Anda di halaman 1dari 20

TUGAS RESUME KULIAH UMUM

Dosen Pengampu:
Kolonel Kes. Dr. IDK Kerta Widana, S.K.M., M.KKK., CIQnR., CIQaR.

Disusun Oleh:
Bondan Prakoso (NIM 120200301005)

untuk Memenuhi Sebagian Tugas


pada Kuliah Umum

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BENCANA


FAKULTAS KEAMANAN NASIONAL
UNIVERSITAS PERTAHANAN INDONESIA
JAKARTA
2020
Prolog
Kuliah umum berjudul “The Korean Peninsula Security: Denuclearization of the
Korean Peninsula (Keamanan Semenanjung Korea: Denuklirisasi Semenanjung
Korea” disampaikan oleh Profesor Youngjun Kim, guru besar di Korea National
Defense University. Kuliah umum tersebut diselenggarakan via Zoom dan diikuti oleh
mahasiswa magister Universitas Pertahanan. Berdasarkan judul tersebut, topik yang
dibahas saat kuliah umum yaitu situasi semenanjung Korea, faktor pada hubungan
AS– DPRK, motivasi dan tujuan strategis Korea Utara, mencari solusi yang lebih baik,
serta multilateralisme dan perdamaian di semenanjung Korea. Topik tersebut
disampaikan dengan metode ceramah dan wawancara. Berdasarkan hasil
pemaparan beliau, berikut ikhtisar yang dapat disusun.

Hubungan Korea Selatan-Indonesia


Indonesia dan Korea Selatan telah terjalin lama. Tahun 2020 hubungan diplomatik
Republik Indonesia-Republik Korea menginjak usia ke-47 tahun. Hubungan diplomatik
kedua negara mulai dijalin pada September 1973, namun hubungan tingkat konsulat
telah dimulai pada Agustus 1966. Kedua negara terus berupaya meningkatkan
hubungan dan kerja sama baik secara bilateral, regional maupun multilateral.
Hubungan dan kerja sama bilateral memasuki babak barupada kunjungan
kenegaraan Presiden Moon Jae-in ke Indonesia tanggal 8-10 November 2017. Melalui
“Republic of Korea-Republic of Indonesia Joint Vision Statement for Co-Prosperity and
Peace" kedua pemimpin negara sepakat untuk meningkatkan status kemitraan
menjadi special strategic partnership, dengan fokus kerja sama pada empat area,
yaitu: pertahanan dan hubungan luar negeri, perdagangan bilateral dan
pembangunan infrastruktur, people-to-people exchanges, dan kerja sama regional
dan global.
Eratnya hubungan dan kerja sama bilateral tersebut antara lain didukung oleh
sifat komplementaritas sumber daya dan keunggulan yang dimiliki masing-masing
disamping proses kemajuan ekonomi dan politik kedua negara yang sangat baik yang
membuka peluang kerja sama di berbagai sektor semakin terbuka lebar. Selain itu,
kedua negara juga secara aktif saling mendukung di berbagai forum-forum baik
regional maupun internasional seperti pencalonan-pencalonan pada organisasi
internasional. Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Korea Selatan mencakup

2
bidang ekonomi, sosial budaya, pariwisata, pendidikan, konsuler, imigrasi, tenaga
kerja, serta militer dan pertahanan.
Kedekatan hubungan dan kerja sama kedua negara dapat dilihat misalnya dari
intensitas saling kunjung "high dignitaries". Sejumlah kunjungan penting dari kedua
negara dalam beberapa tahun terakhir misalnya:
 Kunjungan Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo ke Busan dalam rangka
ASEAN-ROK Commemorative Summit ke-25 dan Pertemuan Bilateral, 10-12
Desember 2014
 Kunjungan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada 26 -30 Agustus 2015
 Kunjungan Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo ke Seoul, 15-18 Mei 2016
 Kunjungan Kenegaraan Presiden Republik Korea Moon Jae-in ke Indonesia
pada 8-10 November 2017
 Kunjungan Perdana Menteri Republik Korea Lee Nak-yon ke Indonesia, 18-21
Agustus 2018
 Kunjungan Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo ke Republik Korea pada 8-
10 September 2018

Wacana tentang Pertemuan Donald Trump dengan Kim Jong Un


Ada berbagai asumsi yang dapat dimunculkan dari pertemuan antara Presiden AS,
Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. Berbagai pandangan
atau asumsi itu bersifat skeptis karena memang kedua negara dan pemimpin negara
tersebut sering berkonfrontasi atau bertentangan dalam banyak hal. Asumsi pertama,
yakni adanya niat Kim Jong Un untuk menyerah dalam pengembangan teknologi
nuklir. Sejauh ini, Korea Utara memang gencar mengembangkan senjata nuklir yang
ditujukan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa negara tersebut mempunyai
kekuatan yang patut diwaspadai negara lain. Negara itu salah satunya adalah Amerika
Serikat (AS) yang menjadi rival Korea Utara (Korut). Hal ini terjadi karena Korut sendiri
mengalami sanksi dari AS karena tindakan nekat Korup yang kerap meluncurkan rudal
balistik. Padahal, peluncuran rudal itu tentunya melanggar ketentuan internasional
berkaitan dengan senjata jarah jauh dan senjata nuklir.
Asumsi kedua, yaitu ada maksud verivikasi dan pemantauan. Trump tidak
melakukan tindakan secara ceroboh untuk bertemu langsung dengan Kim. Ada
dugaan yang muncul berkaitan dengan memverifikasi keadaan yang ada di Korut.

3
Trump diduga melakukan pemantauan terhadap kondisi nyata dari negara yang
dipimpin oleh Kim, apakah benar mempunyai kekuatan yang besar ataukah hanya
gertakan terhadap AS.
Asumsi ketiga, ada pandangan skeptis rakyat AS terhadap pertemuan itu.
Banyak warga AS yang tidak setuju dengan adanya pertemuan dengan Kim. Meski
demikian, banyak juga yang setuju supaya Kim tidak lagi berbuat seenaknya dalam
meluncurkan rudal balistik. Di samping itu, ada pula warga AS yang curiga bahwa
pertemuan antara Trump dengan Kim mempunyai maksud bahwa itu dilakukan untuk
mendongkrak elektabilitas Trum yang akan berlaga dalam pemilihan presiden AS
mendatang.
Asumsi ketiga, ada pandangan bahwa pertemuan itu untuk menguji keberanian
dan keahliah Trum dalam “menjinakkan” Kim dengan ambisinya sejauh ini. Perlu
dipahami bahwa Trum begitu berani untuk bertandang dan bertemu langsung dengan
negara yang selama ini menjadi “musuh”nya. Padahal, presiden sebelumnya, Barrack
Obama, belum pernah satu kali pun menginjakkan kakinya di negeri yang dipimpin
oleh Kim. Dengan demikian, boleh jadi pertemuan ini sebagai unjuk gigi Trump serta
memecahkan stigma bahwa tidak ada lagi presiden AS yang berani ke Korut.
Asumsi keempat, ada pandangan bahwa pertemuan antara Trump dan Kim
hanya sebatas pembicaraan saja. Dalam hal ini, tidak ada tindakan yang nyata atau
kesepakatan-kesepakatan tertentu yang bisa dieksekusi oleh masing-masing negara.
Asumsi ini diperkuat bahwa setelah adanya pertemuan itu, masing-masing negara
juga masih terus melakukan aktivitas sebelumnya, misalnya peluncuran rudal balistik
oleh Korut. Selain itu, sanksi ekonomi AS terhadap Korut masih berlangsung dan
belum dicabut.
Asumsi kelima, Trum bertemu dengan Kim dimungkinkan karena curiga kalau
di Korut ada pelanggaran HAM dan melihat kediktatoran Kim di Korut. Hal ini perlu
diwaspadai karena tindakan itu memang sangat ditentang oleh AS yang notabene
sebagai negara demokrasi liberal yang menjunjung kebabasan dan HAM. Trum
dimungkinkan ingin mengorek sejauh mungkin keadaan itu untuk selanjutnya
dilakukan tindakan atau pembahasan tertentu untuk dibahas dalam pertimbangan AS
selanjutnya, apakah perlu diberlakukan sanksi atau perlu diberi tindakan tegas.
Asumsi terakhir, pandangan bahwa adanya legitimasi Kim dan melihat musuh
sebagai bagian dari hal yang bisa dimanfaatkan. Trump dimungkinkan ingin melihat
sejauh mana legitimasi Kim dalam negeranya. Sejauh ini, Kim dipandang sebagai

4
kepala negara yang begitu sadis terhadap warga negaranya yang berbuat tidak sesuai
dengan keinginan Kim. Sementara itu, pertemuan antara Trum dan Kim dapat
dikatakan sebagai pertemuan dengan “musuh” yang selama ini selalu digaungkan
oleh kedua negara.

Agenda Ke Depan
Ada beberapa agenda yang berpengaruh terhadap stabilitas politik dunia. Agenda itu,
yakni pemilihan Presiden AS 2020 yang akan dilaksanakan 3 November 2020.
pemilihan itu memunculkan dua kandidat, yakni Trump dan Biden. Agenda kedua, ada
kemungkinan Trum terpilih kembali atau ada kemungkinan Biden justru yang terpilih
sehingga kebijakan-kebijakan terkait AS begitu bergantung dari presiden terpilih yang
akan dilantik pada 20 Januari 2021. Agenda selanjutnya, yaitu melihat reaksi Kim Jong
Un pada Konferensi Partai Komunis yang dihelat bulan Januari 2021. Agenda
keenam, adalah pemilihan Presiden Korsel yang dihelat pada 2022. Agenda terakhir,
yaitu adanya konflik onflik AS-China. Konflik itu tidak hanya seputar isu ekonomi,
tetapi juga isu keamanan dan politik di Laut Cina Selatan.

Faktor-Faktor pada Hubungan AS-Korut


Ada faktor yang mempengaruhi hubungan antara AS dengan Korut. Apabila dalam
pemilihan Presiden AS dimenangkan oleh Trum, ada kemungkinan progam CVID
(Compelte, Verifiable, Irreversible, Dismantlement) atau FFVD (Final Fully Verified
Denuclearization/Denuklirisasi Terakhir yang Diverifikasi Sepenuhnya). Kemungkinan
itu bisa jadi program itu dilanjutkan dan bisa jadi tidak dilanjutkan. Presiden AS terpilih
mendatang tentunya akan menggunakan pertimbangan tertentu dalam hubungan
dengan Korut. Pertimbangan itu bisa jadi memperhatikan pendekatan realistis,
langkah demi langkah, atau dengan pengendalian senjata. Bisa jadi kesepakatan
yang diambil bagus dan bisa jadi jusru memperburuk hubungan antara AS dengan
Korut. Kemungkinan lain, jika Biden menang bisa jadi menggunakan pendekatan
Iranian JCPOA Multilateral Approach. Sebaran elektoral terhadap kemungkinan
peluang banyaknya suara saat pemilihan AS mendatang digambarkan dalam Gambar
1.

5
Gambar 1 Sebaran Elektoral di Negara Bagian Amerika Serikat

Pemilihan Presiden Korea Selatan/Republic of Korea (ROK)


Pemilihan itu akan dilaksanakan pada 9 Maret 2022. Ada kemungkinan antara partai
liberal dan koservatif yang memenangkan pemilihan itu. Berikut beberapa
kemungkinan yang muncul dari hasil pemilu.
 Jika partai yang berkuasa (Liberal) menang
 Jika partai oposisi (Konservatif) menang
 Jika Trump menang dan partai ROK yang berkuasa menang
 Jika Trump menang dan partai oposisi ROK menang
 Jika Trump kalah dan partai penguasa ROK menang
 Jika Trump kalah dan partai oposisi ROK menang
Kemungkinan-kemungkinan tersebut muncul dan mempengaruhi berbagai kebijakan.
Kebijakan yang dimaksud meliputi tendensi antara hubungan AS-Tiongkok, konflik di
Asia Timur Laut dan wilayah lainnya, serta peristiwa tak terduga yang bisa terjadi.

6
Motivasi dan Tujuan Strategis Kim
Ada beberapa strategi yang digunakan Kim dalam mempertahankan
keberlangsungan politik jangka panjang dengan memperkuat dukungan politik.
Pertama, strategi politik Stalin selama tahun 1920-an dan 1930-an. Dalam strategi itu,
memuat pemanfaatan kelompok elit dan kelompok menengah dalam melanggengkan
kekuasaan. Strategi kedua, Kim bisa mengandalkan pertumbuhan ekonomi yang
sedang berlangsung. Strategi ketiga, Kim bisa jadi membuat kebijakan yang
menguntungkan rezimnya serta orang-orang yang menerima manfaat dari setiap
kebijakannya.
Strategi kedua, adalah strategi Politik Kim Il Sung di akhir 1940 dan 1950-an.
Melalui strategi ini, Kim bisa menekan lebih dari 10% populasi Korea Utara supaya
tidak bermigrasi ke Korea Selatan. Kim juga bisa memanfaatkan posisi kosong di
pemerintahan, sekolah, industri dan lain-lain. Kemudian, memanfaatkan peluang naik
mobil bagi petani muda miskin. Lalu, Kim juga bisa membuat kelompok kelas
menengah baru untuk dilegitimasi. Sama dengan strategi Stalin, dalam strategi ini
pertumbuhan ekonomi juga menjadi aspek yang penting. Selain itu, dalam strategi ini
ada pula keuntungan dalam rezim serta orang-orang yang menerima manfaat dari
kelanggengan rezim Kim.
Strategi ketiga, yaitu Independen - Teori Juche (Kemandirian). Maksudnya,
mengingat adanya penjajahan ekonomi Korea Utara oleh Tiongkok. Harapan Korut ke
depan, yakni kepemimpinan dan orang biasa supaya bisa independen secara politik,
ekonomi, dan psikologis dari Tiongkok.

Sifat Hubungan Tiongkok-Korea Utara


Hubungan Tiongkok dengan Korut sangat erat. Bahkan ada ungkapan, “Gigi dan Bibir
ke China, Hubungan Cinta dan Benci ke Korea Utara”. Hubungan Tiongkok dan Korut
bermula dari sejarah peristiwa Minsangdan pada masa penjajahan Jepang. Sejarah
itu menimbulkan warisan Perang Korea, yakni penghinaan oleh Soviet dan China. Hal
itu didapat dari survei Dr. Oh Kong dan esaksian para cacat Korea Utara, termasuk
Tae Young Ho.

Mencari Solusi yang Lebih Baik


Berkaitan dengan masalah itu, ada beberapa solusi yang bisa ditawarkan. Pertama,
Wait and See/Sanksi dan Teori Runtuh. Selain itu, perlu pertimbangan berikut.

7
 Apakah Sanksi Berhasil? Rusia?
 Ada Contoh Rezim / Negara Runtuh oleh Sanksi?
 Apakah pengusaha Cina donor untuk Korea Utara?
 Hidung Berdarah (Serangan Militer)
 Kudeta militer? Pemberontakan? Perang Informasi?

Visi Kim Jong Un untuk Korea Utara


Berikut visi Kim Jong Un untu Korea Utara
 Apakah dia ingin menjadi raja yang baik di Kerajaan Pertapa?
 Pembukaan Perbatasan Korea Utara secara otomatis memimpin a
 Runtuhnya Rezim atau Revolusi Demokrat?
 Cina?
 (Kebanggaan Nasional, Latar Belakang Sejarah, Budaya
 Perbedaan)
 Apakah orang-orang dari kekuatan demokratis Kelas Donju atau elit baru Kim
Jong Un?
 Apakah Korea Utara 1%: 99% Masyarakat? (Sekolah Totaliter)

Inisiatif untuk Pembuatan Perdamaian


Berikut skema yang dapat dilakukan dalam pembuatan perdamaian dengan model
multilateralisme. Model Asia Super Grid digambarkan dalam Gambar 2.
CVIG untuk Korea Utara → Membangun Keyakinan → CVID atau FFVD →
Pembuatan Order Keamanan Baru → Proyek Super Grid / Butter Fly / Kerjasama
Energi
Manfaat untuk Semua Pemain di Asia Timur Laut
→ Amerika Serikat: Zona Abu-abu / Perdamaian
→ RRC / Jepang: Stabilitas di wilayah itu
→ Korea Selatan / Utara: Perdamaian / Pembangunan Ekonomi
→ Rusia: Pembangunan Ekonomi di wilayah itu

8
Gambar 2 Model Asia Super Grid

Kerjasama Korea Selatan - Indonesia


Berikut kerja sama antara Korsel dengan Indonesia yang dirangkum dalam Kemlu
(2020).
1. Politik
Tahun 2019 hubungan diplomatik Republik Indonesia-Republik Korea menginjak usia
ke 46 tahun. Hubungan diplomatik kedua negara mulai dijalin pada September 1973,
namun hubungan tingkat konsulat telah dimulai pada Agustus 1966. Kedua negara
terus berupaya meningkatkan hubungan dan kerja sama baik secara bilateral, regional
maupun multilateral. Hubungan dan kerja sama bilateral memasuki babak barupada
kunjungan kenegaraan Presiden Moon Jae-in ke Indonesia tanggal 8-10 November
2017. Melalui “Republic of Korea-Republic of Indonesia Joint Vision Statement for Co-
Prosperity and Peace" kedua pemimpin negara sepakat untuk meningkatkan status
kemitraan menjadi special strategic partnership, dengan fokus kerja sama pada empat
area, yaitu: pertahanan dan hubungan luar negeri, perdagangan bilateral dan
pembangunan infrastruktur, people-to-people exchanges, dan kerja sama regional
dan global.
Eratnya hubungan dan kerja sama bilateral tersebut antara lain didukung oleh
sifat komplementaritas sumber daya dan keunggulan yang dimiliki masing-masing
disamping proses kemajuan ekonomi dan politik kedua negara yang sangat baik yang

9
membuka peluang kerja sama di berbagai sektor semakin terbuka lebar. Selain itu,
kedua negara juga secara aktif saling mendukung di berbagai forum-forum baik
regional maupun internasional seperti pencalonan-pencalonan pada organisasi
internasional.
Kedekatan hubungan dan kerja sama kedua negara dapat dilihat misalnya dari
intensitas saling kunjung "high dignitaries". Sejumlah kunjungan penting dari kedua
negara dalam beberapa tahun terakhir misalnya:
 Kunjungan Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo ke Busan dalam rangka
ASEAN-ROK Commemorative Summit ke-25 dan Pertemuan Bilateral, 10-12
Desember 2014
 Kunjungan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada 26 -30 Agustus 2015
 Kunjungan Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo ke Seoul, 15-18 Mei 2016
 Kunjungan Kenegaraan Presiden Republik Korea Moon Jae-in ke Indonesia
pada 8-10 November 2017
 Kunjungan Perdana Menteri Republik Korea Lee Nak-yon ke Indonesia, 18-21
Agustus 2018
 Kunjungan Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo ke Republik Korea pada 8-
10 September 2018
Republik Korea mengadopsi sistem multi-partai dan sistem pemerintahan
presidensial, dimana Presiden dipilih melalui pemungutan suara langsung dengan
periode lima tahun. Presiden merupakan Kepala Negara, yang dibantu oleh Perdana
Menteri. Pemerintahan Republik Korea juga terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif,
dan yudikatif.
National Assembly atau Parlemen Republik Korea terdiri dari 300 anggota, 246
di antaranya dipilih melalui sistem pemungutan suara dari daerah pemilihan dan 54
sisanya dipilih berdasarkan sistem representasi proporsional, dimana kursi
didistribusikan kepada tiap partai berdasarkan persentase total suara yang didapat.
Beberapa partai utama di Republik Korea saat ini adalah Democratic Party of Korea,
Liberty Korea Party, Bareunmirae Party, dan Party for Democracy and Peace.
Pemilu lokal dan pemilu sela parlemen telah dilaksanakan secara serentak di
Republik Korea pada 13 Juni 2018. Hasil pemilu menunjukkan partai berkuasa yaitu
Democratic Party of Korea mengalami kemenangan telak dengan meraih 14 posisi
walikota/gubernur dari 17 posisi yang diperebutkan. Posisi yang dimenangkan

10
tersebut termasuk jabatan Walikota Seoul dan Busan. Sementara partai oposisi
mayoritas yaitu Liberty Korea Party (LKP) hanya memenangkan 2 posisi
walikota/gubernur.
Dalam sidang paripurna pada 13 Juli 2018, Moon Hee-sang dari Democratic
Party of Korea terpilih sebagai Ketua Parlemen (Speaker National Assembly) yang
baru dengan perolehan 259 suara dari 275 anggota yang hadir. Sedangkan untuk
wakil ketua telah terpilih Lee Ju-young dari Partai LKP dan Joo Seung-young dari
Bareunmirae Party. Pemilihan umum legislatif akan diselenggarakan pada bulan April
2020, sedangkan pemilihan umum presiden direncanakan pada tahun 2022.

2. Ekonomi
Setelah pergantian pemerintahan di Republik Korea / Korea Selatan (Korsel) pada
bulan Mei 2017, Presiden Moon Jae-in menetapkan kebijakan New Southern Policy
yang mengarah pada peningkatan hubungan Koresel dengan negara-negara ASEAN
dan India. Dalam konteks implementasi kebijakan New Southern Policy,
perkembangan penting yang dicatat adalah kunjungan pertama Presiden Moon ke
luar negeri pada bulan November 2017 adalah ke Indonesia. Dalam kunjungan
tersebut, Presiden Moon Jae-in dan Presiden Joko Widodo sepakat untuk
meningkatkan status hubungan kedua negara menjadi “Special Strategic Partnership"
yang dilandaskan pada semangat kesamaan prinsip dan nilai-nilai demokrasi, HAM,
dan ekonomi terbuka. Kedua pemimpin juga sepakat bahwa kemitraan kedua negara
bukanlah sekedar hubungan transaksional tetapi harus dilandasi semangat saling
membantu.
Dokumen “RI-RoK Joint Vision Statement for Co-Prosperity and Peace" yang
dikeluarkan di Istana Bogor tanggal 9 November 2017 menjadi landasan bagi bidang-
bidang prioritas kerja sama kedua negara. Untuk bidang ekonomi, prioritas kerja sama
yang disepakati antara lain:
1) Meningkatkan komunikasi strategis pada tingkat tinggi melalui berbagai
mekanisme konsultasi bilateral yang ada, ataupun membentuk mekanisme
baru.
2) Terus meningkatkan dan memperluas hubungan investasi dan perdagangan,
termasuk untuk mencapai target perdagangan US$ 30 milyar pada tahun 2022
serta mendorong peningkatan akses pasar produk-produk palm oil, buah-
buahan dan produk perikanan Indonesia ke Korea Selatan

11
3) Pemerintah Indonesia mendorong perusahaan-perusahaan Korea Selatan
untuk mengembangkan usaha dan investasi di Indonesia, khususnya dalam
mendukung percepatan industrialisasi, pengembangan infrastruktur dan
konektivitas, serta pertumbuhan dan pembangunan di daerah-daerah.
4) Pemerintah Korea Selatan mendukung upaya Indonesia untuk memperkuat
infrastruktur termasuk pengelolaan air, transportasi, perumahan rakyat, dan
pembangkit tenaga listrik; dengan menggunakan Global Infrastructure Fund
dan Economic Development Cooperation Fund.
5) Kedua negara sepakat untuk memfasilitasi investasi di bidang-bidang
pertumbuhan baru (new growth engine) seperti pariwisata, content industry,
energi ramah lingkungan, kesehatan dan jasa pelayanan medis, dan teknologi
informasi.
6) Memulai kerja sama triangular untuk membantu pembangunan di negara ke-
tiga.
Selain itu, pada kunjungan Presiden Moon Jae-in ke Indonesia pada November 2017,
kedua Pemimpin negara juga menyaksikan penandatanganan MoU G to G di bidang
ekonomi sebagai berikut:
1) MoU antara Kementerian Perindustrian RI dan Kementerian Perdagangan,
Industri dan Energi Korea Selatan mengenai Kerja Sama Industri;
2) MoU antara Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Kesehatan dan
Kesejahteraan Korea Selatan tentang Kerja Sama Kesehatan;
3) MoU antara Kementerian Perhubungan RI dan Kementerian Pertanahan,
Infrastruktur dan Transportasi Korea Selatan tentang Kerja Sama Bidang
Transportasi.
Pada kunjungan balasan Presiden RI Joko Widodo ke Korsel pada 9-11 September
2018, telah ditandatangani kesepakatan kerja sama antara kedua negara bidang
ekonomi yaitu:
1) MoU antara Kementerian Perindustrian dan Dewan Riset Nasional untuk
Ekonomi, Kemanusiaan dan Ilmu Sosial Korsel mengenai aktifitas kerja sama
terkait industri 4.0.
2) MoU antara Kemenko Perekonomian dan Kementerian Perdagangan, Industri
dan Energi Korsel mengenai kerja sama ekonomi.

12
Korsel merupakan salah satu negara sumber investasi yang strategis bagi
Indonesia dan hal tersebut juga turut didukung dengan statistik yang menunjukkan
bahwa Indonesia juga merupakan salah satu tujuan investasi Korea yang penting di
luar negeri, dengan nilai investasi sebesar USD 8,5 milyar. Dari data statistik,
Indonesia menempati urutan ke-2 setelah Vietnam di antara 8 negara ASEAN
(19.10%) dan ke-3 dari 91 negara tujuan investasi Korea di dunia (7.47%).
Berdasarkan total nilai realisasi investasi selama periode tahun 2012 – semester I
2018, Korea menduduki urutan ke-4 dari 144 negara penyumbang investasi asing
langsung (foreign direct investment/ FDI) di Indonesia, di luar sektor hulu migas dan
keuangan. Mengacu kepada data BKPM sampai dengan triwulan III 2018 tercatat
2.160 proyek dari Korea Selatan telah terealiasi dengan nilai realisasi investasi
sebesar US$ 1.370,08 juta, atau naik US$ 3,5 juta dari periode yang sama di tahun
2017.
Republik Korea adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia. Pada periode
2013-2017 trend perdagangan kedua negara mengalami penurunan sebesar -
10,43%. Sejak adanya kesepakatan untuk meningkatkan hubungan bilateral pada
level “strategic partnership" menjadi “special strategic partnership" pada bulan
November tahun 2017, total perdagangan Korea-Indonesia pada tahun 2018 terus
mengalami peningkatan sebesar US$ 18,57 milyar atau naik 12,58% dari periode
sebelumnya. Komposisi nilai perdagangan bilateral tersebut terdiri dari ekspor
Indonesia ke Korsel sebesar US$ 10,35 miliar, impor Indonesia dari ROK sebesar
US$ 8,22 miliar, dengan surplus perdagangan sebesar US$ 2,13 miliar untuk
Indonesia.
Nilai perdagangan non-migas ROK dan Indonesia pada tahun 2018 periode
Januari-November mencapai US$ 15,18 miliar. Nilai ini meningkat 9,40%
dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai perdagangan pada periode ini terdapat surplus
dari sisi Indonesia dengan nilai mencapai US$ 2,13 miliar. Nilai perdagangan kedua
negara terdiri dari ekspor ROK ke Indonesia sebesar US$ 8,21 miliar dan impor
sebesar US$ 10,34 miliar.
Beberapa produk Indonesia yang permintaannya meningkat adalah produk
plywood, minyak nabati, alas kaki, dan produk setengah jadi dari besi dan baja. produk
Indonesia yang meningkat seperti produk plywood, minyak nabati, alas kaki, dan
produk setengah jadi dari besi dan baja. Produk non-migas utama ekspor Indonesia
ke Korea didominasi oleh produk primer seperti Batubara, karet alam, biji tembaga,

13
pulp wood dan lain-lain. Disamping produk-produk tersebut, produk yang cukup
berpotensi di pasar Korea diantaranya: makanan olahan; produk perikanan; kopi; alas
kaki; furniture; plywood; produk tekstil termasuk benang; charcoal; wood pellet; dan
palm kernel shell.
Pada tahun 2012, Indonesia dan Korsel sepakat untuk menyusun Indonesia-
Korea Comprehensive Economic Partnership (IK-CEPA) untuk mendorong
peningkatan hubungan perdaagangan dan ekonomi, dengan berlandaskan 3 (tiga)
pilar utama yaitu akses pasar perdagangan barang dan jasa; fasilitasi perdagangan
dan investasi; serta kerja sama dan capacity building. Perundingan IK-CEPA putaran
ketujuh terlaksana di Seoul pada 21-28 Februari 2014 dan terdapat isu-isu pending
yang perlu dibahas lebih lanjut. Dalam kunjungan kenegaraan Presiden RI ke Korsel
pada September 2018, Pemimpin kedua negara kembali memperbaharui komitmen
untk melanjutkan perundingan IK-CEPA dan ditindaklanjuti dengan pertemuan antara
Mendag RI dan Menteri MOTIE Korsel di sela-sela East Asia Summit, November 2018
di Singapura. Kedua pihak sepakat menjajaki dimulainya kembali perundingan IK-
CEPA dengan memperhatikan prinsip mencapai keuntungan bersama.

3. Sosial Budaya
Kerja Sama di Bidang Pariwisata
Kedua negara memiliki potensi pariwisata yang sangat tinggi. Menurut data Korea
Tourism Organization jumlah wisatawan yang berkunjung ke Republik Korea pada
tahun 2018 sebanyak 15,346,879 orang. Mayoritas dari jumlah tersebut berasal dari
Jepang, Taiwan dan Hong Kong. Menurut data Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata RI, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2018
sebesar 15.806.191 juta orang. Mayoritas wisatawan berasal dari Tiongkok,
Singapura, dan Malaysia.
Jumlah wisatawan Korsel ke Indonesia pada 2018 berjumlah 358.885 orang,
mengalami penurunan sebesar 15,28% dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah
423.191 orang. Sementara wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Korsel pada
2018 berjumlah 249.067, mengalami peningkatan 7,9% dibanding tahun 2017 yang
berjumlah 230.837 orang. Tren selama lima tahun terakhir (2013-2018) menunjukkan
jumlah wisatawan Republik Korea selalu berada diatas 300.000 orang. Dalam lima
tahun ke depan, wisatawan Republik Korea yang berkunjung ke Indonesia
diproyeksikan akan mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan semakin

14
banyaknya media Republik Korea yang menjadikan Indonesia sebagai tempat syuting
berbagai variety show dan liputan mengenai tempat wisata maupun budaya Indonesia
di TV lokal Republik Korea.
Indonesia dan Republik Korea telah mendorong mempromosikan dan
memajukan arus wisatawan melalui udara dan laut antar kedua negara, melakukan
pertukaran pengalaman, kunjungan studi lapangan, studi banding dan pertukaran
informasi baik dalam hal pengembangan produk, pendidikan dan pelatihan, maupun
penelitian dan pengembangan, serta dengan mendorong kerja sama sektor swasta.

Kerja Sama di Bidang Pendidikan


Kedua negara telah melakukan pertukaran guru dan tenaga pengajar, pertukaran ahli
di bidang primary and secondary education, kerja sama antar universitas/sekolah,
recognition of degrees, human resources development, pemberian beasiswa, joint
research, dan penyelenggaraan seminar/konferensi/pameran.
Saat ini tercatat dua universitas di Republik Korea yang memberikan
pengajaran studi mengenai Indonesia yaitu Hankuk University for Foreign Studies
(HUFS) dan Busan University for Foreign Studies (BUFS).Menurut data per November
2019 menunjukkan jumlah mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di
Republik Korea sebesar 1.500 orang.
Sementara itu, Indonesia memberikan beasiswa di bidang seni dan budaya
bagi mahasiswa/pelajar Republik Korea. Beasiswa tersebut adalah BSBI (Beasiswa
Seni dan Budaya Indonesia) dan Darmasiswa. Pada tahun 2019 tercatat 2 (dua) orang
peserta BSBI dan 21 orang peserta program Darmasiswa. Sejak tahun 2009 hingga
2019, Indonesia telah memberikan 240 beasiswa Darmasiswa dan 19 beasiswa BSBI
kepada para mahasiswa Republik Korea.
Pemerintah Republik Korea menargetkan jumlah mahasiswa asing di Republik
Korea sebanyak 200.000 orang pada tahun 2023. Semakin menurunnya angka
kelahiran di Republik Korea selama dua dekade terakhir (1,5 persen) telah
mempengaruhi jumlah pelajar di sekolah maupun universitas di Republik Korea.
Kementerian Pendidikan bahkan memprediksi bahwa universitas di Republik Korea
akan mengalami defisit 160.000 mahasiswa pada tahun 2023.

Kerja Sama Antar Kota/Provinsi

15
Dimensi hubungan kerja sama Indonesia dan Republik Korea tidak hanya terjalin di
tataran pusat namun juga di daerah-daerah. Tercatat setidaknya terdapat 22 bentuk
kerja sama antar kota/provinsi di Indonesia dengan kota/provinsi di Republik Korea
yang terdiri dari 14 sister city dan 8 (delapan) kerja sama dalam bentuk friendship.
 Kegiatan Promosi Seni dan Budaya oleh KBRI Seoul
 KBRI Seoul secara aktif melakukan promosi seni dan budaya Indonesia ke
berbagai kalangan di Republik Korea melalui kegiatan-kegiatan berkala di
antaranya adalah:
 Indonesian Day di sekolah-sekolah dan Museum;
 Kelompok Tari Tradisional Indonesia (KTTI) yang berlatih setiap hari Sabtu di
KBRI Seoul;
 Pembukaan kelas gamelan untuk masyarakat Republik Korea;
 Memberikan kelas gamelan di Seoul Institute of the Arts;
 Kelas Bahasa Indonesia di KBRI Seoul dan Institusi – Institusi di Republik
Korea;
 Penyelenggaraan lomba – lomba seperti lomba karya tulis ilmiah dan lomba
pidato Bahasa Indonesia;
 Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bekerja sama dengan Perpika dan
kelompok masyarakat;
 Mengikuti festival atau pameran budaya (termasuk kuliner) atau pariwisata;
 Cooking demo dengan chef dari Indonesia;
 Panggung kesenian saat perayaan Idul Fitri; dan;
 Familiarization Trip
Beberapa keterlibatan KBRI Seoul dalam kegiatan Sosial-Budaya juga dapat dilihat
melalui partisipasi aktif dalam berbagai forum, konferensi, hingga pameran, seperti
Seoul Friendship Fair, Seoul International Buddhism Expo, Itaewon Global Village,
ASEAN Culinary Festival, Korean Travel Fair, Hanatour International Travel show,
Modetour Travel Mart, Busan Global Gathering, ASEM Pendidikan dan ASEM
Budaya, hingga Busan Film Festival.

Kekonsuleran, Imigrasi dan Ketenagakerjaan

16
Korea Selatan sebagai negara industri memerlukan berbagai sumber daya, tidak
hanya sumber daya alam yang sebagian diimpor karena sangat sedikitnya sumber
daya alam Korsel, negara ini juga mendatangkan tenaga kerja asing untuk
menjalankan mesin-mesin industrinya. Disamping kurangnya angkatan kerja yang
tersedia, masyarakat Korsel yang sudah mempunyai tingkat kemakmuran yang tinggi
umumnya kurang berminat untuk bekerja di sektor industri terutama bagian pekerjaan
yang berkategori dangerous, dirty dan difficult (3D). Untuk memenuhi kebutuhan
sektor industri yang sebagian besar adalah usaha kecil dan menengah maka
dibukalah pintu masuk bagi tenaga kerja asing. Sampai saat ini terdapat 15 negara
termasuk Indonesia yang mengirimkan tenaga kerjanya ke negeri ginseng ini.
Indonesia mulai mengirim pekerja migran Indonesia (PMI) ke Korsel sejak
tahun 1994 melalui mekanisme yang disebut Industrial Trainee Program. Disebut
sebagai trainee karena waktu itu undang-undang ketenagakerjaan Korsel belum
membolehkan tenaga kerja asing bekerja di Korsel. Baru tahun 2004 Korsel menerima
secara resmi kehadiran tenaga kerja asing melalui skema EPS = Employment Permit
System. Indonesia menandatangani MOU EPS dengan pihak Korsel 13 Juli 2004
untuk pengiriman PMI dengan format G to G. MOU ini sudah diperpanjang dua kali
yaitu tahun 2008 dan 2012. Dibawah MOU ini, pengiriman dan penerimaan PMI
dilakukan pemerintah Indonesia (BNP2TKI) dan pemerintah Korsel (HRDK) sehingga
tidak ada keterlibatan Pengerah Jasa dalam pengiriman PMI ke Korsel sejak skema
EPS yang G to G dijalankan.
Jumlah Warga Negara Indonesia yang berada/tinggal di Republik Korea
berdasarkan catatan KBRI Seoul per 28 Februari 2019 berjumlah 42.043 orang. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 28.167 orang adalah pekerja migran Indonesia (PMI) yang
dikirim berdasarkan skema G to G (melalui kerja sama Employment Permit
System/EPS), 5.379 orang Anak Buah Kapal (ABK) yang dikirim oleh swasta (P to P),
dan selebihnya mixed married, WNI naturalisasi pekerja professional, dan lain-lain.
Di Korsel terdapat lebih dari 90 organisasi WNI-PMI, seperti Komunitas Muslim
Indonesia (KMI) yang mengkoordinir 57 masjid-mushola; Persekutuan Gereja
Indonesia di Korea (PGIK) yang mengkoordinir 18 gereja; Indonesian Community
Center (ICC); 32 paguyuban (organisasi berdasarkan daerah); Forum Komunikasi
Masyarakat Indonesia Daegu (FKMID); Pumita Busan; Ajoy Jeju; Persatuan Pelajar
Indonesia di Korea (Perpika); Indonesian Muslim Society in Korea (Imuska); UT
Korea; PCI-NU, PCI Muhammadiyah dan komunitas lainnya.

17
Pada tahun 2018, KBRI Seoul juga telah memperkenalkan inisiatif program
pemberdayaan bagi PMI di Korsel bernama Kampung Korea (Kami Mantap Pulang
dari Korea) guna mempersiapkan para PMI untuk pulang ke Indonesia. Kegiatan ini
mendapatkan sambutan positif dari PMI khususnya yang akan pulang ke Indonesia.
Kampung Korea merupakan program pembinaan dan pemberdayaan PMI agar
mereka siap kembali ke tanah air. Program ini meliputi program pelatihan terintegrasi
yang diadakan di berbagai kantong-kantong PMI di Korsel dan berlanjut hingga
mereka sampai ke kampung halaman masing-masing. Melalui program Kampung
Korea para PMI diarahkan menjadi agen perubahan dan menjadi aset/lokomotif
penggerak ekonomi di kampung halaman masing-masing.
Mulai tanggal 1 Mei 2018 KBRI Seoul telah menerapkan Sistem Informasi
Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) secara penuh. Kekhawatiran yang sempat
muncul karena waktu proses penyelesaian paspor dan SPLP yang sebelumnya 1 hari,
setelah penerapan SIMKIM menjadi 3 hari kerja dapat diatasi dengan mempermudah
persyaratan, dan dilakukannya inovasi pendaftaran online melalui sistem WA Center
KBRI Seoul, serta pengiriman paspor/SPLP yang telah selesai proses melalui pos
tercatat.
Guna menjangkau lebih banyak WNI yang membutuhkan pelayanan, KBRI
juga membuka pelayanan kekonsuleran pada hari Minggu (satu kali dalam sebulan)
serta membuka Warung Konsuler ke berbagai wilayah di Republik Korea. KBRI juga
melibatkan masyarakat dalam membantu pelayanan dan perlindungan WNI melalui
pembentukan 14 Mitra KBRI Seoul di berbagai titik yang menjadi kantong WNI di
seluruh wilayah Republik Korea.
Sebagai bentuk apresiasi kepada pemilik perusahaan yang mempekerjakan
WNI dan mendorong semangat PMI dan diaspora Indonesia untuk mempromosikan
budaya dan menunjung tinggi persatuan dalam kerangka NKRI, sejak 2016 KBRI
Seoul telah menyelenggarakan Ambassador Award setiap bulan Agustus. KBRI Seoul
juga mendorong peningkatan kapasitas PMI untuk belajar dan menempuh pendidikan
melalui kuliah baik di Universitas Terbuka di Republik Korea maupun di perguruan
tinggi Korea seperti HUFS, dan lain-lain.

18
4. Militer dan Pertahanan
Seiring dengan meningkatnya hubungan diplomatik antara pemerintah RI dengan
Republic of Korea (ROK) dari strategic partnership menjadi special strategic
partnership, memberikan dampak terhadap peningkatan hubungan Militer dan
Pertahanan. Hal tersebut ditandai dengan kerjasama pengadaan alutsista dari industri
pertahanan Korsel untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Pembelian alutsista bagi
TNI berupa Panser Tarantula untuk TNI AD, Submarine Changbogo Class untuk TNI
AL, dan pesawat latih temput T-50i Golden Eagle serta pesawat latih ringan KT-1B
untuk TNI AU. Pihak Korea juga membeli alutsita dari pemerintah RI berupa pesawat
CN-235 untuk digunakan oleh Republic of Korea Air Force (ROKAF) dan Korean
Coast Guard (KCG) sebagai bentuk imbal dagang.
Hubungan militer Indonesia dengan militer Korea cukup erat yang ditandai
dengan dilaksanakannya latihan personel militer pada fasilitas latihan Presidential
Security Service (PSS) Korea Selatan. Pertukaran kunjungan delegasi Militer
Pertahanan juga berlangsung dengan frekuensi yang cukup banyak dalam membahas
kerjasama untuk memelihara dan meningkatkan hubungan kedua belah fihak.
Pengiriman personel militer untuk melaksanakan tugas study terus berlangsung baik
setingkat Lemhanas, Sekolah Staf dan Komando Angkatan dan Advance Course.
Hubungan komunikasi antara TNI dengan militer Korea Selatan terus
berlangsung dan cukup erat, hal tersebut ditandai dengan diselenggarakannya forum
diskusi berupa Army to Army Talks, Navy to Navy Talks dan Airman to Airman Talks
yang menjadi forum dalam menyampaikan kepentingan dari kedua belah pihak.
Penyelenggaraan pelatihan terus dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan
personel militer TNI mengingat produk alutsista asal industri pertahanan Korea
Selatan digunakan oleh TNI dalam memperkuat jajaran alutsista. Pihak Korea Selatan
cukup antusias dalam memberikan pelatihan bagi personel TNI sehingga memberikan
potensi yang positif dalam peningkatan kemampuan personel dalam mengawaki
alutsista asal Korea Selatan.

19
Daftar Pustaka
Kementerian Luar Negeri. 2020. Hubungan Bilateral Indonesia dengan Korea Selatan.
Internet https://kemlu.go.id/seoul/id/pages/hubungan_bilateral/558/etc-menu
(diakses 11 Oktober 2020)
Kim, Youngjun. 2017. Origins of the North Korean Garrison State: People’s Army and
the Korean War. London and New York: Routledge.
Kim, Youngjun. 2018. A Paradigm Shift: Reverse Kissinger Strategy. The George
Washington University and Johns Hopkins University SAIS
Kim Youngjun. 2018. “Reverse Kissinger Strategy” Conferences at the USC, UC
Berkerley and Woodrow Wilson Center.
Kim Youngjun. 2019. “Nuclear and Conventional Arms Control of the Korean
Peninsula” The George Washington University.

20

Anda mungkin juga menyukai