Anda di halaman 1dari 19

Konsep Modernisasi dan Transformasi Menuju Kekuatan

Artileri Medan Generasi Ketiga

Submitted by Oke on Sat, 12/04/2010 - 03:56. 

 Strategy

Oleh: Kapten Arm Oke Kistiyanto, S.AP, Danrai A Yonarmed-7 Kodam Jaya

Pendahuluan
Dalam konteks warfare strategy, untuk menumbuhkan kekuatan nasional (national power) dikenal
istilah DIME (Diplomacy, Information, Military and Economics).

Keempat unsur ini berkaitan satu sama lain dan saling membutuhkan, militer (military) yang kuat akan
menimbulkan efek getar strategis "deterrence effect" (informational) kepada negara-negara di
kawasan sehingga dapat menjadi daya tangkal terhadap ancaman dari luar. Selain itu
militer (military) yang kuat dapat mendukung upaya diplomasi (diplomatic-political) agar
memperoleh bargaining position yang memadai dalam setiap penyelesaian suatu konflik antarnegara.
Dengan bargaining yang kuat maka secara otomatis militer akan melindungi momentum kemajuan
ekonomi (economics) dari gangguan pihak luar maupun dalam negeri, terutama dengan cara
menciptakan stabilitas dalam negeri serta melindungi aset-aset ekonomi (economics).

Atas dasar teori diatas maka kekuatan nasional  harus ditopang oleh militer yang kuat. Untuk
menciptakan militer yang kuat maka dibutuhkan peningkatan anggaran yang memadai agar dapat
berjalan sesuai rencana. Negara tentunya tidak mungkin dapat meningkatkan kekuatan
pertahanannya secara instant dan signifikan dalam waktu singkat karena upaya tersebut
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pengembangan kekuatan yang mungkin saat ini, dalam
jangka pendek lebih logis jika difokuskan pada peningkatan "deterrence effect" kepada negara-
negara tetangga melalui pengembangan kekuatan darat yang difokuskan pada pengembangan
kekuatan artileri. Sedangkan dalam jangka panjang lebih baik difokuskan menuju kemandirian industri
pertahanan dengan fokus pada perang generasi ketiga (3rd generation war).

Persiapan menghadapi perang generasi ketiga tentunya menelan biaya yang tidak sedikit, dibutuhkan
konsep strategis yang matang serta kemauan dari para petinggi kita dalam melaksanakan
transformasi, terutama didalam jajaran korps Armed sendiri. Maksudnya adalah agar korps Armed
bisa berubah (bertransformasi) menjadi modern karena fungsi outward-looking menuntut kapasitas
ini. Modern di sini bukan berarti memodernisasi teknologi alutsista Armed yang sudah tua, namun
lebih condong pada mengganti teknologi alutsista dengan generasi terbaru. Tidak ada yang dapat
dimodernisasi dari teknologi yang sudah kedaluwarsa.

Paradigma Permasalahan
Ada dua paradigma permasalahan yang diangkat mengapa peran Satuan Armed begitu penting
dalam menciptakan "deterrence effect" bagi kepentingan nasional sehingga Angkatan Darat perlu
mengadakan transformasi dan modernisasi kedalam. Pertama,  bagaimana paradigma modernisasi
kekuatan artileri medan dilakukan sehingga bisa menjadi efek getar strategis TNI terhadap negara
tetangga. Hal ini didasari pemikiran apabila TNI memiliki Satuan artileri rudal jarak menengah di
sekitar perbatasan maka hal ini merupakan suatu konsep strategis yang mempunyai deterrence
effect bagi bangsa. Untuk merealisasikan konsep tersebut maka satuan Armed harus secara
bertahap berevolusi menuju modernisasi dan kemandirian. Kedua, bagaimana transformasi dapat
dilakukan sehingga Satuan Armed dapat melaksanakan berbagai macam bentuk dan metode
pertempuran. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa saat ini dunia sudah berubah, dunia sudah tidak
menganut pola bipolar, liberal atau komunis. Sehingga bentuk dan metode pertempuran sudah jauh
berubah, tidak hanya linear namun juga non linear selain itu nantinya tidak hanya negara (state) yang
nantinya menjadi aktor peperangan namun aktor juga non negara (non-state), seperti halnya
kelompok teroris internasional juga dapat mengambil peran penting dalam peperangan kedepan.

Hubungan Militer Indonesia dan Negara "Big Power"


Amerika Serikat
Hubungan militer Indonesia-Amerika Serikat sejak kemerdekaan sampai saat ini, berfluktuasi dari
periode ke periode meskipun secara menyeluruh cukup baik dan tidak pernah bermusuhan.
Hubungan yang baik antara Indonesia-AS tidak dapat dikatakan sebagai suatu aliansi. Karena
Indonesia masih mengadakan hubungan diplomatik dengan negara-negara yang dianggap
menentang kebijakan internasional Amerika seperti Iran, Kuba dan Venezuela. Terlebih itu Indonesia
tidak pernah setuju dengan penempatan pangkalan militer asing di Asia Tenggara. Contohnya, ketika
itu Indonesia tidak pernah setuju dengan keberadaan pangkalan militer AS di Filipina. Namun disisi
lain, Indonesia juga tidak bisa mengusir negara adidaya itu dari Asia Tenggara. Saat ini terdapat tiga
pilihan strategi bagi Indonesia berkaitan dengan hubungan militernya dengan Amerika 1).

Pilihan pertama adalah hubungan Indonesia-Amerika Serikat sebagai pengimbang


"ancaman" balance of threat. Pola hubungan ini menempatkan negara lain sebagai ancaman
bersama bagi Indonesia dan Amerika Serikat. Secara logis pilihan ini akan semakin menguatkan
kerjasama militer Indonesia-Amerika Serikat. Apabila pilihan ini yang memang diambil oleh Indonesia,
maka Indonesia harus sepenuhnya membenahi berbagai kondisi yang secara tradisional dijadikan
prasyarat yaitu penegakan nilai demokrasi dan HAM, termasuk pengusutan tuntas kasus pelanggaran
HAM yang dilansir dilakukan oleh militer Indonesia di periode periode sebelumnya. Di sisi lain,
Amerika Serikat harus sepenuhnya mendukung militer Indonesia baik dalam hal pengembangan
sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan International Military, Education and
Training (IMET) maupun dukungan pengadaan alusista melalui program Foreign Military
Financing (FMF). Sebagai pembanding, negara dengan pola hubungan ini seperti Filipina menerima
rata rata hampir 30% dari porsi anggaran IMET untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik selama 2005-
2009.

Pilihan kedua adalah strategi Indonesia sebagai pengimbang kekuatan besar Amerika


Serikat (balance of power). Pilihan ini tentunya mensyaratkan hubungan Indonesia yang lebih dekat
dengan negara besar lain di kawasan untuk mengimbangi kekuatan Amerika Serikat di
kawasan. Pilihan ketigaadalah strategi berpengaman (hedging strategy). Pola hubungan ini adalah
pola hubungan jalan tengah yang cenderung dipilih karena tidak ada kepercayaan satu sama lain di
kawasan sehingga masing masing berusaha membatasi "kedekatan" militernya dengan negara lain
karena dua alasan yaitu agar dapat melindungi diri dari kemungkinan buruk apabila kerja sama
dibatalkan atau diarahkan oleh pihak lain sekaligus agar dapat menikmati tawaran dari banyak pihak
secara bersamaan.

Selama ini jelas bahwa Indonesia memilih opsi hedging, tetapi hal pilihan ini ternyata tidak terlalu
banyak membantu pengembangan kekuatan pertahanan Indonesia. Indonesia memang menikmati
peningkatan alokasi anggaran IMET rata rata sebesar 23% sejak pembatalan embargo di tahun 2005
hingga proyeksi 2010, termasuk dengan pengurangan alokasi IMET sebesar 25% di tahun 2008
dibanding tahun sebelumnya. Namun jelas angka ini tidak signifikan dibandingkan alokasi untuk
Filipina. Belum lagi semenjak embargo dan syarat-syarat yang memberatkan, Indonesia mengalami
berbagai masalah dan kecelakaan alutsista yang mengambil korban jiwa anak bangsa.

Rusia
Rusia sebagai salah satu kekuatan besar di kawasan telah menunjukkan niatan mengembangkan
kerjasama militer dengan Indonesia. Secara historis, hubungan Indonesia dan Rusia memang cukup
dekat. Rusia bahkan pernah mendukung Indonesia sebagai salah satu kekuatan udara terkuat di Asia
pada tahun 1960-an. Di masa kini, Rusia menawarkan bantuan militer sebesar 1 Milliar USD kepada
Indonesia sejak kunjungan Putin ke Jakarta September 2007. Indonesia benar-benar ingin
memperbaharui persenjataan militer yang ada setelah melihat pengalaman-pengalaman di
lapangan.Pertama seringnya campur tangan negara Eropa dan Amerika Serikat dalam hal
persenjataan militer. Kedua kasus Ambalat merupakan cermin yang sangat transparan dimana
Angkatan Laut Malaysia sudah sangat berani, ini dikarenakan kapal-kapal perang Malaysia ternyata
lebih baru dan modern dari yang dimiliki TNI AL. Rusia dipilih Indonesia untuk memasok persenjataan
militer terbaru bagi TNI. Ini karena beberapa alasan, pertama sejarah hubungan militer Indonesia-
Rusia. Kedua, Rusia lebih longgar dalam memberikan syarat-syarat dibidang militer. Ketiga, Rusia
bisa lebih fleksibel dalam hal harga seperti bisa dibayar dengan komiditi yang dimiliki
Indonesia. Keempat, Rusia memiliki teknologi militer yang sepadan dengan Eropa dan AS.

China
China tidak kalah tertarik untuk mengembangkan kerjasama militer dengan Indonesia. Menteri
Pertahanan kedua negara menandatangani MOU di tahun 2007 untuk mengembangkan kerjasama
militer yang dapat diupayakan sampai kepada proses pengadaan dan alih teknologi militer. Bentuk
kerjasama militer ini diperlukan agar bisa menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer negara-
negara barat. Bentuk kerja sama ini juga merupakan upaya Indonesia untuk tidak terlalu bergantung
pada teknologi militer barat

Perkembangan Militer Regional


Australia, Malaysia dan Singapura, tiga negara dengan probabilitas terbesar yang akan mengancam
kedaulatan negara jika dilihat dari kacamata sejarah konflik internasional Indonesia. Yang paling
dikhawatirkan oleh pemerintah RI sekarang adalah ancaman kekuatan FPDA (Five Power Defence
Arrangement) yang dimiliki ketiga negara tersebut jika kita berperang melawan mereka. FPDA adalah
kerjasama pertahanan melalui persetujuan multilateral antara Inggris Raya, Australia, Selandia Baru,
Malaysia dan Singapura ditandatangani tahun 1971. Perjanjian ini mengisyaratkan bahwa kelima
negara ini akan saling membantu jika terdapat serangan luar terhadap Malaysia atau
Singapura. FPDA dilakukan karena tanggung jawab pertahanan Inggris atas Malaysia dan Singapura.
Dalam sejarahnya, FPDA ini pernah diaktifkan ketika konfrontasi Indonesia-Malaysia, Ganyang
Malaysia, yang berlangsung pada akhir era-Sukarno (1961-1966). Pengaktifan FPDA pada masa itu
merupakan pengalaman yang menyakitkan karena Indonesia harus berperang melawan 5 negara
sekaligus pada konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Malaysia
Semenjak pulih dari krisis ekonomi di tahun 1997, Angkatan Darat Malaysia, Tentera Darat Malaysia
(TDM), mulai bangkit dan memulai proses modernisasi alutsista. Diawali dengan pembentukan
resimen Main Battle Tank melalui pembelian 48 unit PT-91M MBT buatan Polandia yang merupakan
varian terbaru dari modifikasi tank T-72 Rusia. Mereka juga membeli 28 unit South African G5 Mk III
155  mm howitzers ditambah 36 unit Astros II MLRSdari Brazil (baru 50% yang tiba) dalam rangka
modernisasi persenjataan resimen armed, Rejimen Artileri DiRaja. Dari data pembelian senjata, saat
ini resimen armed Malaysia tercatat mempunyai 4 macam jenis senjata armed, termasuk diantaranya
alutsista baru rudal Astros II dan Meriam 155 mm G5 Mk III. Selain itu persenjataan mereka
merupakan jenis meriam lama yakni 200 unit OTO-Melara 105 mm Mod 56 (jenis pack howitzer)
buatan Italia dan 75 unit VSEL FH-70 155 mm Howitzers  buatan Inggris.

Singapura
Angkatan Darat Singapura yang lebih dikenal dengan nama Singapore Army saat ini sudah
mentransformasi diri menuju 3rd generation fighting force, berfokus pada peningkatan teknologi dan
sistem senjata sebagai kekuatan pengganda "force multiplier". Evolusi ini mengkombinasikan
kemajuan teknologi dan latihan yang menggunakan jaringan "networking" untuk mengintegrasikan
ketiga matra ke dalam suatu gugus komando gabungan yang terintegrasi.Singapura sendiri memiliki 6
Batalyon Armed yang tersebar di 3 Divisi aktif. Armed Singapura terdiri dari 2 jenis Multiple Rocket
Launcheryakni 18 unit High Mobility Artillery Rocket System (HIMARS) buatan Amerika Serikatdan 32
unit XM31 Unitary HE GMLRS Pod. Selain itu Armed Singapura memiliki 3 jenis radar lawan
baterai, AN/TPQ-36 Firefinder radar, AN/TPQ-37 Firefinder radar  dan ARTHUR. Ini untuk
melengkapi kemampuan 8 jenis meriam Armed yang dimiliki (3 yang aktif digunakan) yang terdiri dari
54 unit SLWH Pegasus 155mm/L39 Heli-portable Lightweight Howitzer,  54 unit SSPH Primus
155mm/L39 Self-Propelled Howitzer (SSPH-1),  72 unit FH-2000 155mm/L52 Towed Howitzer, 54
unit  FH-88 155mm/L39 Towed Howitzer (cadangan),  37 unit GIAT LG1 105 mm Towed Howitzer (di
gudangkan),  16 unit M-114A1 155  mm Towed Howitzer (digudangkan), 28 unit  Soltam M-71S
155mm/L39 Towed Howitzer (digudangkan) dan38 unit  Soltam M-68 155mm/L33 Towed Howitzer
(digudangkan).

Australia
Angkatan Darat Australia dikenal dengan nama Australia Army,  terbagi menjadi 2 Divisi. Divisi I berisi
tentara aktif sedangkan Divisi II merupakan tentara cadangan. Divisi aktifnya sendiri mempunyai 3
Brigade yang mempunyai 1 resimen artileri di dalamnya. 1st Brigade Darwin memiliki 1 Resimen
Artileri Sedang dengan meriam 155 mm M198 Howitzer buatan Amerika. Brigade kedua yakni 3rd
Brigade Townsville memiliki 1 Resimen Artileri Ringan dengan meriam 105 mm L118 Howitzer buatan
Inggris dan Brigade terakhir adalah 7th Brigade Brisbane memiliki 1 Resimen Artileri Ringan dengan
meriam 105 mm L118 Howitzer buatan Inggris. Selain itu, meriam artileri mereka pergunakan
bagi Australian Army Reserve  seperti 105 mm M2A2 Howitzer (Varian terbaru dari 105 mm
M101A2 buatan Amerika). Saat ini mereka melaksanakan transformasi diri dengan code name Land
17 Artillery Replacement.Dengan dana 1,5 Milyar Dollar Australia, program ini akan mengevaluasi
sistem baru dengan tujuan mengganti seluruh meriam sedang 155 mm M198 Howitzer  maupun
meriam ringan 105 mm L118 Howitzer dan 105 mm M2A2 Howitzer  dengan meriam jenis GS dan
meriam jenis tarik agar dapat mengadopsi sistem Integrated Digital Fire Control Network Structure.2)
Tender Meriam GS tersebut adalah PzH 2000 155 mm SP Gun buatan Jerman, K9 Thunder 155 mm
SP Gun  Buatan Korea Selatan, G6 155 mm SP Gun Buatan Afrika Selatan (Tidak Memenuhi
Syarat), Bofors ARCHER 155 mm SP Gunbuatan Swedia (Tidak Memenuhi Syarat). Sedangkan
untuk jenis meriam tarik adalah M777 155  mm Lightweight Medium Howitzer  buatan Amerika (telah
menang kontrak pada Oktober 2009)3) dan Pegasus 155  mm Lightweight Medium  Howitzer buatan
Singapura.

Perubahan Doktrin Militer Dunia


Saat ini dunia sudah berubah, doktrin perang generasi pertama "people war" atau perang semesta
sudah bertransformasi menjadi doktrin perang generasi ketiga "limited war under high-technology
conditions".4) 
Diharapkan kedepan Satuan Armed bisa bertransformasi menjadi 3rd generation artillery yang
mampu melaksanakan operasi perang linear maupun non linear. Selain itu dengan alutsista yang
modern diharapkan korps Armed mampu mentransformasikan taktik, tehnik dan prosedur
menyesuaikan dengan doktrin perang generasi ketiga. Kemudian dengan terciptanya satuan Armed
modern diharapkan kedepan kekuatan Armed bisa ikut andil menjaga stabilitas nasional dan
integritas teritorial yang sekarang mulai tercabik cabik oleh gangguan negara sekitar.

Apa yang diharapkan dari proses modernisasi dan transformasi ini?


Terciptanya Satuan Armed Generasi Ketiga (3rd Generation Artillery).
Menghadapi globalisasi dan tantangan tugas kedepan. Korps Armed harus dapat membenahi diri
kedalam terutama pada sektor kemampuan Alutsistanya. Diharapkan dengan alutsista modern,
satuan Armed dapat menembak lebih banyak dan lebih cepat (peningkatan rate of fire), dengan jarak
yg lebih jauh (peningkatan range of fire), dan dengan ketepatan yang akurat (peningkatan hit
precision) serta menggunakan logistik munisi yang lebih efisien (peningkatan logistic efficiency).

Peningkatan rate of fire  membutuhkan jenis meriam jenis baru yang kemampuannya diatas meriam
yang dimiliki saat ini yang rata-rata rate of fire-nya hanya 3 peluru per menit. Ini dilakukan agar
kedepan satuan Armed dapat menembak lebih banyak dan lebih cepat. Selain itu dalam rangka
peningkatanrate of fire,satuan Armed juga memerlukan teknologi autoloader and automatic
recoil system agar meriam mampu melaksanakan pengisian meriam secara otomatis, tidak hanya
mengandalkan sistem manual. Perlu diketahui teknologi ini sudah dimiliki oleh hampir semua meriam
kaliber sedang dan merat diantaranya meriam M109A2 155 mm Howitzer buatan Amerika.

Peningkatan range of fire dilakukan dengan cadra perubahan jenis meriam dari 76 mm ke 105 mm


atau 105 mm ke 155 mm atau dengan cara memiliki rudal. Dengan ini satuan Armed kita akan
mampu menghadapi operasi lawan artileri musuh. Selain itu untuk meningkatkan jarak capai Armed
diperlukan penguasaan teknologi roket agar dapat menciptakan munisi berbasis roket yang akan
menambah jarak capai meriam armed sepert halnya munisi Rocket Assisted Projectile (RAP) milik
Amerika atau Base Bleed Projectile (BBP) dan V-LAP  milik Afrika Selatan dan Inggris.

Peningkatan hit agar dapat menembak lebih tepat diperlukan untuk mendukung Close Quarter Battle
(CQB) atau pertempuran jarak dekat seperti halnya Perang Kota atau Perang Lawan Insurjensi yang
dimana kawan akan berada dekat dengan lawan. Memenuhi hal tersebut dibutuhkan suatu dukungan
teknologi modern yang terintegrasi dalam suatu jaringan seperti halnya teknologi laser finder pada
peninjau dikombinasikan dengan pibak komputer pada pibak yang dihubungkan dengan komunikasi
digital antara kelompok depan dan belakang. Dengan penguasaan teknologi tersebut diharapkan
ketepatan serta kecepatan dalam pengolahan data dapat terwujud sehingga satuan Armed dapat
mendukung pertempuran Kota seperti yang sedang didengung dengungkan akhir akhir ini.

Peningkatan logistic efficiency  dilakukan agar dapat melaksanakan pertempuran lawan artileri secara
maksimal. Ini memerlukan jenis munisi baru yang ringan, tidak berat serta tidak memakan banyak
tempat sehingga tidak membebani satuan Armed dari segi kebutuhan kendaraan angkut munisi
maupun pengadaan logistik munisi ketika perang berlangsung.

Transformasi Taktik Armed


Mengingat keterbatasan anggaran pertahanan dan kondisi alutsista yang ketinggalan jaman, saat ini
TNI masih tetap menganut doktrin perang generasi pertama yakni "people war" atau perang semesta.
Mengingat perkembangan dunia semakin tidak bisa diprediksi dan ancaman bisa datang darimana
saja, diharapkan kedepan TNI bisa mentransformasikan diri dengan doktrin perang generasi
ketiga "limited war under high-technology conditions". Untuk itu mendukung semua itu dibutuhkan
penguasaan teknologi modern bagi semua matra termasuk didalamnya kecabangan Armed.

Perlu diketahui bahwa modernisasi kapabilitas militer tidak bisa terlepas dari transformasi doktrin
militer. Dengan penerapan teknologi modern, transformasi Taktik Armed bukan menjadi suatu hal
yang tidak mungkin dilakukan kedepan. Transformasi taktik dilakukan agar nantinya satuan Armed
dapat mendukung berbagai macam bentuk operasi baik itu bentuk perang linear  maupun non linear.
Pertempuran jarak dekat yang rata-rata merupakan operasi non linear seperti pertempuran kota
misalnya, dapat didukung oleh satuan Armed dengan syarat dilengkapi teknologi modern, tanpa itu
semuanya mustahil.

Pertempuran kota memerlukan taktik Armed dengan perlengkapan khusus sehingga satuan Armed
yang terlibat didalamnya dapat melaksanakan tembakan setepat mungkin ke sasaran. Kesalahan
penghitungan sedikit saja dari satuan Armed yang terlibat akan berakibat fatal bagi pasukan kawan
maupun penduduk sipil maupun bangunanyang ada. Hal ini dapat dilakukan karena penggunaan
teknologi modern akan otomatis meningkatkan ketepatan atau hit precision meriam Armed. Selain itu
dengan peralatan peninjauan dan komunikasi yang modern, satuan Armed dapat lebih cepat
mengolah data dan memberikan bantuan ke satuan kawan yang membutuhkan tanpa harus khawatir
ada kesalahan penembakan (misfire).

Sedangkan dalam interdiction battle  maupun  deep battle  yang kebanyakan menggunakan taktik
perang linier, membutuhkan 3rd Generation Integrated Artilery Sistem dalam rangka menghadapi
perang di era modern ini. Penggunaan korbantem armed yang sudah terintegrasi dalam gugus
komando gabungan "Kogasgab", akan dirasakan lebih maksimal dikarenakan taktik yang digunakan
dapat bervariatif. Ini disebabkan oleh kemampuan, jarak capai maupun mobilitas satuan armed
modern melebihi dari yang dimiliki saat ini sehingga Dankogasgab dapat memiliki inisiatif lebih dan
leluasa menggunakan sarana bantem Armed secara cepat dan tepat.

Perumusan Konsep Harus Selaras Dengan Arah Kebijakan


Anggaran Pertahanan.
Kebijakan Anggaran Pertahanan
Melihat perkembangan pembangu-nan militer di kawasan maka siap atau tidak-siap pemerintah
Indonesia harus segera menaikkan anggaran pertahanan negara guna men-transformasi Alutsista
TNI yang out-of-date. Jika jangka waktu transformasi TNI adalah 30 tahun ke depan, maka
dibutuhkan anggaran pertahanan yang mencapai persentase dua digit dari PDB yaitu rata rata
sebesar 11,4 % PDB.5) Patut dicatat, anggaran sebesar inipun hanya akan mencakup penguatan
personel serta alutsista semata dan belum dapat memenuhi faktor faktor lain termasuk infrastruktur,
training pada sistem peralatan baru juga tidak termasuk pada pengembangan industri dan teknologi
yang seyogyanya akan memerlukan anggaran besar mengikuti trend kemandirian alustsista yang
akan ditetapkan. Namun untungnya Pemerintah tanggap akan hal ini terbukti pada pidato Presiden RI
pada peringatan HUT TNI ke 65, Presiden SBY telah menginstruksikan para pimpinan di jajaran
Kementerian Pertahanan dan jajaran TNI untuk menyusun rencana strategis pembangunan kekuatan
pertahanan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan APBN sehingga beberapa
dasawarsa kedepan TNI dapat memenuhi kebutuhan minimum essential force (MEF).

Kebijakan Transformasi Armed


Dalam rangka pemenuhan minimum essential force (MEF) seperti yang disampaikan Presiden RI
pada peringatan HUT TNI ke 65, melihat dinamika ancaman kedepan serta keterbatasan anggaran
yang ada maka ini adalah momen yang tepat jika wacana transformasi korps Armed matra darat
digulirkan sekarang. Mengapa harus korps Armed? Karena perang kedepan merupakan 3rd
generation war dalam artian membutuhkan kemampuan integrasi trimatra baik itu dalam pelaksanaan
operasi perang linier maupun non linier. Tanpa penguasaan tersebut maka mustahil TNI dapat
bertahan darifirst strike  yang akan dilancarkan pihak musuh. Apakah kita hanya mengandalkan
perang berlarut seperti doktrin defensif aktif yang dimiliki sekarang? Jika nantinya TNI mempunyai
satuan Armed yang kuat mengapa harus tetap mempertahankan opsi terakhir?

Perlu diketahui bahwa satuan Armed modern dapat melaksanakan pertempuran jarak jauh "deep
battle"  yang biasanya didominasi oleh kekuatan udara. Dengan jarak capai yang jauh, satuan armed
dapat mengimbangi kemampuan pesawat udara taktis dalam melumpuhkan pertahanan maupun
menetralkan serangan musuh dengan biaya yang "lebih murah". Selain itu dalam perang non linier,
dengan ketepatan yang akurat (high precision), satuan armed akan mampu memberikan bantuan
tembakan kepada satuan kawan ketika pertempuran kota, melintasi bangunan-bangunan, tanpa
harus khawatir terjadi kesalahan tembak (missfire). Oleh karena itu alutsista Armed yang sudah out of
date haruslah segera dimodernisasi bukan hanya dengan memodernisasi alutsista yang sudah
ketinggalan jaman, namun harus menggantinya dengan alutsista baru, lebih modern, sesuai dengan
perkembangan zaman karena tidak ada lagi yang dapat diharapkan dari alutsista tua. Ibarat mobil
kuno, perbaikan dan perawatannya lebih mahal ketimbang pembelian mobil baru. Dikarenakan
anggaran yang terbatas dan harus berimbang dengan program modernisasi alutsista matra lainnya
maka untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pengoperasian, dan modernisasi alutsista Armed
serta sarana pendukung lainnya bagi perwujudan MEF, Pussenarmed dan Mabes TNI AD harus
merumuskan secara teknis dan memberikan masukan secara bottom up tentang proporsional
besaran anggaran pertahanan yang perlu dialokasikan kepada Kementerian Pertahanan melalui
Mabes TNI.

Merupakan Bagian Menuju Kemandirian Industri Pertahanan.


"Si vis pacem, para bellum."
Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang. Merefleksikan diri dengan
pepatah diatas, maka kebijakan akan kemandirian industri pertahanan itu sangatlah penting apabila
kedepan TNI akan mentransformasikan diri. Tidak ada sejarahnya negara yang belum mencapai
kemandirian serta masih bergantung pada negara lain dalam industri pertahanan, bisa memenangi
perang. Minimal negara tersebut mampu membuat munisi sendiri. Sehingga kedepan, konsep
transformasi ini haruslah didukung oleh kebijakan yang mengarah kepada kemandirian Industri
pertahanan baik itu dalam proses penelitian dan pengembangan maupun dalam proses kemampuan
produksi perangkat alutsista (hardware  dan software).

Kerjasama Militer-Sipil Dalam Litbang Teknologi Alutsista Armed.


Proses penelitian dan pengembangan teknologi alutsista haruslah merupakan sinergi dari kedua
belah pihak, baik itu militer maupun sipil. Keberhasilan fusi dari sinergi militer-sipil ini akan menjadi
ujung tombak dalam transformasi seluruh Alutsista TNI tidak hanya Armed semata. Keberhasilan ini
juga akan menjadi awal kebangkitan industri pertahanan Indonesia. 
Berikut ini ditampilkan usulan konsep chart hubungan militer-sipil dalam transformasi dan modernisasi
Armed.
Terlihat dari chart diatas ada 3 komponen sipil yang terlibat dalam proses ini yang pertama adalah
DPR selaku perwakilan rakyat, kedua adalah kalangan akademisi atau perguruan tinggi dan
yang terakhir adalah kalangan industri pertahanan strategis yang memproduksi peralatan militer demi
kepentingan transformasi dan modernisasi ini. Ketiga unsur tersebut memiliki pola hubungan yang
unik dalam rangka mencapai kemandirian industri pertahanan. Kepentingan utama yang melatar
belakangi perlunya industri pertahanan didorong dan ditingkatkan adalah kebutuhan akan
kemandirian dan efek penggentar yang tinggi. Kemandirian dibutuhkan karena kita pernah merasakan
dan sedang merasakan pengalaman pahitnya membeli alutsista dari luar. Selain harganya mahal, kita
menjadi tidak sepenuhnya berdaulat. Sebagai contoh ketika kita diembargo oleh Amerika karena
dianggap melanggar HAM maupun ketika panser scorpion  kita ditarik dari Aceh karena protes dari
Inggris. Sedangkan mengenai deterrence effect,  suatu negara apabila memiliki kekuatan militer yang
tidak bisa diketahui oleh negara lain, maka itu sudah cukup menjadi efek penggentar, meskipun
skalanya tentu akan berbeda-beda. Apalagi kalau diketahui bahwa teknologi yang dipakai oleh
negara itu sangat genuine, tidak bisa ditembus, dan tidak bisa ditandingi. Semua negara produsen
alusista selalu menyimpan suatu teknologi yang hanya dikuasai oleh negaranya sendiri dan tidak
dijual ke negara lain. Hal ini salah satunya untuk antisipasi supaya dalam gelar kekuatan total,
alutsista tersebut tidak bisa ditangkal oleh negara manapun.

Konsep Transformasi Dan Modernisasi Kekuatan Armed


Transformasi sendiri dapat diartikan dengan berubah bentuk atau berubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya. Apa yang harus diubah dari Satuan Armed? Dalam konteks ini, Satuan Armed harus memiliki
kapasitas untuk melaksanakan pertempuran jarak dekat, menengah dan jauh. Sehingga dibutuhkan
alutsista yang berkemampuan perang modern. Mengingat bahwa alutsista Armed sudah berumur tua,
yang artinya juga ketinggalan teknologi, perlu dilakukan transformasi alutsista Armed. Satuan Armed
harus berubah menjadi modern karena fungsi outward-looking menuntut kapasitas ini. Modern di sini
bukan berarti memodernisasi teknologi alutsista TNI yang sudah tua, namun mengganti teknologi
alutsista dengan generasi terbaru. Tidak ada yang dapat dimodernisasi dari teknologi yang sudah
kedaluwarsa. Yang dapat dilakukan untuk mewujudkan Satuan Armed profesional hanyalah
mentransformasi alutsista Armed.

Setiap bagian dalam proses transformasi dan modernisasi kekuatan Armed haruslah bergerak paralel
secara bersama sama dalam setiap tahap evolusi regenerasi TNI. 

Ada 5 pokok-pokok konsep transformasi dan modernisasi kekuatan Armed yang akan dibahas, yakni :

1. Transformasi I : Meningkatkan Kualitas Kekuatan Armed. Menggunakan metoda


pembelian senjata (procurement) dan dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Peremajaan Alutsista Armed dan Pembentukan Satuan Baru. Dalam Buku Putih
Pertahanan 2008 dan Perpres RI no 41 tahun 2010 tentang Kebijakan Umum
Pertahanan Negara 2010-2014 menyatakan bahwa penggantian meriam jajaran
Kostrad sudah menjadi bagian dalam agenda modernisasi alutsista TNI kedepan.
Selanjutnya kriteria meriam jenis apa saja yang dibutuhkan oleh Armed kedepan
serta cocok untuk medan tugas mana dislokasi satuan armed diletakkan?
1. Armed membutuhkan meriam untuk pertempuran jarak dekat (close quarter
battle) seperti perang kota. Meriam yang dibutuhkan adalah meriam yang
dapat digunakan di medan perkotaan yang padat penduduk sehingga
meriam ini cocok digunakan oleh satuan Armed yang berdislokasi di kota
besar (Pulau Jawa). Spesifikasi meriam ini tidak harus mempunyai jarak
capai yang jauh, namun harus memiliki ketepatan tembak "hit
precision" yang baik.Untuk itu selain peninjau harus dilengkapi dengan Laser
Range Finder, meriam harus didukung oleh sistem pibak komputer yang
terintegrasi agar kecepatan dan ketepatan tembak dapat dijaga. Selain itu
meriam ini harus dapat berpindah tempat dengan cepat dan mempunyai
kemampuan lintas lengkung yang tinggi. Meriam jenis towedtidak cocok
untuk medan seperti ini karena mobilitasnya yang kurang sedangkan meriam
jenis self propelled  beroda ban merupakan meriam yang paling cocok dalam
medan perkotaan. Bagi korps Armed sendiri ditilik dari persyaratan mobilitas,
ketepatan dan kecepatan tembak maka meriam GS 105 mm Mk61 SP
How yang dimiliki sekarang sudah tidak memenuhi semua persyaratan
tersebut sehingga lebih baik diganti dengan yang baru.
2. Armed masih membutuhkan meriam untuk perang hutan.  Meriam ini
dibutuhkan untuk satuan Armed diluar pulau Jawa yang kondisi
penduduknyajarang, memiliki daerah hutan yang bergunung-gunung, wilayah
Kodamnya tidak begitu luas dan masih banyak ancaman separatis
bersenjata. Kriteria meriam yang mudah dibongkar pasang dan ringan
dibawa dalam operasi mobud dominan dalam perang hutan. Meriam
jenis 105 mm pack howitzer  adalah meriam yang paling cocok untuk kondisi
alam seperti ini dan dialokasikan untuk menggantikan kegunaan jenis
meriam 76 mm mountain gun  yang saat ini sudah langka dan mempunyai
jarak capai tidak begitu jauh.
3. Armed membutuhkan meriam untuk perang jarak menengah (interdiction
battle), kriteria yang dibutuhkan adalah meriam yang dapat melakukan
operasi lawan artileri. Jarak capai diatas 30 km merupakan persyaratan
utama meriam jenis ini. Meriam berkaliber 155 mm merupakan jenis meriam
yang cocok untuk kriteria ini. Selanjutnya dilihat dari luas wilayah, meriam ini
lebih cocok digunakan oleh satuan Armed yang berdislokasi di luar pulau
jawa dan satuan Armed dengan kekuatan terpusat seperti Kostrad agar
dapat digunakan sebagai BU atau Bantuan Umum dalam operasi.
4. Armed membutuhkan alutsista yang dapat melaksanakan perang jarak jauh
dan mendalam (deep battle),  alutsista berjenis peluru kendali dan roket
yang diletakkan diatas kendaraan agar mudah bermobilisasi adalah jenis
alutsista yang memenuhi kriteria ini. Alutsista ini cocok diletakkkan di satuan
Armed yang berada pada perbatasan negara Indonesia dengan Malaysia,
Singapura dan Australia. Alutsista ini digunakan untuk menimbulkan efek
getar strategis "detterence effect" kepada negara-negara di kawasan
sehingga merupakan daya tangkal terhadap ancaman dari luar, serta
dapat mendukung upaya diplomasi agar memperoleh bargaining
position yang memadai setiap dalam setiap penyelesaian suatu konflik
antarnegara.
2. Modernisasi Alat Pendukung Penembakan
1. Penggantian alat pibak manual. Seyogyanya teknik pibak manual diganti
dengan pibak komputer diselaraskan dengan pembelian alutsista yang baru.
Diharapkan kedepan waktu yang digunakan dalam mengolah data
penembakan akan semakin singkat.
2. Modernisasi alat peninjauan. Sudah selayaknya penggantian meriam harus
disertai dengan perbaharuan alat peninjauan. Para peninjau yang saat ini
hanya berbekal teropong gunting, AC, kipas peninjauan, dll diharapkan
dengan modernisasi ini para peninjau di jajaran Armed akan menggunakan
LRF dan GPS sehingga dapat mempersingkat waktu dalam hal pelaporan
dan koreksi tembakan.
3. Melengkapi satuan Armed dengan radar lawan artileri. Radar lawan
artileri sangatlah penting dalam operasi lawan baterai sehingga dengan
pembelian radar tersebut kemampuan satuan Armed dalam
melaksanakan counter fire dapat meningkat signifikan.
4. Modernisasi Alkom Armed. Dengan kemampuan radio PRC yang dimiliki
saat ini, gangguan EMP maupun penyadapan musush akan mengganggu
komando dan pengendalian antara Jaupan-Pibak-Meriam. Sehingga Armed
membutuhkan enscripted radio communication  dan networking
communication agar dapat bertahan dari perang elektronika yang
dilancarkan musuh.
5. Perubahan organisasi. Dikarenakan sudah adanya GPS maka keberadaan
regu Kurmed harus di evaluasi lagi menimbang efektifitas kinerja organisasi
Armed kedepan.
2. Transformasi II : Meningkatkan Integrasi Antara Tembakan Dan Manuver. Metoda yang
digunakan adalah litbang dan evaluasi terhadap piranti keras (hardware) alutsista Armed
tujuannya adalah meningkatkan mobilitas dan jarak capai Armed.
1. Penguasaan Teknologi Alutsista Armed. Semua negara produsen alusista selalu
menyimpan suatu teknologi yang hanya dikuasai oleh negaranya sendiri dan tidak
dijual ke negara lain. Hal ini salah satunya untuk antisipasi supaya dalam gelar
kekuatan total, alutsista tersebut tidak bisa ditangkal oleh negara manapun. Berdasar
prinsip ini secanggih apapun meriam yang kita beli tidak akan sanggup menandingi
kecanggihan meriam yang dimiliki oleh negara aslinya. Sehingga apabila kedepan
kita masih ingin berkompetisi dengan negara lain, Indonesia harus mengarah menuju
kemandirian Industri pertahanan. Ada beberapa teknologi yang harus dijadikan objek
litbang agar TNI mampunyai satuan Armed yang memiliki mobilitas dan jarak capai
yang disegani.
1. Teknologi meriam Armed GS (Self Propelled Artillery). Ini mengaca pada
kelemahan satuan Artileri tarik yang lambat dalam perpindahan dan lambat
melayani permintaan tembakan ketika bergerak. Mobilitas tinggi telah
melahirkan meriam Armed GS beroda ban yang cocok untuk perang jarak
dekat seperti perang lawan insurjensi maupun perang kota Selain itu
interaksi meriam Armed GS dengan pasukan mekanis melahirkan perubahan
doktrin Armed dikaitkan dengan organisasi Brigade Mekanis "Stryker Brigade
Combat Team (SBCT)" yang digunakan untuk peperangan kota. Dengan
mempunyai teknologi ini, satuan Armed dapat melaksanakan taktik operasi
lawan baterai "shoot and scoot".  Yakni taktik dimana baterai GS
melaksanakan penembakan terhadap target kemudian secepat mungkin
bergerak pindah stelling untuk menghindari operasi lawan baterai musuh,
baik itu yang dilancarkan oleh sesama Artileri maupun yang dilakukan oleh
pesawat tempur ataupun heli serbu musuh. Taktik ini telah digunakan oleh
satuan Armed Rusia Katyusha, Satuan Armed Jerman Phz 2000,  maupun
satuan Armed Amerika MLRS, M109A6 Paladin dan M110 SP How.
2. Teknologi Multiple Launcher Rocket System (MLRS). Merupakan tipe
peluncur rudal/roket yang berbentuk ranpur beroda rantai sehingga mudah
melaksanakan mobilisasi. Berbeda dengan peluncur roket tetap (silo) yang
tidak dapat berpindah tempat. Kelebihannya yakni merupakan senjata armed
yang sangat mematikan, dapat menembak secara independen (tidak
tergantung sistem armed peninjau-pibak-pucuk) serta mampu bergerak dan
menentukan posisi secara independen pula tidak tergantung pada tim
kurmed. Cocok untuk operasi lawan baterai dan perang jarak jauh dan
mendalam (deep battle).  Ketika kita bisa mendapatkan teknologi ini, dengan
kendaraan MLRS, satuan Armed dapat melayani bantuan tembakan lebih
mudah dan lebih cepat karena dapat menentukan arah dan posisi secara
elektronik. Melalui teknologi ini Satuan Armed MLRS dapat melaksanakan
orientasi sendiri tanpa bantuan dari luar, mengolah data penembakan sendiri
kemudian menembakkannya. Satu unit MLRS  dapat menggantikan fungsi
Pibak baterai. MLRS biasanya membawa dua belas roket siap tembak dan
dapat menembakkan kedua belas roketnya bersamaan dalam hitungan detik.
Jarak capai jauh ditambah dengan daya hancurnya yang begitu dahsyat
membuat MLRS begitu spesial dikarenakan disetiap roketnya terisi improved
submunition  yang mampu menghancurkan daerah luas (1 km2) dalam waktu
yang singkat.
3. Teknologi High-Mobility Artillery Rocket System (HIMARS).  Merupakan
varian teknologi terbaru MLRS. Merupakan kendaraan pengangkut rudal
beroda ban yang dimiliki oleh Amerika. Kelebihannya selain ringan, memiliki
daya angkut yang lebih banyak, karena beroda ban membuat mobilitasnya
lebih cepat dibandingkan dengan MLRS. Kendaraan pengangkut ini sudah
dibeli 14 unit oleh Singapore Army (SA) dan dijadikan kendaraan utama
pengangkut rudal artileri mereka.
2. Penguasaan Teknologi Roket Dan Rudal. Penggunaan armed kedepan, dikaitkan
dengan kondisi global, lebih banyak terfokus pada pemberian bantuan tembakan
jarak dekat serta bantuan tembakan secara mendalam (close and deep
fires).  Agarbisa mengimbangi kekuatan negara sekitar, maka penguasaan teknologi
roket dan rudal adalah utama. Selain karena daya hancurnya yang luas, rudal
memiliki ketepatan sangat baik dibandingkan meriam artileri manapun (probability
error  hanya 10 meter).
1. Teknologi Roket. Walaupun keberadaan teknologi ini sudah lahir sejak
dahulu, namun sampai saat ini Indonesia belum mampu untuk membuatnya.
Sudah ada beberapa percobaan dan uji coba lapangan pembuatan roket di
Indonesia, salah satu diantaranya diujicobakan pada tahun 2009 yakni
peluncuran prototye roket berjenis RX-420 oleh LAPAN 6.
Dibandingkan rudal, kelemahan terbesar roket adalah ketepatannya yang
jauh dari akurat. Itulah mengapa roket saat ini jarang digunakan dalam
pertempuran nodern didaerah pemukiman karena dikhawatirkan akan
banyak jatuh korban dari pihak non combatan.
2. Teknologi Rudal. Ada berbagai macam jenis rudal tergantung dari
jaraknya : pendek (dibawah 300 km), menengah (antara 300 km s.d 1000
km) dan jauh (diatas 1000 km, dikenal dengan nama intercontinental balistic
missille). Kelebihannya adalah hit precisionyang tinggi dibandingkan dengan
roket sehingga penggunaan rudal sangat cocok untuk close  maupun  deep
battle.
3. Terminal Guidance Warhead (TGW). Merupakan improvisasi dari teknologi
rudal sehingga bisa dikendalikan oleh unsur jaupan. Teknologi ini pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1991 di Persian Gulf War dan di
demonstrasikan oleh US ARMY untuk menghancurkan bunker-bunker milik
Irak. Teknologi ini mengawinkan kemampuan GPS dan kemampuan jelajah
rudal, hasilnya jarak capai peluru MLRS yang dipasang TGW dapat
meningkat pesat dan dapat dikendalikan oleh operator MLRS. Jarak capai
yang tadinya hanya mencapai 45 km dapat ditingkatkan hingga 70, 120
bahkan 150 km tergantung dari jenis roket yang digunakan. Selain itu
kemampuannya tidak hanya akan mencari dan menghancurkan pertahanan
lapis baja, namun juga akan mengkoordinasikan serangan sehingga 1
sasaran hanya akan diserang oleh 1 submunition. Dengan jarak capai yang
jauh dan pengendalian rudal yang maksimal maka Panglima Darat dapat
mempunyai banyak inisiatif untuk mempertajam pertempuran.
4. Army Tactical Missile System (ATACMS).  Merupakan improvisasi
teknologi rudal MLRS. Jika jarak capai rudal tadinya hanya sanggup
mencapai jarak 30-40 km, maka
dengan ATACMS  sebuah MLRS atau HIMARS dapat menembakkan peluru
sejauh 186 km. Cukup signifikan. Sehingga dengan dikuasainya teknologi ini,
maka Armed siap memasuki pertempuran jarak jauh dan mendalam(deep
battle) yang selama ini merupakan domain dari Angkatan Udara.
3. Penguasaaan Teknologi Munisi Improvisasi. Perkembangan munisi artileri
kedepan akan lebih dahsyat ketimbang munisi artileri sekarang. Daya hancur yang
lebih luas, jarak capai yang lebih jauh serta ketepatan yang akurat akan menjadi
karakteristik munisi artileri modern. Sehingga mau tidak mau TNI beserta industri
pertahanan kita harus berusaha untuk menguasainya dan tidak boleh ketinggalan
jaman. Ada beberapa teknologi munisi yang patut disimak dalam perkembangannya
di beberapa dekade yang lalu.
1. Rocket Assisted Projectile (RAP).  Teknologi ini cukup
mencengangkan begitu pertama kali dikenalkan karena munisi
konvensional di modifikasi dengan tambahan roket sehingga apabila
ditembakkan dengan meriam yang sama dapat mencapai jarak yang
lebih jauh (30% dari munisi konvensional). Sebagai contoh
meriam 105 mm M102 yang dengan munisi konvensional biasa
hanya bisa mencapai jarak 11.500 m namun dengan
munisi RAP jarak capainya bisa meningkat hingga 15.000 m. Bahkan
pabrikan Denel dari Afrika Selatan mengembangkan munisi V-
LAP (Velocity-enhanced Long-range Artillery Projectile)atau yang
biasa dikenal dengan Base Bleed Projectile. Dengan sistem dan cara
kerja yang hampir sama dengan munisi RAP,sebuah meriam (105
mm G7 Howitzer) dapat menembakkan V-LAP mencapai jarak
sejauh 30 km. Cara kerja munisi jenis ini ialah dengan mereduksi
hambatan udara yang ditemui ketika proyektil ditembakkan. Biasanya
laju kepala proyektil akan menemui hambatan udara, dengan
teknologi ini maka dibuatlah suatu cincin hidung (lihat gambar atas)
sehingga udara akan masuk melalui hidung tersebut dan
dihembuskan melalui ekor proyektil (gambar bawah). Hembusan gas
tersebut akan menambah daya laju proyektil sehingga jarak capai
meriam akan secara otomatis bertambah jauh.7)
2. Improved Conventional Munition (ICM)  dan Dual Purpose
Improved Conventional Munition (DPICM). Jenis munisi ini sudah
dikembangkan sejak lama namun tidak pernah dilatihkan di
Indonesia karena sesuatu hal. Penggunaan munisi ICMakan
menghasilkan efek ledakan yang lebih luas dari munisi konvensional.
Sedangkan penggunaan DPCIM lebih difokuskan pada
penghancuran lapis baja musuh. ICM dan DPCIM dalam dunia
militer lebih dikenal dengan nama cluster bomb, atau lebih dikenal
dengan istilah munisi "popcorn" atau "firecrackers" bagi militer
Amerika. Cara kerja munisi ini adalah dengan menggunakan letus
atas selanjutnya bom tersebut akan menyebarkan submunisi yang
akan menghancurkan sasaran dibawahnya. 
Saat ini didunia ada beberapa jenis submunisi cluster bomb, ICM
membawa submunisi anti personil, sedangkan DPICM membawa
submunisi anti tank serta anti personil. Lain lagi dengan British
JP233 yang membawa munisi anti melarikan diri alias "runaway
submunition" yang cara kerjanya merupakan perkawinan dari
submunisi antipersonil dan delay bobbytrapsehingga bertindak
sebagai ranjau antipersonil. Sedangkan submunisi yang membawa
api dinamakan incendinary, mempunyai cara kerja seperti bom
molotov dan sangat efektif untuk membakar personel yang bertahan
dalam gedung . Ada juga yang diisi dengan bom kimia maupun
biologi (saat ini sudah dilarang oleh konvensi The Chemical
Weapons Convention of 1993).Sedangkan untuk submunisi yang
berisi ranjau seperti ADAM (Area Denial Artillery Munition)  saat ini
sudah tergolong aman karena dapat meledak sendiri jika tidak
mengenai sasaran dalam 48 jam. 
Dampak penggunaan munisi ini ialah berkurangnya jumlah proyektil
yang digunakan dalam pertempuran. Sebagai contoh dengan munisi
konvensional HE (High Explosive) dibutuhkan 3000 butir untuk
menghancurkan 1 Baterai, namun dengan munisi DPICM (Dual
Purpose Improved Conventional Munition) hanya dibutuhkan 300
butir untuk menghancurkan sasaran baterai yang sama
.

3. Sense and Destroy ARMor (SADARM). Merupakan submunisi


modern dengan sensor panas serta visual yang dibawa oleh
munisi CBU-97 sensor-fuzed weapon. Ini adalah varian terbaru dari
bom cluster yang ditembakkan dari meriam 155 mm
M898dan MLRS, diujicobakan pada perang di Irak di tahun
2003 Iraqi Freedom  oleh Amerikauntuk menghancurkan bunker-
bunker Irak. Cara kerjanya begitu dua buah submunisi SADARM
keluar dari induknya maka dari setiap munisi tersebut akan
mengeluarkan parasut kecil yang dinamakan ram-air parachute  (lihat
gambar) yang akan memutar submunisi secara perlahan,selanjutnya
cincin vortex  yang kedua akan terbuka dan memutar submunisi
kearah yang berlawanan. Dalam perputaran itulah sensor akan
mendeteksi area dibawahnya. Jarak pendeteksian sensor dimulai
dari ketinggian 150 m diatas tanah. Ketika mendeteksi sasaran maka
1.5 kg LX-14 akan meledak dan mengeluarkan explosively formed
penetrator (lihat gambar bawah) yang mempunyai cukup energi
untuk menghancurkan bagian atas pertahanan maupun kendaraan
lapis baja.8).Dengan teknologi SADARM, maka untuk
menghancurkan sasaran 1 Baterai dibutuhkan hanya 30 butir munisi.

4. Nuklir. Walaupun menguasai teknologi nuklir dapat meningkatkan


efek getar strategis suatu negara. Teknologi nuklir tidak bisa
dikembangkan di Indonesia. Secara hukum, ada dua aspek dimana
Indonesia tidak mungkin mengembangkan nuklir untuk tujuan militer.
Pertama, Konstitusi kita mempunyai semangat damai. Kedua, karena
negeri kita termasuk salah satu dari sekian ratus negara yang
menandatangani traktat anti nuklir (NPT: Non-Proliferation Nuclear
Treaty). India, Pakistan dan Korea Utara tidak termasuk dalam
negara-negara yang meratifikasi perjanjian ini. Sedangkan Israel
tidak pernah mengaku secara terang-terangan memiliki nuklir
walaupun banyak negara meyakini bahwa Israel memilikinya.
Namun, banyak pula yang memaklumi kalau Israel memiliki senjata
nuklir, terutama Amerika Serikat, karena Israel memang dikelilingi
negara-negara yang tidak pernah bersahabat dengannya sampai
kiamat nanti. Dalam NPT kita kenal lima negara yang juga jadi
anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Mereka adalah Amerika
Serikat, RRC, Rusia, Perancis dan Inggris. Klub elit nuklir ini
mempunyai kesepakatan untuk tidak menyebarkan teknologi
persenjataan nuklir kepada negara lain. Sedangkan bagi negara
yang menandatangani perjanjian seperti negara kita, berjanji untuk
tidak mengembangkan senjata nuklir maupun berupaya memperoleh
bantuan dari negara lain untuk melakukan itu. Negara-negara ini juga
sepakat untuk diperiksa oleh Badan Tenaga Atom
Internasional (IAEA), sehingga setiap saat bisa diketahui reaktor
nuklir yang dikembangkan itu bertujuan damai atau tidak.
3. Transformasi III : Penyederhanaan Rantai Komando : Meningkatkan Kemampuan
Komando dan Pengendalian. Penyederhanaan rantai komando? Apa maksudnya dan apa
hubungannya dengan meningkatkan kemampuan Kodal? Mengaca pada bukunya Thomas
Friedman, "The World is Flat", kemajuan teknologi telah membuat dunia ini sederhana. Hal ini
dapat diilustrasikan jika saya seorang Kapten bertempur dalam suatu daerah operasi,
membutuhkan sesuatu / informasi yang dibutuhkan tentang daerah operasi, maka saya akan
dengan mudah mencari dan mendapatkan hal tersebut tanpa harus terhambat dengan
prosedur yang berbelit-belit. Ini merupakan ide yang hebat namun bukanlah sesuatu yang
mudah untuk di implementasikan, ini membutuhkan dukungan kemampuan teknologi. Sistem
yang "kompleks" haruslah di-sederhana-kan dalam rangka memastikan konektivitas
operasional dan teknis ketika perang berlangsung. Kegagalan dalam hubungan Kodal akan
berdampak pada kelangsungan operasi selanjutnya.
1. Optimalisasi PenggunaanKarvak Bersama "Joint common grid". Saat ini dunia
telah menemukan teknologi GPS, networking dan komunikasi satelit. Jika ketiga
teknologi ini digabungkan menjadi satu maka akan tercipta suatu "joint common
grid".  Sehingga cukup letakkan meriam dan sasaran dalam "karvak yang sama"
melalui ketiga teknologi tersebut, maka segala jenis meriam akan dapat melayani
permintaan tembakan yang diminta. Disamping itu unsur komandan baik dari level
Panglima maupun level kapten seperti saya dapat mengakses informasi daerah
operasi yang dibutuhkan dengan cepat. Untuk itu industri pertahanan perlu
mengembangkan software bagi ketiga bagian tersebut.
1. Teknologi GPS. GPS yang dimiliki sekarang ini masih merupakan teknologi
negara lain. Apabila berpandangan kedepan maka Indonesia harus
mempunyai satelit GPS sendiri. Karena jika kita masih tetap berpegang
teguh pada teknologi GPS yang ada maka suatu ketika jika perang terjadi,
Indonesia akan mengalami kerugian yang signifikan diakibatkan tidak
berfungsinya GPS yang kita miliki.
2. Teknologi Networking Dalam bukunya Thomas Friedman, "The World Is
Flat", menceritakan tentang dampak internet dalam bisnis, dimana informasi
dunia bergerak cepat bagaikan kilat dalam setiap transaksi bisnis
multinasional. Sukses penggunaan dalam dunia bisnis telah menginspirasi
penggunaan networking dalam dunia militer, apabila dunia bisnis
multinasional telah sukses memanfaatkannya mengapa dunia militer tidak?
Dengan menguasai teknologi jaringan atau networking  maka cita-cita
pembuatan Kogasgab dapat terwujud. Selain itu rantai komando akan
menjadi pendek karena seperti kata buku tadi The World is Flat,komunikasi
menjadi "flat" karena dukungan networking yang baik.
3. Komunikasi Satelit. Dapat dibayangkan apabila TNI memiliki satelit sendiri,
bebas berkomunikasi tanpa harus takut disadap. Bebas menggunakan
telepon, military network maupun komunikasi armed tanpa takut bocor ke
tangan musuh. Apa yang di idam-idamkan menjadi kenyataan. Saya seorang
kapten dapat dengan mudah mencari informasi tentang lokasi musuh dan
melaporkannya ke komando atas kemudian ditanggapi hingga turun menjadi
perintah pelayanan tembakan tanpa harus berurusan dengan rumitnya rantai
komando dan khawatir akan penyadapan musuh.
2. Transformasi Taktik, Tehnik Dan Prosedur Pemberian Bantem Armed. Dengan
adanya penyederhanaan rantai komando, maka secara logis akan berdampak pada
transformasi tehnik peninjauan gabungan (Joint Fires Observer) dan tehnik
korbantem gabungan (Joint Operational Fires and Effects)
1. Tehnik Peninjauan Gabungan (Joint Fires Observer).Dibutuhkan kursus
khusus tentang tehnik peninjauan gabungan (Joint Fires Observer
Course) sehingga para peninjau (Jaupan armed, marinir, penerbad, maupun
jaupan udara dari AU) dapat mengaplikasikan bagaimana melayani dan
meminta tembakan dari berbagai macam variasi aset bantuan tembakan.
2. Tehnik Korbantem Gabungan (Joint Operational Fires and
Effects). Dibutuhkan kursus khusus tentang tehnik korbantem
gabungan (Joint Operational Fires and Effects Course)  sehingga para calon
Danyonarmed, Danmen, Danbrig, maupun Pangdiv serta Perwira
Penghubung dari semua unsur bantuan tembakan (AD,AL,AU) dapat
memiliki pemahaman yang sama dan memiliki kemampuan tentang taktik,
tehnik dan prosedur dalam perencanaan dan aplikasi dari korbantem
gabungan.
4. Transformasi IV : Transformasi Konsep Bantuan Tembakan. Konsep bantuan tembakan
kedepan harus lebih fokus pada efisiensi logistik, pembentukan Brigade gabungan "Brigade
Combat Team"  dan kemampuan mendukung bantem dekat maupun mendalam "Close and
Deep Fires".
1. Fokus Pada Peningkatan Efisiensi Logistik Armed (Logistic
Minded). Diharapkan pengembangan kedepan lebih difokuskan padalogistic
minded  mengingat pengalaman seluruh artileri dunia selalu bermasalah dengan
"logistik" terutama bekal munisi. Ada beberapa teknologi yang bisa meng-efisiensi-
kan penggunaan munisi Armed.
1. Teknologi Liquid Propelant dan Unicharge Gun. Liquid
propelant  merupakan propelant cair untuk munisi armed akan memberikan
satuan armed fleksibilitas, sehingga dapat melaksanakan penembakan
dengan cepat dan jarak yang lebih jauh dari munisi dengan propelant biasa.
Sedangkan Unicharge Gun (isian universal), setiap isian dapat langsung
ditembakkan tanpa perlu disesuaikan lagi (dibuang isiannya jika tidak sesuai
dengan jarak yang dikehendaki) seperti halnya munisi konvensional. Dengan
kedua teknologi tersebut maka dengan kata lain dalam pertempuran, 1 truk
yang bisanya membawa munisi untuk 1 Baterai dapat membawa munisi
untuk satu Batalyon, karena munisi dengan propelan cair maupun isian
universal lebih kecil bentuknya dan lebih ringan beratnya dibandingkan
munisi konvensional sehingga sangat efektif dan efisien bagi mobilitas
satuan Armed itu sendiri.
2. Teknologi Rail Gun. Teknologi ini baru dikembangkan dan masih menjadi
prototype di Navy Research Center milik US Navy Center.Teknologi ini
menggunakan prinsip elektromagnetik untuk melontarkan sebuah proyekti ke
sasaran. Dengan elektromagnetik, tidak diperlukan lagi propelan sebagai
pendorong dalam sebuah munisi. Dengan kata lain dengan teknologi railgun,
Armed dapat menembak lebih jauh dan lebih tinggi dari munisi konvensional
biasa dengan biaya yang lebih murah.
2. Fokus pada pembentukan Brigade Tim Pertempuran (BTP) Brigade Combat
Team.  Dengan konsep model Brigade Combat Teamatau yang dikenal dengan
brigade tim pertempuran, maka tugas taktis Batalyon Armed bantuan langsung yang
selama ini terpisah dari induk Brigade akan berubah menjadi organik langsung BTP
tersebut selanjutnya menjadi Batalyon Bantuan Tembakan (BBT) atau Fires Batallion.
Namun transformasi ini masih tetap menjaga prinsip dasar bantuan tembakan bahwa
agar dapat melaksanakan tembakan secara efektif dan efisien satuan bantem harus
tetap bersama satuan manuvernya, terlebih lagi penyatuan satuan manuver dengan
sarana bantemnya akan mempererat integrasi antara satuan manuver dengan
sarana bantem yang merupakan hal krusial bagi keberhasilan tugas pertempuran.
3. Fokus Pada Kemampuannya Mendukung Perang Modern : Close And Deep
Fires. Pertempuran modern mengandalkan 2 jenis bantuan tembakan. Pertama,
bantem dekat (close support fires) yang digunakan dalam rangka perang lawan
insurjensi maupun perang kota. Kedua, bantuan tembakan jauh dan mendalam (fires
at depth) dalam rangka menangkal agresi dari negara tetangga.
1. Bantem Dekat (Close Fires). Permasalahan yang menonjol pada
pemberian bantem dekat adalah faktor ketepatan. Pengalaman diBattle of
Falujah, Invasi AS ke Irak tahun 2003, colateral damage akibat pemberian
bantem dekat dapat direduksi cukup signifikan melalui penggunaan teknologi
modern yang tepat serta efisien. Sehingga apabila Armed nantinya diarahkan
untuk terlibat dalam peperangan kota atau operasi lawan insurjensi di
pemukiman yang diperlukan precision atau ketepatan dalam rangka
pemberian bantem dekat. Armedperlu menerapkan integrasi teknologi
modern seperti peninjauan dengan sensor (LRF dan UAV),
komunikasinetworking , dan penggunaan common grid  dari GPS seperti
yang dilakukan AS dalam Battle of Falujah.
2. Bantem Jauh (Deep Fires). Kendala utama yang dihadapi oleh bantem jauh
adalah permasalahan ketepatan peluru akibat gangguan cuaca,
waktu sortie dan waktu terbang proyektil atau rudal. Dengan penerapan
teknologi TWG maupun SADARM  maka permasalahan yang berkaitan
dengan "ketepatan" bisa diatasi.Permasalahan kedua yakni mengenai
"peninjauan". Dahulu peninjauan udara memakan biaya yang sangat mahal,
karena menggunakan pesawat udara maupun helikopter. Namun sekarang
biaya tersebut bisa diperkecil dengan menggunakan UAV (Unmanned Aerial
Vehicle).
3. Counter Rocket, Artillery and Mortars (C-RAM) Dalam rangka
menghadapi operasi deep battle musuh, trend militer sekarang, operasi
lawan artileri telah berevolusi menjadi C-RAM (Counter Rocket, Artillery and
Mortars). Kebutuhan akan radar adalah utama. Disamping itu untuk
menghadapi deep battle muncul gagasan tentang penggabungan sekolah
Armed dan Arhanud dalam rangka kursus operasi lawan roket, artileri dan
mortir (C-RAM Course). Ini didasari pemikiran bahwa arhanud merupakan
bagian integral dari artileri karena akan melindungi armed ketika
melaksanakan tembakan dan akan menjadi sensor bagi armed apabila ada
serangan lawan artileri musuh.

5. Transformasi V : Transformasi Taktik Armed. Dengan dilengkapi teknologi modern banyak


taktik artileri modern yang dapat dilakukan oleh Satuan Armed kita.
1. Taktik Tembak dan Lari (Shoot and Scoot). Dilakukan apabila kemampuan operasi
lawan artileri musuh lebih kuat dari kekuatan kita.Setelah melaksanakan
penembakan maka baterai akan secepat mungkin melaksanakan pindah stelling
supaya lokasinya tidak diketahui oleh musuh. Ini dilakukan untuk menghindari
operasi lawan artileri dari pihak artileri atau helikopter serbu maupun pesawat tempur
musuh. Dalam perkembangannya taktik ini berevolusi menjadi :
1. Serangan Sniper Artileri (Artilleri Sniper Attacks). Serangan ini dilakukan
dengan menembak musuh secara mendadak. Biasanya dilakukan oleh
satuan Armed GS baik itu satuan Armed beroda ban maupun yang beroda
rantai. Permasalahan utamanya ada pada integrasi antara ketepatan waktu
dan ketepatan tembak. Peninjau modern akan menggunakan LRF sebagai
penjejak pada sasaran, kemudian satbak akan mengeksekusinya. Di perang
Afganistan, militer AS menggunakan UAV untuk menjejak lokasi target
kemudian mengeksekusinya. Setelah melaksanakan penembakan maka
satbak akan secepat mungkin berpindah tempat untuk menghindari operasi
lawan artileri musuh.
1. Tembakan Otomatis (Autonomus Weapon). Ini berarti satuan
armed yang sedang bergerak dapat dengan cepat memberikan
tembakannya jika ada permintaan tembakan. Selama ini kita
mengenal adanya stelling cepat, namun waktu yang dibutuhkan
mulai dari mengorientir-mengarahkan satbak, mengolah data sampai
menembak meriam terbilang cukup lama (paling cepat 13 menit).
Dengan autonomus weapon ini diharapkan waktu yang digunakan
dalam mengorientir kemudian mengarahkan pucuk dan menghitung
data penembakan bisa dipersingkat dengan waktu kurang dari 1
menit. Teknologi ini dimiliki oleh MLRS  dan sebagian meriam 155
mm GS seperti meriam 105 mm M109 Howitzer yang sudah
dilengkapi dengan teknologi Human Factors Howitzer Test Bed
(HFHTB).
2. Menembak dari Stelling Tetap (Fire From Fixed
Location). Dilakukan apabila musuh tidak mempunyai kemampuan
lawan baterai atau tidak mempunyai radar lawan baterai. Dalam
perkembangannya taktik ini terbagi menjadi dua yakni :
1. Stelling Tersamar (Concealed Location). Dilakukan
dengan penyamaran meriam sehingga tidak tampak dari
peninjauan udara.
2. Stelling Tersembunyi (Hardened Location). Melaksanakan
penembakan dari tempat-tempat yang bisa menjadi
perlindungan meriam-meriam Armed seperti halnya dekat
bangunan-bangunan ketika pertempuran kota berlangsung.
Taktik ini digunakan pada saat pertahanan kota, cocok untuk
satuan Armed yang berada di ibukota.
3. Menembak dari Stelling Terpisah (Fire From Dispersed
Location). Menembak dari beberapa lokasi yang berbeda untuk
mendukung jalannya pertempuran.
1. Baterai terpisah (Split battery). Taktik ini biasanya
dilakukan dengan cara baterai terpisah untuk menghindari
penghancuran massal dari satuan roket maupun MLRS
musuh.
4. Menembak dan Pengecohan (Fire And Decoy). Biasanya
dilaksanakan apabila musuh memiliki kemampuan pengintaian udara
namun tidak memliki radar lawan baterai.
1. Meriam penjelajah (Roving Gun/Unit). Biasanya dilakukan
oleh penembakan satu pucuk di steling aju untuk mengecoh
kedudukan baterai terhadap operasi lawan baterai musuh.
2. Baterai Tipuan (Deception Battery). Membuat baterai
tipuan untuk mengecoh peninjauan udara musuh. Ini
dilakukan Irak ketika perang di tahun 1991, Persian gulf
War.  Ketika itu Armed Irak membuat steling baterai tipuan
dari kayu untuk mengecoh UAV dan pengindraan satelit milik
AS. 

Penutup
Berdasarkan berbagai hal di atas, mau tidak mau pemerintah harus tetap konsekuen dalam
membangun profesionalisme yaitu dengan transformasi TNI. Kedaulatan suatu negara akan terancam
jika tidak memiliki militer yang kuat. Jika pemerintah Indonesia tidak segera melakukan transformasi
TNI menjadi TNI yang profesional dalam artian yang sebenarnya, maka taruhannya adalah
kedaulatan negara. Satu hal yang harus dipahami oleh elite politik dan pemimpin bangsa adalah
prinsip para Jenderal hebat di dunia, bahwa kita harus membiarkan para negara tetangga
membangun kekuatan pertahanannya, tetapi jangan sampai membiarkan mereka lebih kuat dari kita
sehingga mereka berpotensi menjadi our next enemy.

Dalam rangka membangun profesionalisme TNI, suka atau tidak suka transformasi dan modernisasi
kekuatan Armed merupakan bagian terpenting yang tidak dapat terpisahkan dalam proses ini. Saat ini
transformasi dan modernisasi kekuatan Armed tampak masih jauh dari kata mulai. Faktor
penghambat hal itu merentang dari konteks lingkungan strategis dan kepentingan nasional Indonesia,
hingga perkembangan doktrin militer serta konsistensi antusiasme para petinggi negeri ini (political
will), termasuk didalamnya perhatian dari para petinggi TNI AD itu sendiri. Konsepsi transformasi dan
modernisasi kekuatan Armed ini tidak akan ada artinya apabila tidak dimulai dari sekarang.
Karena keberhasilan Armed dalam proses ini akan berdampak langsung pada transformasi yang
dilakukan oleh TNI.

Demikian tulisan ini disusun, penulis menyadari bahwa Konsep ini masih belum sempurna dan masih
banyak hal yang memerlukan perbaikan untuk penyempurnaannya, oleh karena itu koreksi dan
saran-saran dari pembaca dan semua pihak yang konstruktif akan selalu penulis terima dengan
senang hati. Menyadari kekurangan-kekurangan tersebut, penulis berharap Konsep ini dapat
digunakan sebagai bahan acuan tambahan dalam mengatasi berbagai permasalahan dan semoga
bermanfaat bagi pengembangan TNI terutama korps Armed kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai