Anda di halaman 1dari 18

Peperangan Antara Rusia dan Ukraina

Nama Anggota :
1. Anindya Kintan Ramadhanty – 20221263
2. Athaya Pramudya Kansha – 20221346
3. Denisa Nur Handayani – 20221516
4. Dzahra Putri Amanda – 20221606
5. Ika Widya Nugraheni Nur’Azmi – 20221894
6. Muammar Ferliansyah – 21221194
7. Suhesti Dawiah Puji Lestari – 21221988
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Sosiologi dan politik ini tepat
pada waktunya..
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Peperangan Antara Russia dan Ukraina” yang
berisikan tentang latar belakang hubungan antara Russia dan Ukraina, konflik yang sedang
dialami oleh negara Russia dan Ukraina, dan bagaimana kita sebagai mahasiswa menanggapi
konflik yang sedang dialami oleh negara Russia dan Ukraina..
Tujuan penulisan Tugas Makalah Sosiologi dan Politik ini adalah untuk menyelesaikan
tugas yang telah diberikan oleh dosen mata kuliah sosiologi dan politik.
Kami selaku penulis menyadari bahwa Tugas Makalah Sosiologi dan Politik ini jauh dari
kesempurnaan untuk itu, diharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk lebih baik
dimasa yang akan datang.
Akhir kata semoga Tugas Makalah Sosiologi dan Politik ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca pada umumnya dan terutama bagi kami selaku penulis.
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Negara sebagai salah satu subyek hukum internasional memegang peranan penting dalam
pencapaian keinginan akan perdamaian yang kekal dan abadi yang menjadi impian
masyarakat internasional. Sama halnya dengan subyek hukum internasional lainnya, negara
juga diberi hak dan kewajiban agar dapat menjalankan perannya dengan baik. Peran negara
yang mendasar adalah melindungi hak-hak warga negaranya dan menjaga keutuhan
wilayahnya. Yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai negara Rusia dan Ukraina.
Ukraina terletak di tenggara Eropa dan merupakan negara terbesar di Benua Eropa dengan
luas wilayah sebesar 603,628 km². Oleh karena itu, Ukraina menjadi negara perbatasan
terbesar di benua Eropa. Hampir secara keseluruhan Ukraina terdiri dari dataran dan
menghabiskan sebagian besar dataran Eropa Timur.
1 Dalam sejarahnya, Ukraina pernah berada di bawah kekuasaan Republik Uni Soviet
setelah Perang Dunia II dan kemudian memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 24
Agustus 1991, tepatnya setelah pembubaran Uni Soviet. Tanggal tersebut kemudian
diperingati sebagai hari Kemerdekaan Ukraina. Pada bulan Maret 2014, terjadi pencaplokan
wilayah Krimea di Ukraina oleh Republik Rusia, sehingga mengakibatkan peperangan antara
Ukraina dan Rusia di Donbass, yang mana hal tersebut kian membuat konflik domestik di
Ukraina semakin memanas.
2 Konflik dalam negeri yang terjadi di Ukraina sampai saat ini masih terus bergulir.
Presiden Yanukovich justru menandatangani kesepakatan kerja sama ekonomi dengan Rusia
yang berisikan komitmen Rusia untuk segera melakukan investasi sebanyak puluhan miliar
dollar AS di Ukraina. Setelah pemerintahan Ukraina yang dipimpin oleh Yanukovych
terguling, Petro Poroshenko yang pro-Barat dilantik sebagai presiden yang baru. Pada rezim
baru ini, Ukraina memilih untuk bersikap pro-Barat dan Uni Eropa serta menunjukkan sikap
represif dengan melarang penggunaan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi di Ukraina Timur.
Hal tersebut mendapat kecaman dari Rusia dan masyarakat yang tidak menyetujui sikap
tersebut, khususnya dalam hal kerja sama dengan Uni Eropa dan negara-negara Barat.
Pihak-pihak yang tidak menyetujui adalah masyarakat pro-Rusia yang bertempat tinggal di
wilayah Krimea, Ukraina Timur atau Selatan. Pihak masyarakat yang bersikap pro-Rusia di
Krimea tersebut melakukan demonstrasi sebagai wujud atas rasa kekecewaan terhadap
Presiden Poroshenko yang sangat kooperatif dengan pihak Barat dan Uni Eropa. Kemudian,
berbagai aksi protes membesar dan berubah menjadi gerakan separatisme pro-Rusia yang
dimulai di wilayah Krimea. Krimea adalah sebuah wilayah otonom Ukraina yang dihuni oleh
penduduk yang mayoritas merupakan keturunan Rusia dan berbahasa Rusia. Lalu, keinginan
dari gerakan 3 separatis pro-Rusia di Krimea semakin kuat untuk melakukan pemisahan
wilayah. Karena alasan ekonomi, strategis, maupun etnis, Rusia secara mengejutkan
melakukan aneksasi atas wilayah Krimea. Kemudian, berbagai aksi protes membesar dan
berubah menjadi gerakan separatisme pro-Rusia yang dimulai di wilayah Krimea. Krimea
adalah sebuah wilayah otonom Ukraina yang dihuni oleh penduduk yang mayoritas
merupakan keturunan Rusia dan berbahasa Rusia. Lalu, keinginan dari gerakan 3 separatis
pro-Rusia di Krimea semakin kuat untuk melakukan pemisahan wilayah. Karena alasan
ekonomi, strategis, maupun etnis, Rusia secara mengejutkan melakukan aneksasi atas
wilayah Krimea.
3 Setelah aneksasi Krimea tersebut, pada 16 Maret 2014, Rusia mengadakan referendum
terhadap warga Krimea untuk melegalkan tindakannya.4 Hasil referendum yang disponsori
Rusia tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 95% warga Krimea memilih berpisah dengan
Ukraina dan bergabung bersama Rusia. Tindakan tersebut dikecam oleh pihak barat karena
dianggap ilegal dan sepihak. Selanjutnya gerakan separatis ini meluas ke wilayah Donetsk
dan Luhansk yang secara geografis terletak dekat dengan perbatasan Rusia sehingga pada
bulan April 2014, wilayah administrasi Donetsk dan Luhansk di Ukraina Timur berhasil
dikuasai oleh gerakan separatis pro-Rusia dengan ambisi untuk menjaga keamanan dan
keselamatan penduduk Donetsk dan Luhansk yang secara mayoritas berkebangsaan Rusia
tersebut. Pemerintah Ukraina pun kemudian mengirimkan pasukan militernya ke wilayah
Ukraina Timur untuk mempertahankan integritas teritorial negaranya agar tidak jatuh ke
tangan pemberontak pro-Rusia.5 Pertempuran militer yang sengit antara pemerintah dan
gerakan separatis pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk ini telah memakan korban
lebih dari 4.800 orang yang tercatat pada April 2014.6 Hampir sepertiga orang yang terkena
dampak konflik di Ukraina, termasuk diantaranya orang-orang yang terlantar, orang-orang
yang baru pulang kembali ke Ukraina, dan penduduk di wilayah konflik di bagian timur
Ukraina, mereka merupakan orang tua yang berada dalam kondisi sulit, tidak memiliki
sumber daya untuk menunjang kehidupan mereka sendiri, dan tidak memiliki cukup
makanan, bahan bakar, pakaian musim dingin, atau obat-obatan, serta tidak mampu untuk
memperbaiki rumah mereka yang rusak akibat penembakan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan antara negara Rusia dan Ukraina ?
2. Adakah konflik yang sedang dialami oleh negara Rusia dan Ukraina ?
3. Bagaimana kita sebagai mahasiswa menanggapi konflik yang sedang dialami oleh
negara Rusia dan Ukraina ?

BAB II
Pembahasan
2.1. Hubungan Antara Rusia dan Ukraina

Hubungan Rusia dan Ukraina memiliki sejarah perjalanan yang sangat panjang. Ukraina
sangat berperan penting dalam lahirnya kekaisaran Rusia pada abad ke 9, hal ini menjadikan
Ukraina sebagai maskot para Tsar Rusia sehingga masa keruntuhan akibat Revolusi Bolshevik
tahun 1917. Pada abad ke 16 Ukraina pernah dikuasai oleh Polandia dibawah Dinasti Rumanov,
Rusia membantu membebaskan rakyat Ukraina dari dominasi Polandia yang terjadi pada tahun
1648. Hubungan antara Rusia dan Ukraina pada periode Uni Soviet dalam rangkaian sejarah
Rusia. Pada mulanya Ukraina sempat mendapatkan kemerdekaannya pada tanggal 25 Januari
1918, akibat dari Perang Saudara yang terjadi pada tahun1918 – 1920 membuat Ukraina
mendeklarasikan dirinya untuk bergabung dengan Uni Soviet (USSR – Union of Soviet Socialist
Republics). Uni Soviet secara resmi didirikan oleh Vladimir Ilyich Ulyanov (Lenin) pada tanggal
30 Desember 1922. Dalam perkembangannya terdapat 15 negara yang berasal dari Rusia, Asia
Tengah, Eropa Timur, Negara Baltik, dan Kauskasus Selatan yang turut bergabung dalam negara
Federasi Uni Soviet yakni : Armenia, Azerbaijan, Belarus, Estoni, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan,
Latvia, Lithuania, Moldova, Rusia, Tajikiztan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan. Pada masa
Uni Soviet antara Rusia dan Ukraina secara tidak langsung telah terlibat hubungan diplomatik,
namun kedau negara tersebut juga pernah terlibat dalam sebuah konflik.

2.2. Sejarah Hubungan Antara Rusia dan Ukraina di Era Uni Soviet

Rusia dan Ukraina memiliki sejarah yang sangat kuat pada masa lampau. Pada tahun 879
M kerajaan Rusia yang dipimpin oleh pangeran Oleg meluaskan pemerintahannya hingga ke
wilayah utara dan menguasai Kiev. Pangeran Oleg selanjurnya mempersatukan Novgorod dan
Kiev, dan menamakan kerajaan ini dengan sebutan Rus Kiev. Kota Kiev ditempatkan sebagai
Ibukota dari kerajaan Rus Kiev. Namun di abad ke -12, pangeran Rus Kiev mendapat
serangan dari bangsa Mongol. Serangan tersebut menyebabkan keruntuhan Rus Kiev hingga
akhirnya terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil. Pada tanggal 14 Mei 1896 dinobatkan
Nicholas II (Nikolai Alexandrovich Romanov) sebagai Tsar dalam Kekaisaran Rusia. Ia adalah Tsar
terakhir dalam Kekaisaran Rusia. Pada kepemimpinannya, kebencian rakyat semakin memuncak
akibat tindakan otoriter yang dilakukan Tsar Nicholas II ditambah lagi keluarga Romanov telah
memerintah Rusia melalui hak turun temurun selama tiga abad. Rakyat turun ke jalan
menuntut turunnya Tsar Nicholas II dari kursi pemerintahannya. Revolusi pun pecah pada
tahun 1917 yang menyebabkan runtuhnya kekaisaran Rusia. Setelah runtuhnya kekaisaran
Rusia, Rusia dan Ukraina menjadi negara serikat yang terbentuk Republik Sosialis Federasi
Soviet. pada 28 Desember 1922 sebuah kenferensi di hadiri oleh delegasi berkuasa penuh yang
berasal dari RSFS Rusia dan RSFS Transkaukasia, RSFS Ukraina dan RSFS Belarusia menyetujui
pendirian Persatuan Republik Sosialis Soviet (Uni Soviet) diakui oleh Imperium Inggris. Uni
Soviet tergabung dalam blok keamanan sekutu dan memiliki andil besar selama perang dunia
ke II. Berakhirnya perang dunia ke II pada tahun 1947 yang dimenangkan oleh pihak sekutu,
membawa Amerika Serikat dan Uni Soviet tampil sebagai negara Superpower. Namun kedua
negara ini juga mempunyai perbedaan dalam pandangan ideologi. Amerika Serikat dengan
paham kapitalis – liberal sedangkan Uni Soviet dengan ideologi Komunis. Perbedaan ini
membawa kedua negara ini berseteru dan memicu terjadi Perang Dingin. Perang Dingin ini
berakhir dengan kekalahan Uni Soviet dari Amerika Serikat. Kekalahan ini menyebabkan
runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 dan diikuti dengan berdirinya negara – negara bagian
yang ada di Uni Soviet sebagai negara yang merdeka. Salah satu negara tersebut adalah Ukraina
yang mengdeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 24 Agustus 1991. Walaupun telah
memperoleh kemerdekaannya dari Uni Soviet, Ukraina masih berada dibawah pengaruh Rusia.
Namun pada tahun 1920 Lenin membuat beberapa kebijakan baru dalam menarik simpati
masyarakat Ukraina untuk mendukung pemerintahannya, seperti pembaharuan pertanian
Ukraina, kebijakan mendukung penggunaan bahasa Ukraina dalam bahasa keseharian
(Ukranisasi) dan pemngembangan nilai – nilai kebudayaan nasional Ukraina di Uni Soviet.
namun kebijakan – kebijakan tersebut seketika dihapuskan ketika terjadi transisi kepemimpinan
dari Lenin yang meninggal pada tahun 1924 digantikan oleh Joseph Stanlin. Dalam menjalankan
pemerintahannya, Stanlin mendasarkan kebijakannya pada sistem Stanlinis (Stanlinism) yang
menekankan pada pembangunan di bidang persenjataan, industri berat, pengembangan
kualitas tenaga kerja dan pangan. Guna mendukung usaha pengembangan kualitas tenaga kerja
dan pangan, para petani diperas dan dipaksa untuk menyerahkan hasil pertaniaanya2. Pada
kenyataannya kebijakan yang diaplikasikan oleh Stanlin berujung pada tewasnya 7 juta orang
dalam tragedy Holdomor di Ukraina. Sistem Stanlinis kembali merugikan rakyat Ukraina
khususnya kaum Tatar Crimea yang dideportasi paa tahun 1944. Mereka dituduh oleh Polisi
Rahasia (KGB) melakukan pemberontakan dan pengkhianatan terhadap negara. Selain itu
mereka juga dituduh berkolaborasi dengan suku dari bangsa lain seperti ; Chencen, Ingush,
Karachevs, Balkars di Rusia Selatan, Bangsa Polandia, Turku, bangsa – bangsa Ukraina, Belarus
dan bangsa – bangsa di kawasan Baltik di buang secara paksa ke daerah gersang Kazakhstan,
Asia Tengah. Rusia telah menguasai Criema mulai dari abad ke 18 hingga abad ke 20. Pada
tanggal 19 Februari 1954, presidium tertinggi Uni Soviet Nikita Khruschev yang merupakan
keturunan Ukraina mengeluarkan dekrit yang mana menyerahkan otoritas Crimea kepada
Ukraina. hal tersebut merupakan bentuk hadiah atas kesetiannya terhadap Uni Soviet dan juga
menandai 300 tahun Ukraina menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia3. Tragedi nuklir Chernobyl
pada tahun 1986 melahirkan kembali ketidakpuasaan bagi rakyat Ukraina terhadap sistem yang
diterapkan pemerintahan Uni Soviet. Kondisi disamping melahirkan opini bagi Ukraina yang
beranggapan bahwa Rusia telah memperpanjang ekspansinya ke wilayah Ukraina melalui Uni
Soviet yang berujung pada hilangnya kebudayaan Ukraina secara bertahap. Ketika dibawah
kendali Mikhail Gorbachev harapan untuk hidup sejahtera lahir kembali bagi masyarakat Uni
Soviet. Melalui program Perestorika, ia berupaya mengaplikasikan ideologi sosialis dalam
kehidupan bermasyarakat. Namun pada masa awal kehancuran Uni Soviet salah satu
contoh kecil dari efek negative diberlakukannya Perestorika dalam kehidupan politik yakni
lahirnya gerakan nasionalisme dan separatisme di beberapa Republik, hal tersebut memicu
sebagian republik yang berada dalam naungan Uni Soviet untuk mendeklarasikan
kemerdekaanya. Uni Soviet diambang kehancurannya setelah melihat beberapa faktor yakni :
maraknya konflik etnis yang terjadi di beberapa republic dan semakin merosotnya
perekonomian yang berujung pada instabilitas politik Uni soviet sampai terjadinya upaya
kudeta terhadap Gorbachev. Berdasarkan kondisi tersebut Gorbachev mengambil inisiatif untuk
mengumpulkan pimpinan republika Soviet guna membentuk ekonomi dan membicarakan lebih
lanjut masa depan negara federasi. Namun Ukraina menolak untuk ikut bagian dalam rencana
Gorbachev. Usaha Gorbachev untuk membentuk uni baru gagal ketika melihat sikap Ukraina
yang menyelenggarakan referendum pada tanggal 1 Desember 1991 yang menetapkan Leonid
M. Kravchuk sebagai presiden terpilih. Peristiwa tersebut semakin memicu hancurnya Uni
Soviet. Boris Yeltsin yang merupakan pemimpin Rusia berinisiatif untuk membentuk
Commontwealth of Independent States (CIS) dengan mengundang 2 pemimpin dari republic
Soviet lain yakni : Leonid Kravchuk (Ukraina SSR), dan S. Shushkevich (Belarus SSR). Pada
tanggal 8 Desember 1991 CIS resmi dideklarasikan dan dalam berjalannya waktu para
pemimpin dari 8 republik lainnya ikut menandatangani deklarasi tersebut. Mikhail Gorbachev
secara resmi mengundurkan diri sebagai presiden Uni Soviet pada tanggal 24 Desember
1991 yang secara otomatis mengakhiri eksistensi Uni Soviet dalam perpolitikan internasional.
Lahirnya CIS tidak secara langsung menghilangkan dominasi Rusia terhadap Ukraina, karena
pada dasarnya Ukraina masih dalam satu lingkup organisasi dengan Rusia yaitu CIS.

2.3. Hubungan Antara Rusia dan Ukraina Pasca Runtuhnya Uni Soviet

Setelah runtuhnya Uni Soviet, Rusia dan Ukraina berdiri sendiri dan menjadi negara yang
merdeka kedua negara tersebut saling mengakui kedaulatan antar negara masing - masing.
Pada tanggal 14 Februari 1992, Rusia dan Ukraina mendirikan hubungan diplomatik antar
dengan penandatanganan protokol pembentukan hubungan diplomatik antar kedua. Rusia dan
Ukraina mengirimkan duta besar negaranya sebagai bentuk hubungan diplomatik. Pada
tanggap 31 Mei 1997 disepakati bersama mengenai Perjanjian Persahabatan, Kerjasama dan
Kemitraan antara Rusia dan Ukraina. Dalam kesepakatan 1997 tersebut ada 380 dokumen yang
ditandatangani oleh kedua negara. Kesepakatan tersebut juga melahirkan hubungan bilateral
dalam bidang sosial, militer, ekonomi, dan politik. Namun kerjasama ekonomi yang paling
memainkan peran penting dalam hubungan kedua negara ini. Namun pada tahun 2004, terjadi
rangkaian protes dan even politik yang terjadi di Ukraina mulai akhir November 2004 hingga
Januari 2005. Demonstrasi besar – besaran di Ukraina ini terjadi karena korupsi yang melilit
selama bertahun – tahun pemerintahan presiden Leonid Kuchma. Hal ini menyebabkan
presiden Ukraina Leonid Kuchma harus mengundurkan diri dan digantikan oleh presiden Viktor
Yuschenko yang memenangkan pemilihan presiden pada tahun 2005. Sejak saat itu hubungan
politik antara Rusia dan Ukraina sering kali mengalami pasang surut. Hal ini dikarenakan Viktor
Yuschenko yang lebih mengarahkan hubungannya dengan barat dan mengurangi peran Rusia
dalam hubungan kemitraannya. Hubungan antara Rusia dan Ukraina mulai menegang. Hal ini
terkait dengan kebijakan – kebijakan yang diambil oleh Viktor Yuschenko. Salah satunya
adalah keinginan Ukraina untuk menjadi anggota Uni Eropa. Rusia merupakan produsen dan
ekspotir utama minyak dan gas alam untuk Eropa termasuk Ukraina. Ukraina mengkonsumsi
gas Rusia sebesar 60 % dan sisanya berasal dari Norwegia, Inggris, Belanda, dan Jerman. Untuk
Ukraina, Rusia memberikan harga gas murah di bawah harga pasar negara – negara Eropa.
Rusia memberikan tarif murah dikarenakan Ukraina merupakan bekas negara satelitnya. Selain
itu, Ukraina juga merupakan jalur transit gas Rusia ke Eropa. Rusia menganggap Ukraina
sebagai mitra pentingnya dalam mengirim gas ke Eropa. Dengan adanya tarif gas khusus yang
diberikan Rusia, Ukraina semakin bergantung pada kebutuhan gas Rusia. Namun pada tahun
2006 Rusia dan Ukraina terlibat dalam sengketa pasokan gas. Sengketa berawal dari ketika
perusahaan gas asal Rusia Gazprom pada tanggal 1 Januari 2006 menghentikan pasokan gas
ke Ukraina, karena Rusia menaikan harga gas ekspor ke Ukraina. Permasalahan berlanjut
ketika perusahaan Gazprom mulai memangkas volume pengirimannya dikarenakan Ukraina
tidak sanggup membayar hutang beserta dendanya. Melihat inkonsistensi perusahaan
Gazprom untuk menghentikan pengiriman gasnya ke pasar Ukraina. Kondisi tersebut
berdampak pada terhambatnya ekspor gas ke Ukraina dan menurunnya persediaan gas di
Eropa. Pasang surut kedua negara tersebut berlanjut dalam krisis Georgia terkait disintegrasi
Ossetia Selatan dan Abkhazia tahun 2008. Rusia menerapkan intervensi melawan pemerintahan
Georgia yang bersekutu dengan barat dan AS dalam melarang upaya disintegrasi yang dilakukan
oleh masyarakat Ossetia Selatan dan Abkhazia. Armada Laut Hitam merupakan salah satu
alternative bagi Rusia dalam membantu masyarakat Ossetia Selatan dan menghadapi militer
Georgia. Dalam waktu yang bersamaan penggunaan Armada Laut Hitam oleh Rusia mendapat
pertentangan dark Ukraina. pasalnya antara Rusia dan Ukraina telah membuat aturan bersama
terkait dengan mobilitas Armada Laut Hitam di wilayah Ukraina, Sevastopol. Sedangkan misi
Rusia dalam membantu upaya disintegrasi wilayah Ossetia Selatan dan Abkhazia dengan
menggunakan Armada Laut Hitam bertentangan dengan regulasi yang telah disepakati
bersama. Kondisi tersebut memicu memburuknya hubungan antara Rusia dan Ukraina. Rusia
menuduh Ukraina berada di balik pasukan militer Georgia. Kepala Deputi Staf Umum Rusia,
Kolonel Jenderal Anatoly Nogovitsyn mengatakan bahwa terdapat spesialis Ukraina yang
membantu memasang jaringan komunikasi militer di Georgia. Ditambah tuduhan bahwa

Ukraina memasok senjata Ofensif termasuk roket yang digunakan militer Georgia dalam
menyerang Ossetia Selatan. Tuduhan tersebut langsung dibantah oleh Kementrian Pertahanan
Ukraina, ia mengkonfirmasi bahwa tidak terdapat personil militer Ukraina ditempat terjadinya
konflik.

2.4. Hubungan Bilateral Rusia dan Ukraina

Hubungan bilateral Rusia dan Ukraina berjalan semenjak tahun 1991 setelah
pembubaran Uni Soviet. Rusia memiliki kedutaann besar di Kiev dan konsulat di Kharkiv, Lviv,
dan Odessa dan Ukraina memiliki kedutaan besar di Moskow dan konsulat di Rostov – on –
Don, Saint Petersburg, Yekaterinburg, Tyumen dan Vladivostok5. Selain itu, kepala
pemerintahan dari Rusia, Ukraina dan Belorussia menyatakan berdirinya Commonwealth of
Independent States (CIS), sebuah persemakmuran negara – negara bekas Uni Soviet kecuali tiga
negara Baltik dan Georgia. Hal ini menjadikan Ukraina berada dalam satu keorganisasian
dengan Rusia. Pada tahun 1990 terjadi sebuah perseteruan antara Ukraina dan Rusia. Hal itu
mengenai kota Sevastopol, bersama pangkatannya untuk Armada Laut Hitam. Tidak seperti
Semenanjung Crimea, kota Sevastopol membawa kedudukan khusus dalam Uni Soviet, disana
terdapat 30 pelabuhan perairan dalam yang terlindungi dari angina dan beberapa diantaranya
tertanam sedalam delapan kilometer menembus bantuan. Itulah yang membuat Sevastopol
menjadi pangkalan utama angkatan laut Rusia di Laut Hitam selama bertahun – tahun. Setelah
Uni Soviet membubarkan diri seluruh kota disekitar Ukraina berpartisipasi dalam referendum
nasional untuk kemerdekaan Ukraina dimana 58 % penduduknya memilih untuk turut
mendukung negara Ukraina, namun Rusia tidak ingin kota Sevastopol jatuh ketangan Ukraina
dan memilih untuk merebut kembali kota tersebut sebagai wilayahnya. Setelah beberapa tahun
perundingan intensif, pada tahun 1997 seluruh masalah itu diselesaikan dengan membagi
Armada Laut Hitam dan penyewaan beberapa pangkalan angkatan laut di Sevastopol untuk
Angkatan Laut Rusia sampai 2017. Berdasarkan TraktatPersahabatan, Kerjasama dan
Kemitraan yang ditandatangani oleh Moskow dan Kiev pada 1997, Rusia mengakui
status Sevastopol sebagai bagian dari Ukraina dan keabsahan perbatasan Ukraina, sementara
Ukraina member rusia hak untuk mempertahankan pangkalan angakatan laut Sevastopol dan
boleh menempatkan Armada Laut Hitam di Crimea hingga 2017. Armada Laut Hitam terdiri dari
25.000 anggota angkatan perang, tidak termasuk staf sipil yang diperkerjakan di fasilitas
armada. Secara keseluruhan, termasuk keluarga mereka, terdapat lebih dari 100.000 orang
tinggal disana7. Menurut perjanjian antara Rusia dan Ukraina tentang keberadaan Armada Laut
Hitam Rusia di wilayah Ukrain, Rusia boleh menempatkan 388 kapal (termasuk 14 kapal selam
diesel) di perairan wilayah Ukraina dan di darat, kapan pun. Selain itu, Rusia juga diizinkan
menempatkan 161 pesawat di lapangan terbang sewaan di Gvardeiskoye (sebelah utara
Simferopol) dan Sevastopol. Perjanjian awal di tandatangani untuk periode 20 tahun. Perjanjian
tersebut akan otomatis diperpanjang untuk periode lima tahun kecuali salah satu pihak secara
tertulis memberi tahu pihak lain tentang keputusan untuk mengakhiri perjanjian setahun
sebelumnya. Pada 2010, perjanjian kedua ditandatangani di Kharkiv. Perjanjian tersebut
memperpanjang masa keberadaan Armada Laut Hitam Rusia di Sevastopol hingga 2042.
Rusia membayar US$ 98 juta setahun pada Ukraina untuk menyewa pangkalan angkatan laut di
Crimea tersebut. Selain itu, menurut perjanjian Kharkiv, Rusia member potongan harga bahan
bakar untuk Ukraina sebesar US$ 100 per ton. Selain lewat sebagai perjanjian, hubungan
Ukraina dan Rusia juga dipertegas lewat permasalahan pasokan energi. Hal tersebut
dikarenakan beberapa pipa minyak dan gas Rusia ke Eropa Barat berjalan melalui Ukraina. Rusia
sebagai pemasok gas alam terbesar ke Eropa bergantung pada Rusia akan stok gas dinegaranya.
Menurut perjanjian jangka panjang antara Rusia dan Ukraina, sampai tahun 2013 Rusia akan
mengangkut sekitar 130 miliar m3 gas alam melalui sistem transportasi gas Ukraina. Sebagai
gantinya, Ukraina mendapat sekitar 24 miliar m3 gas alam. Para ahli mengatakana bahwa
Federasi Rusia akan bergantung pada jaringan pipa gas Ukraina selama 20 tahun. Selain itu,
saham Rusia juga bergantung pada Ukraina. walaupun ekspor Ukraina mengalami penurunan
dari 26.2 % pada tahun 1997 menjadi sekitar 23 % pada tahun 1998 – 2000, porsi impor
tetap stabil di 45 – 50 % dari total. Secara keseluruhannya, antara sepertiga dan setengah
dari perdagangan Ukraina adalah dengan Federasi Rusia. Ketergantungan yang khususnya kuat
dalam energi. Sampai 70 -75 % gas per tahun dikonsumsi dan hampir 80 % tentang minyak asal
Rusia. Rusia juga pasar primer Ukraina untuk logam besi, pelat baja dan pipa, mesin listrik,
peralatan mesin, makanan, dan produk tentang industri kimia. Ini telah menjadi pasar harapan
untuk nilai tambah tinggi barang Ukraina. Pada saat yang sama, dan meskipun terjadi
perlambatan postocommunist, Rusia keluar sebagai investor terbesar keempat di
perekonomian Ukraina setelah Amerika Serikat, Belanda, dan Jerman, yang telah memberikan
kontribusi sekitar US$ 150,6 Juta dari US$ 2047 juta investasi modal asing Ukraina yang
diperoleh dari semua sumber pada tahun 1998. Selama terciptanya kesepakatan antara Rusia
dan Ukraina dalam menyelesaikan segala sengketa, Rusia tidak ada masalah dengan Ukraina.
namun sampai pada upaya terakhir Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO,
kerjasama antar kedua negara ini mulai merenggang. Meskipun Presiden Ukraina Yuschenko
meyakinkan Rusia bahwa bergabung dengana NATO tidak dimaksudkan sebagai tindakan anti
Rusia, dan Putin mengatakan bahwa Rusia akan menyambut keanggotaan Ukraina di Uni
Eropa. Namun seluruh pihak di Rusia memandang keputusan Ukraina tersebut sebagai
perubahan yang tentu saja mengenai pro Barat dan orientasi anti Rusia. Karena itu adalah
tanda permusuhan dan mengakibatkan penurunan persepsi Ukraina di Rusia. Hubungan Rusia
dan Ukraina mulai membaik kembali semenjak pemilu presiden Ukraina pada Februari 2010,
dimana telah terpilih seorang pro Rusia, Viktor Yanukovych sebagai pemilik suara terbanyak.
Vladimir Putin, presiden Rusia langsung menganak emaskan Ukraina dan bersahabat dengan
Yanukovych. Hal ini dibuktikan saat Putin menandatangani kesepakatan dana talangan sebesar
US$15 miliar (sekitar Rp 1771.18 triliun) untuk menghadapi krisis ekonomi di Eropa kepada
Ukraina lewat pertemuan pada 17 Desember 2010 di Moskowa, Rusia. Dibalik kesepakatan ini
juga terselip permintaan Putin kepda Yanukovych untuk mengabaikan Perjanjian Asosiasi
dengan Uni Eropa yang akan dilakukan di Eastern Partnership Summit di Vilnius, Lituania.
Namun ternyata persekutuan Ukraina dan Rusia tersebut memicu kekecewaan rakyat Ukraina
yang akhirnya melakukan demonstrasi besar – besaran untuk melengserkan Presiden Viktor
Yanukovych. Pihak Rusia langsung secara keras menentang pelengseran Yanukovych hingga
pada 1 Maret 2014, Rusia mengadakan maneuver dengan menuntut dan memenangkan
persetujuan parlemen negaranya untuk menginvasi Ukraina.

2.5. Konflik yang Sedang Dialami oleh Rusia dan Ukraina

Konflik dimulai ketika Victor Yanukovych, Presiden Ukraina, menolak perjanjian asosiasi
dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow. Para pengunjuk rasa
menggulingkannya dalam ‘Revolusi Martabat (Revolution of Dignity).’ Sebagai imbalannya,
Rusia mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina dan mendukung pemberontakan separatis
Ukraina timur. Setelah itu, mereka menyerang Donbas yang merupakan jantung industri negara
Ukraina. Lebih dari 14.000 orang kehilangan nyawanya dalam konflik bersenjata antara pasukan
Ukraina dan separatis yang didukung Rusia. Ukraina dan Barat menuduh Rusia mengerahkan
pasukan dan mengirim senjata ke pemberontak, lalu tuduhan ini dibantah oleh Rusia. Namun,
Rusia mengecam keras Amerika Serikat (AS) dan NATO karena membantu Ukraina dengan
senjata dan latihan militer bersama. Presiden Putin juga menyatakan keprihatinan atas rencana
beberapa anggota NATO untuk mendirikan pusat pelatihan militer di Ukraina karena akan
memfasilitasi pijakan militer di kawasan itu bahkan tanpa Ukraina bergabung dengan NATO.
Rusia dalam tuntutan keamanannya mengatakan bahwa mereka tidak ingin Ukraina menjadi
negara anggota NATO dan ingin menghentikan semua latihan NATO di dekat perbatasannya,
serta penarikan pasukan NATO dari Eropa Tengah dan Timur. Perlu dicatat bahwa masuknya
Ukraina ke NATO akan membutuhkan persetujuan bulat dari 30 negara anggotanya. Selain itu
juga, Rusia memandang Ukraina sebagai bagian dari ‘lingkup pengaruhnya’ sebuah wilayah,
bukan negara merdeka. Namun, AS dan NATO telah menolak tuntutan Rusia. Barat mendukung
Ukraina dan berjanji akan menyerang Rusia secara finansial jika pasukannya maju ke Ukraina.
Berikut rincian konflik antara rusia dan ukraina :

November 2021

Gambar satelit menunjukkan penumpukan baru pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina,
dan Kyiv mengatakan Moskow telah memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan
perangkat keras militer lainnya.

7 Desember 2021

Joe Biden, Presiden AS, memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi Barat jika menyerang
Ukraina.

17 Desember 2021

Rusia mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat, termasuk bahwa NATO
menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina serta NATO tidak pernah
menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.

3 Januari 2022

Presiden AS, Biden, meyakinkan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, bahwa AS akan
‘menanggapi dengan tegas’ bila Rusia menginvasi Ukraina. Kedua pria itu berbicara di telepon
untuk membahas persiapan serangkaian pertemuan diplomatik yang akan datang guna
mengatasi krisis tersebut.

10 Januari 2022

Pejabat AS dan Rusia bertemu di Jenewa untuk pembicaraan diplomatik tetapi perbedaan tetap
tidak terselesaikan karena Moskow mengulangi tuntutan keamanan yang bagi Washington
tidak dapat diterima.

24 Januari 2022

NATO menempatkan pasukan dalam keadaan siaga dan memperkuat kehadiran militernya di
Eropa Timur dengan lebih banyak kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat mulai
mengevakuasi staf kedutaan yang tidak penting dari Kyiv. Kemudian, AS menempatkan 8.500
tentara dalam siaga.

26 Januari 2022

Washington menyajikan tanggapan tertulis terhadap tuntutan keamanan Rusia, mengulangi


komitmen terhadap kebijakan ‘pintu terbuka’ NATO sambil menawarkan ‘evaluasi yang
berprinsip dan pragmatis’ atas keprihatinan Moskow.
27 Januari 2022

Presiden AS, Biden, memperingatkan kemungkinan invasi Rusia pada Februari. China
memberikan bobot politiknya di belakang Rusia dan memberi tahu AS bahwa ‘masalah
keamanan sah’ Moskow harus ‘dianggap serius.’

28 Januari 2022

Vladimir Putin, Presiden Rusia, mengatakan tuntutan keamanan utama Rusia belum ditanggapi
tetapi Moskow siap untuk terus berbicara. Presiden Ukraina, Zelensky, memperingatkan Barat
untuk menghindari menciptakan ‘kepanikan’ yang akan berdampak negatif terhadap
perekonomian negaranya.

31 Januari 2022

AS dan Rusia berdebat tentang krisis Ukraina pada sesi tertutup khusus Dewan Keamanan
PBB. Linda Thomas-Greenfield, Duta Besar AS untuk PBB, mengatakan kepada dewan bahwa
invasi Rusia ke Ukraina akan mengancam keamanan global. Vasily Nebenzya, Utusan Rusia
untuk PBB, menuduh Washington dan sekutunya mengobarkan ancaman perang meskipun
Moskow berulang kali menyangkal rencana invasi. “Diskusi tentang ancaman perang sangat
provokatif. Anda hampir menyerukan ini. Anda ingin itu terjadi,” kata Nebenzya.

1 Februari 2022

Putin membantah merencanakan invasi dan menuduh AS mengabaikan tuntutan keamanan


negaranya. “Sudah jelas bahwa kekhawatiran mendasar Rusia akhirnya diabaikan,” tegasnya.

6 Februari 2022

Rusia telah membangun 70 persen dari pembangunan militer yang dibutuhkan untuk
meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina, berdasarkan pernyataan pejabat Amerika yang
dikutip secara anonim di media AS.

8 Februari 2022

Emmanuel Macron, Presiden Prancis, bertemu Putin untuk pembicaraan maraton di Moskow
dan mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia tidak akan meningkatkan krisis Ukraina.
Namun, juru bicara, Kremlin Dmitry Peskov, membantah bahwa Macron dan Putin mencapai
kesepakatan untuk mengurangi eskalasi krisis. Peskov mengatakan bahwa “Dalam situasi saat
ini, Moskow dan Paris tidak dapat mencapai kesepakatan apapun.”

10 Februari 2022
Liz Truss, Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris dan Sergey Lavrov, Menlu Rusia mengadakan
pembicaraan tanpa hasil. Konferensi pers yang dingin, Lavrov menggambarkan pertemuan itu
sebagai ‘percakapan antara orang bisu dan tuli.’ Dia menambahkan bahwa ‘fakta’ yang disajikan
oleh timnya pada krisis ‘memantul’ rekan-rekan Inggris mereka. Truss, yang memperingatkan
sanksi keras Barat jika Ukraina diserang, menantang Lavrov tentang pernyataannya bahwa
penumpukan pasukan dan persenjataan Rusia tidak mengancam siapa pun.

11 Februari 2022

Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Biden, mengatakan intelijen AS menunjukkan invasi
Rusia dapat dimulai dalam beberapa hari, sebelum Olimpiade Beijing berakhir pada 20 Februari.
Pentagon memerintahkan tambahan 3.000 tentara AS untuk dikirim ke Polandia buat
meyakinkan sekutu. Sementara itu, sejumlah negara menyerukan warganya untuk
meninggalkan Ukraina, dengan beberapa peringatan bahwa evakuasi militer tidak akan dijamin
bila terjadi perang.

12 Februari 2022

Biden dan Putin mengadakan pembicaraan melalui konferensi video. Presiden AS mengatakan
invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan ‘penderitaan manusia yang meluas’ dan bahwa
Barat berkomitmen pada diplomasi untuk mengakhiri krisis tetapi ‘sama siap untuk skenario
lain.’ Putin mengeluh dalam seruan itu bahwa AS dan NATO belum menanggapi secara
memuaskan tuntutan Rusia agar Ukraina dilarang bergabung dengan aliansi militer dan NATO
menarik mundur pasukan dari Eropa Timur.

2.6. Tanggapan Indonesia dalam Menanggapi Konflik yang Dialami Rusia dan Ukraina

Indonesia konsisten dengan prinsip bebas aktif menyikapi krisis yang terjadi di Ukraina. Hal itu
disampaikan Direktur Eropa II Kementerian Luar Negeri Winardi Hanafi Lucky.

"Bebas aktif bukan berarti netral aktif tetapi juga memberikan sumbangan baik dalam bentuk
pemikiran maupun bantuan terhadap penyelesaian konflik," kata Winardi

Dia mengatakan prinsip bebas aktif tidak identik dengan sikap netral. Melainkan bebas bersikap
sesuai dengan kepentingan nasional. Selain itu, sikap Indonesia juga bukan sekadar mengikuti
negara lain. Melainkan berkepentingan menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap
norma hukum internasional. Indonesia akan terus mendorong agar penggunaan kekuatan dapat
dihentikan dan semua pihak dapat menyelesaikan sengketa, kata Winardi.
Tentang perang Rusia dan Ukraina, kata dia, Indonesia menilai bahwa langkah terbaik terhadap
situasi tersebut adalah dengan deeskalasi sehingga proses perundingan dapat berjalan lebih
efektif dan memungkinkan dibukanya jalur kemanusiaan. Pemerintah juga mengimbau
masyarakat untuk mencermati isu Ukraina dengan bijak sehingga tidak menimbulkan
perpecahan di antara sesama bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia, tetap perlu bersatu
untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia. Terkait posisi Indonesia dalam krisis Ukraina,
pemerintah menegaskan bahwa Indonesia tetap menjalin hubungan baik dengan Rusia dan
Ukraina karena kedua negara tersebut adalah sahabat Indonesia, kata Winardi.

BAB III
Penutup
3.1. Kesimpulan

3.2. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai