1. Judul.
Studi kasus Peristiwa Pertempuran Laut Arafuru tahun 1962 yang ditinjau dari
aspek kepemimpinan dan kejuangan serta manfaatnya bagi TNI AL.
2. Latar Belakang.
a. Umum
5
https://voi.id/memori/153220/belanda-kirim-kapal-induk-karel-doorman-ke-irian-barat-dalam-sejarah-hari-ini-4-april-
1960, diakses pada tanggal 6 April 2022. Pukul 18.56 WIB.
6
Hidayat. Tentara Angkatan Laut Pembebasan Irian Barat. 2013
3
b. Kronologis Kejadian
1) Pra Kejadian
Etape I Pelabuhan Samudera Tanjung Priok-Titik Rendevous I di
Pulau Gili Genteng (Selat Madura).
a) Pada tanggal 9 Januari pukul 18.00 WIB satu per satu
keempat MTB keluar dari Pelabuhan Samudera Tanjung Priok,
dipimpin langsung oleh Kolonel Sudomo yang baru saja dinaikan
pangkatnya dari letkol menjadi kolonel. Keberangkatan keempat
kapal tersebut dilepas oleh Deputi I KSAL Komodor Yos Soedarso.
b) Tiga dari empat MTB yang bertolak tersebut membawa satu
peleton (21 orang) Tugis (Tugas Istimewa) anggota dari Batalyon
Angkutan Air Angkatan Darat, dibawah pimpinan Capa Muhadi.
Selama pelayaran menuju daerah sasaran, keempat MTB berada
dalam kondisi total black out dan radio silence.
c) Kemudian keesokan harinya pada tanggal 10 Januari 1962
pukul 18.00 konvoi MTB tiba di titik RV I di Pulau Gili Genteng (Selat
Madura) untuk refueling pada RI Pati Unus. Sedangkan RI Matjan
Kumbang baru masuk pada tanggal 11 januari 1962 pukul 05.00
melalui jalur utara Pulau Madura.
Etape III Teluk Hading-Titik RV III di Dobo (sekitar Pulau Ujir dan
Pulau wasir di kepulauan Aru)
a) Pada tanggal 13 Januari 1962 pukul 10.00 pagi, RI Singa, RI
Harimau, dan RI Matjan Tutul melanjutkan pelayaran menuju RV III di
Dobo, sedangkan RI Matjan Kumbang akan menyusul kemudian.
4
2) Kejadian
3) Pasca Kejadian
Pada tanggal 16 Januari 1962 pukul 10.00 RI Harimau dan RI Matjan
Kumbang kembali ke lokasi tenggelamnya RI Matjan Tutul untuk menolong
8
Gambar 5 : RI Harimau
Sumber : https://www.liputan6.com/news/read/376672/kri-harimau-saksi-bisu-
pertempuran-laut-aru
3. Analisis.
a. Landasan Pemikiran
1) Teori Ken Booth.7
Dalam teorinya Ken Booth menerangkan bahwa peran universal
Angkatan Laut di dunia mengandung makna Trinitas, dalam pengertian
bahwa tiga peran yang saling berkaitan dan melekat antara satu dan yang
lainnya. Tiga peran tersebut adalah :
a) Peran militer (The War Fighting Role), yakni Angkatan Laut
bertugas di masa damai dan di masa perang, dalam rangka
menegakkan kedaulatan dan keutuhan negara di laut.
b) Peran Polisionil (The Constabulary/Policing Role), yakni
bertujuan memelihara ketertiban umum di perairan suatu negara
7
http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-121500000011213/swf/3083/files/basic-html/page2.html, diakses
tanggal 8 April 2022. Pukul 10.43 WIB.
9
b. Pembahasan
Pertempuran di Laut Arafuru tidak semata bermakna pertempuran laut dan
semangat rela berkorban dari pelaku sejarah, namun lebih dari itu jiwa atau
semangat pengorbanan dari masa ke masa menyangkut eksistensi dan kedaulatan
sebuah negara sebagai harga mati yang harus diperjuangkan bagi seluruh prajurit.
Dengan menganalisa kejadian peristiwa pertempuran di Laut Arafuru yang
merupakan wujud aktualisasi semangat nasionalisme dan patriotisme, yang
melahirkan nilai-nilai kejuangan TNI, Jati diri, dan Trisila TNI AL, maka diharapkan
dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam rangka meningkatkan semangat
pengabdian Prajurit TNI hususnya para prajurit TNI AL.
Dalam teorinya, Ken Booth menerangkan bahwa peran universal Angkatan
Laut di dunia mengandung peran Diplomasi (The Diplomacy Role), Peran Polisionil
(The Constabulary/Policing Role) dan Peran militer (The War Fighting Role). Dalam
hal diplomasi, Pemerintah Indonesia telah melakukan kebijakan diplomasi dalam
upaya pembebasan Irian, tetapi upaya diplomasi yang dilakukan mengalami
kegagalan sehingga Indonesia mulai mengambil langkah tegas dengan mulai
11
mengambil sikap keras terhadap Belanda yang diikuti dengan pembatalan secara
sepihak perjanjian KMB dan dilancarkan konfrontasi militer yang dilancarkan oleh
Komando Mandala pada tahun 1962 sehingga terjadi Pertempuran laut Arafuru, hal
ini sesuai dengan peran militer dalam teori Ken Booth. Sedangkan Peran Polisionil
adalah memelihara ketertiban umum yang termasuk dalam teritorial Indonesia,
dalam hal ini Irian merupakan wilayah perjuangan kemerdekaan dan masuk ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan upaya pembebasan tanah air
dan bangsa dari segala bentuk penjajahan, yang sesuai dengan pembukaan UUD
1945.11
Menurut Teori AT Mahan, The sea is all one artinya bahwa laut tidak dapat
dipagari, diduduki dan dipertahanakan seperti daratan. Menurut Mahan
penguasaan laut yaitu menjamin penggunaan laut untuk kepentingan sendiri dan
menutup peluang bagi lawan untuk menggunakannya. Penguasaan laut hanya
dapat dicapai dengan menghancurkan satuan-satuan lawan atau melaksanakan
blokade. Dalam pertempuran laut arafuru 3 KRI yang ikut dalam operasi tersebut
adalah RI Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, Rl Harimau. Satuan ini diberi nama
Satuan Tugas Chusus (STC-9), dibawah Komandan Satgas Kolonel Soedomo
yang on board di KRI Harimau. Ketika STC-9 berangkat dari Pangkalan Jakarta
menuju daerah operasi, pada bulan Januari dimana di perairan Aru berlaku Angin
Musim Barat dengan pola angin di utara Indonesia umumnya bergerak dari arah
utara menuju timur laut dengan kecepatan angin berkisar antara 5 hingga 25 knot,
karakteristik tinggi gelombang 2-3 meter. Dengan pola kecepatan angin dan
ketinggian gelombang tersebut menunjukkan kondisi perairan Arafuru pada saat itu
membahayakan bagi pelayaran bagi seluruh ukuran kapal. Hal ini sangat
menguntungkan bagi pelaksanaan operasi 3 MTB dengan asumsi bahwa kondisi
alam tidak bersahabat dengan pelayaran sehingga memperkecil peluang ketemu
dengan patroli kapal laut (AL) Belanda disekitar wilayah tersebut. Dalam hal ini TNI
AL mengetahui mengetahui keadaan iklim dan arus laut serta tinggi gelombang
yang sedang terjadi pada bulan tersebut, sehingga dapat menjangkau kepulauan
arafuru tanpa kendala yang berarti.
Menurut American Army Doctrine dimana kepemimpinan militer adalah
proses dimana perwira dapat mempengaruhi (mengajak) pasukannya untuk
menyelesaikan misi nya sesuai dengan KRI Matjan tutul dimana ketika terjadi
penyergapan, Komodor Yos Sudarso yang berada di RI Matjan Tutul mengambil
11
Susetyo Berlian, Ravico. Strategi Diplomasi Indonesia dalam pembebasan Papua tahun 1949-1963. Jurnal Ilmu
Ushuluddin. Vol 2 No 1. Juni. 2020.
12
alih inisiatif untuk memancing perhatian kapal-kapal Belanda tertuju hanya pada
satu sasaran, sekaligus menghindarkan serangan terhadap RI Macan Kumbang
dan RI Harimau. Matjan Tutul bermanuver bergerak lurus kearah Evertsen dan
Kortenaar. Taktik ini berhasil memancing kapal AL Belanda untuk
mengkonsentrasikan serangan terhadap RI Matjan Tutul yang mereka duga akan
menembakan Torpedo atau ditabrakkan kepada salah satu kapal perangnya.
Dengan demikian, pengallihan perhatian tersebut berhasil menyelamatkan
sebagian besar infiltran dan 2 kapal lainnya, meski harus dibayar dengan
tenggelamnya RI Macan Tutul. Sebelum tenggelam Komodor Yos Soedarso dalam
radio komunikasi menggemborkan kalimat terkahir “Kobarkan semangat
pertempuran, sampai titikk penghabisan". Secara taktis dan strategi kekuatan
AL Indonesia kalah dibandingkan pihak Belanda, namun dari kejadian ini terlihat
jiwa besar seorang Komodor Yos Soedarso merupakan sosok yang bertanggung
jawab terhadap nasib anak buah dengan mengorbankan dirinya demi keselamatan
kapal-kapal lain yang nantinya bisa digunakan untuk meneruskan perjuangan untuk
merebut Irian Barat.
a. Hal Positif
1) Semangat dan dedikasi tinggi para ABK mampu memperbaiki mesin
dan kemudi yang rusak walaupun memakan waktu seharian penuh dengan
kondisi kapal ditengah laut yang bergelombang menunjukkan moril yang
tinggi para ABK RI Matjan Kumbang.
2) Keputusan mundur yang diambil oleh Kolonel Soedomo selaku
Komandan STC-9 merupakan langkah yang tepat mengingat kebocoran
informasi yang sudah terjadi tentang pergerakan operasi infiltrasi.
b. Hal Negatif
1) Perencanaan kebutuhan bahan bakar tidak disiapkan dengan baik.
2) TNI AL tidak mendapatkan informasi Intelijen kekuatan musuh yang
akan dihadapi.
3) Manuver kapal Matjan Tutul yang bergerak lurus menuju posisi
Evertsen tidaklah tepat dikarenakan kemampuan jarak jangkau Evertsen
120mm.
4) Sistem pelaporan secara langsung yang tidak terjalin antara
Komandan STC-9 dengan Panglima Komando Mandala maka penentuan
13
a. Aspek Edukatif
1) Penggunaan landasan teori, doktrin dan prosedur pada pertempuran
laut arafuru menjadi pembelajaran bagi TNI AL dalam melaksanakan
operasi-operasi laut baik OMP maupun OMSP.
2) Tahap perencanaan pada penyelenggaraan operasi laut merupakan
bagian yang sangat penting dalam penggelaran kekuatan disertai kesiapan
operasi demi tercapainya tujuan operasi.
3) Establishment dari jaringan komunikasi pada komando dan
pengendalian sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan pelaporan
situasi tempur dengan tujuan pengambilan keputusan dan pengembangan
taktis yang akurat.
b. Aspek Inspiratif
1) Semangat tempur dan dedikasi terhadap tugas yang ditunjukkan
ABK RI Matjan Tutul dan Matjan Kumbang saat pertempuran menunjukkan
moril yang tinggi sebagai seorang abdi negara.
2) Pengambilan keputusan yang tepat oleh Kolonel Soedomo sebagai
seorang Komandan ditengah-tengah keterbatasan informasi dan
komunikasi dengan Komando Mandala menggambarkan tingkat
kemampuan tempur tinggi yang perlu diteladani dalam hal profesionalisme.
c. Aspek Instruktif
14
6. Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
1) Perlu adanya peningkatan dalam keamanan informasi untuk
mengantisipasi kebocoran rencana operasi.
2) Perlu adanya kelengkapan peralatan komunikasi yang memadai dan
aman saat pelaksanaan operasi dalam rangka memaksimalkan fungsi
Komando dan Pengendalian operasi.
3) Perlu adanya pelatihan yang secara berkesinambungan dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme, membangun
intuisi dan melatih kemampuan tempur pengawak kapal perang RI.
15