Anda di halaman 1dari 12

1

OPTIMALISASI SISTEM POLA BINTER TERHADAP SISHANKAMRATA


DALAM MENANGKAL PAHAM RADIKALISME

Pendahuluan
Pertahanan nasional merupakan kekuatan bersama (sipil dan militer) yang
diselenggarakan oleh suatu negara untuk menjamin integritas wilayahnya,
perlindungan dari orang dan atau menjaga kepentingan-kepentingannya agar tetap
terlindungi. Fakta yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini mengalami dilema
keamanan dan dilema pertahanan. Persoalan yang mengemuka yaitu siapa yang
harus bertanggung jawab untuk menjawab dan menghadapi ancaman keamanan
tertentu menjadi rumit dan politikal. Padahal dimensi ancaman yang dihadapi saat ini
dengan globalisasi yang ditandai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
komunikasi menjadi semakin kompleks. Berdasarkan analisa strategis dan identifikasi
terhadap hakikat ancaman yang sangat dinamis, dalam kurun waktu lima tahun ke
depan sesuai dengan prediksi dan prioritasnya dikategorikan dalam bentuk ancaman
nyata dan belum nyata. Ancaman nyata yang menjadi prioritas dalam penanganannya
1
diantaranya adalah paham radikalisme. Oleh karena itu, harapannya strategi
Pembinaan Teritorial melalui metode Pembinaan Perlawanan Wilayah, Komunikasi
Sosial dan Bakti TNI dapat berpengaruh terhadap upaya mengatasi paham radikalisme
di daerah. Kegiatan berupa pembangunan fisik dan non fisik ditujukan untuk membatu
kesulitan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraannya. Dengan strategi tersebut
maka dapat merebut hati rakyat dan terciptanya kemanunggalan TNI - Rakyat. Sekaligus
sebagai deradikalisasi, temu dini dan pencegahan terhadap kelompok-kelompok radikal
yang dapat mengarah pada tindak terorisme di daerah.Strategi pertahanan negara
sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat (2) UUD 1945 menggunakan sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Namun kenyataan saat ini,
Sishankamrata diaktualisasikan dalam bentuk gabungan kapabilitas dan bukan kerja
sama. Masalah dalam mewujudkan gabungan tidaklah mudah karena adanya ego
sektoral yang kuat, sebagai contoh dalam revisi UU anti terorisme. Demikian juga
dengan belum adanya Undang-Undang yang mengatur tentang Keamanan Nasional
menyebabkan struktur organisasi dalam Pertahanan Negara menjadi tumpang tindih.
Perdebatan muncul tentang definisi Keamanan Nasional (National security), yang
1
Educ Permadi Eko P B, dkk, Jurnal tentang Strategi Metode Binter Satuan Komando Kewilayahan Untuk
Mengatasi Terorisme Di Wilayah Kodim 0735/Surakarta, Program Studi Pertahanan Darat Universitas
Pertahanan, Diakses dari :
file:///C:/Users/windows/Downloads/273-1715-1-PB-1.pdf pada : 12/08/2023.
2

berkaitan erat dengan institusi manakah yang paling bertanggung jawab terhadap
keamanan Nasional.
Dari latar belakang di atas terkait dengan Optimalisasi Sistem Pola Binter
terhadap Sishankamrata dalam menangkal Paham Radikalisme , maka dapat penulis
ambil identifikasi persoalan yaitu : 1) Bagaimana potensi Sishankamrata dihadapkan
perkembangan paham radikalisme saat ini ?; 2) Bagaimana pola Binter sebagai fungsi
utama TNI AD, dan fungsi organik militer dalam menangkal radikalisme saat ini ?; 4)
Bagaimana pola pembinaan kemampuan Binter baik perorangan dan satuan
dihadapkan adanya paham radikalisme pada era industri 4.0 ?; 4) Bagaimana
penyelenggaraan kegiatan Binter serta implikasinya dihadapkan tantangan TNI AD di
masa depan? ; Dari uraian permasalahan tersebut diperoleh sebuah rumusan
permasalahan yaitu “Bagaimana Optimalisasi Sistem Pola Binter terhadap
Sishankamrata dalam menangkal Paham Radikalisme ?”
Pembahasan dalam tulisan ini memiliki arti penting sebagai bahan kajian dan
pencerahan bagi pembaca tentang Optimalisasi Sistem Pola Binter terhadap
Sishankarata dalam cegah paham Radikalisme. Metode yang penulis gunakan dalam
pembuatan esai ini bersifat deskriptif analisa dengan menggambarkan kondisi yang
ada didasarkan pada pendekatan studi kepustakaan. Adapun nilai guna yang dapat
diambil dari penulisan esai ini adalah dapat memberikan pengalaman pribadi dalam
melakukan analisa terhadap Implementasi Sistem Pola Binter terhadap Sishankarata
dalam cegah paham Radikalisme saat Ini. Maksud memberikan gambaran kepada
pembaca terkait data dan fakta, serta strategi/upaya Optimalisasi Sistem Pola Binter
terhadap Sishankarata dalam cegah paham Radikalisme saat ini. Adapun tujuan
penulisan esai ini untuk memberikan masukan dan saran kepada pimpinan TNI AD
dan pemerintah terkait dengan Optimalisasi Sistem Pola Binter terhadap Sishankarata
dalam cegah paham Radikalisme. Ruang Lingkup pembahasan penulisan esai ini
disusun dengan tata urut: pendahuluan, pembahasan, dan penutup.

Pembahasan
Dalam aksi terorisme yang beberapa kali ini terjadi di Indonesia, kejahatan ini
tergolong sebagai suatu aksi yang sungguh membahayakan ideologi negara Indonesia.
Ideologi negara Indonesia yang bersumber pada Pancasila merupakan sebuah warisan
dari para pendiri bangsa. Sebagai dasar negara, Pancasila juga tercantum dalam
pembukaan UUD 1945, keduanya sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
3

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus melaksanakan upaya


kerjasama dengan bermacam stakeholder di wilayah maritim sebagai upaya penangkalan
ancaman penyebaran radikalisme serta terorisme. Indonesia ialah negara kepulauan
terbesar di dunia, dengan perbatasan darat internasional yang terdiri dari 3 negara, serta
10 negara yang berbatasan dipisahkan melalui lautan. Hal ini memunculkan konsekuensi,
serta peluang masuknya ancaman radikalisme. 2

Bagaimana potensi Sishankamrata dihadapkan perkembangan paham


radikalisme saat ini ?
Berdasarkan data dan fakta bahwa dua isu saat ini yang menjadi ancaman nir
militer atau non militer yang sedang melanda Indonesia, mewabahnya paham
radikalisme di Indonesia. Radikalisme sebagai suatu tindakan dan gerakan, ditandai oleh
aksi ekstrem yang dilakukan untuk mengubah suatu keadaan seperti yang diinginkan
(Jainuri, 2016: 5). Tujuan dari Gerakan radikal tersebut pada dasarnya untuk dapat
mendirikan suatu sistem yang diinginkan dan dicita-citakan oleh kelompoknya. Menurut
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2019) setidaknya ada enam
perguruan tinggi yang terpapar paham radikalisme. Bukan berarti perguruan tinggi
3
lainnya tidak terpapar oleh paham radikalisme hanya saja presentasinya masih kecil.
Melihat data dan fakta yang telah diuraikan di atas, harapannya bahwa penting
untuk diingat bahwa penanganan radikalisme juga memerlukan pendekatan multidimensi,
termasuk pendekatan hukum, pendidikan, serta faktor sosial dan ekonomi.
Sishankamrata bisa menjadi salah satu komponen yang mendukung upaya-upaya
tersebut.
Dalam pembahasan ini, bahwa Potensi Sishankamrata dalam menghadapi
perkembangan paham radikalisme saat ini dapat dikaitkan dengan beberapa teori yang
berkaitan dengan keamanan, pertahanan, serta peran aktif masyarakat dalam menjaga
stabilitas negara. Teori yang relevan dalam konteks ini adalah antara lain : 1) Teori
Keamanan Terpadu (Comprehensive Security Theory). Teori ini menekankan
pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam menjaga keamanan suatu negara.
Melalui Sishankamrata, partisipasi seluruh elemen masyarakat dapat dikoordinasikan
untuk melibatkan peran semua pihak dalam menghadapi ancaman radikalisme.
Pendekatan ini mengakui bahwa ancaman keamanan tidak hanya bersifat militer, tetapi
2
Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si., Eksistensi TNI dalam menghadapi ancaman Militer dan nir militer
multidimensional di era milenial, WIRA Media Informasi Kementrian pertahanan, www.kemhan.go.id
3
Imran Tahir, M. Irwan Tahir, Jurnal tentang Perkembangan Pemahaman Radikalisme di Indonesia,
Diakses dari :
http://eprints2.ipdn.ac.id/id/eprint/979/1/Jurnal%20JIAPD%20Radikalisme.pdf pada : 10/08/2023.
4

juga melibatkan aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya; 2) Teori Ketahanan
Nasional (National Resilience Theory), Teori ini menekankan pentingnya ketahanan
nasional, yang melibatkan kesiapan dan kemampuan suatu negara dan masyarakatnya
untuk menghadapi ancaman dan krisis. Dalam konteks Sishankamrata, penguatan
ketahanan nasional dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat dalam
menjaga keamanan dan pertahanan negara, termasuk melawan radikalisme..
Sishankamrata memiliki potensi dalam menghadapi perkembangan paham
radikalisme, namun juga memiliki beberapa kendala dan kelemahan yang perlu diakui.
Beberapa kendala/kelemahan tersebut antara lain : 1) Keterbatasan Pengetahuan dan
Pemahaman. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki pemahaman yang mendalam
tentang radikalisme dan bagaimana mengidentifikasinya. Kurangnya pemahaman ini
dapat menghambat partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan radikalisme; 2)
Kurangnya Keterlibatan Masyarakat. Meskipun konsepnya mengandalkan partisipasi
aktif masyarakat, dalam praktiknya tidak semua masyarakat berpartisipasi dengan
antusias. Beberapa masyarakat mungkin merasa kurang tertarik atau merasa tidak
memiliki peran yang signifikan dalam isu keamanan dan pertahanan; 3) Perbedaan
Pandangan dan Nilai-nilai. Masyarakat Indonesia memiliki beragam latar belakang
budaya, agama, dan pandangan politik. Perbedaan ini dapat menghambat upaya
koordinasi dan kesepakatan dalam menghadapi radikalisme karena pandangan yang
berbeda-beda terhadap isu ini.
Untuk mengatasi kendala dan kelemahan potensi Sishankamrata dalam
menghadapi perkembangan paham radikalisme, diperlukan serangkaian upaya yang
holistik dan terintegrasi. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah antara lain : 1)
Pendidikan dan Kampanye Publik. Mengadakan kampanye publik dan program
pendidikan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang radikalisme dan
dampaknya; Memfasilitasi diskusi, seminar, dan lokakarya tentang radikalisme untuk
memberikan pemahaman yang lebih baik; 2) Pelatihan dan Penyuluhan.
Melibatkan pakar dan praktisi keamanan serta tokoh agama dalam memberikan pelatihan
dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pengenalan paham radikal dan cara
menghadapinya; 3) Penguatan Kerjasama Lintas Sektor. Mendorong kerjasama yang
erat antara pemerintah, lembaga keamanan, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam
merancang dan mengimplementasikan program pencegahan radikalisme; 4)
Pemahaman Nilai-nilai Pancasila. Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
5

nilai-nilai Pancasila dan menjadikannya sebagai fondasi dalam melawan radikalisme dan
ekstremisme.

Bagaimana pola Binter sebagai fungsi utama TNI AD, dan fungsi organik
militer dalam menangkal radikalisme saat ini?
Berdasarkan Data dan fakta, bahwa Salah satu tugas TNI AD dari 4 (empat)
tugas sebagaimana tertuang dalam UU RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, adalah
melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat, dengan
menyelenggarakan perencanaan, pengembangan, pengerahan dan pengendalian
wilayah untuk kepentingan pertahanan di darat, sesuai dengan Sistem Pertahanan
Semesta (Sishanta). Pemberdayaan wilayah pertahanan aspek darat selama ini
diimplementasikan melalui berbagai kegiatan Pembinaan Teritorial (Binter) dalam
rangka mendukung tugas pokok TNI AD. Ditilik dari perkembangan sejarahnya, Binter
merupakan proses institusionalisasi dari strategi militer yang menempatkan perang
gerilya sebagai strategi utamanya. Proses institusionalisasi strategi perang gerilya
yang sebenarnya bersifat tentatif ini, bergeser menjadi bagian permanen dari strategi
pertahanan nasional sejak pengadopsian doktrin Sishanta. Pengadopsian doktrin ini
menempatkan Binter sebagai strategi pertahanan matra darat yang dikembangkan
untuk mengantisipasi permasalahan teritorial yang terdiri dari perpaduan dinamika
4
unsur geografi, demografi, dan kondisi sosial.
Pola Binter (Bimbingan Teritorial) adalah konsep yang penting dalam TNI AD dan
memiliki peran yang signifikan dalam menangkal radikalisme saat ini. Pola Binter adalah
salah satu cara untuk mendekatkan TNI kepada masyarakat di wilayah operasionalnya
dan membangun hubungan yang positif dengan tujuan mencegah dan mengatasi
ancaman, termasuk radikalisme. Harapan dari pola Binter dan fungsi organik militer
dalam menangkal radikalisme adalah Pola Binter dapat memungkinkan TNI AD untuk
berada dalam kontak langsung dengan masyarakat di berbagai daerah dan dengan
keterlibatan langsung ini, TNI AD dapat lebih mudah mendeteksi tanda-tanda awal
radikalisme dan ekstremisme di masyarakat.
Pola Binter (Bimbingan Teritorial) dalam fungsi utama TNI AD dan fungsi organik
militer dalam menangkal radikalisme dapat dihubungkan dengan beberapa teori yang
relevan. Beberapa teori yang mungkin terkait antara lain : 1) Teori Komunikasi dalam
Pengaruh Sosial. Teori ini meneliti bagaimana komunikasi dan pengaruh sosial

4
https://tniad.mil.id/dengan-binter-tni-rakyat-manunggal-mengawal-kedaulatan-negeri/, Diakses :
10/08/2023.
6

mempengaruhi perilaku individu dan kelompok. Pola Binter melibatkan komunikasi dan
interaksi langsung dengan masyarakat, yang dapat berkontribusi dalam membentuk
persepsi masyarakat tentang radikalisme dan mengubah perilaku mereka dalam
menghadapinya; 2) Teori Pemahaman Teroris dan Radikalisme. Teori ini berkaitan
dengan pemahaman penyebab radikalisme dan terorisme. Pola Binter dapat menerapkan
konsep ini dengan mendekatkan TNI AD kepada masyarakat untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya paham radikal dan menangkalnya; 3) Teori
Pembentukan Identitas Nasional. Teori ini menyoroti pembentukan dan pemeliharaan
identitas nasional. Dalam konteks pola Binter, TNI AD dapat membantu memperkuat
identitas nasional dan nilai-nilai Pancasila sebagai bentuk tanggapan terhadap ancaman
radikalisme.
Meskipun pola Binter memiliki potensi dalam menangkal radikalisme dan
menjalankan fungsi utama TNI AD dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara,
ada beberapa kendala dan kelemahan antara lain : 1) Kurangnya Sumber Daya.
Pelaksanaan pola Binter memerlukan sumber daya yang mencakup personel, dana,
fasilitas, dan waktu. Terbatasnya sumber daya ini dapat membatasi jangkauan dan
efektivitas implementasi pola Binter; 2) Kendala Budaya dan Bahasa. Di daerah-daerah
dengan budaya dan bahasa yang beragam, komunikasi dan interaksi bisa menjadi lebih
sulit. 3) Kendala Teknologi dan Akses Informasi. Di daerah terpencil atau dengan
keterbatasan teknologi, penyampaian informasi dan komunikasi mungkin menjadi sulit; 4)
Risiko Keamanan dan Kerahasiaan. TNI AD harus berhati-hati untuk tidak
mengungkapkan informasi rahasia atau memperkenalkan risiko keamanan dalam
interaksi dengan masyarakat.
Mengatasi kendala dan kelemahan pola Binter sebagai fungsi utama TNI AD
dalam menangkal radikalisme memerlukan upaya yang terstruktur dan komprehensif.
Berikut adalah beberapa upaya yang dapat diambil untuk mengatasi kendala-kendala
tersebut antara lain : 1) Penyediaan Sumber Daya yang Cukup. Pemerintah perlu
mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk pelaksanaan pola Binter, termasuk
personel, dana, dan fasilitas dan meningkatkan investasi dalam pelatihan, pendidikan,
dan peralatan yang mendukung pelaksanaan tugas Binter; 2) Peningkatan Keterampilan
Sosial dan Pendidikan Militer. Memberikan pelatihan tambahan kepada personel militer
dalam hal keterampilan komunikasi, interaksi dengan masyarakat, dan pemahaman
tentang radikalisme; 3) Penyuluhan Literasi Digital. Mengedukasi masyarakat tentang
penggunaan yang aman dan bijak dari teknologi digital untuk menghindari penyebaran
7

radikalisme dan hoaks; 4) Partisipasi Masyarakat Aktif. Mendorong partisipasi


masyarakat dalam proses perencanaan dan evaluasi pelaksanaan pola Binter dan
Melibatkan masyarakat dalam identifikasi dan pemetaan potensi ancaman radikal.

Bagaimana pola pembinaan kemampuan Binter baik perorangan dan satuan


dihadapkan adanya paham radikalisme pada era industri 4.0?
Data dan fakta, Sistem Pertahanan Semesta diadopsi dari pengalaman
perang kemerdekaan, dimana pada saat itu secara konseptual seluruh rakyat
dikerahkan untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap penjajah , namun
kondisi saat ini dengan adanya perkembangan tehnologi informasi yang hampir tanpa
batas bukan tidak mungkin mempengaruhi pola pikir dan cara pandang terhadap
sistem tersebut untuk itu perlunya mencermati perkembangan wilayah dan analisa
kajian strategis terhadap kemungkinan terjadinya hal-hal yang menimbulkan
instabilitas wilayah, yang paling mungkin untuk mencegah terjadinya instabilitas
wilayah adalah pembinaan teritorial namun dalam implementasinya masih banyak
menemukan masalah atau kendala :1) Masih lemahnya kesadaran bela negara
dikalangan masyarakat terutama kaum muda,padahal kesadaran tersebut adalah hal
yang mendasar; 2) Bagi masyarakat luas masalah Hankamnas masih dipandang
seolah barang asing, sehingga masalah ini belum diperhatikan sama sekali; 3.
5
Keterbatasan anggota Babinsa.
Dari data/fakta di atas harapannya bahwa Pola Binter dapat membangun
hubungan yang positif antara TNI AD dan masyarakat dalam era industri 4.0. Hal ini
akan membantu dalam membangun kepercayaan dan kerjasama dalam upaya melawan
radikalisme. Dengan memanfaatkan pola pembinaan kemampuan Binter secara efektif,
TNI AD dapat memainkan peran yang penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas
di era industri 4.0 yang kompleks ini
Pola pembinaan kemampuan Binter dalam menghadapi paham radikalisme pada
era industri 4.0 dapat melibatkan berbagai teori yang relevan. Beberapa teori yang
terkait antara lain : 1) Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Teori ini
menekankan pentingnya pembinaan kemampuan individu dan organisasi untuk
mencapai tujuan yang lebih baik. Dalam konteks pola Binter, teori ini dapat diterapkan
dengan memberikan pelatihan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan kepada

5
Sabarno, Artikel tentang Pembinaan Teritorial di era Globaliasi, Diakses dari :
https://www.academia.edu/31639141/PEMBINAAN_TERITORIAL_DI_ERA_GLOBALISASI
pada:10/08/2023.
8

individu dan satuan dalam menghadapi paham radikalisme; 2) Teori Pembelajaran


Sosial. Teori ini menunjukkan bahwa individu belajar dari pengalaman dan interaksi
dengan orang lain di lingkungan sosial mereka. Dalam pola Binter, interaksi antara TNI
AD dan masyarakat dapat memfasilitasi pembelajaran sosial tentang paham radikalisme
dan bagaimana mengatas.
Pola pembinaan kemampuan Binter baik perorangan maupun satuan dalam
menghadapi paham radikalisme pada era industri 4.0 memiliki beberapa kendala dan
kelemahan antara lain : 1) Tantangan Teknologi. Era industri 4.0 membawa teknologi
canggih dan media sosial yang dapat digunakan untuk menyebarkan paham radikal.
Tantangan ini memerlukan penyesuaian dalam pola pembinaan kemampuan Binter untuk
menghadapi ancaman digital; 2) Kompleksitas dan Kecepatan Perubahan.
Perubahan yang cepat dalam perkembangan teknologi dan tren radikalisme dapat
membuat sulitnya mengikuti perkembangan tersebut. Pola pembinaan kemampuan
Binter harus dapat memastikan bahwa individu dan satuan selalu terupdate dengan
informasi terbaru.
Untuk mengatasi kendala dan kelemahan pola pembinaan kemampuan Binter
dalam menghadapi paham radikalisme pada era industri 4.0, sejumlah upaya dapat
dilakukan antara lain: 1) Kemitraan dengan Ahli Teknologi. Menjalin kemitraan dengan
ahli teknologi dan keamanan siber untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam
tentang ancaman digital. Kolaborasi ini dapat membantu dalam mengembangkan strategi
yang efektif dalam menghadapi ancaman di dunia maya; 2) Pemberdayaan Masyarakat.
Mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan konten yang mencurigakan atau indikasi
paham radikalisme. Mengembangkan mekanisme pelaporan yang mudah diakses dan
dapat diandalkan.

Bagaimana penyelenggaraan kegiatan Binter serta implikasinya dihadapkan


tantangan TNI AD di masa depan?
Berdasarkan data dan fakta, Perkembangan lingkungan di era global yang
ditandai dengan meningkatnya keterlibatan sistem teknologi informasi berdampak pada
pola kerja organisasi. Hampir semua teori manajemen perubahan menekankan
pentingnya teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama yang harus
diperhatikan (Mustofa, 2022). Tentara Nasional Indoensia (TNI) juga telah memberikan
perhatian yang tinggi terhadap pentingnya teknologi informasi, yang diintegrasikan
secara menyeluruh ke dalam pengembangan sistem informasi. Kementerian Pertahanan
9

Republik Indonesia telah mengeluarkan (Peraturan Menteri Pertahanan Republik


Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Peratahanan
Negara, 2011). Pada bagian konsideran Permenhan tersebut disebutkan dua sisi dari
fungsi informasi dan komunikasi. Sisi pertama adalah mengenai perkembangan
informasi, komunikasi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
mempengaruhi pola dan bentuk ancaman, baik yang bersifat militer maupun nonmiliter.
Sisi kedua, justru melalui teknologi informasi, terutama dukungan data dan informasi,
maka dimensi dan spektrum ancaman yang senantiasa berubah cepat dapat dianalisis
dan diantisipasi (Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Peratahanan Negara, 2011).6
Dari data dan fakta tersebut, harapan dari penyelenggaraan kegiatan Binter
(Pembinaan Teritorial) adalah untuk membangun hubungan yang erat antara TNI AD dan
masyarakat, serta memperkuat peran TNI AD dalam menjaga stabilitas, keamanan, dan
persatuan negara. Implikasinya dihadapkan pada tantangan TNI AD di masa depan
antara lain Membangun Kemanunggalan TNI-Rakyat. Harapan dari Binter adalah
membangun hubungan yang kuat antara TNI dan masyarakat. Implikasi. Jika berhasil,
TNI AD dapat memiliki dukungan yang lebih kuat dari masyarakat dalam menjalankan
tugas-tugasnya, termasuk menghadapi tantangan masa depan.
Penyelenggaraan kegiatan Binter (Pembinaan Teritorial) melibatkan berbagai
teori yang relevan untuk memahami dinamika hubungan antara TNI AD dan masyarakat
serta implikasinya dihadapkan pada tantangan di masa depan. Teori yang digunakan
adalah Teori Sosialisasi dan Kemanunggalan TNI-Rakyat. Teori ini mengemukakan
bahwa sosialisasi antara TNI dan masyarakat adalah kunci dalam membangun
kemanunggalan. Implikasi. Dengan menerapkan teori ini, Binter dapat membangun
pemahaman yang kuat antara TNI AD dan masyarakat, yang dapat membantu dalam
mengatasi tantangan masa depan.
Penyelenggaraan kegiatan Binter memiliki kendala dan kelemahan yang perlu
diatasi untuk menghadapi tantangan TNI AD di masa depan dengan lebih efektif.
Beberapa kendala/kelemahan antara lain : 1) Tantangan Teknologi dan Informasi.
Pemanfaatan teknologi dan media sosial oleh kelompok radikal dapat mempersulit TNI
AD dalam mengidentifikasi ancaman secara tepat waktu. Implikasi. Binter harus
mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan merespons ancaman di dunia

6
Frans Kishin Panjaitan dkk, Jurnal tentang Strategi Peningkatan Kemampuan Binter Kodam Jaya
Berbasis Teknologi Informasi dalam Mendukung Kesiapan Operasional, Jurnal Strategi Pertahanan Darat
Volume 8, Nomor 1, 2022.
10

maya, serta mengedukasi masyarakat tentang risiko teknologi. 2) Pemahaman Terbatas


tentang Ancaman Baru. Ancaman baru atau dinamika yang berkembang mungkin belum
dikenali atau dipahami sepenuhnya. Implikasi. TNI AD perlu terus mengembangkan
pemahaman dan pengetahuan tentang ancaman baru agar dapat mengantisipasi dan
meresponsnya dengan tepat.
Dalam mengatasi kendala dan kelemahan penyelenggaraan kegiatan Binter, TNI
AD dapat melakukan sejumlah upaya untuk memperkuat efektivitas Binter dan
menghadapi tantangan di masa depan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah: 1)
Alokasi Sumber Daya yang Memadai. Menyediakan anggaran, personel, dan sarana
yang cukup untuk mendukung pelaksanaan Binter secara optimal. Mengidentifikasi
prioritas dan alokasi sumber daya berdasarkan risiko dan urgensi; 2) Pendidikan dan
Kampanye Peningkatan Partisipasi Masyarakat. Mengadakan program pendidikan dan
kampanye yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam Binter.3) Inovasi dan
Fleksibilitas. Mengadopsi teknologi dan pendekatan baru yang dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas Binter. Mampu beradaptasi dengan perubahan situasi dan
mengembangkan solusi baru sesuai kebutuhan.

Penutup
Dari uraian pembahasan tentang “Optimalisasi Sistem Pola Binter terhadap
Sishankamrata dalam menangkal Paham Radikalisme” dapat diambil kesimpulan,
bahwa Optimalisasi sistem pola Binter (Pembinaan Teritorial) dalam konteks
Sishankamrata memiliki peran yang sangat penting dalam upaya menangkal paham
radikalisme. Pola Binter dapat menjadi alat efektif untuk membangun kemanunggalan
TNI-Rakyat, mencegah penyebaran paham radikalisme, dan mengembangkan
keamanan terpadu di tingkat lokal. Dalam menghadapi tantangan radikalisme, kerja
sama antara TNI AD dan masyarakat sangat krusial, dan pola Binter dapat berperan
sebagai jembatan dalam membangun komunikasi yang lebih baik, membangun
kepercayaan, dan mengedukasi masyarakat..
Berikut adalah beberapa saran dari implementasi sistem pola Binter terhadap
Sishkanmarata dalam rangka menangkal paham radikalisme : 1) Dukungan Pemerintah
dan Anggaran yang memadai. Pastikan adanya dukungan dari pemerintah dalam
mengimplementasikan program Binter yang lebih kuat dalam mengatasi paham
radikalisme. Anggaran yang memadai sangat penting untuk mencapai hasil yang
optimal; 2) Komitmen dan Kepemimpinan. Komitmen yang kuat dari pimpinan TNI AD
11

dalam menjalankan kebijakan dan program Binter yang berfokus pada penanggulangan
paham radikalisme. Kepemimpinan yang efektif akan menggerakkan inisiatif dan upaya
bersama; 3) Penggunaan Media Sosial Positif. Manfaatkan media sosial sebagai alat
untuk menyebarkan informasi positif dan edukatif yang dapat membantu masyarakat
mengenali dan menolak paham radikalisme.
Demikian esai tentang “Optimalisasi Sistem Pola Binter terhadap Sishankamrata
dalam menangkal Paham Radikalisme” yang penulis buat, semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan masukan bagi pemerintah dan
lembaga TNI AD khususnya.

Bandung, Agustus 2023

Penulis,

Ir. ASRUL
DAFTAR PUSTAKA

1. Naskah Hanjar Teritorial TNI AD, Kep KASAD No. Kep/ / XII/2002, Tanggal Desember
2022.
2. Kolonel Cpl Imam Nurjaman, Sishankamrata. Seskoad, 2023.
3. Educ Permadi Eko P B, dkk, Jurnal tentang Strategi Metode Binter Satuan Komando
Kewilayahan Untuk Mengatasi Terorisme Di Wilayah Kodim 0735/Surakarta, Program Studi
Pertahanan Darat Universitas Pertahanan, Diakses dari :
file:///C:/Users/windows/Downloads/273-1715-1-PB-1.pdf pada : 12/08/2023.
4. Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si., Eksistensi TNI dalam menghadapi ancaman Militer dan
nir militer multidimensional di era milenial, WIRA Media Informasi Kementrian pertahanan,
www.kemhan.go.id
5. Imran Tahir, M. Irwan Tahir, Jurnal tentang Perkembangan Pemahaman Radikalisme di
Indonesia, Diakses dari :
http://eprints2.ipdn.ac.id/id/eprint/979/1/Jurnal%20JIAPD%20Radikalisme.pdf pada :
10/08/2023
6. https://tniad.mil.id/dengan-binter-tni-rakyat-manunggal-mengawal-kedaulatan-negeri/,
Diakses : 10/08/2023.
7. Sabarno, Artikel tentang Pembinaan Teritorial di era Globaliasi, Diakses dari :
https://www.academia.edu/31639141/PEMBINAAN_TERITORIAL_DI_ERA_GLOBALISASI
pada:10/08/2023.
8. Frans Kishin Panjaitan dkk, Jurnal tentang Strategi Peningkatan Kemampuan Binter
Kodam Jaya Berbasis Teknologi Informasi dalam Mendukung Kesiapan Operasional, Jurnal
Strategi Pertahanan Darat
Volume 8, Nomor 1, 2022.
9. Dwi Joko Siswanto, Jurnal tentang Konsep Pencegahan Paham Radikal dan Aksi Teror
di Era Revolusi Industri 4.0 : Tinjauan Teori Kognisi Sosial, JURNAL MAHATVAVIRYA Vol. 9.
No. 2. Sep 2022.
10. Keputusan Kasad Nomor Kep/796/X/2017 tanggal 27 Oktober 2017 tentang Petunjuk
Administrasi tentang Kegiatan Pembinaan Teritorial TNI AD.
11. Keputusan Kasad Nomor Kep/914/XII/2020 tanggal 10 Desember 2020 tentang Petunjuk
Teknis Pembinaan Teritorial Satnonkowil.

Anda mungkin juga menyukai