Anda di halaman 1dari 17

GUADALCANAL ("Neraka" 1942 di Pasific Selatan)

Guadalcanal adalah nama sebuah pulau di Pasifik Selatan yang memiliki panorama indah.
Dengan paduan pegunungan dan hutan perawan menghijau dilengkapi sungai yang mengalir
didalamnya. Tapi pulau surga tropis cantik ini pernah menjadi “Neraka” pada waktu terjadi
Perang Dunia II. Ribuan Marinir AS berhadap-hadapan langsung dengan Bala Tentara
Jepang. Pertempuran maut sampai titik darah penghabisan untuk memperebutkan titik
penting yang mengubah jalannya Perang Dunia II di Asia-Pasifik.

Pulau Guadalcanal

Guadalcanal dijadikan pangkalan udara dan laut Jepang sejak bulan Mei 1942, pasca sukses
Jepang meluluh lantakan Armada Pasifik AS di Pearl Harbour, Hawai. Keberadaan armada
Jepang di pulau tersebut membahayakan pihak Sekutu karena mengancam jalur suplai
perbekalan mereka ke daerah-daerah yang belum dikuasai Jepang.
Untuk mencegah Jepang mengkonsolidasikan kekuatannya di Guadalcanal, pada akhir Juli
1942, Amerika Serikat mengerahkan armada kapal dan pesawat terbangnya ke pulau di
kawasan Pasifik tersebut.

Seminggu kemudian, pada 7 Agustus 1942, 11 ribu marinir Amerika Serikat mendarat di
Guadalcanal dan langsung menguasai lapangan terbang di pulau tersebut. Tentara Amerika
Serikat juga berhasil merebut pelabuhan di Pulau Tulagi, tidak jauh dari Guadalcanal.
Selama enam bulan berikutnya, hingga awal Februari 1942, pasukan Jepang berusaha
merebut kembali pangkalan udara Guadalcanal namun tidak berhasil. Puluhan ribu tentara
veteran Jepang tewas, sementara ratusan pesawat terbang dan kapal lautnya ditembak jatuh
dan ditenggelamkan oleh pasukan Amerika Serikat. Dipihak AS sendiri ratusan Marinir juga
tewas dan mengalami luka-luka.

Marinir AS mendarat di Guadalcanal

Kegagalan merebut kembali pangkalan udara tersebut menyulitkan usaha Jepang memasok
makanan dan peralatan militer kepada tentaranya yang ada di Guadalcanal. Alhasil, sedikit
demi sedikit, pasukan Amerika Serikat mulai menguasai pulau.
Setelah kehilangan lebih dari 31 ribu tentara, 38 kapal laut dan 700 pesawat terbang, pada 9
Februari 1943, Jepang menarik mundur pasukannya dari Guadalcanal. Penarikan ini dikenal
dengan peristiwa ” Tokyo Midnight Express ”. Kekalahan Jepang di Guadalcanal menjadi
awal kekalahan mereka selanjutnya dalam Perang Dunia II di Teater Pasifik.

Setelah menguasai Guadalcanal, pasukan Sekutu berturut-turut berhasil memukul mundur


tentara Jepang dari kawasan Pasifik hingga akhirnya mereka menyerah kalah pada Agustus
1945setelah pertempuran final di pulau karang Iwojima serta penjatuhan bom atom oleh AS
di kota Hiroshima dan Nagasaki.

Pertempuran di Laut Jawa

Intro:
Sebelum pertempuran terjadi di laut Jawa, Pearl Harbour yg digempur oleh Jepang menyebabkan
hancurnya kekuatan tempur AS di Pasifik dan serangan ke sejumlah wilayah Asia menyebabkan
hilangnya superioritas armada sekutu Inggris-Amerika. Senjata utama yg tersisa dari sekutu adalah
kapal tempur (Battleship) Prince of Wales dan Battlecruiser Repulse, tetapi kedua kapal ini tidak
memiliki pertahanan yg cukup terhadap serangan udara dan mengadalkan pesawat yg ada di darat
untuk melindungi mereka. Nah ketika Jepang menginvasi Malaya melalui tiga tempat maka kekuatan
udara sekutu terpecah dan dua kapal Inggris ini yg bertugas menghalau laju Jepang tidak memiliki
perlindungan udara. Nah ketika berlayar ini pesawat torpedo-bomber Jepang menenggelamkan Prince
of Wales dan Repulse beserta Admiral Sir Tom Philips. Hal ini juga menghapuskan mitos bahwa
pesawat tidak bisa menenggelamkan kapal perang/kapal tempur.

Pembentukan ABDA:
Mundurnya kekuatan Amerika dari Filipina dan Inggris dari Malaya-Singapura ke Jawa memutuskan
untuk menyatukan rantai komando dengan nama ABDA (American British Dutch Australia) dengan
berpusat di Jawa, tetapi karena tidak pernah berlatih, rantai komando yg berbeda dan bahasa yg
berbeda, struktur komando ABDA tidak bisa berjalan mulus dan menyebabkan kekacauan ketika di
medan perang.

Untuk wilayah tengah laut Jawa diserahkan kepada Belanda, wilayah timur diserahkan kepada Amerika
dan wilayah barat diserahkan kepada Inggris

Strategi Jepang:
Jepang melakukan pengepungan terhadap Jawa yg merupakan benteng terakhir sekutu di Pasifik
melalui Timur (dari Filipina) dan Barat. Dari Barat Jepang -merebut Sumtara, Kalimantan Utara- dan
Timur (Davao Filipina) Jepang merebut Tarakan, Balikpapan, terus ke Makasar hingga ke Timor.

Pertempuran di Balikpapan:
Tarakan yg merupakan sumber minyak dengan mudah direbut oleh Jepang dan tanpa melepaskan
momentum yg dimiliki Jepang langsung menginvasi Balikpapan dgn tujuan minyak. Balikpapan yg
sudah ditinggalkan oleh tentara Belanda, minyaknya sudah dibuang dan minyaknya telah diledakan
oleh Belanda dan menjadi api raksasa yg menjadikan bantuan berharga untuk kapal sekutu.
Kapal pengangkut Jepang yg hendak melakukan pendaratan pasukan di Balikpapan terlihat dgn jelas
oleh kapal Destroyer sekutu karena api raksasa yg berasal dr minyak yg terbakar dan menjadi sasaran
empuk. Dari kapal Destroyer itu dilepaskan torpedo tetapi tidak ada satupun torpedo yg tepat sasaran,
setelah dicoba lagi baru satu kapal pengangkut Jepang (Sumanura Maru) ditenggelamkan setelah kapal
Destroyer Ford dan Paul Jones membantu Parrot yg telah beraksi terlebih dahulu.
Jepang yg mengira diserang kapal selam (karena tidak ada pesawat yg menyerang) Laksamana Shoji
Nishimura mengerahkan kapal Destroyernya untuk mencari kapal selam sekutu yg tidak ada.
Akibatnya yg ada hanyalah kapal patroli dan kapal pengangkut saja yg tersisa untuk melakukan
pendaratan di Balikpapan. Namun sayang 3 kapal Destroyer AS (Parrot, Paul Jones, Ford) hanya
berhasil mengaramkan 1 kapal patroli (dr 3 kapal yg ada) dan 4 kapal pengangkut -Tsuruga Maru,
Tatsukami Maru, Kuretaku Maru, Sumanura Maru (dr 12 kapal yg ada).

Secara taktis disini Sekutu menang karena menenggelamkan 5 kapal Jepang tanpa kehilangan kapal
namun secara Strategis Jepang menang karena Sekutu hanya memperlambat pendaratan bukan
mencegah pendaratan (walau inilah tujuan sekutu untuk memperlambat pendaratan 1 hari).

ABDA berantakan:
Ketika laju Jepang di Kalimantan tidak bisa dicegah oleh Sekutu, pihak Inggris dan Amerika
memutuskan bahwa Jawa tidak lagi bisa dipertahankan dan mereka memilih mundur keluar dari Jawa
menuju Australia dan Ceylon (SriLanka) sehingga hanya tersisa beberapa kapal saja di Jawa dan
komando sepenuhnya berada di tangan perwira Belanda.

Pertempuran Laut Jawa:


Pertempuran di Laut Jawa terjadi pada 27 Februari 1942 di sekitar pulau Bawean. Kekuatan laut Jepang
terdiri dari: 2 Heavy Cruiser (Nachi dan Haguro), 2 Light Cruiser (Jintsu dan Naka) dan 13 kapal
Destroyer. Sedangkan Sekutu (ABDA) kekuatan lautnya adalah: 2 Heavy Cruiser (Houston -AS- dan
Exeter -Inggris-), 3 Light Cruiser (De Ruyter [dsini Laksamana Karel Doorman memilih
kedudukannya], Java -Belanda-), dan Perth (Australia) dan 11 Kapal Destroyer.

Walau terlihat kekuatannya seimbang tetapi sebenarnya tidak. Jepang semua kapalnya memiliki
torpedo sedangkan di sekutu hanya Exeter, Perth dan 11 Destroyer yg punya torpedo selain itu Jepang
memiliki pesawat pengintai dan Sekutu tidak punya. Satu hal yg penting karena kekuatan udara
Belanda musnah maka tidak ada perlindungan udara terhadap kemungkinan serangan udara Jepang
sedangkan pihak sekutu masih trauma terhadap serangan udara Jepang terhadap kapal Prince of Wales
dan Repulse.

Kesalahan lagi berada di pihak Laksamana Karel Doorman, armadanya berangkat terlalu awal untuk
mencegah armada Jepang. Setelah letih mencari dan menunggu armada Jepang dan hendak kembali ke
Surabaya untuk beristirahat ditengah jalan datang perintah untuk menghalau Jepang di Timur pulau
Bawean. Dalam keadaan lelah dan letih, armada Doorman berperang.

Tanggal 27 Februari jam 16.16, Heavy Cruiser Jepang menembaki Heavy Cruiser Sekutu dan perang
laut Jawa telah dimulai. Pertempuran ini berlangsung lama mulai dari jam 16.16 sampai jam 23.30.
Pada jam 17.08 sampai jam 19.36 terjadi kekacauan di pihak Doorman karena ketidakcocokan doktrin,
rencana, kode antara sekutu/ABDA dan kekacauan yg berlangsung 2 jam lebih ini berakibat fatal
terhadap armada Karel Doorman.

Laksamana Karel Doorman gugur dan tenggelam di kapalnya (De Ruyter) dan Java beserta 3 kapal
Destroyer Jupiter, Electra, Kortenaer. Pihak Jepang kapalnya tidak ada yg tenggelam cuma 1 yg rusak.
Sedangkan kapal-kapal sekutu yg lain setelah mundur dari pertempuran di Laut Jawa ini:
-. Heavy Cruiser Exeter Inggris dikaramkan di Surabaya pd tanggal 28 Februari.
-. Heavy Cruser Houston Amerika dan Light Cruiser Perth Australia ditenggelamkan di Selat Sunda.
Begitu juga dengan 1 Destroyer Evertsen.
-. Destroyer Encounter Inggris ditenggelamkan di dekat Surabaya tanggal 28 Februari, Destroyer Pope
Amerika dikaramkan tanggal 1 Maret, Destroyer Witte de With Belanda diledakan tanggal 2 Maret
ketika sedang direparasi.
-. Kapal-kapal sisanya berhasil meloloskan diri ke Australia.

Penilaian:
Secara taktis Jepang menang karena berhasil memenangkan pertempuran Laut Jawa tanpa kehilangan
kapal. Secara strategis Jepang menang karena pendaratan di Jawa berhasil tanpa rintangan dan Belanda
menyerah pada tanggal 8 Maret 1942 dan dalam 4 bulan Jepang menguasai Asia Tenggara.

Karena kekalahan-kekalahan ini semangat dan moril sekutu telah merosot jauh sehingga pihak AS
merencanakan sebuah misi penyerangan untuk membangkitkan semangat dan moral sekutu pada
umumnya dan Amerika pada khususnya degan tujuan Tokyo, penyerangan ini dikenal dengan nama
Tokyo Raid / Doolittle Raid

Doolittle Raid - Pemboman Tokyo oleh Amerika -

Setelah pihak sekutu mengalami kekalahan disana-sini oleh gempuran invasi Jepang dari Pearl
Harbour, tenggelamnya kapal Inggris Prince of Wales dan Repulse dan hancurnya armada Amerika-
Inggris-Belanda di laut Jawa. Moral sekutu saat itu telah habis.

Untuk itu pihak Amerika merencanakan sebuah aksi yg merupakan injeksi moral kepada Amerika dan
Sekutu. Rencana itu adalah menerbangkan pesawat dari dek kapal induk membawa bom seberat 2000
pond dan mampu terbang 2000 mil dgn tujuan Tokyo. Rencana yg disetujui oleh Laksamana Ernest J.
King dan Presiden Franklin D. Roosevelt.

Persiapan:
Untuk melaksanakan misi ini pihak angkatan perang AS mencari pilot yg berpengalaman dan sekaligus
insinyur udara, dan pilihannya jatuh kepada Lt. Col. James Doolittle, 46 tahun.

Untuk pesawatnya pilihan jatuh kepada pesawat medium bomber B-25 Mitchell. Tapi pesawat ini
apakah mampu lepas landas dari kapal induk? kemungkinan ada tetapi untuk mendarat di kapal induk?
Jelas tidak. Maka rute penerbangan setelah terbang dan membom Jepang pesawat akan terus terbang ke
arah China.

Pada Maret 1942, Laksamana Chester W. Nimitz selaku pimpinan Armada Pasifik menunjuk
Laksamana William F. Halsey dan gugus tempurnya untuk membawa B-25 Mitchell ke arah Tokyo.

Selama pelatihan kerahasiaan dijaga ketat Doolittle yg memilih para kru dan pilot tidak pernah
memberitahukan tujuan dari pelatihan melakukan take-off dari jarak 500 kaki. Doolittle hanya
menjelaskan "tugas menarik, tapi berbahaya". Pokoknya semua pihak-pihak penerbang kerahasiaan
dijaga ketat. Demikian pula kerahasiaan di pihak Angkatan Laut. Ketika kapal induk Hornet
meninggalkan San Fransisco menuju Tokyo hanya 6 perwira yg tahu, bahkan komandan Hornet baru
tahu ketika pesawat B-25 diangkut ke geladak Hornet.

Tujuan Tokyo:
Pada tanggal 1 April, 16 buah pesawat B-25 di atas geladak Hornet meninggalkan Teluk San Fransisco
keesokan harinya dibawah pengawalan 2 Cruiser, 4 Destroyer, dan 1 Tanker.

Pada tanggal 3 April barulah tujuan misi diberi tahukan kepada seluruh awak yg ada, dan semua
bergembira karena bisa membalas dendam atas penyerangan Pearl Harbour.

Doolittle menjelaskan bahwa 13 pesawat akan membom Tokyo sedangkan 3 lainnya menyerang
Nagoya, Osaka dan Kobe. Doolittle sendiri terbang akan terbang lebih dulu 3 jam lebih awal dan
membom Tokyo dengan napalm sebagai panduan kepada 12 pesawat yg lain.

Kepada anak buahnya Doolittle menjelaskan setelah membom kota, lansung terbang menuju China dan
jangan sekali-sekali mendarat di wilayah Uni Soviet, juga jangan membom istana kaisar. Doolittle
sendiri menjelaskan bahwa misi ini bukanlah misi bunuh diri kemungkinan selamat itu 50:50.

Pemerintah China hanya diberitahu oleh pihak Amerika bahwa akan ada sejumlah pesawat Amerika
mendarat di China selain itu tidak, karena Amerika menganggap pihak China dibawah Chiang Kai
Shek tidak bisa menjaga rahasia.
Perhitungan awalnya pesawat akan di lepas ketika Hornet mencapai 500 mil dari garis pantai Jepang,
sebab kalau lebih dari itu ada kemungkinan pesawat tidak akan bisa sampai mendarat di China karena
kehabisan bensin. 16 pesawat itu rencananya akan terbang pada tanggal 18 April 1942 pada sore hari.
Andaikata musuh mengetahui iring-iringan gugus tempur Halsey maka jam lepas landas harus
dimajukan karena 16 pesawat B-25 itu merupakan sasaran empuk karena tidak bisa dimasukan ke
hangar kapal induk.

Ketahuan!
Rencana yg disusun oleh Doolittle dan Halsey menjadi berantakan ketika pada jarak 700 mil dari pantai
Jepang pada jam 02.10 tanggal 18 April, layar radar menunjukan 2 kapal Jepang menuju ke jurusan
penyerang sehingga rencana menjadi kacau. Halsey mengubah haluan untuk mencegah bertemu dengan
2 kapal Jepang ini. Ketika jam 05.00 pesawat pengintai yg dilepas oleh kapal Induk Enterprise
ketahuan oleh sebuah kapal patroli Jepang dan langsung memberitahu Tokyo. Pada jam 06.44 Hornet
bertemu dengan kapal patroli Jepang walau berhasil dikaramkan oleh Cruiser Nashville.

Karena unsur dadakan hilang, harus diputuskan apakah tetap melanjutkan misi ini atau tidak. Andaikata
dilanjutkan jaraknya masih 650 mil atau lebih jauh 150 mil dari jarak rencana yakni 500 mil. Akhirnya
Halsey memutuskan untuk melepas pesawat dari jarak 623 mil dari pantai terdekat. Doolittle yg
pertama kali berangkat dan berhasil, Doolittle terbang menuju Tokyo yg diikuti oleh para anak
buahnya.

Ketika itu Tokyo sedang melakukan latihan serangan udara. Ketika latihan itu selesai datanglah
Doolittle membom yg disambut oleh meriam anti pesawat, warga Tokyo yg mengira ini adalah bagian
dari latihan serangan udara baru menyadari ketika bom yg dilepas Doolittle benar-benar meledak.
Serangan ini dilakukan pada tengah hari. Tokyo, Osaka, Nagoya, Kobe diserang oleh Doolittle dan
anak buahnya.

Terbang ke China:
Seusai membom Jepang, 15 pesawat terbang ke China dan 1 pesawat mendarat di Vladivostok yg
berakibat pesawat disita dan anak buahnya ditahan yg 13 bulan kemudian baru berhasil kabur ke Iran.
15 pesawat yg mengarah ke Tokyo ada yg mendarat dengan kondisi hancur berantakan, ada yg jatuh ke
laut sehingga awaknya harus berenang menuju pantai China. Dari ke-16 pesawat itu 15 pesawat hancur
dan 1 pesawat disita oleh Soviet.

Hasil serangan Doolitle


Dari pihak sekutu; serangan ini adalah injeksi moral yg penting untuk petempuran sesudah ini.
Dari pihak Jepang; serangan ini diduga berasal dari pulau Midway bukan dari kapal induk, dan di
kemudian hari inilah yg menyebabkan Laksamana Yamamoto menyerang pulau Midway.

Lt. Col. James Doolittle setelah melakukan misi ini mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Brigadir
Jenderal dan mendapatkan medali Medal of Honour. Sementara gugus tempur yg membawa pesawat B-
25 Mitchell itu kembali ke Pearl Harbour dan dibutuhkan dalam pertempuran di Laut Karang, Australia
(Battle of Coral Sea).

Battle of Coral Sea


----------------------
Pertempuran di Laut Karang

Seperti yg sudah diketahui, setelah kekuatan sekutu hancur di laut Jawa dan menyerahnya Hindia
Belanda kepada Jepang membuat cemas Presiden AS Franklin D. Roosevelt sampai beliau
mengirimkan pesan kepada PM Winston Churchill: "The Pacific situation is now very grave".
Churchill memuji kekuatan Jepang karena kemenangan Jepang secara beruntun tanpa ada korban yang
signifikan. Akibatnya pamor AS dan sekutu di pasifik sangat rendah termasuk moral, sampai akhirnya
AS mengadakan misi untuk membangkitkan moral yg dikenal Doolittle Raid.

Bagaimana dengan Jepang? Jepang setelah memenangi pertempuran menjadi besar kepala dan
mengidap VD alias Victory Disease hingga Jepang sesumbar akan menaklukan Australia lalu ke
Hawaii dan ke benua Amerika menuju Washington. Sebenarnya Jepang tidak pernah memiliki strategi
semacam itu. Niat Jepang sebenarnya adalah merebut pulau-pulau terpenting dari sekutu dan
mempertahankannya sampai sekutu meminta perdamaian. Strategi ini melupakan dua hal: Jepang tidak
mengetahui kekuatan industri Amerika dan Amerika yang tidak mau "hilang muka" dengan jalan
meminta perdamaian.

Rebut Port Moresby


------------------
Jepang pada tanggal 7 Mei 1942, akan merebut Port Moresby dengan melakukan pendaratan dari laut.
Jadi dalam hal ini Angkatan Laut berperan sangat penting karena dalam perang amfibi siapa yang
menguasi lautan dialah yang memenangkan pertempuran. Bila dalam pertempuran-pertempuran
sebelumnya kekuatan laut Jepang jauh lebih kuat dari Amerika sekarang sudah tidak lagi. Amerika saat
ini telah mengumpulkan kapal-kapal perangnya untuk mempertahankan Port Moresby dan
menggagalkan pendaratan Jepang.

Pihak Amerika dikomandani oleh Laksamada Frank J. Fletcher yang berkedudukan di kapal induk
Yorktown sedangkan pihak Jepang dipimpin oleh Laksamana Shigeyoshi Inouye yang berkedudukan
sebuah kapal Cruiser yg sedang berlabuh di Rabaul. Rabaul adalah pusat operasi dari penyerangan Port
Moresby dan Tulagi (kep. Solomon).

Jepang dalam operasi ini menyediakan 3 kapal induk (2 kapal induk Zuikaku, Shokaku dan 1 kapal
induk ringan Shoho). Hal ini dikarenakan pihak Jepang mengetahui bahwa kapal induk Amerika ada
disekitar perairan operasi ini.

Tanggal 4 Mei, 14 kapal transpor Jepang berangkat dari Rabaul menuju Port Moresby dibawah
pengawalan kapal induk Shoho, beberapa Cruiser, dan sebuah Destroyer. Selain itu masih ada
perlindungan dari gugus tempur Zuikaku dan Shokaku yg dikomandani oleh Laksdya Takeo Takagi.
Tetapi semua kekuatan ini tetap dibawah komando Laksda Shigeyoshi Inouye.

Intelijen
----------
Dalam peperangan kekuatan intelijen adalah segalanya. Ketika Jepang melakukan operasi ini
sebenarnya Amerika telah mengetahui rencana ini dikarenakan berkat pengintaian kapal selam
Amerika dan ..... terbukanya sandi telegram Jepang. Laksamana Nimitz memerintahkan kepada
Fletcher untuk melakukan serangan mendadak kepada kapal induk. Fletcher yg menerima perintah ini
tidak bisa mencegah invasi Tulagi oleh Jepang dikarenakan sedang mengisi bahan bakar pada tanggal 3
Mei di 400 mil selatan pulau Guadalcanal.

Tanggal 4 Mei, Fletcher menuju Tulagi untuk menyerang kekuatan Jepang. Fletcher melepaskan 12
pesawat torpedo bomber Devastator dan 24 pesawat bom tukik Dauntless. Dalam serangan ini tidak
memberikan arti yang bekitu banyak karena kapal Jepang setelah sukses melakukan pendaratan pergi
lagi. Sekarang tinggal pendaratan di Port Moresby yang bisa dicegah.

Pada tanggal 5 Mei dilewati dengan mengisi bahan bakar dari kapal tanker yg selalu menyertai armada
dan tidak terjadi apa-apa. Pada tanggal 6 juga demikian tidak terjadi apa-apa, tetapi Jepang dan
Amerika merasakan kehadiran masing-masing. Padahal pasukan Fletcher dan Takagi pada tanggal 6
Mei jam 24.00 hanya terpisah 70 mil, namun keduanya tidak menyadarinya.

Perang 7 Mei 1942


-----------------
Keesokan harinya, tanggal 7 Mei, Laksamada Chuichi Hara yang memimpin Zuikaku dan Shokaku
melepaskan pesawat pengintai. Tidak berapa lama kemudian datanglah berita dari pesawat pengintai
bahwa ada pasukan musuh dengan kapal induk jarak 160 mil. Disangka inilah kekuatan utama
Amerika, Hara melepaskan seluruh pesawatnya untuk menyerang pasukan itu. Sebanyak 78 pesawat
pembom, torpedo bomber, dan fighter.

Namun ketika 78 pesawat itu mencapai target, informasi pengintai keliru! Tidak ada kapal induk yang
ada hanyalah kapal tanker Neosho dan kapal Destroyer Sims. Kedua kapa itu tanpa ampun
dimusnahkan. Namun kemenangan kecil ini harus dibayar mahal oleh Jepang karena tidak lama setelah
78 pesawat itu take-off, masuk berita bahwa armada kapal induk Amerika bukan terletak di sekitar
Neosho dan Sims tetapi di timur pulau New Guinea. Seaindainya Hara tidak melepaskan seluruh
kekuatan udaranya maka dia memiliki kekuatan untuk menggempur armada kapal induk AS. Hilanglah
kesempatan emas bagi Jepang.

Sementara 78 pesawat itu memusnahkan Sims dan Neosho, Fletcher menerima laporan lokasi kapal
induk ringah Shoho yg dipimpin oleh Laksamana Goto. Tidak seperti Hara yang melepaskan seluruh
pesawatnya, Fletcher hanya mengirimkan 2/3 dari kekuatan udaranya untuk menggempur Shoho,
sebanyak 93 pesawat terbang. Jumlah 93 pesawat bukanlah kekuatan seimbang bagi kapal induk ringan
Shoho apalagi terhadap serangan mendadak ini. Shoho terbakar termasuk seluruh pesawatnya yang
berada di geladak. 7 Mei 1942 jam 11.31, Shoho ditinggalkan setelah 15 menit terbakar.

Pertama kali dalam sejarah maritim kapal induk vs. kapal induk.

Sekarang kedudukan Fletcher menjadi kritis karena setelah penyerangan Shoho ini, Hara dapat kira-
kira letak Fletcher. Hara yang 78 pesawatnya kembali setelah menyerang Sims dan Neosho ketika sore
hari, melepaskan 27 pesawat pembom dan torpedo untuk mencari Fletcher. Namun karena cuaca buruk
ke-27 pesawat itu tidak menemukan Fletcher, selamatlah Fletcher.

Perang 8 Mei 1942


-----------------
Sekarang cuaca lebih berpihak kepada Jepang karena armada kapal induk Jepang berada dibawah awan
rendah sedangkan armada Fletcher berada di laut yg disorot matahari. Karena posisi kedua belah pihak
telah berubah maka baik pihak Amerika dan Jepang melepaskan pesawat pengintai. Pada jam 08.15
kedua belah pihak mengetahui posisi masing-masing lawannya maka baik Fletcher dan Takagi-Hara
saling memerintahkan penyerangan.

Kedua belah pihak melepaskan pesawat yang jumlahnya hampir sama, Jepang 121 buah dan Amerika
122 buah. Jepang memilik pesawat fighter dan torpedo yang sangat baik dan bagus. Tapi pihak
Amerika memiliki radar yang tidak dimiliki oleh Jepang.

122 pesawat Amerika menyerang Zuikaku dan Shokaku hanya memusatkan serangan kepada Shokaku
yang mengakibatkan 108 awak kapal Shokaku tewas dan 40 luka-luka. Shokaku sendiri rusak parah
tetapi tidak karam. Zuikaku sendiri berhasil bersembunyi di hujan yang deras.

121 pesawat Jepang menyerang Yorktown dan Lexington (Lady Lex). Serangan ini lebih seksama dari
pihak Amerika karena serangan dipusatkan kepada kedua kapal induk saja sedangkan 5 Cruiser dan 7
Destroyer diabaikan oleh Jepang.

Sebuah bom mengenai Yorktown dan menyebabkan kerusakan dan kebakaran walau berhasil
dipadamkan banyak awaknya luka bakar dan 56 awak mati/luka parah. Lexington juga menerima
serangan 2 bom dan 2 torpedo, kebakaran bisa dipadamkan dan kapal miring untuk sementara waktu.

Pada jam 11.40 selesailah pertempuran, bisa dilihat Amerika lebih unggul (2 kapal induk rusak) dari
Jepang (1 rusak parah, 1 selamat). Tapi apa daya, tidak beberapa lama kemudian Lexington meledak
karena serangan torpedo Jepang yang menyala dekat motor generator yang aktif. Serentetan ledakan
terdengar, pada pukul 14.45 terdengar ledakan hebat dan pada pukul 20.00 kapal ini ditenggelamkan
oleh torpedo dari Destroyer atas perintah Fletcher karena tidak bisa lagi digunakan.

Blunder
-------
Walau dengan hancur/rusaknya armada kapal induk Amerika dan Jepang tidak serta merta
mengagalkan invasi Port Moresby karena disini kapal induk Jepang hanyalah pasukan pelindung bagi
kapal-kapal transpor Jepang yang menuju Port Moresby. Namun Laksamana Inouye melakukan sebuah
blunder: pada tanggal 8 Mei, Inouye memerintahkan menarik pasukan penyerang kembali ke Rabaul,
padahal kesempatan untuk melakukan pendaratan masih ada. Akibatnya pendaratan gagal dan
menyebabkan kemarahan besar Laksamana Yamamoto. Dengan perintah keras Yamamoto
memerintahkan Inouye untuk mencari sisa-sisa armada Fletcher. Yamamoto sangat tidak senang
(marah besar) dengan Inouye.

Takagi selama 2 hari melakukan pencarian terhadap Fletcher secara sia-sia karena setelah pertempuran,
atas perintah Laksamana Chester W. Nimitz, Fletcher kembali ke Pearl Harbour.

Penutup
--------
Dengan pertempuran ini mitos bahwa kapal induk itu tidak tahan serangan tidak terbukti kekuatan
kapal induk malah jauh lebih dari dugaan semula.

Pihak Jepang: Shokaku yang mengalami kerusakan parah membutuhkan perbaikan selama 1 bulan
lamanya, sedangkan Zuikaku walau tidak rusak telah kehilangan para penerbang yang handal. Akibat
dari abstainnya 2 kapal induk ini, Jepang dalam Battle of Midway hanya mampu mengerahkan 4 kapal
induk.

Pihak Amerika: Rakyat Amerika dengan kerja keras dengan penuh usaha memperbaiki kapal induk
Yorktown dalam .... 2 HARI. Bandingkan dengan Jepang yang membutuhkan 1 bulan.

Jepang yang lamban dalam perbaikan Shokaku dan perekrutan pernerbang Zuikaku menyebabkan
dalam Battle of Midway kekurangan kekuatan. Sikap Jepang ini diakibatkan kemenangan yang terus
menerus dan menyebabkan VD (Victory Disease / Penyakit Kemenangan) yang mengakibatkan besar
kepala dan membuat celaka diri sendiri.

Perang Pasifik:
Seandainya pada perang Pasifik Jepang memiliki Intelijen dan Kriptograf yang jempolan niscaya
Jepang lebih berkuasa lebih lama di Pasifik. Sebab, operasi-operasi militer Jepang bisa diketahui oleh
pihak Intelijen Amerika karena bocornya sandi militer Jepang sehingga operasi merebut Port Moresby,
Midway dapat diketahui. Bahkan tewasnya pimpinan armada Pasifik Jepang Admiral Isoroku
Yamamoto yang disergap ketika hendak melakukan kunjungan ke Rabaul adalah berkat bocornya
pesan rahasia Jepang oleh pihak sekutu (Amerika).

Dalam Battle of Midway sendiri bila rencana operasi mereka tidak bocor maka kekuatan Amerika bisa
dihancurkan karena pada tahun 1942 kekuatan armada Jepang jauh lebih unggul dari Amerika. Nah bila
Midway terebut maka pendaratan pasukan di Hawaii bukan lagi mustahil dilakukan dan tentu jalan
cerita Perang Dunia II di Pasifik jadi lebih berbeda.

Perang Dunia II Di Asia dan Pasifik

Perang Pasifik, yang dikenal di Jepang dengan nama Perang Asia Timur Raya dan di Tiongkok
sebagai Perang Perlawanan Terhadap Agresi Jepang) (kang-Ri zhanzheng), terjadi di Samudra Pasifik,
pulau-pulaunya, dan di Asia. Konflik ini terjadi antara tahun 1937 dan 1945, namun peristiwa-peristiwa
yang lebih penting terjadi setelah 7 Desember 1941, ketika Jepang menyerang Amerika Serikat serta
wilayah-wilayah yang dikuasai Britania Raya dan banyak negara lainnya.

Perang ini dimulai lebih awal dari Perang Dunia II yaitu pada tanggal 8 Juli 1937 oleh sebuah insiden
yang disebut Insiden Jembatan Marco Polo Peristiwa tersebut menyulut peperangan antara Tiongkok
dengan Jepang.Konflik antara Jepang dan Tiongkok dan beberapa dari peristiwa dan serangannya yang
penting juga merupakan bagian dari perang tersebut. Perang ini terjadi antara Jepang dan pihak Sekutu
(yang termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, Britania Raya, Filipina, Australia, Belanda dan Selandia
Baru). Uni Soviet berhasil memukul mundur Jepang pada 1939, dan tetap netral hingga 1945, saat ia
memainkan pernanan penting di pihak Sekutu pada masa-masa akhir perang.

Thailand, setelah dijajah pada 1941, dipaksa bergabung dengan pihak Jepang. Jerman Nazi dan Italia
juga adalah sekutu Jepang, dan angkatan laut mereka beroperasi di Samudra Pasifik dan Hindia antara
tahun 1940 dan 1945. Antara tahun 1942 dan 1945, terdapat empat wilayah otorita Sekutu yang
berperang melawan Jepang: Tiongkok, wilayah Samudra Pasifik, Asia Tenggara dan wilayah Pasifik
Barat Daya. Perang Pasifik berakhir pada 15 Agustus 1945 dan perjanjian menyerahnya Jepang
ditandatangani oleh wakil dari sekutu yaitu Jendral Douglas McArthur dan Jepang diwakili oleh
Mamoru Shigemitsu diatas kapal USS Missouri

Akibat Perang Pasifik

Berikut ini adalah beberapa akibat dari Perang yang terjadi antara tahun 1937 sampai 1945 ini:

• Kekalahan Jepang membuatnya kehilangan wilayah jajahannya seperti Manchuria, Korea, Asia
Tenggara dan daerah mandat di kepulauan Pasifik yang diberikan pada akhir Perang Dunia I.
• Beberapa negara yang sebelumnya dijajah oleh negara-negara Eropa berhasil memperoleh
kemerdekaan seperti Indonesia.
• Kaisar Jepang kehilangan statusnya sebagai dewa. Amerika Serikat sebagai pemenang perang di
Pasifik tidak ingin mengadili Hirohito, kaisar Jepang saat itu. Amerika Serikat membutuhkan
daerah penyangga (buffer) untuk menahan arus pengaruh komunisme karena Rusia sudah
mencapai kawasan timur Asia.
• Jepang tidak diperbolehkan mempunyai angkatan perang, kecuali pasukan pembela diri.

B. Latar Belakang dan Proses Pendudukan Jepang (1942 - 1945)

Masa pendudukan Jepang merupakan periode yang penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Pendudukan Jepang di Indonesia ditujukan untuk mewujudkan Persemakmuran Bersama Asia Timur
Raya. Untuk mewujudkan cita-cita itu, Jepang menyerbu pangkalan Angkatan Laut di Pearl Harbour,
Hawai. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 7 Desember 1941. Gerakan invasi militer Jepang cepat
merambah ke kawasan Asia Tenggara. Pada bulan Januari-Februari 1942, Jepang menduduki Filipina,
Tarakan (Kalimantan Timur), Balikpapan, Pontianak, dan Samarinda. Pada bulan Februari 1942 Jepang
berhasil menguasai Palembang. Untuk menghadapi Jepang, Sekutu membentuk Komando gabungan.
Komando itu bernama ABDACOM (American British Dutch Australian Command). ABDACOM
dipimpin oleh Jenderal Sir Archibald Wavell dan berpusat di Bandung. Pada tanggal 1 Maret 1942
Jepang berhasil mendarat di Jawa yaitu Teluk Banten, di Eretan (Jawa Barat), dan di Kragan (Jawa
Timur). Pada tanggal 5 Maret 1942 kota Batavia jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8
Maret 1942 Belanda secara resmi menyerah kepada Jepang.

Upacara penyerahan kekuasaan dilakukan pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Dalam upacara tersebut Sekutu diwakili oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh dan Jenderal
Ter Poorten, sedang Jepang diwakili oleh Jenderal Hitoshi Imamura. Dengan penyerahan itu secara
otomatis Indonesia mulai dijajah oleh Jepang.
Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia pada prinsipnya diprioritaskan pada dua hal, yaitu:
1. menghapus pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia, dan
2. memobilisasi rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

Politik imperialisme Jepang di Indonesia berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam dan manusia.
Jepang melakukan eksploitasi sampai tingkat pedesaan. Dengan berbagai cara, Jepang menguras
kekayaan alam dan tenaga rakyat melalui janji-janji maupun kekerasan.

C. Pemerintahan pada Zaman Pendudukan Jepang

Masa pendudukan Jepang berbeda dengan masa penjajahan Belanda. Pada penjajahan Belanda
pemerintahan dipegang oleh pemerintahan sipil. Sedangkan masa Jepang dipimpin oleh militer. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Indonesia dibagi dalam tiga
wilayah kekuasaan militer.

1. Wilayah I, meliputi Pulau Jawa dan Madura diperintah oleh Tentara keenambelas dengan pusatnya
di Batavia (Jakarta).
2. Wilayah II meliputi daerah Pulau Sumatra, diperintah oleh tentara keduapuluh lima dengan pusatnya
di Bukittinggi.
3. Wilayah III meliputi Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Timor, Maluku diperintah oleh
Armada Selatan Kedua dan berkedudukan di Makassar (Ujungpandang).

Berikut ini berbagai kebijakan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia.

1. Bidang Politik

Pada masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang pada
awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya:
a. mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di samping bendera Jepang,
b. melarang penggunaan bahasa Belanda,
c. mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dan
d. mengizinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Kebijakan Jepang yang lunak ternyata tidak berjalan lama. Jenderal Imamura mengubah semua
kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai
gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Tentunya untuk kepentingan Jepang itu
sendiri. Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa
Hokokai.

a. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan Maret 1942 dan diketuai oleh Mr. Syamsuddin. Gerakan Tiga A
terdiri dari Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Tujuan gerakan
ini adalah untuk menghimpun potensi bangsa guna kemakmuran bersama. Ternyata Gerakan Tiga A
tidak berumur lama karena dirasa kurang efektif oleh Jepang sehingga dibubarkan, sebagai gantinya
dibentuk Putera (Pusat Tenaga Rakyat).

b . Pusat Tenaga Rakyat (Putera)


Pada tanggal 1 Maret 1943 Jepang membentuk Putera. Gerakan ini dipimpin oleh tokoh empat
serangkai yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.

Bagi para pemimpin Indonesia, Putera bertujuan untuk membangun dan menghidupkan segala apa
yang dirobohkan oleh imperialis Belanda. Sedangkan bagi Jepang, Putera bertujuan untuk memusatkan
segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu
usaha perangnya. Putera lebih bermanfaat bagi bangsa Indonesia daripada bagi Jepang. Putera lebih
mengarahkan perhatian rakyat kepada kemerdekaan daripada kepada usaha perang pihak Jepang. Oleh
karena itu kemudian Jepang membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa).

c . Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)


Pada bulan Maret 1944 pemerintah Jepang membentuk Jawa Hokokai. Jawa Hokokai dinyatakan
sebagai organisasi resmi pemerintah sehingga pucuk kepemimpinan langsung dipegang oleh
Gunseikan. Himpunan ini mempunyai tiga dasar yaitu mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan,
dan melaksanakan sesuatu dengan bukti. Jawa Hokokai mempunyai tugas antara lain mengerahkan
rakyat
untuk mengumpulkan padi, besi tua, pajak, dan menanam jarak sebagai bahan baku pelumas untuk
Jepang. Pada tanggal 5 September 1943 membentuk Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan) atas anjuran
Perdana Menteri Hideki Tojo. Ketua Cuo Sangi In dipegang oleh Ir. Soekarno. Tugas badan ini adalah
mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai tindakan yang
perlu dilakukan oleh pemerintah militer.

2. Bidang Ekonomi

Pada awal pendudukan Jepang, ekonomi Indonesia mengalami kelumpuhan obyek-obyek vital seperti
pertambangan dan industri dibumihanguskan oleh Sekutu. Untuk menormalisasi keadaan, Jepang
banyak melakukan kegiatan produksi. Semua kegiatan ekonomi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
perang. Misalnya dengan membangun pabrik senjata dan mewajibkan rakyat menanam pohon jarak.
Oleh karena itu Jepang menerapkan sistem autarki. Sistem autarki adalah tiap-tiap daerah diharapkan
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk membangun fasilitas perang, Jepang memerlukan
banyak tenaga kasar. Tenaga kasar yang digunakan untuk kerja paksa dinamakan romusha. Kehidupan
romusha sangat mengenaskan. Mereka hidup menderita, miskin, kelaparan, dan tidak jarang terjadi
kematian. Selain dengan romusha, Jepang juga mengeksploitasi sumber daya alam terutama batu bara
dan minyak bumi.

3. Bidang Sosial

Pada masa Jepang banyak rakyat Indonesia yang dipaksa menjadi romusha. Mereka dipaksa bekerja
keras tanpa diberi upah dan makanan. Akibatnya banyak romusha yang meninggal dan terjangkit
wabah penyakit. Karena kemelaratan yang dialami para romusha tersebut, muncul golongan baru yang
disebut golongan kere atau gembel.

Jepang juga mengatur sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat. Stratifikasi sosial pada masa
pendudukan Jepang terdiri dari:
a. Golongan teratas yaitu golongan Jepang.
b. Golongan kedua yaitu golongan pribumi.
c. Golongan ketiga yaitu golongan Timur Asing.

4 . Bidang Militer

Dalam rangka memperkuat kedudukan dalam Perang Pasifik, Jepang melakukan mobilisasi para
pemuda untuk dibina dalam latihan militer. Oleh karena itu Jepang membentuk organisasiorganisasi
semimiliter dan organisasi militer. Lihat tabel 2.4

Tabel 2.4 Organisasi-Organisasi Semimiliter dan Organisasi Militer Bentukan Jepang

5. Bidang Budaya

Pada masa pendudukan Jepang, bahasa Indonesia diizinkan digunakan dalam komunikasi. Sebaliknya,
bahasa Belanda tidak boleh digunakan. Papan nama dalam toko, rumah makan, atau perusahaan yang
berbahasa Belanda diganti dengan bahasa Indonesia atau bahasa Jepang. Surat kabar dan film yang
berbahasa Belanda dilarang beredar.

D. Strategi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang

Dalam menghadapi penjajahan Jepang, para pejuang memiliki strategi yang tidak sama. Ada dua
macam golongan yaitu golongan kooperatif dan nonkooperatif. Golongan kooperatif bersedia kerja
sama dengan Jepang. Mereka duduk dalam organisasi bentukan Jepang. Sedang golongan
nonkooperatif adalah golongan yang tidak mau bekerja sama dengan Jepang, mereka membentuk
organisasi bawah tanah. Berikut ini kelompok bawah tanah pada masa Jepang, lihat tabel 2.5
Tabel 2.5 Kelompok Bawah Tanah pada Masa Pendudukan Jepang
Perjuangan yang bersifat kooperatif dilakukan oleh para pemimpin bangsa. Mereka bersedia bekerja
sama dengan Jepang. Perjuangan yang kooperatif dilakukan dengan bergabung dalam organisasi-
organisasi bentukan Jepang misalnya dalam Putera, Jawa Hokokai, Gerakan Tiga A, dan Cuo Sangi In.
Di samping itu juga duduk dalam badan-badan pemerintahan Jepang.

E. Perlawanan terhadap Jepang

Pada masa pendudukan Jepang, kehidupan rakyat sangat menderita. Hal ini disebabkan rakyat dipaksa
menjadi romusha dan dibebani kewajiban menyerahkan hasil panennya. Penderitaan yang dialami
rakyat menyebabkan munculnya rasa benci terhadap Jepang. Kebencian itu diperparah dengan
kewajiban untuk melakukan Seikerei ke arah Tokyo yang tidak dapat diterima. Akibatnya terjadi
perlawanan rakyat Indonesia terhadap kekejaman tentara Jepang. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.6
berikut.
Tabel 2.6 Perlawanan-Perlawanan yang Muncul terhadap Jepang
Perlawanan rakyat yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa kemerdekaan
bangsa Indonesia bukanlah hadiah dari pemerintah Jepang. Kemerdekaan Indonesia diperjuangkan, dan
kemudian dipertahankan oleh bangsa Indonesia sendiri.

F. Berbagai Perubahan Akibat Pendudukan Jepang

Pendudukan Jepang telah mengakibatkan berbagai perubahan pada masyarakat pedesaan Indonesia,
khususnya Jawa. kebijakan-kebijakan Jepang mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam
kehidupan masyarakat. Berikut ini beberapa perubahan yang
terjadi akibat pendudukan Jepang di Indonesia.

1 . Aspek Politik Pemerintahan

Dalam bidang pemerintah terjadi perubahan dari pemerintahan sipil ke pemerintahan militer, jabatan
Gubernur Jenderal diganti dengan Panglima Tentara Jepang. Untuk memperlancar proses eksploitasi di
pedesaan dan mengontrol rakyat, Jepang membentuk tonarigumi (Rukun Tetangga). Tujuannya adalah
untuk meningkatkan pengawasan terhadap penduduk.

Akibat dibentuknya tonarigumi, peran dan fungsi lembaga politik tradisional memudar.

2. Aspek Sosial Ekonomi

Pada masa Jepang, juga diberlakukan politik penyerahan padi secara paksa. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan bagi para tentara. Akibat penyerahan padi itu antara lain angka kematian
meningkat, tingkat kesehatan masyarakat menurun, kelangkaan bahan pangan, dan kesejahteraan sosial
sangat buruk. Mobilitas sosial masyarakat cukup tinggi. Golongan pemuda, pelajar, dan tokoh
masyarakat mengalami peningkatan status sosial. Hal ini disebabkan mereka bergabung dalam
organisasi bentukan Jepang. Selain itu juga duduk dalam pemerintahan.

3. Aspek Mentalitas Masyarakat

Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak. Melihat hal tersebut, Jepang
memanfaatkannya sebagai tenaga kerja. Masyarakat pedesaan dipaksa menjadi romusha. Para romusha
harus membuat pabrik senjata, benteng pertahanan, dan jalan. Mereka
tidak hanya bekerja di Indonesia tetapi juga dikirim ke luar negeri. Para romusha sangat menderita dan
tidak dapat upah dan makanan. Mereka masih menerima perlakuan yang kejam dari Jepang. Hal ini
menimbulkan ketakutan pada masyarakat yang harus menyerahkan warganya untuk menjadi romusha.

PERTEMPURAN LAUT JAWA 1942 (AKHIR KEKUASAAN HINDIA-BELANDA)


Dalam perang di dunia modern, negara manapun juga tidak akan bisa menang tanpa angkatan laut yang
superior (P.K. Ojong, 1:1). Pendapat tersebut sangat relevan jika menyimak bagai-mana kekaisaran Jepang
mem-bangun Angkatan Laut kekaisarannya (Nihon Kaigun) menjadi sebuah kekuatan yang menakjubkan dan
modern sejak menjalankan Politik Pintu Terbuka di Era Meiji tahun 1868. Kemudian untuk menambah
kedigdayaan armada kapal perangnya, Jepang juga membangun skuadron pesawat tempur yang mampu
memberikan dukungan penuh bagi operasional AL, baik untuk pengintaian, penyerangan maupun angkut.
Setelah AL Jepang “berguru” ke Amerika Serikat, Inggris dan Jerman, berhasil dilakukan alih-teknologi dan
membuat pesawat tempur dan pembom yang mampu take-off / landing dari/ke atas kapal perang. Tidak hanya
itu, Jepang juga berhasil merancang sendiri di dalam negerinya kapal induk pengangkut pesawat (aircraft
carrier), berbagai tipe kapal selam dan kapal perang permukaan berbagai ukuran.
Namun seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi keangkatanlautan tersebut, kelompok ultra-nasionalis
Jepang yang di pertengahan kurun waktu 1930-an berhasil mendominasi pemerintahan dan kehidupan sosial
masyarakat di Jepang. Semua itu berujung pada bangkitnya semangat ekspansionis Jepang. Setelah berhasil
menaklukkan Manchuria, Semenanjung Korea dan sebagian Cina, Jepang mulai melirik kawasan Asia Tenggara
bagian selatan yang kaya hasil alam, terutama minyak, yang sangat dibutuhkan industri mesin perangnya. Guna
memuluskan rencananya ter-sebut, Jepang terlebih dahulu harus mengeliminir kekuatan Amerika Serikat,
Inggris Australia dan Belanda di Pasifik serta Asia Tenggara. Ketika perang dimulai, 4 negara seteru Jepang di
Asia Teng-gara kemudian bergabung dalam Sekutu atau ABDA (America, British, Dutch, Australia). ABDA
dipimpin oleh Jenderal Sir Archibald Wavell (Inggris), sementara sebagai Komandan Armada Gabungan adalah
Admiral Conrad Emil L. Helfrich (Belanda). Untuk me-nguasai kawasan selatan, Jepang mengandalkan
kekuatan armada kapal perang, yang terdiri atas kapal induk, kapal tempur, destroyer bertorpedo dan kapal
selam, serta didukung penuh oleh skuadron udara yang berpangkalan di kapal induk. “Gebukan” pertama AL
Jepang terhadap Sekutu diawali dengan membombardir Pangkalan Armada Pasifik Amerika di Pearl Harbor,
Hawaii, tanggal 8 Desember 1941.
Setelah melumpuhkan Armada Pasifik, bala tentara gabungan Jepang serentak bergerak menguasai kawasan
selatan dengan menggelar Operasi Octopus (Gurita) yang terbagi dalam 2 kolom, yaitu Gurita Timur dan Gurita
Barat. Gerakan Gurita yang bertujuan merebut Hindia Belanda dipimpin langsung oleh Rear Admiral Takeo
Takagi. Ekspansi Jepang tersebut kemudian dihadapi oleh Sekutu dengan mengerahkan armada kapal
perangnya yang berpangkalan di Asia Tenggara, sehingga kemudian meletuslah Pertempuran Laut Jawa pada
tanggal 27 Pebruari 1942 yang akan menjadi penentu nasib Sekutu di Asia Tenggara (kecuali Australia).

Jawa ”Benteng Alamo”


Asia Tenggara
Gurita Timur dalam gerakannya untuk menguasai wilayah selatan, menjadikan Pulau Jawa, Markas Komando
ABDA di Pasifik Barat dan sekaligus pusat pemerintahan Kolonial Hindia Belanda (sekarang Indonesia, red),
sebagai sasaran utamanya. Menyusul sukses meluluh-lantakkan Armada Pasifik Amerika di Pearl Harbor,
memasuki paruh awal tahun 1942, AL kekaisaran Jepang terus merangsek ke wilayah selatan seolah tanpa
hambatan berarti. Kejatuhan Singapura yang disusul oleh Kalimantan dan Sulawesi seolah menjadi penanda
akan berakhirnya riwayat Sekutu di Asia Tenggara.
Dalam menghadapi ancaman serangan dan pendaratan amfibi pasukan Jepang, Sekutu berencana
menghadang musuh di perairan Laut Jawa, tepatnya di depan Pulau Bawean. Di atas kertas, seolah
perimbangan kekuatan antara 2 pihak yang bermusuhan tersebut, nampak tidak banyak perbedaan. Namun ada
beberapa nilai tambah yang dimiliki pihak Jepang, yaitu diperkuat sejumlah pesawat pengintai, kompak, daya
jangkau tembakan meriam kapal penjelajahnya lebih jauh diban-dingkan penjelajah Sekutu, per-sonilnya
bersemangat tinggi dan terlatih, adanya keseragaman bahasa dan kode, serta yang terpenting seluruh kapal
perangnya dipersenjatai dengan torpedo. Sementara Sekutu tidak diperlengkapi pesawat intai, lalu kapal perang
yang dipersenjatai torpedo hanya 2 yaitu HMS Exeter (Inggris) dan HMAS Perth (Aus-tralia), yang terparah tidak
ada keseragaman kode serta penggunaan 2 bahasa: Inggris dan Belanda. Semua itupun masih harus diperumit
dengan adanya friksi diantara ko-mando Sekutu sendiri, seperti nasib Admiral Thomas C Hart Komandan AL
Amerika di Pasifik Barat yang semua perintahnya diabaikan oleh para komandan Belanda, hanya karena tidak
senang orang Amerika memimpin perang laut di wilayah Belanda. Sehingga akhirnya Helfrich dengan inisiatif
pribadi langsung mengambilalih komando Armada Gabungan Sekutu di Hindia-Belanda.
Adanya ketidakkompakan diantara pimpinan teras Sekutu kian kentara, ketika Jenderal Wavell menarik mundur
seluruh kekuatan Inggris dari Hindia-Belanda ke Australia. Pertimbangan jenderal tua veteran Perang Dunia I
tersebut, adalah Jawa sudah tidak akan mungkin dipertahankan lagi, apalagi se-bagian besar Asia Tenggara
sudah ada dalam cengkeraman Jepang. Ditambah lagi, pertahanan Sekutu di Pasifik Tengah, Timor dan Papua
sudah kian kocar-kacir yang mengakibatkan posisi Australia menjadi “sangat berbahaya”. Tindakan Wavell
kemudian diikuti oleh Jenderal Brereton, Komandan AU Amerika di Pasifik Barat, yang juga memerintahkan
penarikan seluruh kekuatan udara Sekutu. Seluruh kekuatan pertahanan Sekutu (ABDA) akan dipusatkan di
Australia, sebagai benteng terakhir. Meskipun demikian Sekutu, masih meninggalkan beberapa kapal perang
tua dan segelintir pesawat tempur untuk mempertahankan Jawa. Keputusan ABDA tersebut kontan memancing
kemarahan pihak Belanda yang merasa dikhianati rekan-rekannya sendiri. Akhirnya semua komando ABDA di
Jawa diambil-alih oleh perwira-perwira Belanda. Sekutu telah kalah sebelum bertempur, sementara dua Gurita
Jepang terus bergerak mengepung Jawa dan menjadikannya mirip nasib Benteng Alamo di Texas, Amerika,
tahun 1836. Saat itu, para pejuang Texas yang mempertahankan Alamo dibiarkan berjuang sendirian, karena
pasukan induknya lebih memilih bertahan di sekitar perbatasan Texas (Koloni Mexico)-Amerika, walaupun
pasukan Mexico yang berjumlah lebih besar mengepung benteng tua tersebut. Semua itu didasari pandangan
bahwa mempertahankan Jawa adalah sia-sia dan hanya akan mendatangkan kehancuran total bagi Sekutu di
Pasifik. Bertahan di Australia dipandang jauh lebih rasional dan lebih aman untuk mendatangkan bantuan dari
Amerika.

Een Mooie Zeeslag


Setelah sepenuhnya memegang komando, Belanda bermaksud melakukan peperangan laut terakhir dan
menentukan di Laut Jawa dengan mengerahkan seluruh armada Sekutu yang tersisa di Pulau Jawa. Helfrich
bermaksud menunjukkan kepada Komando ABDA, bahwa Belanda masih memiliki kehormatan untuk bertempur
hingga titik akhir ketimbang melakukan gerakan mun-dur, sebagaimana yang dilakukan Sekutu di tiap front.
Armada Sekutu yang dike-rahkan untuk mencegat Gurita Timur Jepang dipimpin oleh Schout Bij Nacht Rear
Admiral Karel Willem Frederik Marie Doorman. Kapal perang yang di-kerahkan antara lain: Belanda (Penjelajah
Ringan Hr. Ms. De Ruyter dan Hr. Ms. Java, Destroyer Hr. Ms. Kortenaer, Hr. Ms. Evertsen dan Hr. Ms. Witte de
With), Amerika-US Destroyer Division 58 (Penjelajah Berat USS Houston, Destroyer USS John D. Ford, USS
Pope, USS Paul Jones, USS John D. Edwards dan USS Alden), Inggris (Penjelajah Berat HMS Exeter,
Destroyer HMS Electra, HMS Jupiter dan HMS Encounter) dan Australia (Pen-jelajah Ringan HMAS Perth).
Selain itu, juga diperkuat oleh sejumlah pesawat tempur jenis Buffalo Brewster dan Glenn Martin. Sebagai kapal
bendera adalah Hr. Ms. De Ruyter.
Armada Sekutu tersebut ha-rus menghadapi Gurita Timur pimpinan Rear Admiral Takeo Takagi, Pe-nakluk
Filipina, yang ditugaskan untuk menundukkan Jawa. Armada Jepang terdiri atas Penjelajah Berat Nachi dan
Haguro, Penjelajah Ringan Naka dan Jintsu, serta diperkuat 14 Des-troyer. Sebagai kapal bendera adalah
Nachi. Sementara itu untuk mendukung pengintaian juga diperkuat dengan sejumlah pesawat intai dan untuk
pendaratan amfibi disertakan se-jumlah kapal angkut pasukan. Armada Jepang tersebut mendekati Jawa
melalui Selat Makassar dan terus bergerak mendekat ke Pulau Bawean.
Sesungguhnya jauh sebelum ke-dua kekuatan tersebut bertemu, pihak pemenang seolah telah di-gariskan oleh
takdir. Sebagaimana telah disampaikan di awal, ke-lemahan terbesar pihak Sekutu da-lam menghadapi tekanan
Gurita Jepang di Hindia Belanda, adalah adanya ketidak-kompakan komando diantara anggota ABDA serta
ketidakimbangan kekuatan di la-pangan. Hal tersebut tampak kian nyata saat menjelang pertempuran terjadi.
Armada ABDA pimpinan Karel Doorman berangkat dengan kondisi tergesa-gesa, tanpa per-siapan matang dan
tanpa perlindungan udara yang memadai. Dengan bermodal semangat membara mempertahankan wilayah
terakhir Koloni Hindia Belanda, Karel Doorman memerintahkan armadanya berlayar sejak tanggal 25 Februari
1942. Namun, musuh yang dicari-carinya belum dijumpainya karena masih terlalu jauh. Setelah 2 hari penuh
berlayar tanpa henti, akhirnya Armada Sekutu tersebut bermaksud kembali ke Surabaya untuk beristirahat pada
pukul 09.30 pagi. Namun sebelum rencana ter-sebut terlaksana, Admiral Helfrich, yang telah mendeteksi
kedatangan Armada Gurita Timur di Laut Jawa sejak fajar tanggal 27 Februari 1942, memerintahkan untuk
kembali ke sebelah timur Bawean. Menyadari kondisi anak-buahnya yang telah ke-lelahan dan bahan bakar
yang me-nipis, perintah tersebut sempat di-abaikan oleh Doorman yang tetap memerintahkan armadanya terus
bergerak ke Surabaya. Pukul 15.00, Helfrich kembali memerintahkan Doorman untuk mencegat musuh yang
telah mendekati sebelah timur Pulau Bawean. Akhirnya, tanpa sempat beristirahat, Doorman terpaksa
memerintahkan armadanya berputar arah menghadang musuh yang kondisinya lebih segar dan tengah “mabuk
kemenangan”. Akhirnya, dua kekuatan tersebut bertemu di sekitar perairan Teluk Banten pada tanggal 27
Februari 1942 pukul 16.16.
Guna melindungi diri dari gempuran kapal-kapal penjelajah Sekutu, Jepang kemudian memasang tabir asap dan
sempat membingungkan Armada Sekutu yang tidak dapat mengoreksi akurasi tembakannya. Sebaliknya,
Armada Jepang tidak sedikitpun terganggu, karena sebelum pecah pertempuran telah meluncurkan 3 pesawat
intainya yang berbasis di kapal induk mereka sehingga dapat mengoreksi tembakannya. Pesawat-pesawat
tempur Sekutu sempat memberikan bantuan dengan melakukan serangan udara atas kapal-kapal angkut
Jepang, namun ironisnya tak ada yang berpikir untuk menghalau pesawat intai Jepang. Penjelajah HMS Exeter
yang terlebih dahulu kena hajar torpedo hingga rusak, bermaksud kembali ke Surabaya. Ironisnya, tindakan
Exeter tersebut disalah-artikan sebagai manuver pertempuran, akibatnya formasi menjadi kacau. Doorman yang
melihat kondisi tersebut, mengeluarkan perintahnya yang terkenal: “Ik val aan, volg mij!” (Saya menyerang, ikuti
saya). Namun, perintah tersebut sudah ter-lambat.
Bagaikan masuk perangkap sitting duck, satu demi satu Armada Sekutu dihabisi Jepang. Agar menyelamatkan
satuan kapal angkutnya dari incaran Sekutu, Jepang bermanuver ke arah barat dan langsung dikejar oleh
Doorman. Di tengah kegelapan malam, pesawat Jepang melepaskan peluru suar yang menyinari posisi Sekutu,
sehingga Armada Jepang dengan leluasa menembakinya tanpa mendapat balasan berarti. Menyadari posisinya
yang tidak menguntungkan, Doorman bergerak ke arah timur (perairan Tuban) yang celakanya justru masuk ke
ladang ranjau Sekutu sendiri. HMS Jupiter menjadi korban ranjau Sekutu dan tenggelam. Setelah berhasil
menjepit sisa-sisa Armada Doorman, Penjelajah Nachi dan Haguro melepaskan hujan torpedo ke arah De
Ruyter, Java dan Perth. Kontan De Ruyter (berikut Doorman) dan Java tenggelam, sementara Perth dengan
terseok-seok lari ke Tanjung Priok. Sementara itu, Exeter dan Encounter ditenggelamkan tanggal 28 Februari.
Lalu, Witte de With diledakkan sendiri oleh Belanda di Pelabuhan Surabaya. Pertempuran terus berlanjut hingga
tanggal 1 Maret malam. Sisa Armada Sekutu, yaitu Pope, Houston dan Perth dihabisi di Selat Sunda.
Sementara itu, Alden, Ford, P. Jones dan J. Edwards berhasil melarikan diri ke Australia. Di pihak Jepang, tak
satupun yang tenggelam. Pertempuran laut ini, oleh Helfrich dikenangnya sebagai Een Mooie Zeeslag is het niet
geweest (Itu adalah pertempuran laut yang tidak bagus).

Tertunda Satu Hari


Penghadangan Armada Karel Doorman terhadap konvoi Gurita Timur Jepang di perairan Laut Jawa memang
tidak menimbulkan kerugian besar bagi Jepang. Namun pengorbanan Doorman berhasil menunda kejatuhan
Pulau Jawa 1 hari dari jadwal yang telah ditarget oleh pihak Jepang. Hindia Belanda sendiri menyerah kepada
Jepang pada tanggal 9 Maret 1942 di Kalijati, Jawa Barat. Pada Pertempuran Laut Jawa 27 Februari 1942,
diantara 2.300 prajurit Sekutu yang gugur terdapat sejumlah pelaut keturunan Indonesia (pribumi). Di Hr. Ms. De
Ruyter saja diperkirakan ada 74 pelaut yang gugur di tempat dari 108 pelaut pribumi. Para pelaut pribumi
tersebut rata-rata bertugas sebagai inheemse matroos, stoker dan inheemse jongen.©

Kapal Hantu
Yang Mati
Di perairan Bali, di malam 4 Februari 1942 sebuah kapal perang menyusuri lautan yang kelam dalam
bayang - pegunungan menuju sebuah pelabuhan di selatan pulau jawa. Kapal tersebut menderita
kerusakan hebat, sebuah aerial bomb menghantam tiang kapal dan meluluh lantakkan meriam beserta
gun-housenya. Ledakan hebat telah menewaskan 46 awak kapalnya. Sang kapten kapal harus segera
mencapai pelabuhan untuk memperbaiki kapal dan memakamkan awaknya secara terhormat.
Tjilatjap
Sebagai sebuah kapal perang berbendera Amerika ini adalah ledakan pertama dalam perang yang baru
berumur 60 hari. USS Houston, kapal penjelajah, adalah kapal perang terbesar Amerika yang berlayar
menuju pelabuhan Tjilatjap. Angkatan laut amerika telah bersekutu dengan Belanda - Dutch East
Indies. Sejak penyerbuan Jepang hampir diseluruh Indonesia di awal 1942, Tjilatjap adalah salah satu
dari tiga surga bagi kapal - kapal sekutu untuk berlindung, memperbaiki kapal dan mengisi perbekalan
di perairan yang sangat berbahaya. Kedua pelabuhan lain adalah Soerabaja dan batavia. Dengan invasi
pesawat - pesawat tempur Jepang dari arah utara pulau Jawa ketiga pelabuhan ini dengan cepat menjadi
tidak berdaya. 3 Februari 1942 Jepang membombardir Surabaja. Di sebelah barat Jawa Batavia juga
menjadi target serangan.
Perang
Sejak dimulainya perang tanggal 8 Desember 1941, Jepang hanya membutuhkan waktu 48 jam untuk
menyerang pangkalan udara amerika di Philipina menenggelamkan 2 kapal perang terbesar sekutu di
wilayah tersebut, kapal perang Inggris Prince of wales dan cruiser Repulse. Dengan serangan yang
tiada henti, Jepang merebut Selebes ( Sulawesi ) dan Borneo ( kalimantan ) yang digunakan sebagai
pijakan serangan berikutnya. Bayangan serbuan Jepang mengancam pulau Jawa sebagai basis terakhir
tentara sekutu di koloni Belanda untuk mencegah serbuan ke arah Australia.
USS Houston
Tengah malam 3 Februari 1942 pesawat pengintai sekutu memperingatkan akan adanya invasi Jepang
ke selat Makasar. Sekutu membuat penyelamatan terakhir dengan membentuk armada penyerang.
untuk misi itu USS Houston meninggalkan Surabaja bersama cruiser kecil Amerika USS Marblehead,
cruiser Belanda De Ruyter dan Tromp serta dikawal 8 destroyer di bawah komando admiral Belanda
Karel WFM Doorman. Armada sekutu berlayar di malam hari agar terhindar dari serangan pesawat -
pesawat Jepang.
Pada 4 februari 1942, karena jarak yang cukup jauh menuju target maka tidak ada pilihan lain mereka
harus berlayar di siang hari ketika melintasi laut Flores. Tidak ada pesawat kawan yang melindungi
mereka. Pagi hari sekitar jam 10 pesawat - pesawat Jepang muncul mengakhiri misi Doorman sebelum
terwujud. Dengan formasi V pesawat - pesawat Jepang mulai menembak dan membombardir armada
sekutu. Tidak satupun kapal yang luput dari bom. Armada sekutu terlihat begitu lemah. USS Houston
pun tercabik. Kebakaran hebat melanda. Hanya tersisa Houston dan Marblehead yang rusak Admiral
Doorman membatalkan misinya dan memerintahkan menuju Tjilatjap untuk perbaikan.
Hanya karena beruntung USS Houston tidak tenggelam. Ketika senja tiba, Kapten Rooks membawa
Houston ke wilayah yang aman keluar dari laut Flores melalui selat Alas menuju lautan Hindia. Di
dalam kegelapan malam dan bayang - bayang puncak Rinjani dan Agung anak buah kapal mulai
mengumpulkan jasad - jasad prajurit yang tewas. Mayat - mayat dijejerkan diidentifikasi dan diterka
kemudian ditutupi terpal. Suasana sangat mencengkam dan sunyi tanpa lampu. Hanya bunyi suit angin
samudra mengantar kapal hantu Houston menuju Tjilatjap.

Anda mungkin juga menyukai