Anda di halaman 1dari 15

1

1. Judul.

Studi kasus Peristiwa Pertempuran Laut Arafuru tahun 1962 yang ditinjau dari
aspek kepemimpinan dan kejuangan serta manfaatnya bagi TNI AL.

2. Latar Belakang.

a. Umum

Walaupun proklamasi telah digaungkan tahun 1945, banyak wilayah di


Indonesia belum merdeka seutuhnya. Gejolak perjuangan melawan kolonialisme
terus digemakan baik dengan diplomasi ataupun genjatan senjata. Papua menjadi
daerah perdebatan antara pihak Indonesia dan Belanda. Perdebatan ini
disebabkan karena Papua memiliki sejuta pesona alam dan kekayaan alam berupa
bahan tambang yang luar biasa. Sehingga membuat Belanda ingin menguasai
daerah tersebut dalam jangka waktu yang lama. 1 Berbagai jalur diplomasi telah
dilaksanakan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan
ibu pertiwi. Upaya pemerintah Indonesia melalui jalur diplomasi dimulai dari
perjanjin Roem-Royen yang dilakukan Indonesia dengan Belanda sesuai dengan
resolusi PBB tanggal 28 Januari 1949, yang ditindak lanjuti dengan Konferensi
Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag Belanda, pada Desember
1949.2 Perjanjian ini menyatakan Belanda setuju untuk mentransfer kedaulatan
politik mereka atas seluruh wilayah bekas Hindia Belanda dengan Papua Barat
menjadi satu-satunya bagian dari Hindia Belanda yang tidak dipindahkan ke
Indonesia dan status Papua Barat akan dibahas setahun kemudian, yakni 1950. 3

Pemerintah Indonesia melakukan pembatalan Uni Indonesia Belanda tahun


1954 dan kemudiaan diikuti dengan pembatalan secara sepihak perjajian KMB
pada tahun 1956 menjadi pertanda keretakan hubungan antara Indonesia dan
Belanda. Hal ini didasari karena upaya diplomasi pembebasan Irian Barat tidak
membawa penyelesaian.4

Pada 4 April 1960, Belanda mengirimkan kapal induk Karel Doorman


ke Irian Barat dengan diikuti beberapa kapal perang lainnya. Pengiriman itu
dilakukan Belanda untuk menguatkan pertahanannya.  Pada tahun 1961, Belanda
membentuk pasukan Papoea Vrijwilligers Korps (PVK) yang beranggotakan
1
Susetyo Berlian, Ravico. Strategi Diplomasi Indonesia dalam pembebasan Papua tahun 1949-1963. Jurnal Ilmu
Ushuluddin. Vol 2 No 1. Juni. 2020.
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundar, diakases pada tanggal 6 April 2022. Pukul 15.24 WIB.
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Irian_Barat, diakses pada tanggal 6 April 2022. Pukul 15.45 WIB.
4
Susetyo Berlian, Ravico. Strategi Diplomasi Indonesia dalam pembebasan Papua tahun 1949-1963. Jurnal Ilmu
Ushuluddin. Vol 2 No 1. Juni. 2020.
2

pribumi Papua yang ditugaskan untuk membantu mempertahankan koloni Papua


dari infiltrasi pasukan Indonesia.5

Gambar 1 : Kapal Induk Karel Doorman


Sumber : https://voi.id/memori/153220/belanda-kirim-kapal-induk-karel-doorman-ke-irian-
barat-dalam-sejarah-hari-ini-4-april-1960

Peristiwa pertempuran laut Arafuru pada tahun 1962 merupakan dampak


komfrontasi Indonesia dan Belanda akibat sengketa Irian barat. Hal tersebut
bermula dari ingkarnya Pemerintah Belanda untuk mengembalikan Irian barat ke
pangkuan NKRI, meskipun telah disepakati dalam perjanjian Roem Royen 1949. 6
Hal ini membuat Indonesia kemudian menempuh jalur militer, sehingga pada 19
Desember 1961 Presiden Soekarno mencanangkan Trikora (Tri Komando Rakyat)
untuk merebut Irian Barat, yang berisi: 1) Gagalkan pembentukan “Negara Boneka“
bikinan kolonial Belanda, 2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, 3)
Bersiaplah untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air bangsa.
Dari hasil pembahasan mengenai Pertempuran Laut Arafuru, ada beberapa
hal yang dapat dikaji, dianalisis serta diambil manfaatnya oleh TNI AL, seperti
penggunaan strategi, kepemimpinan, kejuangan operasi serta Teknik kekuatan
operasi. Sehingga ada beberapa aspek yang dapat diambil manfaatnya bagi
kepentingan TNI AL, yaitu aspek Edukatif, Inspiratif dan Instruktif.

5
https://voi.id/memori/153220/belanda-kirim-kapal-induk-karel-doorman-ke-irian-barat-dalam-sejarah-hari-ini-4-april-
1960, diakses pada tanggal 6 April 2022. Pukul 18.56 WIB.
6
Hidayat. Tentara Angkatan Laut Pembebasan Irian Barat. 2013
3

b. Kronologis Kejadian

1) Pra Kejadian
Etape I Pelabuhan Samudera Tanjung Priok-Titik Rendevous I di
Pulau Gili Genteng (Selat Madura).
a) Pada tanggal 9 Januari pukul 18.00 WIB satu per satu
keempat MTB keluar dari Pelabuhan Samudera Tanjung Priok,
dipimpin langsung oleh Kolonel Sudomo yang baru saja dinaikan
pangkatnya dari letkol menjadi kolonel. Keberangkatan keempat
kapal tersebut dilepas oleh Deputi I KSAL Komodor Yos Soedarso.
b) Tiga dari empat MTB yang bertolak tersebut membawa satu
peleton (21 orang) Tugis (Tugas Istimewa) anggota dari Batalyon
Angkutan Air Angkatan Darat, dibawah pimpinan Capa Muhadi.
Selama pelayaran menuju daerah sasaran, keempat MTB berada
dalam kondisi total black out dan radio silence.
c) Kemudian keesokan harinya pada tanggal 10 Januari 1962
pukul 18.00 konvoi MTB tiba di titik RV I di Pulau Gili Genteng (Selat
Madura) untuk refueling pada RI Pati Unus. Sedangkan RI Matjan
Kumbang baru masuk pada tanggal 11 januari 1962 pukul 05.00
melalui jalur utara Pulau Madura.

Etape II Pulau Gili Genteng-Titik RV II di Teluk Hading.


a) Keempat kapal MTB kemudian melanjutkan pelayaran menuju
titik RV II di Teluk Hading (di ujung Timur P. Flores) pada keesokan
harinya.
b) Kemudian Tanggal 13 Januari 1962 pukul 06.00 pagi, RI
Harimau telah tiba di titik RV II, sedangkan RI Matjan Tutul dan RI
Singa sedang refueling pada RI Rakata disekitar Teluk Hading.

Etape III Teluk Hading-Titik RV III di Dobo (sekitar Pulau Ujir dan
Pulau wasir di kepulauan Aru)
a) Pada tanggal 13 Januari 1962 pukul 10.00 pagi, RI Singa, RI
Harimau, dan RI Matjan Tutul melanjutkan pelayaran menuju RV III di
Dobo, sedangkan RI Matjan Kumbang akan menyusul kemudian.
4

Gambar 2 : KRI Matjan Tutul


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/RI_Matjan_Tutul_

b) Pada sore harinya yaitu tanggal 13 Januari 1962, RI Multatuli


yang sudah tiba di titik RV melalui Ambon untuk mengangkut
pasukan menuju Pulau Ujir di sebelah barat Kepulauan Aru. Pulau
Ujir merupakan Titik RV III antara kapal-kapal MTB dan RI Multatuli.
c) KRI Harimau tiba di RV III pada tanggal 14 Januari 1962 pukul
24.00 waktu setempat. Kemudian pada tanggal 15 Januari 1962 tiba
pula secara berturut-turut yaitu RI Matjan Tutul pukul 03.00 dan RI
Matjan Kumbang pada pukul 04.00 waktu setempat.
d) Setelah kapal-kapal MTB kecuali RI Singa bertemu dengan
KRI Multatuli yang membawa pasukan infiltran di titik RV III,
melaksanakan pemindahan pasukan dari RI Multatuli ke masing-
masing MTB sesuai rencana sebelumnya.
e) Setelah brifing selesai, segera dilakukan persiapan-persiapan
sebab hari “H” jam “D” yang ditentukan akan berlangsung beberapa
jam lagi, yakni tanggal 15 Januari 1962 pukul 24.00 waktu setempat.
Namun kegiatan persiapan pada siang hari sempat terganggu karena
pesawat pengintai Belanda muncul di udara. Sejak sehari
sebelumnya sedikitnya dua kali pesawat jenis Neptune dan Firefly
terbang di atas KRI Multatuli yang membawa pasukan Angkatan
Darat yang akan didaratkan, namun berkat kerja keras dan disiplin
yang tinggi dari pasukan tersebut, akhirnya segala persiapan dapat
juga selesai pada waktunya.
5

2) Kejadian

a) Pada tanggal 15 Januari 1962 pukul 16.00 WIB, ketiga kapal


MTB sudah dalam keadaan siap tempur. Tepat pukul 17.00 waktu
setempat ketiga MTB mulai bergerak meninggalkan titik RV III Pulau
Ujir menuju sasaran pantai Kaimana.
b) Sebelum tolak Kolonel Sudomo masih tetap berusaha agar
Komodor Yos Soedarso tidak perlu ikut berlayar dengan alasan
sebagai pertimbangan tugas utama hanya mengantar infiltran, tetapi
beliau tetap menolak bahkan ingin ikut bersama sekoci para infiltran
untuk menancapkan Sang Saka Merah Putih yang telah dibawa
beliau dari Jakarta. Akhirnya Komodor Yos Soedarso ditempatkan di
RI Matjan Tutul bersama para infiltran.
c) Konvoi dari ketiga MTB di laut Arafuru ini tidak merasa jika
sejak pukul 20.25 mereka sebenarnya telah diketahui dari udara oleh
patroli pesawat Neptune Belanda. Jaraknya pada saat itu kurang
lebih sekitar 60 mil dari Vlakke Hoek. Selanjutnya Neptune
melaporkan kedudukan ketiga MTB tersebut kepada fregat Hr. Ms.
Eversteen, Hr. Ms. Kortenaer dan Hr. Ms. Utrecht yang sedang
berpatroli di perairan selatan Irian Barat.
d) Pada pukul 21.15 patrol berhaluan 239 ⁰, di angkasa setinggi
3000 kaki terlihat dua pesawat terbang tidak berlampu, terbang
melintasi formasi patrol ALRI. Dari bayangannya dapat diketahui
dengan jelas bahwa pesawat terbang itu jenis Firefly dan Neptune
milik Belanda.

Gambar 3 : Pesawat Firefly


Sumber : 6_Firefly_Aircraft(small).jpg (image) (bp.blogspot.com)

e) Pada pukul 21.45 pesawat Neptune tersebut mulai mengambil


posisi siap menyerang. Untuk menerangi sasaran, mereka lebih dulu
6

menembakkan flare, namun flare tidak menyala. Pada saat itulah RI


Matjan Kumbang sebagai kapal jaga melaporkan kepada RI Harimau
mengenai adanya sebuah pesawat terbang yang melintas di atas
konvoi. Secara bersamaan, dilaporkan juga bahwa radar RI Matjan
Kumbang telah mendeteksi adanya echo pada baringan 070, jarak
sekitar 9 mil. Kolonel Sudomo kemudian mengamati dengan teropong
pada baringan tersebut dan diyakini bahwa siluet kapal-kapal tersebut
(satu di sebelah kiri dan dua lainnya di sebelah kanan konvoi) adalah
fregat dan destroyer Belanda, kemudian siluet ketiga kapal tersebut
diinformasikan kepada Kolonel Moersjid yang berada di RI Harimau.
Mereka kemudian mengetahui bahwa kapal-kapal tersebut adalah Hr.
Ms. Eversten, Utrecht dan Kortenaer. Selanjutnya Kolonel Sudomo
berkesimpulan bahwa keberadaan ketiga MTB tersebut sudah
diketahui musuh dan misi ini harus dibatalkan karena tidak pernah
ada perintah operasi untuk menyerang Belanda, apalgi kekuatan
persenjataan yang dimiliki oleh ketiga MTB tersebut tidk seimbang
dengan ketiga kapal perang Belanda tersebut.

Gambar 4 : Kapal Hr. Ms. Eversten


Sumber : https://historia.id/sains/articles/petualangan-evertsen-dari-arktik-
hingga-arafura-DB8XB

f) Pukul 21.50, Sudomo memerintahkan ketiga MTB putar haluan


menuju halu 239 º dan menghindar secepatnya untuk bisa kembali ke
pangkalan. Secara bersamaan, ketiga kapal tersebut cikar kanan,
menuju haluan 239 º. RI Harimau dengan kecepatan tinggi
mendahului lambung kiri RI Matjan Kumbang dengan merubah
haluan menuju 239 º. Namun secara mengejutkan RI Matjan Tutul
7

justru dengan kecepatan tinggi lewat lambung kanan RI Matjan


Kumbang mengambil haluan 329 º. Haluan ini mengarah ke posisi Hr.
Ms. Eversten.
g) Pukul 22.02, Neptune melancarkan serangan kedua.
Penembakan flare menerangi seluruh cakrawala, dilanjutkan dengan
tembakan roket mengarah ke formasi STC-9, tetapi tidak mengenai
sasaran. Tiga menit kemudian RI Matjan Kumbang membalas
serangan Neptune dengan kedua meriam penangkis serangan udara
40 mm dan kedua senapan mesin 12,7 mm.
h) Pukul 22.07, Eversten pertama kali memuntahkan peluru
meriam 120 mm nya ke arah RI Matjan Tutul, karena diduga kapal
tersebut akan melancarkan serangan dengan menggunakan torpedo.
Selanjutnya pukul 22.08 terdengar perintah legendaris dari Komodor
Yos Soedarso “Kobarkan Semangat pertempuran”. Dibarengi
dengan tembakan dari kedua senjata kaliber 40 mm RI Matjan Tutul
diarahkan langsung ke Hr. Ms. Eversten. Tembakan tersebut sia-sia
karena jarak tembak di luar jangkauan. Nampaknya komando sudah
diambil alih oleh Komodor Yos Soedarso dari tangan Komandan RI
Matjan Tutul Kapten Wiratno.
i) Pukul 22.10, sebuah tembakan Eversten mengenai buritan RI
Matjan Tutul. Terjadi kebakaran keci namun dapat segera diatasi.
Kemudian pada saat itu RI Matjan Tutul merubah haluan ke kiri
mengarah ke 239 º. Melihat manuver tersebut, Hr. Ms. Eversten juga
putar haluan ke kanan sejajar haluan Matjan Tutul sambil terus
menghujani RI Matjan Tutul dengan tembakan meriam 120mm nya.
Pukul 22.35, tembakan kedua dari Eversten mengenai bagian tengah
RI Matjan Tutul. Kapal meledak dan seluruh penumpangnya
berhamburan di antara kobaran api yang sangat besar.
j) Pukul 22.35, tembakan Hr. Ms. Eversten sekali lagi tepat
mengenai anjungan RI Matjan Tutul. Kapal RI Matjan Tutul kemudian
berhenti bergerak dan pukul 22.50 mulai tenggelam ke dasar laut
pada posisi 04 º 49’ 00’’ S – 135 º 02’ 00’’ T.

3) Pasca Kejadian
Pada tanggal 16 Januari 1962 pukul 10.00 RI Harimau dan RI Matjan
Kumbang kembali ke lokasi tenggelamnya RI Matjan Tutul untuk menolong
8

korban yang mungkin masih terapung-apung, dimana sebanyak 25 ABK RI


Matjan Tutul tewas selebihnya yang selamat ditawan Belanda. Operasi
Trikora, secara militer tidak menghasilkan kemenangan secara taktis, tetapi
secara strategis, Operasi Trikora ini membuahkan hasil untuk Indonesia.
dimana Amerika Serikat mendesak dan bahkan mengembargo Belanda agar
melakukan perundingan antara Indonesia dan Belanda. Amerika Serikat
khawatir bahwa Indonesia akan berpaling ke Uni Soviet.

Gambar 5 : RI Harimau
Sumber : https://www.liputan6.com/news/read/376672/kri-harimau-saksi-bisu-
pertempuran-laut-aru

3. Analisis.

a. Landasan Pemikiran
1) Teori Ken Booth.7
Dalam teorinya Ken Booth menerangkan bahwa peran universal
Angkatan Laut di dunia mengandung makna Trinitas, dalam pengertian
bahwa tiga peran yang saling berkaitan dan melekat antara satu dan yang
lainnya. Tiga peran tersebut adalah :
a) Peran militer (The War Fighting Role), yakni Angkatan Laut
bertugas di masa damai dan di masa perang, dalam rangka
menegakkan kedaulatan dan keutuhan negara di laut.
b) Peran Polisionil (The Constabulary/Policing Role), yakni
bertujuan memelihara ketertiban umum di perairan suatu negara
7
http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-121500000011213/swf/3083/files/basic-html/page2.html, diakses
tanggal 8 April 2022. Pukul 10.43 WIB.
9

termasuk laut teritorial dan Indonesia timur, melaksanakan


penegakan hukum di laut guna memberikan konstribusi terhadap
stabilitas dan pembangunan nasional.
c) Peran Diplomasi (The Diplomacy Role), yakni bertujuan utama
untuk mendukung tugas-tugas diplomatik sebagai wakil/duta bangsa
sesuai kebijakan politik luar negeri pemerintah.

2) Teori A.T. Mahan8


Alfred Thayer Mahan dalam bukunya yang berjudul “The influence of
Sea Pow er Upon History”, Sebagai Mazhab Maritim yang banyak diikuti
oleh bangsa barat. Mahan menyatakan bahwa laut merupakan satu
kesatuan (The sea is all one) artinya bahwa laut tidak dapat dipagari,
diduduki dan dipertahanakan seperti daratan. Menurut Mahan penguasaan
laut yaitu menjamin penggunaan laut untuk kepentingan sendiri dan
menutup peluang bagi lawan untuk menggunakannya. Penguasaan laut
hanya dapat dicapai dengan menghancurkan satuan-satuan lawan atau
melaksanakan blokade. Guna menjamin pengendalian laut secara optimal
diperlukan pola dan gelar operasi yang efektif agar mampu meminimalkan
segala keterbatasan yang ada, maka penyebaran kekuatan pada titik-titik
strategis/focal area mutlak harus di laksanakan demi terciptanya
pengendalian laut.

3) American Army Doctrine.9


Kepemimpinan menurut American Army Doctrine adalah “Military
Leadership is a process by which an officer influence his soldier to
accomplish their mission”, yang berarti Kepemimpinan militer adalah proses
dimana perwira dapat mempengaruhi (mengajak) pasukannya untuk
menyelesaikan misi nya.
Dalam definisi kepemimpinan ini mengandung beberapa unsur
yaitu:10
a) Seni. Unsur seni dalam kepemimpinan mengandung arti
kecakapan, kemahiran dan keterampilan mempraktekkan teori secara
sistematis dan tepat, yang berdasar atas pengalaman.
8
Alfred Thayer Mahan,*77» Influence of Sea Power Upon History 1660-1783December 1889.dikutip oleh
http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-121500000011213/swf/3083/files/basic-html/page5.html, diaksses
tanggal 9 April 2022. Pukul 17.30 WIB.
9
American Army Doctrin, 2000, On www.cadet.com, diakses pada tanggal 7 April 2022. Pukul 15.45 WIB.
10
Syam Soemanagara. Kepemimpinan militer: Sejarah singkat, nilai, prinsip, dan ciri khusus. Manajerial. Vol. 2. No. 3.
Oktober 2003.
10

b) Ilmu. Unsur ilmu dalam kepemimpinan militer berdasarkan


atas sejumlah teori kemiliteran yang telah dipelajari dan dapat
diajarkan. Secara ilmiah kepemimpinan militer berdasarkan atas nilai,
konsep, prinsip dan Teknik yang bersifat universal dan merupakan
doktrin kerja para penggunanya.
c) Mempengaruhi dan menuntun. Unsur mempengaruhi dan
menuntun dalam kajian kepemimpinan militer menandakan sebuah
pandangan bahwa manusia dewasa tidak dapat dididik, namun hanya
dapat dipengaruhi. Untuk dapat mempengaruhi dan menggerakkan
manusia, maka diperlukan kelebihan atau keunggulan dari seorang
pemimpin.
d) Manusia. Unsur manusia memegang perang secara
fundamental dalam kepemimpinan militer. Prajurit militer/tantaralah
yang akan menentukan tercapai atau tidaknya tujuan yang telah
ditetapkan.
e) Tujuan. Unsur tujuan dalam kepemimpinan militer
merupakan seni dan ilmu unyuk membawa dan mempengaruhi
organisasi militer menuju pencapaian sasaran kepentingan dengan
baik.

b. Pembahasan
Pertempuran di Laut Arafuru tidak semata bermakna pertempuran laut dan
semangat rela berkorban dari pelaku sejarah, namun lebih dari itu jiwa atau
semangat pengorbanan dari masa ke masa menyangkut eksistensi dan kedaulatan
sebuah negara sebagai harga mati yang harus diperjuangkan bagi seluruh prajurit.
Dengan menganalisa kejadian peristiwa pertempuran di Laut Arafuru yang
merupakan wujud aktualisasi semangat nasionalisme dan patriotisme, yang
melahirkan nilai-nilai kejuangan TNI, Jati diri, dan Trisila TNI AL, maka diharapkan
dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam rangka meningkatkan semangat
pengabdian Prajurit TNI hususnya para prajurit TNI AL.
Dalam teorinya, Ken Booth menerangkan bahwa peran universal Angkatan
Laut di dunia mengandung peran Diplomasi (The Diplomacy Role), Peran Polisionil
(The Constabulary/Policing Role) dan Peran militer (The War Fighting Role). Dalam
hal diplomasi, Pemerintah Indonesia telah melakukan kebijakan diplomasi dalam
upaya pembebasan Irian, tetapi upaya diplomasi yang dilakukan mengalami
kegagalan sehingga Indonesia mulai mengambil langkah tegas dengan mulai
11

mengambil sikap keras terhadap Belanda yang diikuti dengan pembatalan secara
sepihak perjanjian KMB dan dilancarkan konfrontasi militer yang dilancarkan oleh
Komando Mandala pada tahun 1962 sehingga terjadi Pertempuran laut Arafuru, hal
ini sesuai dengan peran militer dalam teori Ken Booth. Sedangkan Peran Polisionil
adalah memelihara ketertiban umum yang termasuk dalam teritorial Indonesia,
dalam hal ini Irian merupakan wilayah perjuangan kemerdekaan dan masuk ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan upaya pembebasan tanah air
dan bangsa dari segala bentuk penjajahan, yang sesuai dengan pembukaan UUD
1945.11
Menurut Teori AT Mahan, The sea is all one artinya bahwa laut tidak dapat
dipagari, diduduki dan dipertahanakan seperti daratan. Menurut Mahan
penguasaan laut yaitu menjamin penggunaan laut untuk kepentingan sendiri dan
menutup peluang bagi lawan untuk menggunakannya. Penguasaan laut hanya
dapat dicapai dengan menghancurkan satuan-satuan lawan atau melaksanakan
blokade. Dalam pertempuran laut arafuru 3 KRI yang ikut dalam operasi tersebut
adalah RI Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, Rl Harimau. Satuan ini diberi nama
Satuan Tugas Chusus (STC-9), dibawah Komandan Satgas Kolonel Soedomo
yang on board di KRI Harimau. Ketika STC-9 berangkat dari Pangkalan Jakarta
menuju daerah operasi, pada bulan Januari dimana di perairan Aru berlaku Angin
Musim Barat dengan pola angin di utara Indonesia umumnya bergerak dari arah
utara menuju timur laut dengan kecepatan angin berkisar antara 5 hingga 25 knot,
karakteristik tinggi gelombang 2-3 meter. Dengan pola kecepatan angin dan
ketinggian gelombang tersebut menunjukkan kondisi perairan Arafuru pada saat itu
membahayakan bagi pelayaran bagi seluruh ukuran kapal. Hal ini sangat
menguntungkan bagi pelaksanaan operasi 3 MTB dengan asumsi bahwa kondisi
alam tidak bersahabat dengan pelayaran sehingga memperkecil peluang ketemu
dengan patroli kapal laut (AL) Belanda disekitar wilayah tersebut. Dalam hal ini TNI
AL mengetahui mengetahui keadaan iklim dan arus laut serta tinggi gelombang
yang sedang terjadi pada bulan tersebut, sehingga dapat menjangkau kepulauan
arafuru tanpa kendala yang berarti.
Menurut American Army Doctrine dimana kepemimpinan militer adalah
proses dimana perwira dapat mempengaruhi (mengajak) pasukannya untuk
menyelesaikan misi nya sesuai dengan KRI Matjan tutul dimana ketika terjadi
penyergapan, Komodor Yos Sudarso yang berada di RI Matjan Tutul mengambil

11
Susetyo Berlian, Ravico. Strategi Diplomasi Indonesia dalam pembebasan Papua tahun 1949-1963. Jurnal Ilmu
Ushuluddin. Vol 2 No 1. Juni. 2020.
12

alih inisiatif untuk memancing perhatian kapal-kapal Belanda tertuju hanya pada
satu sasaran, sekaligus menghindarkan serangan terhadap RI Macan Kumbang
dan RI Harimau. Matjan Tutul bermanuver bergerak lurus kearah Evertsen dan
Kortenaar. Taktik ini berhasil memancing kapal AL Belanda untuk
mengkonsentrasikan serangan terhadap RI Matjan Tutul yang mereka duga akan
menembakan Torpedo atau ditabrakkan kepada salah satu kapal perangnya.
Dengan demikian, pengallihan perhatian tersebut berhasil menyelamatkan
sebagian besar infiltran dan 2 kapal lainnya, meski harus dibayar dengan
tenggelamnya RI Macan Tutul. Sebelum tenggelam Komodor Yos Soedarso dalam
radio komunikasi menggemborkan kalimat terkahir “Kobarkan semangat
pertempuran, sampai titikk penghabisan". Secara taktis dan strategi kekuatan
AL Indonesia kalah dibandingkan pihak Belanda, namun dari kejadian ini terlihat
jiwa besar seorang Komodor Yos Soedarso merupakan sosok yang bertanggung
jawab terhadap nasib anak buah dengan mengorbankan dirinya demi keselamatan
kapal-kapal lain yang nantinya bisa digunakan untuk meneruskan perjuangan untuk
merebut Irian Barat.

4. Hal-hal Positif dan Negatif

a. Hal Positif
1) Semangat dan dedikasi tinggi para ABK mampu memperbaiki mesin
dan kemudi yang rusak walaupun memakan waktu seharian penuh dengan
kondisi kapal ditengah laut yang bergelombang menunjukkan moril yang
tinggi para ABK RI Matjan Kumbang.
2) Keputusan mundur yang diambil oleh Kolonel Soedomo selaku
Komandan STC-9 merupakan langkah yang tepat mengingat kebocoran
informasi yang sudah terjadi tentang pergerakan operasi infiltrasi.

b. Hal Negatif
1) Perencanaan kebutuhan bahan bakar tidak disiapkan dengan baik.
2) TNI AL tidak mendapatkan informasi Intelijen kekuatan musuh yang
akan dihadapi.
3) Manuver kapal Matjan Tutul yang bergerak lurus menuju posisi
Evertsen tidaklah tepat dikarenakan kemampuan jarak jangkau Evertsen
120mm.
4) Sistem pelaporan secara langsung yang tidak terjalin antara
Komandan STC-9 dengan Panglima Komando Mandala maka penentuan
13

dan pengambilan keputusan yang bersifat segera saat pertempuran tidak


dapat dilaksanakan dengan baik.
5) Dengan kejadian rusaknya RI Matjan Kumbang maka hal ini
menggambarkan kesiapan operasional yang tidak maksimal.
6) TNI AL pada masa itu kurang memperhatikan medan yang akan
dihadapi oleh 3 MTB di kepulauan Arafuru yang merupakan medan terbuka
tidak terlindung oleh pulau–pulau, sementara taktik tempur MTB tersebut
akan lebih menguntungkan jika digunakan pada pertempuran di perairan
kepulauan.

5. Manfaat yang dapat diambil TNI AL

a. Aspek Edukatif
1) Penggunaan landasan teori, doktrin dan prosedur pada pertempuran
laut arafuru menjadi pembelajaran bagi TNI AL dalam melaksanakan
operasi-operasi laut baik OMP maupun OMSP.
2) Tahap perencanaan pada penyelenggaraan operasi laut merupakan
bagian yang sangat penting dalam penggelaran kekuatan disertai kesiapan
operasi demi tercapainya tujuan operasi.
3) Establishment dari jaringan komunikasi pada komando dan
pengendalian sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan pelaporan
situasi tempur dengan tujuan pengambilan keputusan dan pengembangan
taktis yang akurat.

b. Aspek Inspiratif
1) Semangat tempur dan dedikasi terhadap tugas yang ditunjukkan
ABK RI Matjan Tutul dan Matjan Kumbang saat pertempuran menunjukkan
moril yang tinggi sebagai seorang abdi negara.
2) Pengambilan keputusan yang tepat oleh Kolonel Soedomo sebagai
seorang Komandan ditengah-tengah keterbatasan informasi dan
komunikasi dengan Komando Mandala menggambarkan tingkat
kemampuan tempur tinggi yang perlu diteladani dalam hal profesionalisme.

c. Aspek Instruktif
14

6. Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
1) Perlu adanya peningkatan dalam keamanan informasi untuk
mengantisipasi kebocoran rencana operasi.
2) Perlu adanya kelengkapan peralatan komunikasi yang memadai dan
aman saat pelaksanaan operasi dalam rangka memaksimalkan fungsi
Komando dan Pengendalian operasi.
3) Perlu adanya pelatihan yang secara berkesinambungan dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme, membangun
intuisi dan melatih kemampuan tempur pengawak kapal perang RI.
15

Anda mungkin juga menyukai