Anda di halaman 1dari 11

OPTIMALISASI PENGEMBANGAN KONSEP TRIMATRA TERPADU TNI YANG

BERBASIS TEKNOLOGI NCW GUNA MEWUJUDKAN SPEED OF COMMAND


DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PENDAHULUAN
Latar belakang permasalahan.
Kebijakan merevitalisasi program-program didalam MEF, Panglima TNI dalam 11
program prioritas menghendaki adanya pengembangan sistem operasi Trimatra terpadu
yang berbasis teknologi Network Centric Warfare (NCW). Program ini diwujudkan dalam
revitalisasi Puskodalops TNI dengan mengintegrasikan seluruh komponen militer dalam
satu jaringan komputer (computer network) militer berbasiskan teknologi satelit dan
internet militer. Puskodalops TNI akan didukung oleh infrastruktur K4IPP serta sistem
informasi berbasis Information Technology (IT), sehingga diharapkan di masa yang akan
datang kemampuan Puskodalops akan menjelma menjadi K5IIPAP, yaitu: komando,
kendali, komunikasi, komputer, kombat, informasi, intelijen, pengamatan, akuisisi dan
pengintaian. Pembangunan Network Centric Warfare sebagai sistem komando dan
kendali pimpinan di lingkungan TNI adalah hal penting yang harus dilakukan mengingat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu mengalami perubahan yang sangat
pesat dalam kurun waktu yang relatif singkat. Konsep Network Centric Warfare yang
dikembangkan oleh TNI fokus pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
mutakhir yang berbasis komputerisasi baik pada alutsista maupun pada pangkalan dan
satuan TNI secara terintegrasi dengan tujuan dapat terjadi perolehan dan pertukaran
informasi yang cepat, akurat dan berkelanjutan mengenai kondisi nyata terkini sehingga
dapat terwujudnya speed of command dalam pengambilan keputusan mulai dari level
strategis, operasional hingga respon penindakan di level taktis.
Dari segi doktrin, Indonesia mengenal apa yang disebut dengan konsep Trimatra
Terpadu. Konsep ini muncul di dekade 2000-an awal sebagai dasar integrasi antara matra
darat, laut, dan udara dalam mewujudkan pertahanan nasional. Hanya saja
ketergabungan ini kesannya masih belum terwujud, misalnya dengan pengadaan alutsista
yang memiliki interoperabilitas terbatas dan belum tersambung melalui jaringan informasi.
Pemberitaan yang bisa diperoleh dari sumber terbuka juga kebanyakan masih membahas
1

mengenai penyelarasan organisasi, selain penempatan kesatuan baru di wilayah


perbatasan.
Identifikasi masalah.
Dari latar belakang permasalahan diatas, bahwa Program pengembangan sistem
operasi Trimatra yang berbasis teknologi Network Centric Warfare (NCW) diwujudkan
dalam rangka revitalisasi Puskodalops TNI dengan mengintegrasikan seluruh komponen
militer dalam satu jaringan komputer (computer network) militer berbasiskan teknologi
satelit dan internet militer. Maka dapat di identifikasi permasalahan sebagai rumusan
masalah yaitu Bagaimanakah pengembangan konsep Trimatra Terpadu TNI yang
berbasis teknologi NCW guna mewujudkan speed of command dalam pengambilan
keputusan mulai dari level strategis, operasional hingga respon penindakan di level
taktis?

Adapun nilai guna penulisan essai ini adalah dapat memberikan gambaran
optimalisasi pengembangan konsep Trimatra Terpadu TNI yang berbasis teknologi NCW
guna mewujudkan speed of commmand. Selain itu, penulis juga bermaksud memberikan
gambaran terkait kondisi yang berlaku saat ini, data dan fakta, analisa data dan fakta,
kendala / hambatan dan upaya yang perlu dilakukan guna mengatasi kendala dan
hambatan tersebut untuk mengoptimalkan pengembangan konsep Trimatra Terpadu TNI
yang berbasis teknologi NCW guna mewujudkan speed of commmand. Tujuan penulisan
esai ini adalah untuk memberikan masukan kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan
dalam menentukan kebijakan di masa mendatang terhadap upaya optimalisasi
pengembangan konsep Trimatra Terpadu TNI yang berbasis teknologi NCW guna
mewujudkan speed of commmand, dengan ruang lingkup pembahasan dibatasi untuk
menjawab rumusan masalah tersebut diatas, dengan tata urut : Pendahuluan.
Pembahasan dan Penutup.

PEMBAHASAN DAN ANALISA


Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan, TNI mengembangkan
sistem "Network Centric Warfare" dalam latihan operasi gabungan tiga matra, di Pos
Tinjau T-12 Pusat Latihan dan Tempur (Puslatpur) Marinir-5 Baluran, Asembagus,
Situbondo, Jawa Timur, Rabu, 28 November 2018. "Dalam latihan tersebut, sistem
interoperability yang utama karena merupakan bagian dari platform yang sedang
2

dibangun oleh TNI yaitu Network Centric Warfare. Saat ini sedang dikembangkan dengan
menggunakan bantuan satelit sehingga seluruh komunikasi kita tidak menggunakan
BTS,". Menurut Panglima TNI bahwa operasi darat gabungan dalam skenario yang
dijalankan disebutkan bahwa dalam rangka merebut "Center of Gravity" dan memberikan
peluang gerak maju pasukan darat Infanteri maka diperlukanlah satu bantuan tembakan
terpadu baik dari bantuan tembakan darat, laut maupun udara. Tujuan latihan ini adalah
menguji bagaimana sistem interoperability yang diawaki oleh Komunikasi dan Elektronik
(Komlek) berjalan dengan baik. Dimana Interoperability adalah keputusan dari komando
atas sampai komando bawah dan samping, agar semuanya bisa menerima dengan satu
komando yang sama. 1

Data dan fakta


Munculnya apa yang oleh komunitas intelijen Amerika Serikat diidentifikasi
sebagai Top Five Threats to National Security in the Coming Decade yang
meliputisenjata biologi, nuklir, serangan siber (cyber), perubahan iklim, dan
transnasional(Sandra dkk, 2012). Kemudian ”Statement for the Record Worldwide
Threat Assessment of the US Intelligence Community” atau “Pernyataan Rekaman
Penilaian Ancaman Seluruh Dunia dari Komunitas Intelijen Amerika Serikat”, selama
lima tahun terakhir, 2012-2016 (Clapper, 2012-2016).
Komunitas intelijen Amerika Serikat pada kurun waktu lima tahun terakhir,
2012-2016, sebagaimana dipaparkan oleh Sandra dkk. (2012) di atas, pada dasarnya
menunjuk pada gejala ancaman hibrida. Terkait dengan karakteristik khusus yang
melekat pada tiga (senjata biologi, nuklir, dan serangan siber) dari lima ancaman
tersebut, secara potensial dimungkinkan terjadinya sinergi unsur-unsur
ancaman militer dan nonmiliter untuk menjadi ancaman yang bersifat majemuk,
yang mengedepankan penggunaan teknologi canggih yang berbasis pada
teknologi digital dan internet. Dampak yang ditimbulkannya bersifat kompleks
dan multidimensional.
Ancaman hibrida bagi Indonesia juga diposisikan sebagai pertaruhan strategis atas
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Ancaman hibrida itu
menjadi salah satu dasar pertimbangan pemerintah Indonesia dalam perumusan
kebijakan umum dan penyelenggaraan pertahanan negara 2015- 2019, bahwa hakikat

1 https://www.antaranews.com/berita/772609/tni-kembangkan-sistem-network-centric-warfare-dalam-operasi
3

ancaman telah berkembang menjadi ancaman militer, ancaman nonmiliter, dan ancaman
hibrida (Kebijakan Umum Pertahanan Negara, 2015-2019:2). Hakikat ancaman hibrida
ialah ancaman yang mengombinasikan serta memadukan ancaman militer dan ancaman
nonmiliter, yang meliputi ancaman-ancaman konvensional: asymetric warfare, cyber
warfare, information warfare; chemical, biological, radiological, nuclear dan
explosive/CBRNE, dan kriminal yang beragam (Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan
Negara, 2015-2019: 4). Diperkirakan ancaman hibrida itu semakin mengemuka pada
masa mendatang.

Analisa sesuai data dan fakta.


Dari data dan fakta yang didapat dalam menyikapinya dapat dianalisis bahwa
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 3 Tahun 2009 tentang Kebijakan Umum
Penggunaan Kekuatan TNI sebagai penjabaran dari UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara disebutkan untuk menghadapi ancaman militer dilaksanakan dengan
OMP dan penggunaan kekuatan bersifat gabungan TNI (Tri Matra Terpadu), serta
didukung oleh komponen pertahanan lainnya melalui otoritas mobilisasi sesuai situasi dan
ditetapkan oleh Undang-Undang. Penggunaan kekuatan OMSP dilaksanakan bersama-
sama dengan instansi fungsional dalam suatu keterpaduan usaha yang sinergis. OMSP
dilaksanakan dengan mendahulukan tindakan preventif daripada tindakan represif yang
disesuaikan dengan eskalasi dan bentuk ancaman; (5) Cakupan Operasional TNI.
Pelaksanaan tugas TNI sebagai alat pertahanan negara dilaksanakan dengan pola
Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang, yang terjadi pada masa damai,
saat konflik dan pada saat perang. Dihadapkan dengan berbagai hakikat konflik dan
kompleksitas ancaman yang mungkin timbul di wilayah nasional, dapat menempatkan TNI
dalam waktu yang bersamaan melaksanakan operasi gabungan dengan pola OMSP dan
OMP pada semua cakupan operasi militer dalam satu atau dua mandala perang secara
bersamaan.
Revitalisasi Puskodalops TNI dilaksanakan sebagai sarana Kodal, pengamatan
dan peninderaan yang terintegrasi ke Pusdokal Angkatan, Puskodal Kotama hingga ke
Puskodal mobil pada tingkat taktis ditambah dengan berbagai masukan data
informasi/intelijen. Konsep network-centric warfare merupakan pemanfaatan keunggulan
informasi untuk direalisasikan dalam konsep operasi guna memperkuat kemampuan
tempur melalui jaringan sensor yang dapat divisualisasikan oleh pengambil keputusan
untuk selanjutnya memberi direktif kepada para Komandan Satuan di lapangan. Dengan
4

adanya kemampuan NCW akan sangat membantu pasukan di lapangan dan sistem ini
dapat diaplikasikan pada kegiatan non militer, dimana dapat memantau hal-hal yang
berguna bagi warga sipil. Penggunaan satelit ini juga sangat penting mengingat sebagai
negara maritim yang terdiri dari beribu-ribu pulau, barang tentu memerlukan satelit
sebagai media pemantau dan komunikasi, sehingga rasanya tepat bila kemampuan
Network Centric diselaraskan dengan pembangunan berwawasan maritim.
Bentuk generasi peperangan 4GW/5GW berkaitan erat dengan perkembangan dari
zaman informasi (information age) yang sedang berlangsung. Pada kondisi tersebut para
ahli menyebutkan diperlukannya tinjau-ulang cara (revisit the ways) bagaimana
pertahanan dan operasi militer akan dilakukan. Pendekatan peperangan yg berpusat pada
jaringan (Network Centric Warfare / NCW) merupakan pendekatan yang memberikan
posisi keunggulan bersaing melalui pengupayaan superioritas informasi (information
superiority) untuk pencapaian tujuan akhir (ends). Superioritas informasi adalah suatu
keadaan dimana tercapainya keunggulan bersaing (competitive advantage) yang
didapatkan dari kemampuan eksploitasi posisi superior informasi (Smith, 2010; RAND,
2002; Alberts, Gartska, dan Stein, 2000).
Oleh karena itu, NCW bukanlah suatu pola peperangan yang dimaksudkan
bertumpu pada jaringan dalam pengertian teknologi elektronika tetapi merupakan bentuk
memanfaatkan hakikat dari jaringan itu sendiri yaitu diseminasi pengetahuan. Melalui
jaringan pengetahuan maka kemampuan bertempur dalam berbagai medan operasi dan
hirarki dapat ditingkatkan. Berdasarkan pemahaman tersebut pula, pendekatan NCW
tidak dimaksudkan untuk mengalami otomatisasi dalam pengertian elektronika.
Dengan demikian, Alberts, Gartska, dan Stein (2000) mendefinisikan NCW sebagai
sebuah konsep operasi yang memanfaatkan superioritas informasi (information
superiority-enabled concept) yang menghasilkan peningkatan kemampuan bertempur
dengan menggunakan berbagai jaringan sensor, pengambilan keputusan, dan penembak
untuk mencapai pengetahuan bersama (shared-awareness), peningkatan kecepatan
komando (speed of command), semakin tingginya tempo operasi (tempo of operations),
tingginya tingkat akurasi sasaran (greater lethality), tingginya keselamatan (survivability),
dan tingkat sinkronisasi misi dalam operasi (self-synchornization). Atau dengan kata lain
pula, Alberts, Gartska, dan Stein menyebut NCW mentranslasikan superioritas informasi
ke dalam kemampuan tempur dengan memanfaatkan jaringan entitas pengetahuan dalam
medan tempur secara efektif. 2

2 https://celestialitengineer.blogspot.com/2018/03/network-centric-warfare-dan-software.html
5

NCW memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan tradisional militer mulai
dari dimensi informasi, pengambilan keputusan, proses, fokus, perencanaan, tujuan,
penerapan pada situasi, dan berbagai asumsi yang digunakan. Sebagai contoh pada
NCW sumber informasi begitu beragam dan tersebar dengan sangat luas dibandingkan
dengan tradicional militer yang lebih terbatas. Pada pengambilan keputusan, tradicional
militer lebh bersifat tersentralisasi dan dalam cakupan luas atau global sedangkan pada
NCW, keputusan terdistrobusi dan sangat bersituasi konteks lokal. Dari sisi proses,
tradisional militer bersifat hirarkial, siklikal, kolobarasi pada tingkat sedang, dan dilakukan
pendekatan pemisahan antara perencanaan dan eksekusi. Sedangkan dalam NCW,
proses lebih bersifar dinamis, kolaborasi yang ekstensif, pararel, berlanjut, dan interaktif
antara perencanaan dan eksekusi. Dari sisi tujuan, pada dasarnya tradisional militer
bersifat optimasi hasil sedangkan pada NCW pada agilitas atau ketangkasan dalam
berhadapan dengan situasi yang dinamis.
Secara garis besar kerangka penerapan NCW dalam operasi militer adalah dimulai
dengan pembangunan struktur informasi (infostructure) rangkaian metode maupun
perlengkapan untuk memperoleh maupun menerima informasi (enabler). Dilanjutkan
dengan proses membangun kesadaran (awareness) melalui penyebaran pengetahuan
(knowledge) pada situasi di medan pertempuran (battlespace). Kesadaran dan
pengetahuan mengenai medan pertempuran tersebut kemudian dieksploitasi sedemikian
rupa sehingga terjadi peningkatan efektifitas melalui pendekatan baru terhadap perintah
dan kendali (command and control) dan sinkronisasi mandiri (self-synchronizing). Pada
akhirnya adalah peningkatan tempo operasi dan kemampuan respon, resiko operasi yang
lebih kecil, biaya yang lebih rendah, dan peningkatan efektifitas pertempuran.
Dari analisa sesuai data dan fakta bahwa untuk dapat memberikan kontribusi
maksimal bagi pengembangan konsep Trimatra Terpadu TNI yang berbasis teknologi
NCW bahwa Network Centric Warfare merupakan sebuah penerapan Network Centric
Principles khusus untuk kebutuhan militer yang meliputi teknikal peperangan, strategi,
hingga pemindaian musuh. Network Centric Warfare banyak diterapkan di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat, negara-negara di Benua Eropa (Uni Eropa), Cina/RRC, dll.
Kedepannya Indonesia juga akan mengadopsi Network Centric Warfare untuk diterapkan
pada TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Hal ini dikarenakan era perang 3.0 tidak lagi
bergantung pada pasukan, jenderal ahli perang, dan peralatan tempur fsik, tapi
bagaimana ketahanan di sisi teknologi informasi (data, informasi, teknologi) suatu negara.
6

David S. Alberts, yang sebelumnya bekerja di kantor Assistant Secretary of


Defense for Networks and Information Integration, mencantumkan empat keuntungan
mendasar dari NCW : 1) Kekuatan jaringan yang kuat meningkatkan berbagi informasi;
2) Berbagi informasi dan kolaborasi meningkatkan kualitas informasi dan kesadaran
bersama; 3) Kesadaran bersama memungkinkan adanya self-synchronization; 4)
Secara dramatis meningkatkan efektivitas misi. 3
Keuntungan utama lain dari NCW adalah kemampuan untuk Command & Control
(C2) kekuatan yang tersebar di wilayah geografis yang luas dengan cara yang lebih cepat
dan efisien. Jaringan memanfaatkan kekuatan node yang tersebar secara geografis
dengan menghubungkannya menjadi jaringan yang memungkinkan pengiriman data
digital dengan volume yang sangat cepat. Kemampuan untuk menyebarkan instruksi,
informasi dan intelijen ke aset yang tersebar di seluruh dunia sangat penting bagi
kekuatan yang mungkin terlibat dalam perang ekspedisi, seperti di Amerika Serikat dan
pada tingkat yang lebih rendah di Inggris, yang saat ini memiliki jangkauan global.

Kendala dan hambatan


Kendala dan hambatan guna mengoptimalkan pengembangan konsep Trimatra
Terpadu TNI yang berbasis teknologi NCW yaitu ; 1) Ancaman dan gangguan bagi
kedaulatan negara, keselamatan bangsa, dan keutuhan wilayah sangat terkait dengan
bentang dan posisi geografis yang sangat strategis, kekayaan alam yang melimpah, serta
belum tuntasnya pembangunan karakter dan kebangsaan, terutama pemahaman
mengenai masalah multikulturalisme, sementara itu kemampuan pertahanan dan
keamanan saat ini dihadapkan pada situasi kekurangan jumlah dan ketidaksiapan
alutsista dan alat utama lainnya yang jika tidak dilakukan upaya percepatan penggantian,
peningkatan, dan penguatan akan menyulitkan penegakan kedaulatan negara,
penyelamatan bangsa, dan penjagaan keutuhan wilayah di masa mendatang. Keadaan
tersebut diperburuk oleh terjadinya kelemahan sistemik komponen cadangan dan
pendukung pertahanan yang merupakan prasyarat berfungsinya sistem pertahanan
semesta. 4 2) Potensi dan ancaman konflik berintensitas rendah yang didukung dengan
perkembangan metode dan alat teknologi tinggi diperkirakan akan makin meningkat
pada masa mendatang. Potensi dan ancaman tersebut adalah terorisme, konflik komunal,
kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara terutama di wilayah

3 https://celestialitengineer.blogspot.com/2018/03/network-centric-warfare-dan-software.html
4 Ancaman Cyber Insider, M Akbar Marwan http://akbar. staff.gunadarma.ac.id
7

yurisdiksi laut Indonesia dan wilayah perbatasan, serta berkembangnya variasi tindak
kriminal konvensional. Tantangan lain dalam pembangunan pertahanan dan keamanan
adalah meningkatkan profesionalisme Polri seiring dengan peningkatan kesejahteraan
anggotanya agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak
kejahatan, menuntaskan tindak kriminalitas, serta meningkatkan profesionalisme TNI
seiring dengan peningkatan kesejahteraan prajurit serta penguatan kapasitas lembaga
intelijen dan kontra intelijen dalam rangka menciptakan keamanan nasional. 5.

Upaya.
Upaya yang perlu dilakukan guna mengoptimalkan pengembangan Konsep
trimatra Terpadu TNI yang berbasis Teknologi NCW guna mewujudkan Speed of
Command dalam pengambilan keputusan yaitu ; 1) Penggunaan kekuatan TNI diarahkan
untuk mampu mengatasi tantangan dan ancaman pertahanan negara baik isu global,
regional maupun nasional utamanya yang marak belakangan ini yaitu isu kejahatan
intasnegara, isu keamanan yang erat kaitannya dengan terorisme internasional, isu
keamanan laut dan udara, isu keamanan perbatasan serta isu-isu keamanan yang
berdimensi nirmiliter. Dalam menghadapi ancaman penggunaan kekuatan bersifat
gabungan TNI (Tri Matra Terpadu) berbasis Teknologi NCW serta didukung oleh
komponen pertahanan lainnya. Sedangkan kebijakan yang terus dikembangkan adalah :
(1) melaksanakan operasi intelijen untuk memantau situasi wilayah terutama di daerah
rawan konflik, pasca konflik, daerah perbatasan, pulau-pulau terluar guna mencegah
munculnya embrio separatisme, terorisme dan kejahatan transnasional; (2) melaksanakan
operasi pengamanan di seluruh wilayah NKRI terutama di wilayah perbatasan, daerah
rawan konflik dan pulau-pulau terluar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; (3) melaksanakan patroli laut dan udara serta patroli terkoordinasi yang
diprioritaskan di perairan Selat Malaka, Kepulauan Riau, Sulawesi dan di sepanjang ALKI;
(4) meningkatkan pemberdayaan wilayah pertahanan secara terpadu guna mewujudkan
kondisi yang mendukung terselenggaranya Sishanta terutama di daerah rawan konflik,
pasca konflik dan rawan bencana; (5) melaksanakan misi perdamaian dunia di bawah
bendera PBB dan organisasi internasional yang diakui oleh pemerintah. 2) Menghadapi
kendala / hambatan secara langsung bahwa memperhatikan kecenderungan lingkungan
strategis, TNI sebagai komponen utama pertahanan negara berkonsentrasi dan

5 Manuel W. Wik, Revolution in Information Affairs Tactical and Strategic Implication of Information Warfare
and Information Operation, Defence Materiel Administration, diakses 1 Juni 2019, pada <mawik@fmv.se>
8

berinovasi dalam berbagai upaya membangun kesiapan guna menghadapi ancaman


sebagai dampak negatif dari perkembangan lingkungan strategis. UU Nomor 3 Tahun
2002 tentang Pertahanan Negara menekankan TNI berperan di bidang Pertahanan.
Dalam menjalankan perannya sebagai alat pertahanan, TNI menjalankan peran sebagai
penangkal dan penindak terhadap ancaman, serta pemulih pasca dilaksanakannya
operasi militer. Dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), TNI bersama rakyat dan seluruh komponen bangsa lainnya,
mewujudkannya dengan memanfaatkan semua sumber daya nasional untuk pertahanan.
Mewujudkan pembangunan kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan melalui
Pembinaan Kekuatan TNI. Kebijakan yang dikembangkan diarahkan untuk tercapainya
kemampuan, kekuatan dan gelar TNI yang mampu menjaga kedaulatan dan keutuhan
wilayah NKRI serta keselamatan bangsa dalam tataran kekuatan pokok minimum (MEF)
meliputi pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI. Kebijakan pembinaan TNI, yang
meliputi kebijakan pembinaan kekuatan, pembinaan kemampuan dan gelar serta
pembangunan kekuatan TNI, diarahkan untuk mencapai kekuatan dan kemampuan pada
tataran kekuatan pokok minimum (MEF) dan dilakukan secara bertahap serta
berkesinambungan melalui pemeliharaan, modernisasi dan pengadaan Alutsista baru
dengan memberdayakan industri pertahanan dalam negeri; melaksanakan penataan
organisasi didukung oleh SDM yang memiliki integritas moral, intelektual, kesamaptaan
jasmani, dan kesejahteraan, melaksanakan pengembangan sistem dan metoda Tri Matra
terpadu berbasis Teknologi NCW sehingga dapat menggelar kekuatan secara efektif dan
efisien. 3) Saat ini Kementerian Pertahanan tengah menetapkan kebijakan pembangunan
kekuatan, dengan memfokuskan pengembangan dan pembangunan kekuatan Konsep
Trimatra terpadu TNI serta melaksanakan pemantapan kemampuan TNI. Setidaknya arah
pembangunan kekuatan militer nantinya akan sesuai dengan kebijakan pemerintah yang
telah tertuang dalam undang-undang. TNI sebagai komponen utama pertahanan,
memerlukan acuan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas
pokoknya. Oleh karena itu, pemerintah perlu didorong untuk segera menyusun suatu
strategi nasional yang menjadi kesepakatan semua komponen bangsa, yang oleh
Kementerian Pertahanan bekerja sama dengan TNI akan diterjemahkan menjadi suatu
kesiapan sistem pertahanan yang disesuaikan dengan kondisi geografis negara dengan
melibatkan segenap instrumen kekuatan nasional. 6

6Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia, (Jakarta: Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia, 2014), hlm. 49.
9

Penutup.
Kesimpulan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
mewujudkan pengembangan konsep Trimatra Terpadu TNI yang berbasis teknologi NCW
guna mewujudkan speed of command Dalam pengambilan keputusan, maka berkaitan
dengan perkembangan lingkungan strategis saat ini, maka Konsep Trimatra Terpadu TNI
berbasis teknologi NCW dapat mengembakan keterpaduan, koordinasi dan komunikasi
antar matra dan dengan segenap institusi terkait, merupakan kata kunci yang paling
penting. Semakin kuat keterpaduan dan koordinasi yang dilakukan, maka upaya yang
ditempuh dalam mengatasi segala permasalahan ancaman baik dari dalam negeri atau
luar negeri akan semakin efektif, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Saran. Adapun saran yang ingin disampaikan bahwa dalam menghadapi segala
bentuk potensi ancaman terhadap kedaulatan negara dihadapkan kepada perang hibrida
yang berbasis teknologi sudah saatnya TNI memiliki satelit militer untuk mendukung
kegiatan operasi, terlebih untuk mengantisipasi perang hibrida. Dengan memiliki satelit,
TNI akan lebih terintegrasi dalam hal komando pengendalian, penyebaran informasi dan
deteksi awal untuk mengetahui ancaman yang akan datang. Hal-hal yang diketahui
sebagai ancaman akan lebih cepat terinformasi kepada seluruh matra, sehingga masing-
masing matra akan menyiapkan satuan operasionalnya untuk melaksanakan penindakan
secara terkoordinasi melalui konsep Trimatra Terpadu TNI yang berbasis teknologi NCW.

Bandung, Juni 2019

Ir. Asrul

Daftar Pustaka

1. Pancasila dan UUD 1945;


2. UU RI Nomor 3 TH 2002 tentang Pertahanan Negara;
3. UU RI Nomor 34 TH 2004 tentang TNI;
4. Postur Pertahanan Negara (Permenhan RI No.37 Tahun 2015);
5. Doktrin Pertahanan Negara (Permenhan RI No. 38 Tahun 2015);
10

6. Kebijakan Pembangunan Minimum Essential Force Tentara Nasional Indonesia


(Permenhan RI No. 39 Tahun 2015);
7. Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma dan Doktrin Angkatan;
8. Letkol Laut (P) Afif Yuhardi Putera, Jurnal tentang Gelar kekuatan TNI yang selaras
dengan Pembangunan Nasional berdimensi maritim, Jurnal Maritim Indonesia, Vol. 6 No.
2, Desember 2018.
9. Nur Khalimatus Sa’diyah, Jurnal tentang Rekonstruksi Pembentukan National Cyber
Defense sebagai upaya mempertahankan Kedaulatan Negara, Fak. Hukum Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya, Perspektif, Volume XXI No. 3 Tahun 2016 Edisi September.
10. https://celestialitengineer.blogspot.com/2018/03/network-centric-warfare-dan-software.html
11. Ancaman Cyber Insider, M Akbar Marwan http://akbar. staff.gunadarma.ac.id
12. https://www.antaranews.com/berita/772609/tni-kembangkan-sistem-network-centric-
warfare-dalam-operasi
13. https://celestialitengineer.blogspot.com/2018/03/network-centric-warfare-dan-
software.html
14. http://maritimnews.com/2016/09/air-sea-battle-dan-tri-matra-terpadu/
15. Manuel W. Wik, Revolution in Information Affairs Tactical and Strategic Implication
of Information Warfare and Information Operation, Defence Materiel Administration,
diakses 1 Juni 2019, pada <mawik@fmv.se>

Anda mungkin juga menyukai