Pendahuluan
Program pembinaan teritorial sendiri mulai dari Korem, Kodim, Koramil hingga
Babinsa dalam rangka untuk mencegah upaya paham radikalisme di kalangan
masyarakat. Masing-masing kita ada binaan teritorial mulai dari Korem, Kodim,
Koramil, sampai ke Babinsa. Satu Babinsa sendiri bisa melakukan pembinaan tiga
hingga empat desa. Program pembinaan teritorial sendiri dilakukan untuk mencegah
upaya yang tidak baik seperti radikalisme dan lainnya sehingga dapat terhindar melalui
pembinaan-pembinaan tersebut. Pembinaan yang diberikan dapat menangkis paham-
paham radikalisme terhadap masyarakat dan tidak adanya lagi aksi-aksi terorisme
1
seperti yang terjadi beberapa lalu. Oleh karena itu, harapannya Sistem Pola Binter
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh TNI dalam menanggulangi
paham radikalisme. Namun, upaya ini tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh
masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam
menanggulangi paham radikalisme. Namun kenyataannya, Sistem Pola Binter
terhadap Sishankamrata dalam rangka menggulangi paham radikalisme belum
maksimal dilaksanakan karena beberapa faktor diantaranya kurangnya pemahaman
masyarakat tentang bahaya paham radikalisme, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melawan paham radikalisme, kurangnya peran masyarakat dalam membantu TNI dalam
menanggulangi paham radikalisme; kurangnya anggaran yang tersedia untuk
melaksanakan Sistem Pola Binter serta kurangnya tenaga ahli yang dapat
melaksanakan Sistem Pola Binter.
Dari latar belakang di atas terkait dengan Impelementasi Sistem Pola Binter
terhadap Sishankamrata dalam rangka menangkal Paham Radikalisme , maka dapat
penulis ambil identifikasi persoalan yaitu : Pertama, Bagaimana potensi
Sishankamrata dihadapkan perkembangan paham radikalisme saat ini ?; Kedua,
Bagaimana pola Binter sebagai fungsi utama TNI AD, dan fungsi organik militer dalam
menangkal radikalisme saat ini ?; Ketiga, Bagaimana pola pembinaan kemampuan
Binter baik perorangan dan satuan dihadapkan adanya paham radikalisme pada era
industri 4.0 ?; Keempat, Bagaimana penyelenggaraan kegiatan Binter serta
1
https://lampung.antaranews.com/berita/562677/tni-cegah-paham-radikalisme-melalui-binter, Diakses :
10/08/2023.
2
Pembahasan
Perkembangan fenomena radikalisme secara global dari tinjauan pasca tragedi 11
September 2001 (2 dekade silam) menunjukan bahwa seluruh Negara di dunia menyadari
bahwa perang melawan aksi radikalisme merupakan suatu perlawanan penting karena
aksi tersebut telah meyakinkan masyarakat dunia (the global citizens) bahwa terdapat
penyimpangan secara pemahaman ideologis yang bereaksi pada aksi kekerasan
terhadap ideologi lainnya yang dianggap berbeda tujuan. Pada kawasan regional,
perlawanan terhadap kelompok radikalisme terjadi pada tahun 2015 di Kota Marawi,
Filipina adalah satu bukti bahwa pengaruh radikalisme telah menyebar ke tatanan Asia
Tenggara serta menunjukan ancaman serius sebab memberikan dampak negatif pada
kehidupan sosial masyarakat.
Termasuk di Negara Indonesia, gerakan radikalisme yang memiliki visi untuk
mengubah Pancasila dan UUD 1945 sudah muncul beberapa tahun setelah proklamasi
kemerdekaan, misalnya pemberontakan komunis tahun 1948, DI/TII, Permesta dan G30-
S/PKI dan Gerakan separatis Aceh Papua. Berbagai peristiwa diatas tertera secara jelas
3
2
https://id.scribd.com/document/538035426/Optimalisasi-Peran-Apkowil-Dalam-Mencegah-Radikalisme-Di-
Kalangan-Generasi-Muda, Diakses : 10/08/2023.
3
Imran Tahir, M. Irwan Tahir, Jurnal tentang Perkembangan Pemahaman Radikalisme di Indonesia,
Diakses dari :
http://eprints2.ipdn.ac.id/id/eprint/979/1/Jurnal%20JIAPD%20Radikalisme.pdf pada : 10/08/2023.
4
fisik, tetapi juga mencakup aspek-aspek lain, seperti ekonomi, sosial, dan budaya.
Paham radikalisme dapat mengancam keamanan manusia dalam berbagai aspek,
seperti dengan menimbulkan kekerasan, diskriminasi, dan kemiskinan. Teori lain yang
dapat digunakan adalah teori ketahanan nasional. Teori ketahanan nasional
memandang bahwa ketahanan nasional suatu negara tidak hanya ditentukan oleh
faktor-faktor militer, tetapi juga oleh faktor-faktor non-militer, seperti ekonomi, politik,
sosial, dan budaya. Paham radikalisme dapat mengancam ketahanan nasional suatu
negara dalam berbagai aspek, seperti dengan melemahkan ekonomi, merongrong
stabilitas politik, dan memecah belah masyarakat.
Sishankamrata merupakan doktrin pertahanan dan keamanan negara yang
menggunakan segenap kekuatan dan kemampuan komponen militer dan non-militer
secara menyeluruh dan terpadu. Sishankamrata dapat digunakan untuk menghadapi
berbagai ancaman, termasuk paham radikalisme. Sishankamrata dapat digunakan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya paham radikalisme,
membangun kesadaran masyarakat untuk melawan paham radikalisme, dan
meningkatkan peran masyarakat dalam membantu TNI dalam menanggulangi paham
radikalisme.
Kendala/kelemahan, gerakan terorisme dapat muncul sebagai akibat
ketidakadilan dan kesenjangan ekonomi. Munculnya fenomena terorisme, semakin
muncul ketika negara sedang mengalami kesulitan ekonomi, atau bahkan wilayahnya
sedang mengalami kesejahteraan yang tidak merata (Hikam, 2016:64). Kenyataan ini
diperkuat oleh temuan yang memperlihatkan radikalisme dapat disebabkan oleh
kegagalan bangsa-bangsa tertentu melakukan modernisasi (Siva, 2003:28). Penduduk
perdesaan masuk ke kota-kota dan tidak berhasil mendapatkan pekerjaan yang
memuaskan. Mereka hidup di daerah-daerah kumuh yang rawan penyakit, di mana
pemerintah menyediakan hanya sedikit, kalau ada, pendidikan, layanan sosial, dan
sanitasi bagi mereka. Mereka tidak mendapatkan manfaat-manfaat modernisasi dengan
memadai, lantas lahirlah anomi. Situasi seperti ini dengan mudah dapat memunculkan
protes sosial dan penggunaan kekerasan dalam masyarakat.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala / kelemahan, ada beberapa
upaya yang dilakukan dalam menangani potensi Sishankamrata dihadapkan
perkembangan paham radikalisme saat ini. Upaya-upaya tersebut antara lain : 1)
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya paham radikalisme. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui sosialisasi, dialog, dan pembinaan; 2)
5
Membangun kesadaran masyarakat untuk melawan paham radikalisme. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila, UUD 1945,
dan Bhinneka Tunggal Ika; 3) Meningkatkan peran masyarakat dalam membantu TNI
dalam menanggulangi paham radikalisme. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
melaporkan kegiatan-kegiatan yang mencurigakan kepada TNI; 4) Meningkatkan
kerjasama antara TNI dan masyarakat dalam menanggulangi paham radikalisme. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengadakan berbagai kegiatan bersama, seperti bakti
sosial, penyuluhan, dan latihan bersama; 5) Meningkatkan anggaran yang tersedia untuk
menanggulangi paham radikalisme. Hal ini diperlukan untuk membiayai berbagai
kegiatan yang dilakukan untuk menanggulangi paham radikalisme.
Bagaimana pola Binter sebagai fungsi utama TNI AD, dan fungsi organik
militer dalam menangkal radikalisme saat ini?
Berdasarkan Data dan fakta, bahwa Binter TNI AD tidak menjadikan
prajuritnya menjadi prajurit yang tidak profesional. Harus disadari bahwa
profesionalisme prajurit TNI berbeda dengan profesionalisme prajurit di negara lain.
Binter TNI AD telah terbukti ampuh dalam perang gerilya melawan penjajah dan
keberhasilannya menumpas pemberontakan dan separatisme di dalam negeri. Oleh
karena itu, fungsi teritorial yang mencakup tugas pengelolaan sumber daya nasional
untuk mendukung upaya pertahanan negara tetap dilaksanakan oleh TNI AD. Bahkan
disinilah letak profesionalisme prajurit TNI AD, yaitu mampu menciptakan sinergisitas
dengan rakyat dalam bingkai Kemanunggalan TNI-Rakyat. Binter berdasarkan
tinjauan aspek historis, legitimasi dan strategi menjadi suatu hal yang tak
terbantahkan untuk menjadikannya termasuk sebagai salah satu fungsi utama TNI
4
AD.
Dalam rangka mengembangkan pola Binter sebagai fungsi utama TNI AD, dan
fungsi organik militer dalam menangkal radikalisme saat ini, maka harapannya bahwa
Penyelenggaraan Sishanta agar dapat dipersiapkan secara dini, diperlukan langkah dan
upaya pembinaan teritorial yang terencana, terukur dan terarah, serta berkelanjutan,
dengan demikian kondisi pertahanan negara akan dapat mewujudkan daya dukung yang
optimal bagi kesinambungan pembangunan di setiap wilayah/daerah. Binter sebagai
strategi yang dipilih dalam pemberdayaan wilayah pertahanan telah teruji dalam kurun
4
https://tniad.mil.id/paradigma-pembinaan-teritorial-sebagai-fungsi-utama-tni-angkatan/, Diakses :
10/08/2023.
6
waktu awal pembentukan Tentara Indonesia sampai dengan saat ini dan diprediksi masih
tetap relevan di masa depan..
Referensi/teori yang digunakan bahwa pada dasarnya fungsi Pembinaan
Teritorial yang dilaksanakan oleh TNI AD sesuai teori perang Karl Von Clausewitz tentang
gagasan “Paradoxical Trinity”, yaitu: politik pemerintah, kualitas profesional tentara dan
sikap masyarakat. Ketiganya merupakan komponen yang memainkan peran yang
sama pentingnya dalam perang. Menurut Clausewitz, perang selalu mencakup tiga
unsur utama yang saling berkepentingan, yaitu rakyat, militer dan pemerintah. Rakyat
merupakan pihak yang terkena dampak langsung , militer yang berurusan dengan
pelaksanaan perang, dan pemerintah yang berkepentingan dengan tujuan perang.
Mengacu pada teori tersebut, latar belakang dan pengalaman bangsa sendiri menjadi
pedoman utama yang melatarbelakangi mengapa Binter harus dijalankan.Binter
merupakan upaya mencapai prakondisi ketangguhan dan kekuatan kehidupan bangsa
yang bersatu, mandiri, hebat dan madani..
Kendala/kelemahan, Pola Binter telah terbukti efektif dalam mencegah paham
radikalisme di Indonesia. Namun, Pola Binter juga memiliki beberapa kendala dan
kelemahan, yaitu: 1) Kurangnya pemahaman masyarakat tentang bahaya paham
radikalisme; 2) Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melawan paham radikalisme; 3)
Kurangnya peran masyarakat dalam membantu TNI dalam menanggulangi paham
radikalisme; 4) Kurangnya anggaran yang tersedia untuk melaksanakan Pola Binter
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala dan
kelemahan Selain Pola Binter, TNI AD juga memiliki fungsi organik militer yang dapat
digunakan untuk menangkal radikalisme. Fungsi organik militer tersebut antara lain: 1)
Intelijen; 2) Operasi; 3) Pendidikan; 4) Penelitian. Fungsi organik militer dapat digunakan
untuk menangkal radikalisme dengan cara: 1) Mengumpulkan informasi tentang
kelompok-kelompok radikal; 2) Melakukan operasi untuk menangkap anggota kelompok-
kelompok radikal; 3) Memberikan pendidikan tentang wawasan kebangsaan kepada
anggota TNI AD; 4) Melakukan penelitian tentang radikalisme. Dengan dilakukannya
berbagai upaya tersebut, diharapkan TNI AD dapat lebih efektif dalam menangkal
radikalisme di Indonesia.
perkembangan, terbuka kesempatan dan ruang bagi kelompok radikal untuk terus
melancarkan aksi terornya di masyarakat dengan cara pemanfaatan teknologi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2019 membahas dan
menjelaskan mengenai kriteria orang-orang yang terpapar radikalisme (Saputra, 2019).
Kriteria- kriteria tersebut adalah sebagai berikut (Saputra, 2019): 1). Memiliki akses
terhadap informasi yang bermuatan paham radikal terorisme. 2). Memiliki hubungan
dengan orang/kelompok orang yang diindikasikan memiliki paham radikal terorisme. 3).
Memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal
terorisme. 4). Memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi, dan/atau budaya
5
sehingga mudah dipengaruhi oleh paham radikal terorisme.
Dari data/fakta di atas harapan gerakan literasi tersebut mencakup gerakan
literasi dasar dan literasi digital yang menjadi solusi mendasar agar sebaran paham
radikal dan intoleransi dapat dibatasi di kalangan milenial di era industri 4.0. Literasi
dasar seperti membaca, menulis dan berdiskusi merupakan perangkat yang dapat
mengasa kemampuan berpikir kritis khususnya dalam menyeleksi setiap informasi yang
beredar, mana yang berguna dan mana yang perlu diabaikan. Selain literasi dasar, perlu
juga ditekankan pentingnya literasi digital agar generasi milenial memiliki pengetahuan
dan kecakapan untuk menggunakan media digital dan alat-alat komunikasi secara sehat,
bijak, cerdas, cermat, tepat, dan tidak melanggar hukum..
Referesi/Teori. Ada beberapa teori yang dapat digunakan dalam pola Binter
sebagai fungsi utama TNI AD, dan fungsi organik militer dalam menangkal radikalisme
saat ini. Teori-teori tersebut antara lain: 1) Teori ketahanan nasional. Teori ketahanan
nasional memandang bahwa ketahanan nasional suatu negara tidak hanya ditentukan
oleh faktor-faktor militer, tetapi juga oleh faktor-faktor non-militer, seperti ekonomi, politik,
sosial, dan budaya. Paham radikalisme dapat mengancam ketahanan nasional suatu
negara dalam berbagai aspek, seperti dengan melemahkan ekonomi, merongrong
stabilitas politik, dan memecah belah masyarakat.2) Teori kontra-terorisme. Teori
kontra-terorisme adalah teori yang membahas tentang cara untuk melawan terorisme.
Teori kontra-terorisme dapat digunakan untuk menangkal paham radikalisme karena
paham radikalisme dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan terorisme.
Dengan menggunakan teori-teori tersebut, TNI AD dapat lebih efektif dalam
melaksanakan pola Binter dan fungsi organik militer dalam menangkal radikalisme.
5
Dwi Joko Siswanto, Jurnal tentang Konsep Pencegahan Paham Radikal dan Aksi Teror di Era Revolusi
Industri 4.0 : Tinjauan Teori Kognisi Sosial, JURNAL MAHATVAVIRYA Vol. 9. No. 2. Sep 2022.
8
mengolah dan mengelola segala kondisi yang ada. Percuma kita punya kekayaan alam
berlimpah, tetapi tak mampu mengolah untuk memberikan kekuatan dan kemaslahatan
bagi rakyatnya. 6
Dari data dan fakta tersebut, harapan bahwa fungsi binter dapat menjadi
kekuatan. Tak hanya sekedar komunikasi sosial, pertahanan wilayah, atau bakti TNI
semata, tapi melakukan rekayasa teknologi. Rekayasa yang ditujukan untuk mengatasi
masalah-masalah nyata di masyarakat. TNI AD punya kapasitas dan kemampuan untuk
itu, yang jika dimaksimalkan akan berpengaruh besar, baik secara individu ataupun
kelembagaan.
Teori-teori yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan Binter antara lain :
1) Teori keamanan manusia. Teori keamanan manusia memandang bahwa keamanan
tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup aspek-aspek lain, seperti ekonomi, sosial,
dan budaya. Binter dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan manusia di berbagai
aspek, seperti dengan meningkatkan perekonomian masyarakat, mengurangi
diskriminasi, dan meningkatkan kualitas pendidikan; 2) Teori ketahanan nasional. Teori
ketahanan nasional memandang bahwa ketahanan nasional suatu negara tidak hanya
ditentukan oleh faktor-faktor militer, tetapi juga oleh faktor-faktor non-militer, seperti
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Binter dapat digunakan untuk meningkatkan
ketahanan nasional suatu negara dengan cara meningkatkan perekonomian masyarakat,
memperkuat sistem politik, dan memperkokoh persatuan masyarakat; 3)
Pengembangan metode binter adalah bentuk dari komitmen TNI AD untuk masuk dan
hadir dalam persoalan riil di masyarakat, ikut berbuat dan menyelesaikan masalah
bersama-sama. Sasarannya kekuatan rakyat dan kemanunggalan
Beberapa kendala/kelemahan beberapa kendala/kelemahan dari
penyelenggaraan kegiatan Binter: 1) Kurangnya pemahaman masyarakat tentang Binter.
Masyarakat masih banyak yang tidak memahami apa itu Binter dan apa manfaatnya bagi
mereka; 2) Kurangnya dukungan pemerintah daerah. Pemerintah daerah masih banyak
yang tidak mendukung kegiatan Binter karena mereka tidak memahami manfaatnya bagi
mereka. Kendala/kelemahan tersebut dapat menghambat pelaksanaan kegiatan Binter
dan dapat berdampak negatif bagi TNI AD di masa depan, yaitu : 1) TNI AD tidak dapat
meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi berbagai ancaman, seperti ancaman
militer, ancaman non-militer, dan ancaman hibrida; 2) TNI AD tidak dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada TNI AD; 3) TNI AD tidak dapat meningkatkan
6
https://tniad.mil.id/optimalisasi-binter-jaman/, Diakses : 10/08/2023.
10
Penutup
Dari uraian pembahasan tentang “Impelementasi Sistem Pola Binter
terhadap Sishankamrata dalam rangka menangkal Paham Radikalisme” dapat diambil
kesimpulan, bahwa Sistem Pola Binter (Pembinaan Teritorial) merupakan upaya yang
dilakukan oleh TNI AD untuk membangun komunikasi dan kerja sama yang baik antara
TNI dengan masyarakat. Pola Binter dilaksanakan dengan cara membangun kesadaran
bela negara dan ketahanan nasional di wilayah. Pola Binter telah terbukti efektif dalam
mencegah paham radikalisme di Indonesia..
Berikut adalah beberapa saran dari implementasi sistem pola Binter terhadap
Sishkanmarata dalam rangka menangkal paham radikalisme : 1) Sistem pola Binter
merupakan upaya yang efektif untuk menangkal paham radikalisme di Indonesia; 2)
Sistem pola Binter harus dilaksanakan secara maksimal dengan melibatkan semua
elemen masyarakat; 3) Sistem pola Binter harus didukung oleh anggaran yang
memadai; 4) Sistem pola Binter harus didukung oleh tenaga ahli yang kompeten
Demikian esai tentang “Impelementasi Sistem Pola Binter terhadap
Sishankamrata dalam rangka menangkal Paham Radikalisme” yang penulis buat,
semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan masukan bagi
pemerintah dan lembaga TNI AD khususnya.
Penulis,
Ir. ASRUL
DAFTAR PUSTAKA
1. Naskah Hanjar Teritorial TNI AD, Kep KASAD No. Kep/ / XII/2002, Tanggal Desember
2022.
2. Kolonel Cpl Imam Nurjaman, Sishankamrata. Seskoad, 2023.
3. Dwi Joko Siswanto, Jurnal tentang Konsep Pencegahan Paham Radikal dan Aksi Teror
di Era Revolusi Industri 4.0 : Tinjauan Teori Kognisi Sosial, JURNAL MAHATVAVIRYA Vol. 9.
No. 2. Sep 2022.
4. Keputusan Kasad Nomor Kep/796/X/2017 tanggal 27 Oktober 2017 tentang Petunjuk
Administrasi tentang Kegiatan Pembinaan Teritorial TNI AD.
5. Keputusan Kasad Nomor Kep/914/XII/2020 tanggal 10 Desember 2020 tentang Petunjuk
Teknis Pembinaan Teritorial Satnonkowil.
6. https://lampung.antaranews.com/berita/562677/tni-cegah-paham-radikalisme-melalui-
binter, Diakses : 10/08/2023.
7. https://id.scribd.com/document/538035426/Optimalisasi-Peran-Apkowil-Dalam-
Mencegah-Radikalisme-Di-Kalangan-Generasi-Muda, Diakses : 10/08/2023.
8. Imran Tahir, M. Irwan Tahir, Jurnal tentang Perkembangan Pemahaman Radikalisme di
Indonesia, Diakses dari :
http://eprints2.ipdn.ac.id/id/eprint/979/1/Jurnal%20JIAPD%20Radikalisme.pdf pada :
10/08/2023.
9. https://tniad.mil.id/paradigma-pembinaan-teritorial-sebagai-fungsi-utama-tni-angkatan/,
Diakses : 10/08/2023
10. https://tniad.mil.id/optimalisasi-binter-jaman/, Diakses : 10/08/2023