Anda di halaman 1dari 3

Nama : Adimas Surya R.

Absen : 35

NIM : 225120407111068 Kelas : D-2

Diplomasi Pertahanan

Diplomasi pertahanan mengalami perubahan dalam praktinya secara signifikan di awal tahun
1990an, di era akhir perang dingin, dan bubarnya Uni Soviet dengan indikasi peningkatan
bentuk Kerjasama dan bantuan militer. Dalam praktiknya bentuk diplomasi ini di fokuskan
pada relasi antara negara barat dan negara yang muncul dari reruntuhan, yaitu rusia. Saat kita
mendengar mengenai kata ‘pertahanan’mungkin yang ada di pikiran kita adalah merujuk
pada aliansi militer, kapasitas pertahanan, dan lain – lain, namun sebaliknya justru merujuk
pada instrumen untuk membangun hubungan diplomasi yang baik dan menghindari konflik
dengan negara yang memiliki latar belakang sebagai rival hingga musuh di masa lampau,
karena seringkali konflik antara negara terjadi sebagai produk dari ketidakyakinan (curiga)
akan maksud dari keduabelah pihak. Adapun, dalam praktiknya terdapat dua contoh studi
kasus yang di dalamnya melibatkan secara aktif bentuk instrumen ini, yaitu keterlibatan
antara negara barat dengan rusia, dan negara barat dengan china pada tahun 1990an.

Dalam praktiknya sebagai instrumen untuk membangun Kerjasama dan sebagainya,


diplomasi pertahanan berkerja dengan berbagai macam dan level yang berbeda. Kerjasama
militer dapat berfungsi dalam peran politik (primer), memperkenalkan konsep transparansi di
diplomasi pertahanan, metode untuk membangun atau memperkuat pandangan atau rasa akan
kepentingan Bersama, mendukung reformasi pertahanan, menggiring opini dan instrumen
agar negara (partner) melakukan kooperasi di bidang lainnya (spesifik).

Namun pada realitanya, konsep diplomasi pertahanan dan kooperatif militer ini menghadapi
kritik mengenai tingkat kesuksesannya dan bagaimana mereka dapat menciptakan Kerjasama
yang berkelanjutan. Pertama, praktik diplomasi pertahanan ini bertabrakan dengan konsep
dasar eksistensi perangkat militer dalam sebuah negara. Walaupun konsep tersebut bertujuan
untuk melindungi negara dari agresi dengan mencegah keberadaan akan ancaman, dengan
transparansi militer dan sebagainya, hal ini dinilai dapat mengurangi kesiapan perangkat
militer dalam menghadapi hal -hal terburuk. Kedua, seperangkat dilemma seputar isu
kondisional: seberapa jauh, dan keterikatan antara Kerjasama militer dengan bidang lain
dengan negara partner, antara kecenderungan domestik suatu negara yang umumnya luas dan
radius periode lama atau reformasi tertentu yang sedang diterapkan dalam periode tertentu.

Masalah lainnya adalah, keberhasilan diplomasi pertahanan ini bergantung pada komitmen
diantara negara – negara yang bersangkutan. Meskipun, konsep ini bertujuan agar negara
yang memiliki potensial sebagai musuh melihat negara kita bukanlah sebagai ancaman,
melainkan sebagai partner begitu pula sebaliknya, jika idealnya hal ini dilakukan diantara
kedua belah pihak atau lebih (bilateral – multilateral) yang mengandalkan hubungan timbal
balik, namun kenyataannya tidak semua negara selalu setuju dengan konsep transparansi
militer atau setidaknya berkomitmen sepenuhnya, contohnya seperti AS – China. Dimana,
transparansi militer yang dilakukan AS, di eksploitasi bahkan dijadikan bahan espionase oleh
China, dengan demikian hal itu mengurangi tingkat keberhasilan metode ini untuk mencapai
relasi yang baik antar negara.

Kooperasi Militer Negara Barat – Russia

Motif utama negara barat dalam menjalin hubungan dengan Russia yang merupakan penerus
dari Uni Soviet adalah memastikan bahwa negara yang baru berdiri tersebut tidak menjadi
ancaman dan menjadi partner dalam jangka panjang bagi negara barat.

Tentu saja kooperasi ini tidaklah mudah, dalam beberapa hal terjadi perselisihan yang
mengakibatkan beberapa kesepakatan ditunda hingga di batalkan. Contohnya Ketika
intervensi militer oleh NATO di Kosovo mengakibatkan Russia memberhentikan hampir
semua bentuk kerja sama dengan negara barat, meskipun dalam beberapa waktu bentuk
Kerjasama tersebut Kembali dilancarkan. Selain itu dari internal badan militer Russia juga
terdapat perselisihan, terutama diantara petinggi militer dan politik yang cenderung waspada
dan enggan untuk melakukan Kerjasama dengan barat.

Walaupun begitu, Kerjasama diantara keduanya sukses di beberapa hal, terutama terkait
reorganisasi badan militer Russia yang di waktu itu terdampak akibat pembubaran Uni
Soviet. Hasil tersebut diantaranya adalah, bentu kerjasama militer tingkat tinggi, terutama
dalam negosiasi dan meng-operasi pengarahan perintah dan kontrol dalam proses integrasi
militer Russia (program pelatihan dan sebagainya). Negara barat, terutama Inggris, Amerika,
dan Jerman membantu Russia menarik pasukannya dari eropa tengah, dan baltik dengan
damai, dan melalui program CTR dan usaha lainnya, negara barat juga membantu proses
transfer arsenal nuklirnya Kembali ke Russia, sekaligus mengurangi jumlahnya dan
memperkuat kontrol Russia atas senjata pemusnah massal tersebut.
Kooperasi Militer Negara Barat – China

Dibandingkan dengan Kerjasama militer yang dilakukan antara negara barat dengan Russia,
Kerjasama negara barat dengan China lebih terbatas dan kurang mendalam, contohnya seperti
jumlah pertemuan antara petinggi pertahanan dan personel militer yang sedikit. Hal ini
disebabkan beberapa faktor, diantaranya sejumlah sengketa dengan lingkup yang luas
diantara Amerika dan China. Selain itu perbedaan dasar dan prinsip politik kedua belah pihak
juga kian memperkeruh hubungan diantara keduanya, terakhir yaitu pihak militer China yang
enggan untuk berkomitmen secara penuh terkait diplomasi pertahanannya dan transparansi
militernya.

Walaupun, proses untuk membangun Kerjasama diantara keduanya bisa dibilang lambat dan
banyak Batasan, kedua pihak menghasilkan beberapa Kerjasama dan dukungan dalam
beberapa kejadian, seperti saat tragedi 9/11, China menawarkan dukungan politiknya. Selain
itu di tahun 1998 terobosan dalam kooperasi ini terjadi, yaitu dengan meningkatnya
transparansi militer yang penting dibandingkan tahun – tahun sebelumnya. China juga
bergabung dengan organisasi non-proliferasi internasional, dimana China terlibat dalam
perjanjian non-proliferasi nuklir (pengurangan jumlah arsenal nuklir).

Berdasarkan dua studi kasus diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, kesuksesan dari praktik
diplomasi pertahanan juga bergantung pada kemiripan atau kesesuaian pada nilai (ideologi)
dan prinsip politik domestik masing – masing negara yang terlibat. Dengan demikian itulah
mengapa praktik diplomasi pertahanan yang dilancarkan negara barat kepada Russia
menghasilkan terobosan lebih besar daripada negara barat dengan china, yang menurut
pandangan saya masih dibatasi oleh bentrokan antara nilai demokrasi dengan komunis.
Namun, bukan berarti praktik diplomasi pertahanan antara negara dengan perbedaan nilai
menjadi tidak mungkin, tetap dapat terjadi, hanya saja tantangan yang dihadapi lebih banyak.

Selain perbedaan nilai, komitmen dan metode yang digunakan pelaku praktik diplomasi
pertahanan juga berpengaruh, yaitu Kooperasi militer yang dilakukan dalam jangka waktu
lama selama beberapa periode akan membawa persentase keberhasilan lebih besar daripada
pendekatan yang dilakukan dengan harapan hasil yang cepat (instant).

Anda mungkin juga menyukai