Qaeda ]. Namun demikian, permasalahan utama masih tetap sama sejak dulu,
yaitu sulitnya mendeteksi pelaku penyerangan karena agensia biologi dapat
memperbanyak diri.
Sementara itu, dengan meningkatnya aksi teror biologi seperti yang terjadi di AS
Oktober 2001 dan KBRI Australia Juni 2005 serta aksi-aksi lainnya termasuk kasus
flu burung, pihak luar negeri telah meningkatkan kewaspadaannya untuk
mengantisipasi dan mencegah terulangnya kejadian tersebut. Untuk itu AS telah
menyusun program biodefence yang disebut dengan “Biodefence for the 21st
Century” yang dibagi dalam empat kegiatan utama yaitu Threat Awareness,
Prevention and Protection, Surveillance and Detection, dan Response and
Recovery. Lebih jauh George W Bush pada 2 Nopember 2005 mengumumkan
alokasi dana sebesar US$ 7,1 milyar (sekitar 60 triliun rupiah) untuk program The
National Bio-Surveillance Initiative. Program yang dikembangkan antara lain
adalah:
[ Slide Program Biodefence AS ]
Program Anggaran
1. Akselerasi Pengembangan Teknologi Kultur Sel US$ 2,8 milyar
2. Pembelian Vaksin Influensa oleh Departemen Pertahanan dan Departemen US$ 1,5 milyar
Kesehatan
3. Persediaan Pengobatan Antivirus US$ 1 milyar
4. Untuk membantu mendeteksi dan mencegah wabah US$ 251 juta
5. Pengembangan Pengobatan Baru dan Vaksin US$ 800 juta
6. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi suatu wabah di tingkat US$ 644 juta
lokal, state, dan federal.
Permasalahannya adalah, perlukah program-program sejenis dijalankan di
Indonesia? Sebagai negara agraris, Indonesia sangat memerlukan program-
program tersebut namun di lain pihak biaya yang dibutuhkan akan sangat
mengganggu keuangan negara karena dibutuhkan dana yang sangat besar.
Dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan dengan negara-negara ASEAN
seperti Thailand dan Singapura, Indonesia sudah sangat terlambat sehingga bila
terjadi serangan agensia biologi tidak dapat berbuat apa-apa. Thailand misalnya,
telah memiliki stock vaksin yang cukup memadai. Sebagai bahan perbandingan,
harga satu ampul vaksin saat ini mencapai sekitar US$ 15 dan bila dikalikan dengan
jumlah penduduk yang diperkirakan akan terjangkit penyakit yang disebabkan oleh
virus, maka akan dibutuhkan dana yang sangat besar. Sebagai contoh, Indonesia
telah dinyatakan bebas dari polio namun begitu terjadi kasus polio, ratusan milyar
telah dikeluarkan untuk program vaksinasi polio atau PIN (Pekan Imunisasi
3
Nasional). Bagaimana kalau misalnya terjadi wabah small pox (cacar) atau
penyakit-penyakit viral lainnya?
Kasus flu burung yang terus meningkat kasusnya dan mendudukkan Indonesia
pada peringkat pertama dunia dalam jumlah kematian telah menjadi “cambuk” untuk
kita semua. Bila ditinjau dari aspek teknologi, Virus H5N1 adalah merupakan
biotipe baru. Mungkinkan ini merupakan hasil iseng seseorang yang memodifikasi
gen virus H-N- sebelumnya? Adakah ini karena unsur kesengajaan? Bila ya,
siapakah “biang kerok” perekayasa atau penyebar virus tersebut. Kalau
seandainya memang virus tersebut merupakan GMO (genetically modified
organism), apakah yang membuat itu perorangan, non-state organisation, atau
mungkinkah negara tertentu? Pertanyaan ini memang sulit untuk dijawab dan
inilah kesempatan bagi para cendekiawan yang hadir dalam seminar ini untuk turut
memikirkan kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Ada beberapa tulisan, yang mencurigai bahwa AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) adalah merupakan penyakit hasil rekayasa manusia.
Beberapa naskah sejak tahun 1980an juga telah memprediksi akan adanya suatu
genetic weapons yaitu senjata yang dapat dengan sendirinya menyerang etnis
tertentu.1 Kemajuan Bioteknologi saat ini memang telah memungkinkan untuk
dibuatnya senjata semacam itu.2
Serangan nyata agensia biologi ke suatu negara juga telah terjadi di Kuba pada
akhir tahun 1997 yang dilakukan oleh AS ke lahan pertanian di Havana.
Berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, secara resmi Pemerintah Kuba telah
mengajukan tuduhan resmi kepada AS melalui PBB namun dengan berbagai dalih
akhirnya AS dapat berkelit. 3 Peristiwa itu terjadi ketika sebuah pesawat kecil jenis
S2R milik AS melintas di daerah pertanian Kuba. Pada saat yang bersamaan dari
arah tegak lurus melintas pesawat F27 milik Kuba yang melihat pesawat S2R
enyemprotkan senyawa/asap putih.4 Beberapa waktu kemudian terjadi wabah
hama penyakit tanaman Thrips palmy. [ slide gambar ]
1
Salah satu buku yang mengupas itu antara lain adalah SIPRI Year Book 1984.
2
Tulisan mengenai Genetic Weapons dapat dilihat di:
http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/259222.stm
http://www.peace.ca/geneticwarfare.htm
http://www.popularmechanics.com/technology/military_law/1281406.html
http://www.unesco.org/courier/1999_03/uk/ethique/txt1.htm
http://www.fromthewilderness.com/free/ww3/030403_genetic_p1.html
http://www.fromthewilderness.com/free/ww3/031103_genetic_p2.html
3
Salah satu anggota Delegasi RI menghadiri siding tersebut di Jenewa, yang diwakili oleh Isroil
Samihardjo.
4
Bisa dilihat di http://www.greenleft.org.au/back/1997/278/278p22.htm, dan
http://southmovement.alphalink.com.au/countries/Cuba/biowar.htm
4
5
United Nations, Department of Political and Security Council Affairs, ‘Chemical and bacteriological
(biological) weapons and the effects of their use’, Report of the Secretary-General, UN Document
A/7575/Rev1, no. E.69 I. 24, New York, 1969.
6
Kecurigaan ini telah dikonfirmasikan dengan Balitbangkes, Balai Veterinair Deptan, Polri, Lembaga
Eijkman, dan Subdit Nubika TNI-AD. Semuanya tidak dapat memberikan argumentasi mengenai
kemungkinan wabah tersebut terjadi secara alami.
6
Sebagai salah satu dari tiga senjata pemusnah massal, senjata biologi telah
dilarang oleh PBB melalui Protokol Jenewa (1925) 7 dan Konvensi Senjata Biologi
(BWC, 1972)8. Namun, walaupun telah berumur lebih dari 25 tahun, ternyata BWC
tidak dapat diimplementasikan secara efektif karena belum disertai dengan sistem
verifikasi.
[ slide kronologi BWC ]
Pasal XII dari konvensi tersebut mengamanatkan bahwa BWC harus ditinjau setiap
5 tahun sekali. Jadi sejak diberlakukannya (1975), telah lima kali diadakan
peninjauan (review conference). Pada konferensi ketiga (1991), negara-negara
pihak (state parties) pada konvensi ini sepakat untuk membentuk Kelompok Ahli
(Verification Expert Group atau Verex) untuk menyusun sistem verifikasi tersebut.
Verex mengadakan empat kali sidang dalam tahun 1992-1993 dan berhasil
menghimpun 21 perangkat verifikasi. Setelah perangkat tersebut disebarluaskan
ke seluruh negara pihak, mereka menghendaki untuk dibahas secara politis. Maka
diadakanlah Sidang Khusus (Special Conference) pada September 1994 dan
menyepakati untuk dibentuknya Kelompok Ad Hoc (AHG) dengan mandat
membentuk sistem verifikasi yang dapat mengikat secara hukum (legally binding).
Sejak 1995 hingga 2001 AHG telah melaksanakan sidang sebanyak 24 kali dan
menghasilkan 570 halaman rancangan Protokol yang sangat komprehensif yang
disebut rolling text. Naskah yang telah dinegosiasikan selama 6½ tahun ini
akhirnya menemui kegagalan setelah Amerika Serikat pada tahun 2001 secara
sepihak menolak naskah tersebut maupun rejim-rejim di bawah BWC lainnya yang
bersifat mengikat secara hukum.
Maka sia-sialah upaya AHG dan sejak itu dibentuklah format negosiasi baru
yang disebut dengan the new process yang dijadwalkan tahun 2003-2005. Pada
sidang the new process ini penulis mempresentasikan pandangannya pada bulan
Juni 20059.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa AS tiba-tiba demikian intens
menolak segala rejim yang akan mengikat secara hukum? Beberapa analisis
menyampaikan bahwa kebijakan tersebut terkait dengan program biodefence yang
sedang dikembangkan AS. Yang jelas adalah bahwa pada akhir negosiasi, negara-
negara yang tergabung dalam GNB (yang dipromotori Indonesia) mengajukan
beberapa klausul yang dapat merugikan AS terkait dengan fasilitas-fasilitas lab
7
Naskah Protokol Jenewa dapat diakses melalui www.brad.ac.uk/acad/sbtwc/keytext/genprot.htm
8
Naskah Konvesi dapat diakses melalui http://en.wikipedia.org/wiki/Biological_Weapons_Convention
9
Naskah dapat diakses melalui www.opbw.org/new_process/mx2005/bwc_msp.2005_mx_wp24_E.pdf
8
biologi milik AS yang berada di luar daerah yurisdiksinya. Seperti fasilitas Namru-2
yang ada di Indonesia misalnya.
Di tingkat internasional, Indonesia telah berperan sangat aktif dalam proses
perlucutan senjata biologi namun peran ini masih tidak cukup efektif untuk
mengakomodasikan kepentingan nasional Indonesia. [ slide foto di PBB ]
Peran Instansi Terkait
Bila dibandingkan dengan program biodefence yang dikembangkan AS, yang
terdiri dari empat pilar yaitu Threat Awareness, Prevention and Protection,
Surveillance and Detection, dan Response and Recovery, maka program yang
dilaksanakan di Indonesia kurang begitu terklasifikasi dan tidak ada batas yang
tegas antara peningkatan kesadaran terhadap ancaman, atau pencegahan dan
perlindungan, pengamatan dan deteksi ataukah dalam rangka tahap tanggap
darurat. Program yang dijalankanpun masih bersifat parsial dan terkesan masing-
masing departemen atau lembaga berjalan sendiri-sendiri.
Keterlibatan instansi-instansi terkait dalam penanganan nubika antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Departemen Pertahanan cq. Balitbang Dephan, merupakan instansi yang
konsisten menangani nubika sejak tahun 1985 khususnya dalam
keterlibatannya dengan forum nasional dan internasional. Berkaitan dengan
itu dibawah Balitbang Dephan telah dibentuk bagian khusus yang menangani
permasalahan tersebut, yaitu Bagian Fora. Penanganan nubika di Balitbang
Dephan tidak dapat menghasilkan produk yang maksimal karena terbatasnya
dana penelitian yang dialokasikan. Untuk memperbesar penelitian nubika,
akan berarti mengurangi alokasi dana penelitian yang lainnya.
Pada tanggal 21 Nopember yang lalu, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Dephan menyelenggarakan Seminar Biodefence.
b. Deplu telah membentuk direktorat khusus, yaitu Direktorat Keamanan
Internasional dan Perlucutan Senjata (Dit KIPS). Sebelum adanya Dit KIPS,
penanganan perlucutan senjata nubika ditangani oleh Direktorat Organisasi
Internasional (Dit OI). Pejabat-pejabat penting di lingkungan Deplu saat ini,
sebagian besar berasal dari Dit KIPS seperti Menlu Hasan (Bekas Dir KIPS),
Sekjen Imron Cottan, Yuri O Thamrin, Sudjandan (Dubes AS), Dino Kusnadi
(Jubir KBRI Australia), dan lain-lain. Dengan demikian nubika bukan hal asing
bagi Deplu. Pejabat yang sangat mendalami dan terlibat langsung perlucutan
nubika adalah Hasan Kleib yang saat ini menjabat Dubes di DK PBB New York.
c. Depkes. Instansi ini sangat terkait dengan senjata biologi, namun
perannya menjadi kurang signifikan karena personil yang dilibatkan kurang
memberikan kontribusi. Namun keterlibatan instansi tersebut akhir-akhir ini
9
Mabes TNI “mulai” terlibat untuk menanganinya. Subdit Nubika Dirziad cukup
intens menangani nubika namun permasalahannya kembali lagi pada personel
yang tidak terlibat secara penuh. TNI-AD memiliki satu Kompi Nubika yang
baru-baru ini ditingkatkan statusnya menjadi detasemen.
h. Menko Polhukkam. Kementerian ini telah membentuk Desk Antiteror.
Namun tampaknya pos ini masih belum berfungsi secara maksimal dalam
menangani bio-terror karena pejabat yang menangani kurang mendalami
secara intensif dan komprehensif terhadap permasalahan tersebut. Untuk
menindaklanjutinya, dalam rangka meningkatkan dan memperluas desk
tersebut, Depdagri telah membentuk badan antiteror yang rencananya
ditempatkan di seluruh daerah yang sifatnya preventif dengan mengikutkan
komponen masyarakat untuk melakukan kewaspadaan dan pencegahan
terhadap teror10.
i. Lembaga Eijkman sebagai satu-satunya lembaga biomolekuler yang
bergerak dalam pemetaan genetik memiliki kemampuan yang sangat tinggi
namun lembaga ini belum didayagunakan secara maksimal. Lembaga
Eijkmann sudah mulai terlibat dalam penanggulangan bioterror, antara lain
sebagai pembicara dalam seminar biodefence di Dephan tanggal 21
Nopember.
j. Depkeham. Departemen ini akhir-akhir ini meningkat perannya dengan
turut serta dalam pembahasan RUU Bahan Kimia dan RUU Bahan Biologi.
k. Perguruan tinggi. Hingga saat ini belum banyak perguruan tinggi yang
memiliki kesadaran tinggi akan bahaya ancaman nubika. Akademi Militer
misalnya, yang dulu memasukkan mata kuliah nubika kedalam kurikulumnya,
kini sudah tidak menerapkannya lagi. Dengan adanya seminar bioteror ini
mudah-mudahan para akademisi terpacu untuk turut mengamankan
kepentingan nasional dari ancaman penyalahgunaan agensia biologi.
Pengaruh Asing dalam Penanganan Nubika di Indonesia
Sebagai alternatif lain dalam mencegah proliferasi senjata pemusnah massal,
AS telah menerbitkan suatu inisiatif yang disebut sebagai PSI (Proliferation Security
Inciative). PSI adalah program yang dirancang oleh Presiden Goerge W Bush
dalam rangka meng-counter proliferasi senjata pemusnah massal. Inisiatif ini telah
secara tegas ditolak oleh Indonesia karena tidak sesuai dengan kepentingan
nasional RI khususnya yang berkaitan dengan cara-cara interdiction. Jepang dan
Singapura mendukung inisiatif ini dan berusaha keras untuk “merayu” Indonesia
agar mendukung inisiatif tersebut.
10
Penjelasan Mendagri pada Rapat Gubernur 9 Juni 2005
11
Aspek Astagatra
a. Geografi.
1) Sebagai negara yang terletak membujur di khatulistiwa dan membujur
dengannya, kondisi geografis Indonesia telah memungkinkan untuk memiliki
kekayaan alam yang sangat berlimpah baik dari laut maupun darat.
Kekayaan sumberdaya alam ini memiliki kerentanan yang sangat tinggi.
Ditinjau dari aspek pertanian misalnya, berbagai fakta telah membuktikan
bahwa Indonesia telah mengalami kerugian yang sangat besar yang
disebabkan oleh berbagai serangan hama yang menyerang pertanian.
Keunggulan padi Indonesia telah diluluhlantahkan oleh serangan hama
wereng yang mengakibatkan musnahnya bibit unggul padi asli Indonesia.
2) Kerusakan kekayaan sumberdaya alam ini telah berjalan lama dan telah
menimbulkan beberapa kerugian yang sangat menggangu ketahanan
pangan Indonesia.
b. Demografi
1) Senjata biologi telah diakui oleh beberapa pakar bahwa serangan yang
ditimbulkannya jauh lebih berbahaya bila dibandingkan dengan senjata
nuklir dan senjata kimia. Dengan kondisi alam yang sangat heterogen dan
tingkat pengamanan kesehatan yang masih sangat rendah, masyarakat
Indonesia sangat rentan terhadap kemungkinan serangan senjata biologi.
2) Kondisi pendidikan penduduk yang masih rendah ditambah dengan
masih adanya tingkat kemiskinan yang relatif tinggi menyebabkan rentannya
14
GNB plus (Kelompok GNB ditambah beberapa negara bukan GNB), dan
lain-lain.
2) Regional/Bilateral. Penolakan AS terhadap terbentuknya mekanisme
multilateral yang bersifat universal dan mengikat secara hukum, telah
mempengaruhi posisi negara-negara lain dalam pengimpelementasian
konvensi senjata biologi. Australia tdan Indonesia telah mempelopori
terbentuknya suatu kelompok regional di tingkat ASEAN plus Australia, New
Zealand dan Papua New Guinea. Kelompok ini telah melakukan worshop
pada bulan Pebruari 2005 di Australia dan Maret 2006 di Bali. Dephan
dalam hal ini telah berpartisipasi aktif menjadi pembicara pada kedua
workshop tersebut. Akhir Maret ini Singapura juga memprakarssai
pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) untuk membahas persenjataan
Biologi.
3) Nasional. Di tingkat nasional, “kepedulian politik” RI terhadap
permasalahan senjata biologi tampaknya masih parsial. Political will
pemerintah masih belum signifikan. Hal ini terlihat dengan masih
sektoralnya penanganan senjata biologi. Dengan semakin nyatanya
ancaman senjata biologi, permasalahan ini perlu diangkat ke tingkat
nasional dengan melibatkan Presiden dan DPR secara langsung.
e. Ekonomi. Dampak senjata biologi telah sangat signifikan mempengaruhi
perekonomian Indonesia. Di bidang kesehatan, serangan flu burung telah
banyak sekali menimbulkan kerugian. Belum lagi ditambah dengan dampak
ekonomi yang disebabkan menurunnya produktifitas sektor pertanian akibat
serangan berbagai hama. [ slide dampak ekonomi ]
f. Sosial. Masyarakat masih belum sepenuhnya menyadari dampak dari
senjata biologi, bahkan pengertian senjata biologi pun masih belum
sepenuhnya dipahami baik oleh kalangan masyarakat umum, akademisi
praktisi maupun kaum intelektual lainnya. Kesiapan masyarakat bila
seandainya ada serangan senjata biologi juga belum sepenuhnya ditangani.
g. Budaya. Masih sedikit orang yang berpikir bahwa serangan senjata biologi
ini terkait dengan budaya. Keterkaitan tersebut sangat besar sebetuolnya.
Budaya masyarakat Indonesia yang nrimo atau menerima apa adanya tanpa
protes ditambah dengan tekanan dari pemerintah untuk selalu bertoleransi
dalam beragama telah merasuk kedalam sanubari hampir setiap masyarakat
Indonesia. Kondisi ini telah menyebabkan sifat kekurangpedulian masyarakat
terhadap deviasi yang telah terjadi. Masyarakat tidak sadar bahwa mereka
sedang terjajah perekonomiannya. Ayam yang mereka makan sehari-hari
misalnya, hampir 100% merupakan produk asing. Wabah flu burung telah
semakin meningkatkan ketergantungan tersebut.
16
h. Keamanan
Di Indonesia masih ada kerancuan mengenai penggunaan kata/istilah
“keamanan”. Istilah ”keamanan nasional”, ”keamanan negara”, ”keamanan
dan ketertiban masyarakat”, safety, dan security semuanya masih ditafsirkan
kedalam satu kata ”keamanan” dan dianggap merupakan wewenang Polri.
Hal inilah yang antara lain mendasari Polri saat itu dipisahkan dari Departemen
Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) dan nama Dephankam diubah
menjadi Dephan (tanpa kam). Yang mendasari pemisahan tersebut
sebenarnya adalah bukan kata keamanan itu sendiri namun fungsinya dimana
militer berfungsi kearah kombatan dan polisi kearah penanggulangan kriminal
(law and order). Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap penanganan
senjata biologi yang sangat terkait dengan keamanan negara.
Menurut Saafrudin Bahar yang mengacu pendapat Baker dan Weller, ada
empat syarat sustainable security bagi suatu negara yaitu (1) sistem kepolisian
dan kepidanaan yang kompeten, (2) birokrasi atau civil service yang efisien dan
baik, (3) sistem judisial yang independen, dan (4) militer yang profesional dan
berdisiplin.11 Dikaitkan dengan konsep ancaman, syarat tersebut kurang tepat
karena keamanan suatu negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan mulai dari kemungkinan ancaman mulai timbul sampai terjadinya
suatu aksi pelumpuhan keamanan hingga paska aksi yang dapat digambarkan
dalam diagram sebagai berikut:
intention trend pre-action action post-action
Sistem Kepolisian dan Kepidanaan
Birokrasi? Judicial
Militer TNI (khusus ancaman militer)
Non Militer (untuk ancaman non-militer)
Sustainable security adalah merupakan rangkaian keamanan yang tidak saja
diperlukan pada saat ancaman muncul atau setelah terjadinya suatu konflik tapi
juga harus dipertimbangkan sejak ancaman itu diperkirakan akan muncul.
Intention atau niat12 akan kemungkinan terjadinya ancaman merupakan faktor
yang sangat penting bahkan bila niat tersebut dapat dieliminir sejak awal maka
akan dapat meng-counter konflik sejak dini. Dalam hal ini intelijen sangat
berperan penting.
TNI memang memiliki intelijen, baik di tingkat pusat (Sintel dan Bais)
maupun di tingkat daerah namun lingkup mereka, menurut UU nomor 3/2002
11
Saafrudin Bahar, 2005. Mengapa Negara Kita Jadi Separah Ini, dan Bagaimana Cara
Menanggulanginya?, Jurnal Intelijen dan Kontra Intelijen Vol. I No. 5, CSICI, h.24
12
Menurut Robert Mangindaan (2005, Kasus Ambalat: Intelijen di dalam manajemen konflik, Jurnal
Intelijen dan Kontra Intelijen Vol. I No. 5, CSICI, h.24), suatu kekalahan tidak akan terjadi bila salah satu
factor –intention, capability dan circumstance- lawan dapat dihilangkan (dinolkan) .
17
Non Militer BIN Polri, Bea Cukai, Imigrasi dan instansi terkait
Pertimbangan Lain
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang nuklir dan kimia
dalam beberapa dasawarsa ini tidak menunjukkan kemajuan yang berpengaruh
signifikan terhadap ancaman yang mungkin ditimbulkan. Penggunaan bahan-bahan
kimia, khususnya bahan peledak, belum memanfaatkan teknologi baru. Namun
demikian perkembangan di bidang biologi, khususnya bioteknologi telah
menimbulkan ancaman-ancaman baru yang sangat signifikan. Kemajuan-
kemajuan bioteknologi yang perlu diwaspadai anta lain adalah:
a. Pesatnya perkembangan bioteknologi dan rekayasa genetika
b. Munculnya kembali penyakit lama (re-emerging diseases) dan penyakit baru
(new emerging diseases)
c. Munculnya kemungkinan untuk membuat senjata yang hanya menyerang
target tertentu (genetically modified organism)
Berkaitan dengan teknologi aspek teknologi, maka aspek ancaman yang perlu
diwaspadai adalah:
a. Mudahnya pembuatan senjata biologi
18
4. PENUTUP