Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konteks pasca-Soviet dan Revolusi Oranye

Setelah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991, Ukraina dan Rusia terus
mempertahankan hubungan dekat. Pada tahun 1994, Ukraina setuju untuk meninggalkan
persenjataan nuklirnya dan menandatangani Memorandum Budapest tentang Jaminan
Keamanan dengan syarat bahwa Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat akan memberikan
jaminan terhadap ancaman atau penggunaan kekuatan untuk melawan integritas teritorial
maupun kemerdekaan politik Ukraina. Lima tahun kemudian, Rusia adalah salah satu
penandatangan Piagam untuk Keamanan Eropa, di mana Rusia "menegaskan kembali
hak yang melekat pada setiap Negara yang berpartisipasi untuk bebas memilih atau
mengubah pengaturan keamanannya, termasuk perjanjian aliansi, saat mereka
berkembang".

Pemilihan umum presiden Ukraina 2004 berjalan kontroversial. Pada bulan


November, perdana meteri saat itu Viktor Yanukovych dinyatakan sebagai pemenang,
meskipun ada tuduhan kecurangan suara oleh pengamat pemilu. Hasil pemilu ini
mengakibatkan kemarahan keras pendukung kandidat lawannya, Viktor Yushchenko.
Hal ini kemudian menghasilkan protes dama yang meluas untuk menentang hasil, yang
kemudian dikenal sebagai revolusi Oranye. Pada bulan-bulan gejolak revolusi, kandidat
Yushchenko mendadak sakit parah, dan segera diketahui oleh beberapa kelompok dokter
independen bahwa ia telah diracun dengan TCDD dioxin. Yushchenko sangat mecurigai
keterlibatan Rusia dalam kasus keracunannya. Setelah Mahkamah Agung Ukraina
membatalkan hasil pemilihan awal, pemilu putaran kedua diadakan kembali. Semua
kejadian ini pada akhirnya menjadikan Viktor Yushchenko dan Yulia Tymoshenko
menjadi pemimpin negara, sedangkan Yanukovych menjadi oposisi. Pada tahun 2009,
Yanukovych mengumumkan niatnya untuk menjadi presiden lagi dalam pemilu presiden
Ukraina 2010, yang kemudian ia menangkan.

1
Protes Euromaidan dimulai pada tahun 2013 sebagai reaksi tindakan pemerintahan
Ukraina untuk menangguhkan penandatanganan Perjanjian Asosiasi Ukraina-Uni Eropa,
dan memilih hubungan yang lebih erat dengan Rusia dan Uni Ekonomi Eurasia. Setelah
minggu-minggu penuh aksi protes, presiden Viktor Yanukovych dan para pemimpin
oposisi parlementer Ukraina pada 21 Februari 2014 menandatangani kesepakatan
penyelesaian yang menyerukan pemilu dini. Hari berikutnya, Yanukovych melarikan diri
dari Kyiv menjelang pemungutan suara pemakzulan yang melucuti kekuasaannya
sebagai presiden. Para pemimpin wilayah timur Ukraina yang berbahasa Rusia
menyatakan untuk melanjutkan loyalitas kepada Yanukovych, menyebabkan Kerusuhan
pro-Rusia di Ukraina 2014. Kerusuhan diikuti oleh aneksasi Krimea oleh Rusia pada
Maret 2014 dan Perang di Donbas, yang dimulai pada April 2014 dengan pembentukan
negara kuasi yang didukung Rusia dari Donetsk dan Republik Rakyat Luhansks.

Pada 14 September 2020, presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyetujui Strategi


Keamanan Nasional Ukraina yang baru, "yang menyediakan pengembangan kemitraan
khusus bersama NATO dengan tujuan menjadi anggota NATO”. Pada 24 Maret 2021,
Zelenskyy menandatangani Dekrit No. 117/2021 yang menyetujui "strategi pemukulan
mundur (deokupasi) dan integrasi kembali wilayah yang diduduki sementara di Republik
Otonomi Krimea dan di kota Sevastopol”.

Pada Juli 2021, Putin menerbitkan sebuah esai berjudul Tentang Kesatuan Sejarah
Rusia dan Ukraina, di mana ia menegaskan kembali pandangannya bahwa Rusia dan
Ukraina adalah "satu bangsa". Sejarawan Amerika Timothy Snyder menggambarkan ide-
ide Putin sebagai imperialisme. Wartawan Britania Raya Edward Lucas
menggambarkannya sebagai revisionisme sejarah. Pengamat lain menggambarkan
kepemimpinan Rusia memiliki pandangan yang menyimpang tentang Ukraina modern
dan sejarahnya.

Rusia telah mengatakan bahwa kemungkinan aksesi Ukraina ke NATO dan


pembesaran NATO secara umum mengancam keamanan nasionalnya. Di lain sisi,
Ukraina dan negara-negara Eropa lainnya yang bertetangga dengan Rusia menuduh Putin
mencoba melakukan iredentisme Rusia, yaitu klaim atas bekas bagian Kekaisaran Rusia
dan bekas Uni Soviet oleh Federasi Rusia dan mengejar kebijakan militeristik yang
agresif.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina?


2. Bagaimana sikap Amerika, Nato serta PBB terhadap terjadinya perang antara Rusia
dan Ukraina?
3. Apa sanksi dari negara lain terhadap Rusia?
4. Bagaimana tanggapan Indonesia terhadap perang Rusia dan Ukraina?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya perang Rusia dan Ukraina


2. Untuk mengetahui sikap Amerika, Nato serta PBB terhadap perang antara Rusia dan
Ukraina
3. Untuk mengetahui sanksi dari negara lain terhadap Rusia
4. Untuk mengetahui tanggapan Indonesia terhadap perang Rusia dan Ukraina

BAB II

PEMBAHASAN

3
A. Terjadinya Perang Antara Rusia dan Ukraina

Konflik dimulai dengan persiapan militer besar-besaran, berawal sejak Maret hingga
April 2021 dan kemudian dari Oktober 2021 hingga Februari 2022. Salah satu penyebab
Rusia serang Ukraina atau penyebab perang Rusia dan Ukraina adalah tidak lepas dari
ketegangan antara Rusia dan Barat dalam hal ini NATO. Sejak Ukraina yang dekat
dengan NATO bahkan digadang gadang akan masuk NATO menjadi gerah Rusia karena
negara tersebut bertetangga.

Peralatan Rusia ditandai oleh simbol Z -- yang bukan sebuah alfabet Kiril -- berwarna
putih. Tanda tersebut terlihat pada sisi peralatan selama masa penumpukan. Tank,
peralatan tempur, dan peralatan lain yang menggunakan tanda tersebut terlihat sampai
pada tanggal 22 Februari 2022. Para pengamat menduga penanda tersebut digunakan
untuk menghindari insiden

Terlepas dari peningkatan aktivitas militer, pejabat-pejabat Rusia selama berbulan-


bulan berulang kali membantah bahwa Rusia memiliki rencana untuk menyerang
Ukraina. Pada pertengahan November 2021, Dmitry Peskov, juru bicara Putin,
menyampaikan pada para reporter bahwa "Rusia tidak mengancam siapa pun. Pergerakan
pasukan di wilayah kita seharusnya tidak menjadi perhatian siapa pun”. Pada akhir
November 2021, Peskov menyatakan bahwa "Russia tidak pernah membuat, tidak
sedang membuat, dan tidak akan pernah membuat rencana untuk menyerang siapapun.
Rusia adalah negara yang damai, yang tertarik pada hubungan baik dengan tetangga-
tetangganya". Pada Desember 2021, Peskov mengatakan ketegangan mengenai Ukraina
"diciptakan untuk menjelek-jelekkan Rusia dan membingkainya sebagai penyerang yang
potensial".

Pada pertengahan Januari 2022, wakil menteri luar negeri Rusia Sergei Ryabkov
mengatakan bahwa Rusia "tidak ingin dan tidak akan mengambil tindakan apa pun yang
bersifat agresif. Kami tidak akan menyerang, menyerobot, menyerang, tanda petik, apa
pun di Ukraina". Pada 12 Februari 2022, penasihat hubungan luar negeri Kremlin Yuri
Ushakov menggambarkan diskusi mengenai "yang disebut invasi Rusia yang
direncanakan" sebagai suatu "histeria". Pada 20 Februari 2022, duta besar Russia untuk

4
AS, Anatoly Antonov, mengatakan bahwa pasukan Rusia "tidak mengancam siapapun,
tidak ada invasi, tidak ada rencana seperti itu”.

Menjelang invasi, Putin dan pejabat Kremlin terlibat dalam serangkaian tuduhan yang
berkepanjangan terhadap Ukraina serta tuntutan yang ditujukan pada Ukraina dan
NATO, yang oleh pejabat Barat digambarkan sebagai upaya untuk menghasilkan
pembenaran untuk perang. Desember 2021, Putin berbicara tentang diskriminasi
terhadap penutur bahasa Rusia di luar Rusia, dengan mengatakan: "Saya harus
mengatakan bahwa Russophobia adalah langkah pertama menuju genosida”. Pada 15
Februari 2022, Putin mengatakan kepada pers: "Apa yang terjadi di Donbas adalah
genosida”. Pemerintah Rusia juga mengecam undang-undang tentang bahasa di Ukraina.

Pertempuran di Donbas meningkat secara signifikan pada 17 Februari 2022.


Sementara jumlah serangan harian selama enam minggu pertama tahun 2022 berkisar
antara dua hingga lima, militer Ukraina melaporkan 60 serangan pada 17 Februari.
Media pemerintah Rusia juga melaporkan lebih dari 20 serangan artileri terhadap posisi
separatis pada hari yang sama. Pemerintah Ukraina menuduh separatis Rusia menembaki
sebuah taman kanak-kanak di Stanytsia Luhanska menggunakan artileri yang melukai
tiga warga sipil. Republik Rakyat Luhansk mengatakan bahwa pasukannya telah
diserang oleh pemerintah Ukraina dengan mortir, peluncur granat, dan tembakan senapan
mesin.

Keesokan harinya, Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk


memerintahkan evakuasi wajib warga sipil dari ibu kota masing-masing, meskipun telah
diperhitungkan bahwa evakuasi penuh akan memakan waktu berbulan-bulan untuk
diselesaikan. Media Ukraina melaporkan peningkatan tajam dalam jumlah penembakan
artileri oleh militan pimpinan Rusia di Donbas sebagai upaya untuk memprovokasi
tentara Ukraina. Pada tanggal 21 Februari, Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB)
mengumumkan bahwa tembakan Ukraina telah menghancurkan fasilitas milik FSB di
perbatasan, 150 meter dari perbatasan Rusia-Ukraina di Oblast Rostov. Dihari yang
sama, pembangkit listrik tenaga panas Luhansk di Republik Rakyat Luhansk ditembaki
oleh pasukan tak dikenal. Berita Ukraina menyatakan bahwa pembangkit listrik itu
terpaksa ditutup.

5
Secara terpisah, layanan pers Distrik Militer Selatan mengumumkan bahwa pasukan
Rusia pada pagi hari itu telah membunuh sekelompok lima penyabotase di dekat desa
Mityakinskaya, Oblast Rostov. Kelompok tersebut melewati perbatasan Ukraina dengan
dua kendaraan tempur infanteri; kendaraan tersebut telah dihancurkan. Ukraina
membantah terlibat dalam kedua insiden itu dan menyebut Rusia hanya berupaya
mencari kambing hitam. Selain itu, dua tentara Ukraina dan seorang warga sipil
dilaporkan tewas akibat penembakan di desa Zaitseve, 30 kilometer di utara Donetsk.
Beberapa analis, termasuk situs investigasi Bellingcat (jurnalis investigasi berbasis di
Belanda), menerbitkan bukti bahwa banyak klaim serangan, ledakan, dan evakuasi di
Donbas dilakukan oleh Rusia.

Pada tanggal 21 Februari, setelah pengakuan republik Donetsk dan Lugansk, Presiden
Putin memerintahkan pasukan Rusia (termasuk unit mekanis) untuk dikirim ke Donbas,
dalam apa yang disebut Rusia sebagai "misi penjaga perdamaian". Militer Rusia
mengatakan telah membunuh lima "penyabot" Ukraina yang melintasi perbatasan Rusia,
klaim yang dibantah keras oleh Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba. Kemudian
pada hari itu, beberapa media independen mengkonfirmasi bahwa pasukan Rusia
memasuki Donbas.

Pada 22 Februari, Presiden AS Joe Biden menyatakan bahwa invasi Rusia ke Ukraina
telah terjadi. Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg dan Perdana Menteri Kanada,
Justin Trudeau, mengatakan bahwa "invasi lebih lanjut" telah terjadi. Menteri Luar
Negeri Ukraina Kuleba menyatakan, "Tidak ada yang namanya invasi kecil, menengah,
atau besar. Invasi adalah invasi." Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell,
menyatakan bahwa "pasukan Rusia [telah tiba] di tanah Ukraina dalam [bukan] invasi
sepenuhnya". Di hari yang sama, Dewan Federasi Rusia dengan suara bulat memberi
wewenang kepada Putin untuk menggunakan kekuatan militer di luar Rusia. Ukraina
merespon dengan perintah wajib militer untuk pasukan cadangan dari presiden
Zelenskyy, sementara ia belum berkomitmen untuk mobilisasi umum.

Pada tanggal 23 Februari, Verkhovna Rada Ukraina mengumumkan keadaan darurat


nasional selama 30 hari, tidak termasuk wilayah pendudukan di Donbas, yang mulai
berlaku pada tengah malam. Parlemen juga memerintahkan mobilisasi semua pasukan
cadangan Angkatan Bersenjata Ukraina. Pada hari yang sama, Rusia mulai

6
mengevakuasi kedutaan besarnya di Kyiv dan juga menurunkan bendera Rusia dari atas
gedung. Situs web parlemen dan pemerintah Ukraina, bersama dengan situs perbankan,
terkena serangan DDoS.

Rusia akhirnya benar-benar menyerang Ukraina. Presiden Vladimir Putin


mengumumkan hal itu secara resmi sejak 24 Februari lalu. Serangan Rusia kemudian
dimulai dengan ledakan di sejumlah kota di Ukraina, termasuk Kyiv, Odessa, Kharkiv
dan Mariupol. Hingga saat ini ketegangan masih berlangsung.

Pertempuran terus berlanjut, pasukan Rusia terus menggempur kota-kota di seluruh


Ukraina. Dua ledakan kuat telah mengguncang ibu kota, Kiev, sementara sirene serangan
udara terdengar di beberapa kota, termasuk Odesa, Chernihiv, Cherkasy dan Smila. Di
Kiev, wali kota kota Vitali Klitschko memperingatkan "saat yang sulit dan berbahaya"
bagi ibu kota dan mengumumkan jam malam selama 35 jam.

Setelah adanya diplomasi, putaran baru pembicaraan antara Ukraina dan Rusia


diadakan setelah diskusi pada Senin 14 Maret terhenti tanpa terobosan. Ukraina
mengatakan menginginkan "perdamaian, gencatan senjata segera dan penarikan pasukan
Rusia". Para pemimpin Polandia, Republik Ceko dan Slovenia melakukan perjalanan ke
Kiev dalam misi Uni Eropa untuk menunjukkan dukungan bagi Ukraina. Kremlin
membantah laporan yang mengutip pejabat AS bahwa Rusia meminta peralatan militer
China setelah menginvasi Ukraina. Beijing menyebut laporan itu sebagai "disinformasi".

B. Sikap Amerika, Nato serta PBB

Intervensi 21 Februari di Donbas secara luas dikecam oleh Dewan Keamanan PBB
dan tidak mendapat dukungan sama sekali. Duta Besar Kenya, Martin Kimani,
membandingkan langkah Putin dengan kolonialisme dan berkata, "Kita harus
menyelesaikan pemulihan kita dari bara api imperium yang mati dengan cara yang tidak
menjerumuskan kita kembali ke dalam bentuk dominasi dan penindasan baru."

Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan lagi pada 23-24 Februari. Rusia
menginvasi Ukraina ketika pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB yang bertujuan
untuk meredakan krisis sedang berlangsung. Sekretaris Jenderal Antonio Guterres
menyatakan: "Beri kesempatan untuk perdamaian ." Rusia menyerbu saat menjabat

7
sebagai presiden Dewan Keamanan PBB untuk bulan Februari 2022, dan memiliki hak
veto sebagai salah satu dari lima anggota tetap. Pada dini hari tanggal 24 Februari,
Zelenskyy berpidato di televisi di mana ia berbicara kepada warga Rusia dalam bahasa
Rusia dan memohon kepada mereka untuk mencegah perang.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres mendesak Rusia


untuk segera mengakhiri agresi di Ukraina, sementara duta besar Prancis dan AS
mengumumkan mereka akan menyampaikan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB
pada 25 Februari 2022. Inggris, Amerika Serikat, Kanada dan Uni Eropa telah menyebut
serangan itu sebagai tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan, dan akan memberikan
sanksi keras terhadap individu, bisnis, dan aset Rusia. Serangan itu juga telah dikutuk
oleh Prancis, Spanyol, Jepang, Italia, Norwegia, dan Georgia.

Polandia, Rumania, Lituania, Latvia, dan Estonia memicu konsultasi keamanan


NATO berdasarkan Pasal 4 . Pemerintah Estonia mengeluarkan pernyataan Perdana
Menteri Kaja Kallas: "Agresi meluas Rusia merupakan ancaman bagi seluruh dunia dan
semua negara NATO, dan konsultasi NATO tentang penguatan keamanan Sekutu harus
dimulai untuk menerapkan langkah-langkah tambahan untuk memastikan pertahanan.
dari Sekutu NATO. Tanggapan paling efektif terhadap agresi Rusia adalah persatuan."

Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO, berjanji pada konferensi pers di Brussels
untuk mengirim pasukan NATO ke Polandia dalam hitungan hari setelah invasi Ukraina
oleh Rusia. Dia juga mengatakan bahwa serangan Rusia itu "sembrono" dan
"mempertaruhkan nyawa warga sipil yang tak terhitung jumlahnya".

Organisasi Negara-negara Amerika mengeluarkan pernyataan mengutuk serangan itu


sebagai "tidak diragukan lagi [serangan] terhadap perdamaian dan keamanan umat
manusia, serta hubungan beradab antar negara".

Amerika Serikat dan Albania bersama-sama menyerukan pemungutan suara PBB


pada 20:00 GMT Jumat tanggal 25 untuk mengutuk invasi ke Ukraina dan menuntut
penarikan pasukan Rusia, dengan tujuan untuk memaksa Rusia menggunakan hak
vetonya, sehingga menunjukkan "isolasinya".

8
Tiongkok menyatakan pada 24 Februari bahwa konflik yang terjadi bukanlah invasi
dan menuduh Amerika Serikat memprovokasi perang. Juru bicara kementerian luar
negeri Tiongkok Hua Chunying mendesak kedua belah pihak untuk bekerja sama demi
perdamaian daripada meningkatkan ketegangan. Associated Press melaporkan bahwa
Tiongkok akan meningkatkan impor gandum Rusia, yang akan secara efektif dapat
mengurangi sanksi Barat terhadap Rusia.

Para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)


menyatakan keprihatinan mendalam atas ketegangan Rusia-Ukraina dan mendesak
pengekangan dan dialog maksimum. "Kami menyerukan semua pihak terkait untuk
menahan diri secara maksimal, untuk melakukan dialog melalui semua cara, termasuk
cara diplomatik untuk mengatasi situasi, untuk mencegah dari eskalasi lebih lanjut dan
untuk melihat resolusi damai sesuai dengan hukum internasional dan Piagam PBB,"
Demikian draf pernyataan ketua ASEAN dari Kamboja.

C. Sanksi dari Negara Lain Terhadap Rusia

Sebagai badan pengatur sepak bola di Eropa, UEFA, memutuskan untuk


memindahkan Final Liga Champions 2022 dari Sankt-Peterburg ke Saint-Denis, Prancis.
Tim nasional sepak bola Polandia, Republik Ceko, dan Swedia menolak untuk
bertanding melawan Rusia. Pada 28 Februari 2022, FIFA menangguhkan tim Rusia dari
sepak bola internasional, termasuk pada kualifikasi Piala Dunia 2022. EA Sports
mengumumkan untuk menghapus tim Rusia dan Belarusia di gim FIFA 22 dan NHL 22.
EA juga mengumumkan bahwa konflik sekarang akan mempengaruhi gim F1 2022 yang
pada awalnya akan menampilkan Nikita Mazepin dan sponsornya, Uralkali, serta Grand
Prix Rusia.

Situasi itu juga mempengaruhi Grand Prix Rusia 2022 untuk Kejuaraan Formula Satu
2022. Panitia penyelenggara Formula Satu menyatakan sedang memantau situasi di
Rusia. Pembalap Red Bull Racing dan juara bertahan Max Verstappen menyatakan
bahwa menggelar balapan di Rusia saat situasi tersebut adalah salah. Pembalap Aston
Martin, Sebastian Vettel telah menyatakan bahwa dia akan memboikot balapan di Sochi.
Invasi tersebut juga mempengaruhi partisipasi Ukraina pada Paralimpiade Musim Dingin
2022 di Beijing, Cina. Presiden Komite Paralimpiade Internasional, Andrew Parsons
menggambarkan membawa tim Ukraina ke Beijing sebagai "tantangan besar".

9
Walikota Milan, Giuseppe Sala memperingatkan konduktor Rusia dan teman Putin,
Valery Gergiev, yang dikontrak untuk memimpin opera The Queen of Spades di La
Scala, untuk mengklarifikasi posisinya tentang invasi atau dia akan dikeluarkan dari
teater.

Senator Lindsey Graham menyerukan kepada orang-orang Rusia untuk "menghabisi


Putin", menanyakan apakah ada "seorang Brutus di Rusia". Graham menerima kecaman
bipartisan yang luas atas pernyataannya yang menyiratkan pembunuhan seorang kepala
negara, termasuk dari Perwakilan Ilhan Omar dan Marjorie Taylor Greene, Duta Besar
AS untuk Republik Ceko Norm Eisen, dan sesama Senator Ted Cruz.

Politisi oposisi yang dipenjara Alexei Navalny mengutuk serangan Putin, mengklaim
perang itu "akan menyebabkan sejumlah besar korban, menghancurkan kehidupan dan
selanjutnya akan memiskinkan warga Rusia."

Presiden Amerika Serikat Joe Biden merilis sebuah pernyataan yang mengutuk invasi
Rusia sebagai "tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan" dan menuduh Putin memulai
"perang terencana yang akan membawa korban jiwa dan penderitaan manusia". Biden
menyatakan AS tidak akan mengirim pasukannya sendiri untuk melindungi Ukraina,
namun, Biden memang mengizinkan sanksi yang secara langsung menargetkan Putin dan
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

Wakil Presiden Kamala Harris mengancam untuk meningkatkan sanksi terhadap


Rusia di Konferensi Keamanan München: "Biar saya perjelas, saya dapat mengatakan
dengan kepastian mutlak: Jika Rusia menginvasi lebih lanjut Ukraina, Amerika Serikat,
bersama dengan sekutu dan mitra kami, akan memberlakukan sanksi yang signifikan dan
biaya ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya."

Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard, atas nama Presiden Meksiko Andrés
Manuel López Obrador, mengeluarkan pernyataan di Twitter, menolak dan mengutuk
invasi Rusia. Dia menuntut penghentian permusuhan untuk mencapai resolusi damai.
Namun, pada 1 Maret, López Obrador mengumumkan bahwa Meksiko tidak akan
berpartisipasi dalam sanksi ekonomi apa pun terhadap Rusia dan mengkritik penyensoran
media pemerintah Rusia di luar negeri.

10
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan
mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam sanksi
lebih lanjut terhadap Rusia. Pada 25 Februari, Jepang menerapkan sanksi baru, termasuk
larangan ekspor semikonduktor dan produk teknologi tinggi lainnya serta pembekuan
aset tiga bank Rusia. Ia juga mempertimbangkan untuk memperpanjang sanksi ke
Belarus, karena dukungannya terhadap invasi. Pada tanggal 26 Februari, Jepang setuju
untuk meningkatkan upaya pencegahan dengan AS, dengan Menteri Luar Negeri Jepang
Yoshimasa Hayashi menyatakan bahwa "dampaknya tidak akan berhenti di Eropa."
Hubungan Jepang-Rusia sebelumnya dicirikan oleh upaya Jepang untuk menghindari
permusuhan dengan Rusia, terutama karena sengketa Kepulauan Kuril adalah satu-
satunya sengketa wilayah Rusia di Asia. Namun, Jepang semakin khawatir tentang
implikasi geopolitik dari pencaplokan teritorial Ukraina di Tiongkok dan Taiwan.

D. Indonesia Terhadap Perang Rusia dan Ukraina

Indonesia dituntut untuk memiliki peranan yang lebih strategis dalam penyelesaian
perang Rusia dan Ukraina sebagai Presidensi G20.

Indonesia dalam pertemuan umum Majelis PBB merupakan salah satu dari 141 negara
yang meminta Rusia untuk mundur dan tidak melanjutkan penyerangannya terhadap
Ukraina. Menurutnya, Indonesia masih memiliki peran yang kuat menjadi peacekeepers
dalam konflik antara Rusia dan Ukraina dan menjadi penengah dari segala kepentingan.
Dan semoga kedepan Indonesia harus pandai menempatkan diri dan konsisten.

BAB III

PENUTUP

11
A. Kesimpulan

Rusia akhirnya benar-benar menyerang Ukraina. Presiden Vladimir Putin


mengumumkan hal itu secara resmi sejak 24 Februari lalu. Serangan Rusia kemudian
dimulai dengan ledakan di sejumlah kota di Ukraina, termasuk Kyiv, Odessa, Kharkiv
dan Mariupol. Hingga saat ini ketegangan masih berlangsung. Pertempuran terus
berlanjut, pasukan Rusia terus menggempur kota-kota di seluruh Ukraina.

Setelah adanya diplomasi, putaran baru pembicaraan antara Ukraina dan Rusia


diadakan setelah diskusi pada Senin 14 Maret terhenti tanpa terobosan. Ukraina
mengatakan menginginkan "perdamaian, gencatan senjata segera dan penarikan pasukan
Rusia".

Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan lagi pada 23-24 Februari. Rusia
menginvasi Ukraina ketika pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB yang bertujuan
untuk meredakan krisis sedang berlangsung. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa António Guterres mendesak Rusia untuk segera mengakhiri agresi di Ukraina.
Selain itu, beberapa negara lain memberikan sanksi terhadap Rusia. Indonesia pun dalam
pertemuan umum Majelis PBB merupakan salah satu dari 141 negara yang meminta
Rusia untuk mundur dan tidak melanjutkan penyerangannya terhadap Ukraina.

B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kekurangan serta jauh dari kata sempurna.

Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah ini
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun
dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

12
https://theconversation.com › perluasan-nato-bukan-ala..

https://deskjabar.pikiran-rakyat.com › Internasional

https://id.wikipedia.org/wiki/Invasi_Rusia_ke_Ukraina_2022

https://kabar24.bisnis.com/read/20220304/15/1506759/bagaimana-seharusnya-sikap-

indonesia-dalam-perang-rusia-ukraina

13

Anda mungkin juga menyukai