Perang asimetris di udara ini sesungguhnya adalah cara yang digunakan oleh
si lemah untuk mengahadapi yang kuat, si kecil menghadapi si besar, David vs
Goliath. Mengingat konsepnya yang tidak lazim, maka ini bisa menjadi kartu
truf dalam rangka pertahanan udara nasional. Namun bila infrastruktur gerilya
udara telah terbentuk, bahkan strategi gerilya udara dapat ditingkatkan
perannya, dari kekuatan bertahan (defensive) menjadi menyerang (offensive).
Adanya prasyarat penguasaan teknologi, menjadikan Gerilya Udara amat
bergantung pada kekuatan industri dirgantara pada semua lini. Mulai
teknologi sederhana seperti pemanfaatan aero-modeling dengan remote
control hingga ke tactical unmanned aerial vehicle (UAV). Penguasaan
teknologi elektronika juga merupakan salah satu kunci Gerilya Udara. Dalam
kondisi kelumpuhan TNI AU dimana sebagian besar alutsistanya telah hancur,
maka insan TNI AU bergerak bersama masyarakat dirgantara untuk
melanjutkan perjuangan melalui media udara.
Pada era modern saat ini, kekuatan udara diyakini sebagai faktor dominan
untuk memenangkan peperangan. Pada perang Irak, jelas terlihat bagaimana
pentingnya kekuatan udara untuk melumpuhkan kekuatan Irak dan
selanjutnya kekuatan darat USA-Inggris dengan mudah menaklukan
penguasaan wilayah. Dalam perang Balkan, Serbia dipaksa takluk dengan
adanya serangan udara yang presisi terhadap pusa-pusat militer dan
pemerintahannya.
2. Arah datangnya ancaman Bila dilihat secara geografis, maka arah datangnya
ancaman udara akan datang dari:
a) Koridor Utara. Melalui Selat Malaka-Selat Karimata. Ancaman bisa datang
dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Namun juga dari negara
besar seperti, China dan USA.
b) Koridor Barat. Dari arah Samudra Hindia. Ancaman bisa datang dari
pesawat-pesawat tempur dan peluru kendali jelajah yang diluncurkan dari
kapal induk maupun armada perang USA.
c) Koridor Selatan. Dari arah Christmas Island maupun dari Australia. Dengan
mempengaruhi perkiraan arah datangnya ancaman, maka asset gerilya udara
terutama akan disebar pada ketiga wilayah ini.
Perkiraan biaya
Untuk membentuk sebuah skadron Fighter baru sekelas Su-27/30 yang terdiri
dari 12 pesawat tempur, dibutuhkan anggaran sekitar USS 1 milyar. Dengan
anggaran yang sama maka untuk mendapatkan UAV Kamikaze seharga USS
100.000, akan didapat sebanyak 10.000 UAV Kamikaze! Tentunya
UAV Kamikaze ini adalah produk nasional, sehingga keberadaannya tidak
diketahui pihak lain.
Penutup
Pemikiran tentang Gerilya Udara sesungguhnya masih mentah dan layak
dikritisi di sana-sini. Namun hanya bentuk perlawanan seperti ini yang bisa
dilakukan oleh insan udara manakala berhadapan dengan kekuatan udara
lawan yang superior. Mau tidak mau, kita harus membawa perang asimetris
ke udara. Bentuk perang sebanyak ini sangat fleksibel dan mengikutsertakan
potensi masyarakat dirgantara Indonesia yang selama ini terabaikan. Efek
samping (positif) dari Strategi Gerilya Udara adalah menggairahkan industri
dirgantara nasional yang saat ini mati suri. Bahkan bisa mati sungguhan
bila tidak ada kepedulian dari kita semua.