Anda di halaman 1dari 8

PENYELESAIAN INVANSI SECARA DIPLOMATIK DALAM

SENGKETA RUSIA DAN UKRAINA


Oleh :

Gusni Pertiwi (210200508)

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Penyerangan Rusia terhadapa Ukraina dimulai Pada 22 Februari 2022 diamana Presiden
Rusia, Vlamidir Putin mengumumkan operasi militer secara resmi penyerangan terhadap
Ukraina. Konflik ini terjadi bukan hanya dengan satu faktor penyebab namun beberapa yang
diantaranya bahwa Ukraina yang hendak bergabung dengan NATO (North Treaty
Organization) dimana Rusia menolak sebab hal tersebut dapat mengancam kota-kota besar
Rusia selain itu, Konflik yang terjadi dikarenakan Rusia mencanplok Krimea serta
mendukung Gerakan Separatis di Ukraina yakni Donetsk dan Lunhask untuk menentang
pemerintahan rusia bahkan baru-baru ini Presiden Rusia mengakui kedaulatan daerah
Donetsk dan Luhansk, dua wilayah kontra pemerintah Ukraina sebagai negara merdeka.
Jika pertikaian ini berlanjut dengan perang maka akan menimbulkan banyak dampak negatif
baik dari kedua belah pihak maupun negara lain. Maka persengketaan ini dapat di
selesaikan secara diplomatik oleh PBB yang terlebih dahulu memberhentikan invansi
kemudian di lanjutkan dengan negoisasi antar dua pihak untuk menyelesaikan
persengketaannya kemudian kedua belah pihak harus mengadakan suatu kesepakatan bahwa
kedua pihak harus memenuhi tuntutan dari masing-masing pihak sehingga terjadi
pemenuhan tuntutan baik dari Rusia ke Ukraina dan Tuntutan Ukraina ke Rusia. Metodelogi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Pengumpulan data sekunder
kemudian menganalisis dokumen.

Kata Kunci : Konflik Ukraina dan Rusia, NATO, Penyelesaian Sengketa Internasional
Pendahuluan
Historis Invansi Rusia Ke Ukraina
Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tuanya dengan peradaban
manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang ada
diantara manusia itu sendiri. Peristiwa perang biasanya terjadi dengan alasan adanya
perselisihan antara dua belah pihak yang tidak mau mengalah terhadap suatu kepentingan.
Hal inilah yang tengah terjadi di antara Rusia dan Ukraina dimana keduanya melakukan
Tindakan yang merugikan lawannya namun keduanya tak kunjung menghentikan dan
mengabulkan tuntutan permintaan satu sama lain. Pertikaian antara Rusia dan Ukraina pada
saat sekarang ini bukan pertama kalinya terjadi sebab pernah terjadi pada saat pembentukan
CIS (Commonwealth of Independent States), namun konflik ini selesai setelah Rusia dan
Ukraina menandatangani perjanjian persahabatan. Pada tahun 2014 terjadi pertikaian lagi
sebab munculnya revolusi menentang supermasi Rusia dimana massa anti pemerintah
berhasil melengserkan presiden Ukraina yang Pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Saat
Yanukovych jatuh, Rusia menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea
serta mendukung Gerakan separatis di Ukraina Timur yakni, Donetsk dan Lunhask untuk
menentang pemerintah Ukraina. Revolusi ini juga membuka keinginan Ukraina untuk
bergabung dengan NATO disamping itu NATO yang merupakan aliansi pertahanan Uni
Eropa membuka pintu bagi Ukraina untuk diizinkan bergabung dalam NATO hal ini juga
menjadi faktor pemanas bagi Presiden Rusia bahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky
menegaskan jika negaranya akan terus berusaha menjadi anggota NATO meskipun Rusia
tersulut Kemarahan, Rusia menolak Ukraina Menjadi anggota NATO karena tidak
menginginkan adanya pelatihan NATO sebab khawatir jika NATO membawa senjata ke
perbatasan Ukraina sehingga kota-kota besar Rusia bisa menjadi sasaran. Rusia juga
mengajukan tuntutan keamanan kepada Barat untuk meminta NATO menghentikan semua
aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina serta meminta aliansi tersebut untuk tidak
pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya menjadi anggota namun
hingga sekarang beljum ada tanggapan terhadap tuntutan itu. Rusia menginginkan agar
Ukraina tak menjadi bagian dari anggota NATO sebab dapat merugikan Rusia, begitupun
Ukraina yang menginginkan agar Rusia berhenti untuk mendukung Gerakan Separatis yang
berada di wilayah timur Ukraina namun keduanya tak mengabulkan permintaan satu sama
lain sehingga Ukraina semakin mendekat kepada NATO dan Barat dengan demikian Rusia
pun semakin mendukung Gerakan separatis bahkan baru-baru ini Presiden Rusia
menandatangani dan mengakui keemerdekaan Dontesk dan Lunhask yang merupakan
wilayah milik Ukraina dimana hal ini mengancam integritas territorial Ukraina kemudian
dilanjutkan dengan mengumumkan operasi militer di Ukraina dengan alasan membela
Separatis di timur negeri itu maka dimulai lah invansi Rusia ke Ukraina.
Dampak yang terjadi setelah Invansi Rusia ke Ukraina
Ketika peperangan terjadi dapat dipastikan akan menimbulkan dampak-dampak negatif sebab
perang tidak hanya soal adu kekuatan militer negara-negara melainkan memunculkan resiko
penderitaan bahkan terbunuhnya orang-orang yang tidak bersalah mulai dari orang tua, anak-
anak hingga para lansia. Bahkan penyerangan Rusia ke Ukraina yang baru di mulai beberapa
hari lalu Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR)
mengungkapkan sedikitnya 816 orang tewas dan 1.333 orang terluka sejak invasi
Rusia ke Ukraina dimulai pada Kamis (24/2).
Potensi Risiko tersebut selama terjadinya invansi sangat besar dan semakin meningkat terlebi
jika berlanjut peprangan yang akan menimbulkan sengsara yang berkepanjangan karna pada
realitanya tidak ada perang yang menyenangkan sebab dibalik peperangan tersebut
berdampak terbunuhnya orang, hancurnya Gedung, serta yang paling memperihatinkan
adalah tangisan anak-anak yang ketakutan dengan suara ledakan hingga
hancurnya perekonomian. Peneliti INDEFD Eisha M. Rachbini mengatakan persengketaan
ini dapat beresiko pada kenaikan harga komoditas dari Rusia-Ukraina sebab Russia adalah
salah satu produsen dunia minyak bumi, kalium karbonat (ponatsh) bahan baku pupuk, dan
industry pertambangan seperti nikel, alumunium dan palladium sehingga berdampak pada
kenaikan harga minyak bumi yang diperkirakan meningkat mencapai lebih dari $100/barrel.
Sementara itu, harga bahan bakar minyak meningkat di AS dan Eropa sebesar 30% selain itu
pemulihan ekonomi global pasca COVID 19 juga terancam akan lebih rendah dari prediksi
awal. Dengan hal ini sangat jelas bahwa jika pertikaian ini berlanjut hingga perang maka
bukan hanya berdampak pada warga negara kedua pihak tersebut melainkan juga berdampak
pada negara-lain oleh sebab itu agar dampak-dampak tersebut tidak semakin berlanjut maka
sebaiknya adanya penyelesaian secara damai terhadap kedua belah pihak.
Berbagai upaya yang telah dilakukan pihak-pihak internasional untuk menyelesaikan konflik
tersebut, bahkan setelah negara-negara memberikan sanksi terhadap Rusia atas invansinya ke
Ukraina. Selandia Baru melarang ekspor barang ke militer Rusia dan pasukan keamanan
sebagai tanggapan atas invansi ke Ukraina, Amerika Serikat mengancam blok ekspor pada
teknologi, Inggris, mengancam akan memberikan sanksi kepada 100 individu dan entitas
Rusia dengan membekukan aset mereka namun ternyata perdamaian sulit untuk dicapai
Pertikaian antara Rusia dan Ukraina termasuk dalam kategori Sengketa Internasional sebab
merupakan sengketa antar negara. Setiap sengketa internasional berdasarkan Pasal 2 ayat (3)
Piagam Perseikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus diselesaikan secara damai. Penyelesaian
sengketa secara damai tersebut berdasarkan Pasal 33 Piagam PBB dibedakan menjadi dua,
yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan
Namun masi menimbulkan pertanyaan sebaiknya dengan cara apa untuk menyelesaikan
pertikaian ini? sebaiknya dilakukan dengan secara damai menurut hukum (melalui
pengadilan) atau diplomatik (diluar pengadilan)?. Maka penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui aspek-aspek yang menjadi sebab sengketa antara Rusia dan Ukraina serta dengan
upaya apa yang cocok dalam menyelesaikan persengketaan ini. dengan menggunakan metode
kualitatif pengumpulan datanyang mengandalkan dokumen tertulis dan memanfaatkan data
deskriptif.
Bahan dan Metode

Metodologi yang digunakan studi dokumen Dalam metode pengumpulan datanya


menggunakan pengumpulan data sekunder, dalam studi dokumen peneliti mengandalkan
dokumen tertulis yang bersumber dari buku, artikel, dan media online yang memanfaatkan
data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dalam upaya yang dapat
dilakukan untuk menyelesaikan persengketaan antara Rusia dan Ukraina, kemudian penulis
melakukan analisis terhadap data tersebut apakah upaya penyel dengan berbagai dokumentasi
yang berisikan bentuk penyelesaian apa saja yang dapat dilakukan yang berdasarkan pada
ketentuan Hukum
Internasional kemudian apakah cara penyelesaiannya memang cocok terhadap masalah yang
terjadi.
Pembahasan dan Hasil

Dalam upaya pencarian solusi pemberhentian invansi Rusia terhadap Ukraina agar tak
berlanjut dengan peperangan, sejumlah aktivis, anggota parlemen, dan organisasi anti perang
yang bergabung dalam Progresif Internasional menggelar acara diskusi virtual “Forum untuk
Perdamai” yang dihadiri oleh Beberapa tokoh internasional penting seperti Ekonom dan
Politikus Yunani Yanis Varoufakis, mantan Ketua Partai Buruh Inggris Jeremy Corbyn,
Penulis Palestina Yara Hawari, dan aktivis Afrika asal Senegal Pierre Sane.
Menurut Varoufakis, prioritas yang harus diutamakan terkait krisis di Ukraina saat ini
adalah pada kemanusiaan, keselamatan warga sipil untuk hidup bebas dengan perginya
pasukan Rusia, bukan keanggotaan NATO serta adanya dua kemungkinan untuk
menyelesaikan invansi, yakni secara diplomatik atau mengganti rezim di Rusia. Namun,
penyelesaian dengan cara pergantian rezim di Rusia bukan solusi terbaik sebab absolutisme
Presiden Rusia dan kekuatan nuklir yang dimilikinya berisiko menjatuhkan lebih banyak
korban. Menurut Yanis, ada tiga aspek diplomatik sebagai jangka menengah yang harus
disepakati dalam penyelesaian konflik ini. Pertama, segera turunkan ketegangan dan
gencatan senjata caranya dengan menarik pasukan Rusia. Kedua, memberikan kesempatan
pada presiden Putin untuk menggambarkan setiap kesepakatan apapun sebagai kemenangan
baginya. Ketiga, kesepakatan apapun yang dihasilkan harus kredibel, berguna, dan dijamin
bersama oleh Moskow dan Washington. Menurut Guru besar Hukum Internasional
Universitas Indonesia, jika penyelesaian sengketa ini melalui Dewan Keamanan PBB tidak
akan membuahkan hasil mengingat di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan Anggota
Tetap yang memiliki Hak Veto sehingga adapun draf resolusi yang bertujuan untuk
melumpuhkan Rusia secara militer akan diveto oleh Rusia. Maka satu-satunya upaya
terbuka untuk penyelesaian damai adalah melalui Majelis Umum PBB, sebab semua tidak
ada hak veto dan semua negara anggota memiliki satu suara yang sama disamping itu dalam
MU PBB semua negara anggota bisa berperan. Selain itu MU PBB pernah melaksanakan
tugas menjaga perdamaian pada tahun 1950 saat pecah perang di Semenanjung Korea, MU
PBB mengeluarkan resolusi yang disebut sebagai Uniting For Peace. Dalam resolusi
tersebut MU PBB dapat meminta negara-negara yang bertikai untuk segera melakukan
gencatan senjata dan bila seruan itu tidak digubris maka MU PBB dapat memberi mandat
kepada negara-negara lain untuk mengerahkan pasukan terhadap negara yang tidak
mematuhi gencatan senjata.

Konvensi Den Haag 1899 diubah pada Konfrensi Perdamaian Den Haag kedua tahun 1907.
Perubahan menonjol terjadi pada komisi penyelidik dan prosedur arbitrase. Berdasarkan
Pasal 33 Piagam dan resolusi tersebut, pada pokoknya cara penyelesaian sengketa secara
damai dibagi ke dalam dua kelompok yakni Penyelesaian
secara diplomatik yang terdiri dari negosiasi, penyelidikan, mediasi ,konsiliasi dan jasa baik.
Negosiasi adalah cara yang tidak melibatkan pihak ketiga, yakni cara penyelesaian yang
langsung di diskusikan oleh para pihak yang bersengketa untuk
mencari titik temu atas permasalahan yang ada melalui dialog tanpa ada ke ikutsertaan dari
pihak ketiga, dapat dilakukan dengan bilateral, multilateral,formal
maupun informal. Penyelidikan adalah penyelesaian dengan cara dimana para pihak
bersengketa membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang
menentukan hak dan kewajiban para pihak yang kemudian fakta-fakta yang terkumpul
dilaporkan kepada para pihak bersengketa, sehingga para pihak dapat menyelesaikan
sengketa. Mediasi adalah penyelesaian dengan intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga
yang disebut mediator dapat berupa Organisasi Internasional (misalnya PBB) dan ahli hukum
yang bersifat netral. Mediasi adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu
perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah
pihak. Konsilasi, penyelesaian dengan konsilasi sama seperti mediasi dengan adanya pihak
ketiga disebut komisi konsilasi yang melakukan intervensi hanya saja adanya pembedaan dari
mediasi bahwa konsilasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan
mediasi karna biasanya dalam konsilasi ada beberapa tahap yang harus dilalui. Jasa baik
adalah cara penyelesaian yang juga melalui bantuan pihak ketiga. Pada pelaksanaan di
lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good
offices) yakni jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan mengundang para
pihak yang bersengketa ikut serta dalam konverensi atau menyelenggarakan konferensian.
Kemudian jasa baik politis (political good offices) yakni, jasa baik yang dilakukan oleh
negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau
menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu
kompetensi. Sedangkan Cara penyelesaian secara hukum terdiri dari Arbitrase dan
Pengadilan Internasional. Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak
ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Penyerahan
suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromise atau
kesepakatan, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui
pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause
compromissoire). Salah satu Arbitrase yang dianggap telah terlembaga menurut ketentuan
hukum internasional adalah Badan Arbitrase ICSID (International Centre for Settlement of
Investment Disputes) yang dibentuk berdasarkan Konvensi Washington, 1965 atau disebut
pula Konvensi Bank Dunia. Pengadilan Internasional, pada saat ini ada beberapa pengadilan
internasional dan pengadilan internasional regional misalnya International Court of Justice,
dan International Criminal Court.

Berdasarkan situasi antara Rusia dan Ukraina saat ini maka jika perdamaian dilakukan
dengan pengadilan (secara hukum) rasanya kurang tepat. Jika Penyelesaian sengketa
internasional melalui jalur hukum berarti adanya pengurangan kedaulatan terhadap pihak-
pihak yang bersengketa karena tidak ada lagi keleluasaan yang dimiliki oleh para pihak,
misalnya seperti memilih hakim, memilih hukum dan hukum acara yang digunakan. Dengan
melihat kronologi pada sengketa Rusia dan Ukraina rasanya Kedua belah pihak bisa
dipastikan tidak sepakat jika diselesaikan dipengadilan. Selain itu Negara-negara biasanya
memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara diplomatik, daripada
mekanisme arbitrase atau badan peradilan semu karna secara diplomatik akan lebih
melindungi kedaulatan mereka. Pada persengketaan ini merujuk pada keegoisan masing-
masing pihak yang seharusnya tidak melakukan hal yang dapat merugikan lawannya dimana
Rusia menuntut Ukraina diminta untuk
diselesaikan dipengadilan. Selain itu Negara-negara biasanya memilih untuk memberikan
prioritas pada prosedur penyelesaian secara diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau
badan peradilan semu karna secara diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.
Pada persengketaan ini merujuk pada keegoisan masing-masing pihak yang seharusnya tidak
melakukan hal yang dapat merugikan lawannya dimana Rusia menuntut Ukraina diminta
untuk netral dan tidak berupaya untuk bergabung dengan NATO tetapi pada realitanya
Presiden Ukraina semakin mendekat dengan NATO dan Barat, Presiden Rusia mengklaim
negara-negara barat menggunakan NATO untuk mengepung Rusia dan ia ingin aliansi itu
menghentikan kegiatan militer mereka di Eropa timur, juga sudah sejak lama Putin
menganggap AS melanggar perjanjian yang dibuat pada 1990, bahwa NATO tidak akan
memperluas jangkauan ke timur begitupun Ukraina juga memiliki tuntutan terhadap Rusia
yang mendukung Separatis di wilayah Timur nya. Rasanya memang tepat Jika penyelesaian
sengketa dengan cara apa yang di kemukakan oleh Varoufakis dan Yanis yakni penyelesaian
secara diplomatik salah satunya memberhentikan peroperasian militer bagi tiap pihak,
didalam penyelesaiannya tidak akan mungkin dengan negoisasi saja sebab pertikaian ini
sedang panas-panasnya pasca invansi Rusia. Maka upaya yang dilakukan adalah dengan
mediasi terlebih dahulu yang dilakukan oleh Organisasi Mendunia yakni Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dimana PBB yang merupakan organisasi pengganti Liga Bangsa-
Bangsa yang didirikan untuk mencegah terjadinya kembali konflik seperti Perang Dunia II
dimana PBB juga bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia yang
kemungkinan akan hilang jika peperangan terjadi, namun seperti yang dikatakan oleh Guru
besar Internasional Universitas Indonesia bahwa jika penyelesaian hanya dilakukan oleh
Dewan Keamanan PBB ini tidak akan mungkin untuk menghentikan operasional militer
Rusia sebab Rusia adalah salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang
mempunyai hak istimewa yang bisa digunakan untuk membatalkan keputusan dari anggota
DK PBB, itu artinya jika ada satu saja anggota tetap DK PPB yang menolak suatu
keputusan maka keputusan tersebut tidak dapat dibuat. Hak inilah yang akan digunakan
Rusia dalam upaya menolak pemberhentian operasi militernya. Maka harus ada upaya lain
dari badan PBB lainnya yaitu Majelis Umum PBB dimana dalam badan ini anggotanya
adalah seluruh negara anggota dari PBB tersebut maknanya bahwa seluruh anggota PBB
memiliki hak yang sama dan tidak ada yang memiliki hak veto. Dengan penyelesaian
menggunakan MU PBB, semua anggota negara dapat berperan dalam penyelesaian
sengketa ini mengingat juga terhadap dampak yang dirasakan negara lain jika perang benar-
benar terjadi maka berpotensi jadi perang dunia III, maka MU PBB dapat mengeluarkan
suatu resolusi yang bertujuan meminta negara-negara yang bertikai untuk melakukan
gencatan senjata dan bila permintaan itu tidak dilaksanakan maka MU PBB dapat memberi
mandat kepada negara-negara lain untuk mengerahkan pasukan dari semua anggota MU
PBB terhadap negara yang tidak mematuhi gencatan senjata. Maka dengan begitu invansi
Rusia harus diberhentikan jika tidak maka seluruh MU PBB akan mengerahkan pasukan
terhadap Rusia. Setelah invansi diberhentikan barulah ke tahap negoisasi menggunakan jasa
baik PBB sebab invansi lah yang paling terdahulu dihentikan sebab invansi telah terjadi.
Kemudian jasa baik yang dilakukan juga oleh PBB yang mempertemukan para pihak
sehingga mereka mau bertemu dan bernegosiasi untuk mencari jalan dari pertikaian tersebut
dimana kedua belah pihak tersebut harus mengadakan suatu perjanjian dimana Rusia harus
melepaskan terhadap wilayah Timur Ukraina dan Ukraina harus berjanji akan mengurungkan
niatnya untuk bergabung pada NATO dan Barat, karena tuntutan-tuntutan inilah yang
menjadi faktor terbesar yang semakin memanas dalam persengketaan antara Rusia dan
Ukraina.

Kesimpulan

Penyebab terbesar Rusia invansi ke Ukraina bahwa Ukraina bahwa tuntutan Rusia yang
menolak Ukraina bergabung dalam NATO serta kedekatan Presiden Ukraina yang sekarang
mendekat kepada Barat. Invansi Rusia ke Ukraina dapat berlanjut perang bahkan berpotensi
sebagai Perang Dunia III, jika perang ini terjadi negara-negara lain akan turut merasakan
dampaknya, sehingga persengketaan ini harus segera diakhiri sebelum berlanjut perang dan
semakin banyak membunuh orang-orang yang tak bersalah, maka pertikaian ini dapat
diselesaikan secara diplomatik. Terlebih dahulu invansinya lah yang harus dihentikan dengan
menggunakan kekuasaan salah satu badan PBB yaitu Majelis Umum PBB untuk
mengerahkan seluruh anggota negara agar Bersatu dalam membuat suatu resolusi
memerintahkan gencatan senjata terhadap para pihak terkhusus Rusia beserta sanksi untuk
menyerang bagi negara yang
tidak melakukan gencatan senjata. Untuk menyelesaikan pertikaian nya maka menggunakan
jasa baik PBB dalam mempertemukan Presiden Ukraina dan Rusia agar mereka mau bertemu
dan bernegosiasi mencari jalan dari pertikaian tersebut dilanjutkan kedua belah pihak tersebut
harus mengadakan suatu perjanjian untuk mengabulkan masing-masing tuntuan.

Daftar Pustaka
Baca artikel detikedu, "5 Dampak Perang Rusia-Ukraina Menurut Para Peneliti"
selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5960883/5-dampak-perang-rusia-
ukraina-menurut-para-peneliti.
2 Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global), PT Alumni, Bandung,2003,hal188.
3 J.L. Briely, The Law of Nation, An Introduktion To The International Law Of Peaace,
Fourth Edition, Oxford At The Clarendon Press, 1949, Page 263.
35Ibid., hlm. 14-15.
https://dunia.tempo.co/read/1569320/3-solusi-diplomatik-untuk-akhiri-invasi-rusia-ke-
ukraina/full&view=ok
Maka dari itu, perang bukanlah tindakan terbaik untuk mengatasi suatu masalah. Kita
membutuhkan kedamaian, bukan kematian tak perlu akibat sebuah perang yang dipantik atas
egoisme semu.

Sumber: https://mediaindonesia.com/internasional/474139/resolusi-konflik-rusia-ukraina-
bisa-diupayakan-lewat-majelis-umum-pbb

Sumber: https://mediaindonesia.com/internasional/474139/resolusi-konflik-rusia-ukraina-
bisa-diupayakan-lewat-majelis-umum-pbb

Anda mungkin juga menyukai