jumlah personel aktif sebesar 45.000. Di sektor angkatan udara
Armenia memiliki total 64 unit pesawat yang terdiri dari 4 pesawat tempur, 10 unit pesawat
serangan khusus, 2 pesawat transport, 10 pesawat latih, 36 helikopter, dan 20 helikopter tempur.
Tipe-tipe kendaraan tempur udara tersebut antara lain Su-30SM, Su-25K, Mi-24/35, Mi-
8/17/171, IL-76, L-39, Mi-2, Su-25UBK. Selain itu Armenia sedang memesan 8 unit Su-
30SM milik Rusia. Kekuatan darat Armenia dapat dilihat dengan 288 unit tank, 145 buah artileri
derek, 673 unit kendaraan lapis baja, 38 buah artileri self-propelled, dan 94 buah peluncur roket.
Tipe tank yang dimiliki oleh Armenia antara lain T-72, T-80, T-55, dan T-90S, adapun
kendaraan lapis baja seperti MT-LB, Tigr, BRDM-2, BTR-80, dan BMP-2. Armenia tidak
memiliki kekuatan di laut karena negara ini merupakan negara yang tidak memiliki laut atau
landlocked country. Untuk memudahkan pembaca dalam mengetahui kekuatan militer antara
Armenia dan Azerbaijan, penulis akan melampirkan tabel yang memperlihatkan perbandingan
kekuatan militer dari kedua negara. Armenia memiliki anggaran militer sebesar US$ 632, 5 juta
per tahun atau 0,1% dari anggaran militer Amerika Serikat. Kemudian, penulis akan
melampirkan data-data perbandingan kekuatan militer antara Armenia dan Azerbaijan dalam
bentuk tabel.
Keterangan Armenia Azerbaijan

Peringkat Kekuatan Militer Dunia 98 63


Jumlah Personel 255.000 personel 300.000 personel

Personel Aktif 45.000 personel 90.000 personel

Armada Angkatan Darat Tank tempur 288 unit 510 unit

Kendaraan lapis baja 673 unit 1762 unit

Artileri self-propelled 38 artileri 167 unit

Towed artillery 145 artileri 319 artileri

Peluncur roket 94 peluncur 291 peluncur

Armada Angkatan Jumlah Total Pesawat 64 unit 149 unit


Udara
Pesawat serangan 10 unit 11 unit
khusus

Pesawat tempur 4 unit 17 unit

Pesawat latih 10 unit 32 unit

Pesawat transport 2 unit 2 unit

Helikopter 36 unit 87 unit

Helikopter tempur 20 unit 17 unit

Armada Angkatan Laut Kapal selam 0 4 unit

Kapal fregat 0 1 unit

Kapal ranjau 0 7 unit

Kapal patroli 0 13 unit

Tabel 1: Data perbandingan kekuatan militer Armenia dan Azerbaijan

Sumber: https://www.globalfirepower.com/countries-comparison-
detail.php?country1=armenia&country2=azerbaijan

Masih merujuk pada situs Global Fire Power Azerbaijan menduduki peringkat ke 63 dari
142 negara. Diperkirakan Azerbaijan memiliki jumlah personel militer sebanyak 300.000
dengan jumlah personel aktif sebesar 65.000. Di sektor darat, Azerbaijan memiliki tank tempur
sebanyak 510 unit, 1762 unit kendaraan lapis baja, artileri self-propelled sebanyak 167 buah,
319 artileri derek, 291 buah peluncur roket. Tipe Tank miliki Azerbaijan hampir sama dengan
milik Armenia yaitu Tank buatan Rusia yang diantaranya ialah T-72 SIM2, T-55, dan T-90.
Tipe kendaraan lapis baja yaitu MT-LB, BMP-2, BTR-80, Otokar Cobra, hingga Cougar.
Berbeda dengan Armenia yang merupakan negara landlocked sehingga membuatnya tidak
memiliki angkatan laut, Azerbaijan memiliki angkatan laut. Alutsista laut Azerbaijan
diantaranya 4 unit kapal selam tipe Triton-1 dan Triton-2, 1 unit kapal fregat kelas Petya, 13
kapal patroli laut, dan 7 kapal ranjau. Selain angkatan darat dan laut, angkatan udara Azerbaijan
memiliki total 149 unit pesawat, 17 unit pesawat tempur, 11 unit pesawat serangan khusus, 2
pesawat transport, 32 pesawat latih, 87 unit helikopter, dan 17 unit helikopter tempur.
Azerbaijan memiliki anggaran militer sebesar US$ 1, 73 miliar, anggaran ini setara dengan
0,2% dari anggaran militer AS yang mencapai US$ 770 miliar.

D. Negosiasi dan Upaya Mendamaikan dan Dampak Perang


OSCE atau sering dikenal dengan Organization For Security and Cooperation In Europe
Minsk Croup Co-Chair merupakan salah satu organisasi yang berperan dalam proses mediasi
penyelesaian konflik perebutan wilayah antara kedua negara. OSCE mengadakan suatu
pertemuan yang melibatkan Menteri dan Presiden dari kedua bela pihak, sayangnya mediasi
serta negosiasi yang telah lama dilibatkan dalam konflik ini belum menemukan titik keluarnya
sehingga Hukum Humaniter Internasional menyatakan bahwa isu kejahatan perang yang
dilakukan Azerbaijan yang dinyatakan oleh delegasi Republik Armenia menyatakan bahwa
dalam konflik ini disinyalir adanya upaya penyiksaan dan pembunuhan serta genosida terhadap
orang Armenia, Tawanan perang dan sandera sipil.

Sesuai dengan yang tercantum dalam Rome Statute of the International Criminal Court
(ICC) pada pasal 8 mengenai kejahatan perang termasuk pembunuhan, perlakuan tidak
manusiawi, penyiksaan, genosida, deportasi dan kerja paksa yang menimbulkan penderitaan
warga sipil dan warga yang seharusnya dilindungi, isu kejahatan dalam perang Nagorno-
Karabakh ini termasuk kedalam bentuk kejahatan berat. Perundingan perdamaian kedua bela
pihak semakin susah ketika kedua negara saling menuduh sebagai pelaku utama dalam
peperangan yang menjadi penghambat dalam upaya negosiasi penyelesaian konflik.

Azerbaijan menolak landasan pokok hak dalam penentuan nasib yang tidak melibatkan
kedua bela pihak oleh Nagorno-Karabakh dan juga dalam prinsip tidak adanya penggunaan
kekuatan dan ancaman berupa kekerasan sebagaimana yang tertulis dalam dokumen Madrid
yang merupakan dokumen dasar sebagai pedoman dalam penyelesaian konflik Nagorno-
Karabakh antara negara Armenia dan Azerbaijan. Namun menurut OSCE hal ini tidak
diimplementasikan secara baik dalam perang Nagorno-Karabakh ini sebagaimana bisa dilihat
diantaranya yaitu prinsip yang ditolak oleh Azerbaijan adalah mendukung penentuan nasib
sendiri Nagorno-Karabakh serta tidak adanya penggunaan kekerasan dalam penyelesaian
konflik. Tentunya peristiwa ini memiliki kaitan yang erat dengan kasus perebutan wilayah
Nagorno-Karabakh yang mana sikap penolakan oleh Azerbaijan ini menimbulkan kerugian
yang amat besar khususnya bagi negera Armenia. Peristiwa bunuh membunuh memang hal
yang tidak bisa dielakkan lagi karena adanya penolakan serta ketidakterimaan perjanjian
gencatan senjata serta pasukan militer yang dinilai melanggar peraturan awal yang dilakukan
oleh Azerbaijan.

Cukup sederhana dalam memahami konflik ini, Azerbaijan yang mana sudah dari dahulu
merangkul Nagorno-Karabakh sebagai wilayahnya menginginkan wilayah ini tetap berada
dalam kendali mereka tetapi Armenia juga menginnginkan wilayah ini dengan alasan lebih dari
90% penduduk wilayah ini adalah etnis Armenia. Tindakan tak mau mengalah antara kedua
bela pihak tentu saja menimbulkan masalah yang besar dengan memepertahankan perkobaran
konflik yang akhirnya mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit baik berupa
penangkapan, penyanderaan, penyikasaan serta pembunuhan yang mana hal ini termasuk dalam
kejahatan genosida.

5. Kesimpulan
Dalam geopolitik ada berbagai konsep yang lumayan susah buat dipaparkan secara simpel.
Esensinya, teori geopolitik mempunyai power dalam menanggapi persoalan yang berkaitan
dengan kebangkitan" kekuatan besar". Teori geopolitik bermula pada masa kolonialisme yang
kala itu negeri jadi negeri kokoh pada dikala masa tersebut. Berikutnya pertumbuhan geopolitik
merangsang kekuatan Amerika Serikat timbul selaku salah satu dampak pasca Perang Dunia II,
sehabis perang usai, Amerika Serikat serta Uni Soviet jadi kekuatan baru dunia yang membawa
dunia dalam tatanan dunia biporalisme: Liberalisme serta Sosialisme, Kapitalisme serta
Komunisme, Barat serta Timur.
Dalam geopolitik ada dua perspektif ialah geopolitik klasik serta geopolitik kritikal.
Kritikal geopolitik mulai tumbuh pasca masa perang dingin, dimana pada dikala itu geopolitik
bukan saja mengutamakan geografi selaku perlengkapan utama analisisnya, melainkan juga
mengaitkan non- aktor yang peningkatan perannya semakin besar dalam geografi serta politik
yang digunakan dalam teori geopolitik kritika (critical geopolitics). Berikutnya, dalam
geopolitik klasik ada konsep yang menyatakan bahwa untuk siapa saja yang sukses memahami
serta memiliki kendali daratan maka mereka bisa lebih gampang memahami dunia serta
menyebarkan pengaruhnya. Konsep ini dalam teori geopolitik klasik berasal dari sebutan"
Heartland" yang awal kali dicetus oleh Mackinder. Konsep berikutnya dalam geopolitik klasik
melaporkan kalau yang sukses memahami lautan yang bisa memahami dunia serta
menyebarkan pengaruh negeri, konsep tersebut berasal dari sebutan "Sea Power". Kedua
konsep tersebut berasal dari hasil pemikiran yang dicoba lewat observasi di masa kolonialisme
Inggris dan masa Uni Soviet masih jadi kekuatan kekuatan geopolitik dunia. Teori ini
mempunyai sebagian anggapan bawah ialah: yang awal, geopolitik klasik, ataupun geopolitik
klasik memandang kalau negeri secara konstan berganti. Dalam perihal ini memandang kalau
negeri selaku perlengkapan analisis utama. Kedua, teori ini memandang aspek kekuatan
semacam teritori, sumberdaya serta populasi. Ketiga, teori ini memandang perang selaku
perihal yang biasa terjalin. Setelah itu konklusi dari asumsi- asumsi tersebut merupakan
geopolitik klasik terfokus pada kekuasaan, tempat ataupun daerah, serta memahami dunia. Ada
pula 3 pemikir kunci dari geopolitik klasik antara lain selaku berikut: Alfred T Mahan, Halford
J Mackinder, serta Karl Haushofer.
Sesuai dengan isi dari teori di atas maka konflik serta perebutan wilayah yang dianggap
memiliki potensi besar adalah suatu hal yang lumrah dalam teori geografi politik. Seperti halnya
yang terjadi antara negara Armenia dan Azerbaijan. Kedua negara ini dalam beberapa dekade
terakhir dikabarkan sering terlibat dalam konflik bersenjata yang dimulai pada tahun
1980an. Pusat sengketa terletak di kawasan Nagorno-Karabakh, yang diklaim Azerbaijan
selaku daerah kedaulatan mereka, tetapi sepanjang ini dipahami etnis Armenia merupakan
entitas mayoritas di wilayah ini. Kedua negara itu sempat ikut serta perang berdarah pada akhir
dekade 1980-an serta dini 1990-an. Nagorno-Karabakh merupakan bagian dari Azerbaijan,
tetapi kebanyakan penduduk daerah itu berlatar balik etnis Armenia. Tetapi dikala beberapa
anggota Uni Soviet menggugat kemerdekaan mereka tahun 1980-an, masyarakat Nagorno-
Karabakh memilah bergabung ke Armenia. Keputusan itu kemudian merangsang konflik yang
baru diakhiri dengan gencatan senjata tahun 1994. Di akhir konflik, Nagorno- Karabakh
menjadi bagian Azerbaijan namun dikendalikan oleh etnis separatis Armenia yang didukung
oleh pemerintah Armenia. Hingga sebagian waktu kemudian, perundingan damai yang
dimediasi negara- negara mempengaruhi di dunia kandas disepakati.
Keterlibatan aktor lain juga sangat jelas, Armenia merupakan negeri yang kebanyakan
penduduknya beragama Kristen. Sedangkan itu, agama terbanyak di Azerbaijan merupakan
Islam. Turki mempunyai ikatan dekat dengan Azerbaijan, sebaliknya Rusia bersekutu dengan
Armenia, walaupun Rusia sesungguhnya pula berhubungan baik dengan Azerbaijan. Selepas
Uni Soviet mulai runtuh di akhir tahun 1980-an, parlemen regional di Nagorno- Karabakh
secara formal memilah bergabung ke Armenia. Azerbaijan kala itu berupaya memencet gerakan
yang menghendaki Nagorno- Karabakh jadi bagian Armenia.
Sehabis konvensi itu, Nagorno- Karabakh menjadi bagian dari Azerbaijan, Pemerintah
Armenia terang- terangan menunjang mereka. Konvensi gencatan senjata itu pula menyeret
garis kontak Nagorno- Karabakh. Tujuannya merupakan memisahkan pasukan Armenia serta
Azerbaijan. Semenjak gencatan senjata itu negosiasi damai terus dijajaki oleh Organisasi buat
Keamanan serta Kerja Sama di Eropa (OSCE) Minsk Group yang merupakan organisasi yang
dibangun tahun 1992, diketuai Perancis, Rusia, serta Amerika Serikat. Tetapi bentrokan terus
bersinambung. Gejolak sungguh- sungguh tahun 2016 membunuh puluhan tentara, baik di
pihak Armenia ataupun Azerbaijan. Konflik itu terus menjadi diperumit suasana geopolitik.
Negara-negara anggota NATO, Turki, merupakan negeri awal yang mengakui kemerdekaan
Azerbaijan pada tahun 1991. Mantan Presiden Turki, Azeri Heydar Aliyev, sempat menyebut
negaranya serta Azerbaijan selaku" satu bangsa- dua negeri".
DAFTAR PUSTAKA

Arbar, T.F. (2020) Armenia-Azerbaijan Perang & Tolak Damai, Ini Peta Kekuatannya, CNBC
Indonesia. Available at: https://www.cnbcindonesia.com/news/20201001154657-4-
190932/armenia-azerbaijan-perang-tolak-damai-ini-peta-kekuatannya (Accessed: 11 October
2022).

Comparison of Armenia and Azerbaijan Military Strengths (2022) Global Firepower. Available at:
https://www.globalfirepower.com/countries-comparison-
detail.php?country1=armenia&country2=azerbaijan (Accessed: 11 October 2022).

Febriani, H. (2018) ‘Isu Kejahatan Perang dalam Penyelesaian Konflik Azerbaijan-Armenia


Memperebutkan Nagorno-Karabakh’, Journal of International Relations, 4, pp. 56–63.
Available at: https://doi.org/https://doi.org/10.14710/jirud.v1i1.19129.

Hartati, A.Y. (2020) ‘Konflik Azerbaijan Dengan Armenia Atas Wilayah Nagorno-Karabakh Dalam
Konteks Hukum Internasional’, QISTIE, 13(2), pp. 184–213. Available at:
http://mpoc.org.my/malaysian-palm-oil-industry/.

Jan, A. and Rab, A. (2021) ‘the Geo-Political Implications of the Nagorno- Karabakh Conflict ’:,
8(02), pp. 1378–1382.

Kallmoz (2022) Armenia membeli sistem peluncur roket Pinaka MLRS dari India, Airspcase Review
Aviation & Defense. Available at: https://www.airspace-review.com/2022/10/03/armenia-
membeli-sistem-peluncur-roket-pinaka-mlrs-dari-india/ (Accessed: 11 October 2022).

Khan, M.A. (2021) ‘The Conflict of Azerbaijan and Armenia with Special Reference to Nagorno
Karabakh: An Overview’, 04(01), pp. 27–34.

Lisbet (2020) ‘Konflik Armenia dan Azerbaijan Serta Upaya Damai Masyarakat Internasional’, Info
Singkat, XII(19), pp. 7–11. Available at: http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info
Singkat-XII-19-I-P3DI-Oktober-2020-238.pdf.

Litovkin, N. (2016) Presiden Armenia: Kami Terpaksa Membeli Iskander-M dari Rusia, RBTH.
Available at: https://id.rbth.com/technology/2016/11/24/presiden-armenia-kami-terpaksa-
membeli-iskander-m-dari-rusia_650623 (Accessed: 11 October 2022).

Riza, B. (2020) Turki Jual Drone Militer-Senjata ke Azerbaijan Jelang Konflik Nagorno-Karabakh,
Tempo.co. Available at: https://dunia.tempo.co/read/1396209/turki-jual-drone-militer-senjata-
ke-azerbaijan-jelang-konflik-nagorno-karabakh (Accessed: 11 October 2022).

Anda mungkin juga menyukai