Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KONFLIK RUSIA-UKRAINA

DISUSUN OLEH
NOVIYANTI TAHU
XII IPS 2

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI BIUDUKFOHO


2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Invasi Rusia ke Ukraina sudah 1 bulan dua Minggu (8/4/2022) sejak
dilancarkan pada 24 Februari 2022 Apabila ditelusuri beberapa tahun kebelakang
ternyata kedua negara yang berkonflik dulunya adalah dua sekutu. Ketika Perang
Dingin terjadi, sebelum 1990, orang-orang Ukraina dan Rusia bersatu dalam sebuah
negara federasi bernama Uni Soviet. Negara komunis yang kuat di zaman itu. Pada
1991, Uni Soviet dan Pakta Warsawa bubar. Di tahun yang sama, Ukraina memberikan
suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum. Presiden
Rusia Boris Yeltsin pada tahun itu, menyetujui hal tersebut. Selanjutnya Rusia,
Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).
Namun perpecahan terjadi. Ukraina menganggap bahwa CIS adalah upaya
Rusia untuk mengendalikan negara-negara di bawah Kekaisaran Rusia dan Uni
Soviet. Untuk meredam ketegangan tersebut kedua negara setuju untuk mengadakan
pertemuan diplomasi pada Mei 1997, Rusia dan Ukraina menandatangani perjanjian
persahabatan. Hal tersebut adalah upaya untuk menyelesaikan ketidaksepakatan.
Hubungan Rusia dan Ukraina memanas lagi sejak 2014. Kala itu muncul
revolusi menentang supremasi Rusia. Massa antipemerintah berhasil melengserkan
mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Kerusuhan bahkan
sempat terjadi sebelum berdamai di 2015 dengan kesepakatan Minsk. Revolusi juga
membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Ini,
mengutip Al-Jazeera, membuat Putin marah karena prospek berdirinya pangkalan
NATO di sebelah perbatasannya. Hal ini juga didukung makin eratnya hubungan
sejumlah negara Eropa Timur dengan NATO. Sebut saja Polandia dan negara-negara
Balkan.
Saat Yanukovych jatuh, Rusia menggunakan kekosongan kekuasaan untuk
mencaplok Krimea di 2014. Rusia juga mendukung separatis di Ukraina timur, yakni
Donetsk dan Luhansk, untuk menentang pemerintah Ukraina. Ukraina menuduh
Rusia mendanai terorisme dua wilayah Ukraina yakni Donetsk dan Luhansk dan
pelanggaran diskriminasi rasial. Rusia tidak menyanggah yurisdiksi ICJ namun Rusia
menyanggah di yurisdiksi materinya, tetapi meskipun begitu perundingan mengenai
disagresi kasus-kasus yang ada antara Rusia dan Ukraina masih belum lanjut karena
masih ada pelanggaran hukum internasional pada Rusia dan Ukraina semenjak invasi.
Sama seperti pasal 33 PBB, secara politik respon Kementrian Luar Negeri Indonesia
menganggap serangan militer Rusia terhadap Ukraina tidak dapat diterima dan dapat
membahayakan politik bebas aktif. Hal ini menyebabkan tidak efektif pada PBB
karena banyak terjadi pelanggaran.
Pada bulan November 2021 beredar isu bahwa Rusia akan menyerang
Ukraina akan apabila masih tetap ingin bergabung dengan NATO maupun Uni Eropa

2
karena menurut Vladimir Putin, Barat (Uni Eropa dan Amerika Serikat) telah
mengkhianati Rusia dengan melanggar komitmen verbal yang dibuat pada akhir
Perang Dingin, bahwa NATO tidak akan memperluas ke timur. Dan pernyataan dari
Presiden Ukraina tentang keinginan untuk bergabung sebagai anggota NATO
membuat Vladimir Putin Presiden Rusia murka dan melancarkan operasi militer ke
negara Ukraina yang mereka sebut sebagai invansi militer. Akibat dari invansi Rusia
tersebut ke Ukraina membuat NATO, Uni Eropa, dan negara-negara pro Ukraina
lainnya ramai-ramai memberi sanksi ekonomi, politik kepada negara Rusia.
Berikut sanksi yang diberikan berbagai negara maupun organisasi
internasional yang pro Ukraina kepada Rusia:
a. Uni Eropa
Uni Eropa telah melarang semua perusahaan yang berbasis di wilayahnya
untuk berdagang atau berinteraksi dengan Rusia di sektor teknologi. Perusahan-
perusahan tersebut dilarang mengekspor teknologi ke perusahaan pengembang
teknologi dan produsen senjata Rusia JSC Kalashnikov. Selain JSC Kalashnikov,
terdapat beberapa perushaan Rusia yang masuk daftar pelarangan EU, antara lain
sebgai berikut: Produsen pembuat senjata, Almaz-Antey Perusahaan pembuat truk,
Perusahaan pengembang teknologi pertahanan. Rostec Produsen pembuat kapal
selam nuklir, Sevmash Perusahaan pembuat kapal United Shipbuilding
Corporation.
b. Amerika Serikat
Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan untuk membatasi penggunaan
layanan dari operator seluler Rusia Rostelecom. Pembatasan tersebut diharapkan
agar Rusia tidak lagi memperoleh pendapatan dari pasar AS. Selain itu, AS
melakukan pembatasan ekspor teknologi kelas tinggi untuk pertahanan dan
keamanan Rusia.
c. Britania Raya
Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengumumkan beberapa sanksi
terhadap Rusia. Salah satu sanksi yang diberikan Inggris adalah pembekuan aset
dua bank terbesar Rusa dan memblokir perusahan-perusahaan Rusia untuk
berbisnis di Inggris. Maskapai penerbangan nasional Rusia Aeroflot juga
mendapatkan larangan terbang dan mendarat di bandara wilayah Inggris.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konflik Rusia-Ukraina
Konflik antara Ukraina dengan Rusia bukanlah hal yang baru saja terjadi. Pada
awalnya Rusia, Ukraina dan Belarus adalah sebuah kesatuan wilayah dengan pusatnya
yang sekarang ini adalah ibukota Ukraina yaitu Kiev. Kemudian wilayah tersebut

3
berkembang setelah penguasa dari Kiev mengadakan perjanjian perdagangan dan
pertambangan dengan Konstantinopel, dan wilayah tersebut dinamakan Kyivan Rus pada
abad 10. Karena perjanjian itu pula, Kyivan Rus mulai menerapkan basis Kristen
Ortodoks dan menolak Katolik Roma yang dibawa oleh orang-orang dari wilayah
tetangganya, Polandia. Konflik mulai terjadi setelah penguasa Kyivan Rus bernama
Yaroslav The Wise wafat dan pecahnya wilayah Kyivan Rus berupa berdirinya
pemerintahan-pemerintahan kecil berdasar agama, ras maupun bahasa.
Perbedaan yang mencolok serta konflik-konflik yang telah terjadi di antara
Ukraina dan Rusia pula mengubah identitas yang awalnya dimiliki bersama oleh kedua
pihak. Rusia menganggap identitasnya adalah sebuah negara yang berprinsipkan Odin
Narod, atau dalam bahasa Rusia berarti “Satu Bangsa” dimana wilayah-wilayah dan
bangsa-bangsa yang dahulunya merupakan kesatuan dari Kyivan Rus (Ukraina dan
Belarusia) adalah bagian dari Rusia yang diharapkan dapat kembali bersatu (Kuzio, 2016,
p. 3). Sementara itu Ukraina menganggap identitasnya sebagai sebuah negara independen
yang memiliki budaya dan bahasanya sendiri serta memiliki keterikatan dengan Eropa
ketimbang dengan Rusia (Kappeler, 2014, pp. 112-114).
Krimea sebagai salah satu dari bagian utama dari konflik Ukraina-Rusia pun
memiliki sejarahnya sendiri. Setelah penyerangan Kekaisaran Mongol pada tahun 1240,
Krimea dikuasai oleh Mongol sebelum dua abad kemudian diserahkan kepada Turki
akibat perang antara Kekaisaran Mongol dengan Ottoman, dan Krimea kembali menjadi
milik Kekaisaran Rusia pada tahun 1783 (Subtelny, 1988, p. 173). Ketika Kekaisaran
Rusia runtuh dan berganti menjadi Uni Soviet serta berlangsungnya Perang Dunia 2,
Krimea termasuk salah satu wilayah yang mengalami gejolak paling keras dikarenakan
perbedaan mencolok antara penduduk Rusia yang mendukung Uni Soviet dengan
penduduk keturunan Mongol (Tatar) yang mendukung Ukraina dan Jerman pada saat itu
(Hall, 2014, p. 52). Yang menyebabkan penduduk Tatar mendapat hukuman pemindahan
paksa menuju Siberia pada masa pemerintahan Joseph Stalin setelah Krimea berhasil
dikuasai kembali oleh Uni Soviet (Subtelny, 1988, p. 483). Pada masa pemerintahan
Nikita Krushchev, Krimea diserahkan kepada Ukraina dalam rangka mempererat
hubungan antar rakyat Ukraina dan Uni Soviet (Goldberg, 1992, p. 2). Krimea pun
menjadi bagian dari Ukraina, dan tetap bertahan walaupun Uni Soviet runtuh pada tahun
1991.

Intervensi militer yang dilakukan Rusia beserta pengumuman resmi bahwa


Krimea menjadi bagian dari Rusia pun ditanggapi secara beragam dari berbagai negara.
Reaksi pertama adalah dari Ukraina yang tidak menerima akan lepasnya Krimea berupa
pernyataan dari Perdana Menteri Sementara Ukraina Arseniy Yatsenyuk tentang Rusia
yang telah merampok Krimea dimana sejatinya merupakan milik Ukraina (Smith &
Eshchenko, 2014).
Kedua, PBB bereaksi melalui Sekretaris Jenderal Ban Ki Moon dengan ucapan
dukacita dan kekecewaannya atas perilaku Rusia terhadap Ukraina berupa intervensi

4
kedaulatan Ukraina dan aneksasi (UN News Centre, 2014), serta atlas negara resmi dari
PBB masih menyertakan Krimea sebagai bagian dari negara Ukraina.
Presiden Vladimir Putin pada 24 Februari 2022 memerintahkan operasi militer
khusus di wilayah Ukraina dan mengatakan kepada militer Ukraina agar mereka
menjatuhkan senjata. Putin menegaskan bahwa Rusia akan langsung merespons jika ada
pasukan asing yang berusaha menghalangi aksinya. Pernyataan Putin itu muncul setelah
Amerika Serikat telah menempatkan hamper 150.000 tentara di dekat Ukraina dan setelah
kelompok separatis pro Rusia meminta bantuan militer kepadanya untuk menghadapi
tentara Amerika tersebut.
Rusia segera merespon penempatan tentara Amerika Serikat tersebut karena itu
penting untuk menjaga intergritas dan kedaulatan yang dianggapnya lumayan sensitif
ketika wilayah perbatasannya banyak Negara yang mencoba mengganggu keamanan
perbatasannya. Karena Rusia menganggap Ukraina sebagai urat nadi pertahanan
Angkatan Laut Rusia. Oleh karena itu hadirnya kekuatan militer yang dibangun NATO di
wilayah perbatasan Rusia dianggap sebagai ancaman terhadap keaman negaranya. Hal
itulah yang kemudian sebagai dasar Rusia melakukan invansi ke Ukraina.

B. Peran Indonesia Sebagai Ketua G20 dalam Konflik Rusia dan Ukraina
Di tengah koflik Rusia-Ukraina, Indonesia punya kesempatan untuk memainkan
perannya sebagai Negara yang menganut prinsip bebas aktif dalam politik luar
negerinya. Hal itu ditegaskan oleh Direktur Eropa II Kementrian Luar Negeri RI
Winardi Hanafi Lucky dalam diskusi terkait konflik Rusia-Ukraina. Ia menegaskan
bahwa bebas aktif yang dimaksud bukan berarti netral aktif tetapi juga dengan
memberikan kontribusi, baik dalam bentuk pemikiran maupun bantuan terhadap
penyelesaian konflik. Prinsip bebas aktif yang dianut Indonesia tidak identik dengan
sikap netral, melainkan bebas bersikap sesuai dengan kepentingan nasional. Indonesia
akan terus mendorong diberhentikannya penggunaan kekuatan sehingga semua pihak
dapat menyelesaikan sengketa dengan jalur diplomasi untuk mencari jalan keluar terbaik
selain kekuatan senjata. Indonesia diuntungkan dengan posisi politik luar negeri yang
bebas aktif, sehingga peluang untuk memfasilitasi jalan negosiasi antara Rusia-Ukraina
terbuka lebar. Misalnya Presiden Joko Widodo sebagai pemegang mandat Presiden G20
datang langsung kepada kedua pemimpin Negara yang sedang berkonflik untuk segera
menghentikan kontak senjata.
Menurut Meidyatama Suryodiningrat, Dirut LKBN ANTARA konflik Rusia-
Ukraina bukanlah masalah yang sederhana yang dapat diselesaikan dengan cepat.
Indonesia bisa memberikan kontribusi terhadap upaya penyelesaian konflik. Terlepas
dari politik Indonesia yang bebas-aktif dan non blok namun bukan berarti peran strategis
Indonesia dalam G20 tidak dapat dimanfaatkan guna mewujudkan perdamaian Rusia-
Ukraina. Misalnya, Indonesia dengan mendorong dibukanya zona pengungsi untuk
menampung lebih banyak warga sipil yang terpaksa mengungsi akibat konflik tersebut.

5
Kesempatan besar untuk menjadi mediator dalam upaya perdamaian kedua
Negara yang sedang berkonflik tersebut adalah melalui Presidensi Indonesia di forum
G20. Sebagai tuan rumah Indonesia harus menghindari potensi forum tersebut
dimanfaatkan sebagai ajang persengketaan terkait masalah Ukraina. Indonesia harus
bijak menentukan posisi sebagai Negara yang tidak memihak siapa pun tetapi berperan
sebagai mediator utama dalam menyelesaikan konflik.
Berkaitan dengan konflik tersebut, Indonesia harus bergerak cepat dengan
melakukan pendekatan ke Negara-negara Asia yang menjadi anggota G20 untuk
bersama-sama –tanpa dipengaruhi kepentingan AS-NATO dan Rusia – memfokuskan
diri sebagai mesin penggerak perekonomian dunia.
Dalam pelaksanaan KTT G20 di Bali pada November mendatang Blok Barat
mengingatkan Indonesia untuk tidak mengundang Rusia dalam Forum G20. Sedangkan
Negara-negara Blok Timur mendukung kehadiran Rusia, karena G20 dianggap bukan
forum yang mengangkat isu keamanan. Menurut Enggar Furi Herdianto, S.I.P., M.A.,
dosen HI UII Indonesia akan memposisikan diri sebagai negara netral sebagai bagian
dari prosedur bagi negara yang memegang mandat presidensi untuk mengundang
seluruh kepala negara anggota G20 tanpa terkecuali. Sikap Indonesia untuk tetap
mengundang Rusia adalah upaya untuk menghindari G20 dari isu politik keamanan yang
bukan merupakan agenda utama forum ini Pihak pemerintahan Indonesia melalui
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto menyatakan bahwa pemerintah
tidak ingin da kaitan berlebih antara forum G20 dengan isu Rusia-Ukraina yang
menurutnya lebih baik diselesaikan lewat Dewan Keamanan PBB.
Indonesia bukan sekedar mengikuti negara lain, melainkan berkepentingan
menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap norma hukum internasional. Indonesia
akan terus mendorng agar penggunaan kekuatan dapat dihentikan dan semua pihak dapat
menyelesaikan sengketa.
Indonesia menegaskan bahwa sesuai dengan prinsip politik bebas aktif maka
Indonesia akan tetap menjaga hubungan baik dengan kedua negara yang sedang
berkonflik. Mengingat kedua negara tersebut telah punya hubungan dari dulu, seperti
Ukraina yang merupakan importir gandum terbesar Indonesia dan Rusia juga merupakan
negara sahabat Indonesia sejak era Uni Soviet dan Soekarno.
Indonesia akan mengupayakan segala cara diplomasi dan proses perundingan
serta membantu membuka jalur kemanusiaan bagi negara Ukriana dan warga negara lain
yang terdampak perang secara langsung.
Pernyataan Presiden Joko Widodo melalui cuitan twitter lewat akun @jokowi
pada 24 Februari 2022 lalu meminta untuk mengentikan perang tetapi tidak
menyebutkan nama negara. Demikian juga Kemenlu RI melalui Twitter menyinggung
soal serangan militer di Ukraina mengatakan: “oleh karenanya, serangan militer di
Ukraina tidak dapat diterima. Serangan juga sangat membahayakan keselamatan Rakyat
dan mengancam perdamaian serta stabilitas kawasan dan dunia”.

6
Kemenlu juga mengatakan Indonesia meminta agar serangan militer yang
dilancarkan di Kremlin dihentikan serta upaya diplomasi diutamakan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan setidaknya
ada empat poin yang disampaikan pemerintah RI terkait perang antara kedua negara
tersebut.
Pertama, Indonesia prihatin atas eskalasi konflik bersenjata di wilayah Ukraina
yang sangat membahayakan keselamatan masyarakat serta berdampak bagi perdamaian
di kawasan.
Kedua, Indonesia menegaskan agar ditaatinya hukum internasional dan piagam

PBB mengenai integritas dari suatu wilayah negara, serta mengecam setiap tindakan

yang mengancam teritorial dan kedaulatan suatu negara.

Ketiga, Indonesia menegaskan kembali agar semua pihak mengedepankan


perundingan dan diplomasi untuk menghentikan konflik dan mengutamakan
penyelesaian damai.
Keempat, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) telah mengambil langkah
untuk menyelamatkan WNI di Ukraina sesuai rencana kontijensi yang telah disiapkan.
Sebagaimana diketahui, Indonesia mengambil kebijakan luar negeri dengan
Gerakan Non-Blok. Kebijakan ini muncul untuk menegaskan sikap politik luar negeri
bahwa RI tidak mengikuti blok Amerika Serikat maupun blok Uni Soviet pada masa
perang dingin. Hingga kini Indonesia memang menjadi negara non-blok.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepemimpinan Indonesia sebagai Presidensi G20 adalah salah satu momentum
terbaik bagi Negara kita dalam mendamaikan kedua Negara yang sedang berkonflik
sesuai dengan amanat Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke 4. Karena forum G20
berisikan Negara-negara penting di dunia dengan kekuatan ekonomi mencapai 90 persen
produk dunia bruto, 80 persen perdagangan dunia, 2/3 populasi dunia, dan separuh luas
lahan yang ada di bumi. Indonesia sebagai Presiden G20 sekaligus memegang prinsip
politik bebas-aktif dan masuk dalam kekuatan ekonomi dan militer yang disegani dunia
akan sangat berpengaruh setiap tindakan yang dilakukan. Akan pihak pemerintah
Indonesia menyatakan tidak akan terlalu masuk ke dalam urusan kedua Negara dan tetap

7
menjalankan tugasnya sebagai Presiden G20 untuk mengundang ke 20 negara anggota
G20 tanpa terkecuali.

B. Saran
Keadaan dunia yang sedang bersitegang antara blok Rusia dan sekutunya dengan
Blok Nato dan sekutunya sebaiknya disikapi dengan bijak oleh pemerintah Indonesia.
Pelaksanaan KTT G20 di Bali pada November 2022 ibarat perang para bintang yaitu
antara Negara-negara adikuasa. Indonesia harus konsisten menjalankan prinsip politik luar
negeri bebas aktif supaya tidak menjadi “korban”dari perang bintang yang akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Internet
https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3469/presidensi-indonesia-g20-2022-momentum-
branding-indonesia-di-dunia-internasional (diakses pada 8 April 2022)
http://id.wikipedia.org/wiki/G8 (diakses pada 15 April 2022)
https://www.kompas.com/global/read/2022/03/11/063100870/rangkuman-hari-ke-15-invasi-
rusia-ke-ukraina-moskwa-serang-rs-kontraksi?page=all (diakses pada 8 April 2022)
https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/05/123000765/daftar-sanksi-yang-dijatuhkan-
kepada-rusia-atas-invasi-ukraina-apa-saja-?page=all. (diakses pada 13 April 2022)
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/27/12060261/indonesia-rusia-dan-g20?page=2
(diakses pada 13 April 2022)
https://google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/redaksi/berita/61ca6a184fa6b/memahami-g20-
presidensi-anggota-dan-jenis-pertemuannya (diakses pada 16 April 2022)

8
https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/27/060000669/g20-sejarah-tujuan-dan-peran-
indonesia?msclkid=728023e2b6e911ec9671c94987db7683 (diakses pada 8 April 2022)
https://news.okezone.com/read/2019/04/18/65/2045173/cerita-64-tahun-konferensi-asia-afrika-
pertama-di-bandung
https://antaranews.com/berita/2756353/peran-indonesia-dalam-konflik-rusia-ukraina (diakses
pada 16 April 2022)
https://www.ui.ac.id/rusia-dan-penegasan-netralitas-indonesia-dalam-presidensi-forum-g20/
(diakses 16 April 2022)

Undang-Undang
Pembukaan UUD NRI 1945 Alinea ke-4

Modul
Samrotul, Irma F. 2020.Peran Indonesia Dalam Perdamaian Dunia. Subang: Direktorat SMA,
Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN

Anda mungkin juga menyukai