Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN RUSIA DAN AMERIKA SERIKAT PASCA KERUNTUHAN UNI

SOVIET

Disusun untuk memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah


Perang dan Damai

Dosen:

Taufik Hidayat, S.IP., M.Si


Rizki Ananda Ramadhan, S.IP

Oleh

MEGA MUSTIKA
170210070067

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
JATINANGOR
2010
HUBUNGAN RUSIA DAN AMERIKA SERIKAT PASCA KERUNTUHAN UNI
SOVIET

I. Pendahuluan

Sebagai negara yang kuat, hubungan Rusia dan Amerika Serikat menjadi sorotan
tajam bagi masyarakat internasional. Hubungan yang diawali dengan kerjasama pada Perang
Dunia II, berakhir dengan permusuhan yang panjang pada masa Perang Dingin. Setelah
berakhirnya Perang Dunia II, kedua negara berselisih tentang bagaimana cara yang tepat
untuk membangun Eropa pascaperang. Kedua negara saling memperlihatkan bahwa satu
benar dan lainnya salah.
Persaingan keduanya terlihat di berbagai bidang seperti: koalisi militer; ideologi,
psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan;
perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi. Hingga akhirnya persaingan ini
menjadi Perang Dingin dimana mereka berdua tidak terlibat secara langsung dalam
peperangan melainkan saling menyebarkan pandangannya kepada negara-negara lain dan
menciptakan proxy war. Istilah “Perang Dingin” sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh
Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan
yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut.1
Selama beberapa dekade selanjutnya, persaingan di antara keduanya menyebar ke luar
Eropa dan merambah ke seluruh dunia ketika AS membangun pertahanan terhadap
komunisme dengan membentuk sejumlah aliansi dengan berbagai negara, terutama dengan
negara di Eropa Barat, Timur Tengah, dan Asia Tenggara melalui NATO, ANZUS,.
Sedangkan Uni Soviet membangun Pakta Warsawa dan SEATO untuk membendung
pengaruh AS.
Pada akhirnya, setelah Perang Dingin berlangsung selama 44 tahun, ia berakhir juga
secara simbolis pada tahun 1989 dengan runtuhnya Tembok Berlin yang menjadi pemisah
antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Pada tahun 1991, Uni Soviet benar-benar hancur
setelah terpecah-pecahnya negara tersebut menjadi Commonwealth of Independent State
(CIS) yang terdiri dari 12 negara: Belarusia, Kazakstan, Ukraina, Azerbaijan, Kirgiztan,
Uzbekistan, Armenia, Georgia, Moldavia, Tadzikistan, Turkmenistan, dan Rusia sebagai
pimpinannya serta tiga negara laut Baltik tidak ingin bergabung dengan CIS.2
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dingin
2
Christoph Ratno Nugroho. 2008. Perkembangan Tata Hubungan Internasional di Eropa Pasca Perang
Dingin. Melalui <http://bintang01.files.wordpress.com/2010/01/after-cold-war1.pdf> [19/04/10]

1
Dalam waktu beberapa tahun kebelakang, Rusia terlihat kembali menguatkan cakar-
cakarnya dalam politik internasional. Peningkatan perekonomian negara dan politik yang
semakin stabil mengembalikan kepercayaan Rusia. Ini juga menciptakan perubahan dalam
pola hubungan Rusia dengan AS. Memang, setelah kehancuran Uni Soviet, AS berjaya
sebagai hegemon dengan pola unilapolar. Walau demikian Uni Soviet meninggalkan
kekuatan militer yang masih perkasa kepada Rusia dan menempatkan semua negara di Eropa
Timur sebagai negara satelitnya. Sekarang, Rusia sudah semakin kokoh dalam perekonomian,
politik dan militer. Semakin matangnya Rusia ini mengubah pola hubungan yang terjalin
selama ini antara AS dengan Rusia dari ketergantungan Rusia terhadap AS mengarah kepada
persaingan untuk meningkatkan kapabilitas power masing-masing.

II. Identifikasi Masalah

Pola hubungan dalam sistem internasional dapat berubah sewaktu-waktu tergantung


kepada power yang dimiliki oleh negara dan isu kepentingan yang mendasari hubungan
tersebut. Negara-negara bekerja sama atau berkonflik tergantung pada isu apa yang diangkat
dalam politik dunia. Abad ke 21 dianggap sebagai pembentukan baru atas politik dunia yang
berlangsung untuk ke depannya. Isu-isu yang muncul tidak lagi untuk menjaga perimbangan
kekuasaan pada era Perang Dingin. Isu-isu yang diangkat sekarang mengarah kepada
multiple issues dengan menitikberatkan kepada isu keamanan, ekonomi, dan HAM.3
Dalam isu keamanan, negara-negara di dunia berusaha untuk menciptakan dunia yang
aman bagi manusia ketika pengembangan teknologi sulit untuk dibendung. Perang sekarang
ini tidak lagi hanya berkisar kepada keuntungan dari banyaknya perlengkapan persenjataan
dan tentara tetapi seberapa hebat dan mematikan senjata yang dimiliki oleh negara. Ini
menciptakan mimpi buruk tersendiri bagi manusia. Nuklir diperbolehkan untuk
dikembangkan selama itu tidak untuk dipergunakan sebagai senjata. Tetapi kenyataannya,
terdapat beberapa negara yang mengembangkan nuklir sebagai penguat kapabilitas powernya
seperti AS, Israel, Korea Utara, India, Pakistan, Iran dll.
Ekonomi sekarang telah mengambil tempat sendiri dalam menciptakan perhatian yang
menyeluruh dari masyarakat dunia tentang penciptaan kesejahteraan di seluruh dunia. Isu
ekonomi menyentuh berbagai aspek dalam kehidupan negara. Globalisasi dianggap sebagai
pendorong peningkatan isu ini. Globalisasi mengakibatkan batas-batas negara menjadi kabur
karena begitu mudahnya perpindahan barang, jasa, manusia, dan informasi dari satu negara
3
John. T. Rourke. 2005. International Politics on the World Stage, 10th ed, hal 42

2
ke negara lainnya. Ia juga mengarahkan kepada penciptaan saling ketergantungan yang kuat
terhadap satu negara dengan negara baik melalui konsep regionalisme maupun
supranasionalisme. Dengan ketergantungan ini, dunia telah membentuk sendiri jaringan-
jaringan ekonominya yang menciptakan keterhubungan antarnegara sehingga kehancuran
perekonomian sebuah negara akan mempengaruhi ekonomi negara lain. Dengan demikian,
isu ekonomi dinilai begitu penting karena ia begitu mempengaruhi kelangsungan dari sebuah
negara-negara di dunia.
Pada isu HAM, masyarakat dunia semakin menyerukan nilai-nilai hak asasi yang
setara yang dimiliki oleh setiap individu di dunia. Nilai-nilai demokrasi haruslah disebarkan
ke berbagai negara agar menciptakan ranah yang kondusif bagi terciptanya penguatan akan
HAM di berbagai belahan dunia. Semua individu memiliki hak yang sama dan kebebasan
dimiliki oleh semua orang.
Sedangkan hubungan antara AS dengan Rusia lebih cenderung kepada penciptaan
dunia yang aman dari nuklir dan senjata mematikan lainnya karena kepemilikan nuklir
terbesar dan teknologi persenjataan di dunia dimiliki oleh dua negara tersebut. Kebijakan
kedua negara untuk mencapai maksud tersebut berdasarkan kepada strategi yang
dicanangkan. Pasca Perang Dingin AS menggelar sejumlah strategi baru dalam memasuki
abad ke-21. Diantara butir-butir strategi AS itu adalah 4 :
 Menggerakkan strategi AS dari menyiapkan perang melawan Uni Soviet dan
menggunakan senjata nuklir menjadi persiapan perang yang menggunakan senjata
pamungkas.
 Menerima visi Eropa bebas nuklir.
 Menggantungkan diri pada pasukan. AS mengupayakan perang jangka pendek.
 AS akan memobilisasi struktur kekuatan perimbangan untuk menghadapi
kekautan yang akan muncul.
 Menggunakan senjata konvensional modern, bukan senjata strategis.
 Pengaturan apa yang disebut sebagai konflik intensitas menengah.
Rusia juga memikirkan strategi baru untuk menghadapi tatanan dunia baru selepas
Uni Soviet bubar.
 Menjamin adanya kontrol atas senjata nuklir.
 Menjamin tak ada kekuatan asing menyerang atau intervensi untuk memulihkan
ketertiban.
4
Asep Setiawan. 2008. Doktrin Strategi Perang Dingin dan Sesudahnya. Melalui
<http://theglobalpolitics.com/?p=10> [19/04/10]

3
 Memperkuat persemakmuran negara-negara merdeka (CIS) menjadi sebuah
konfederasi yang terintgrasi.
 Berdasarkan permasalahan yang dihadapi Rusia itu dikembangkan pemikiran
strategis baru:
 Para pemimpin Rusia akan tetap menjamin bahwa arsenal Rusia dapat
diandalkan.
 Rekonstruksi angkatan bersenjata Rusia akan berusaha menghasilkan “militer
yang lebih efisien tapi tak mengancam dunia”.
 Melindungi komando senjata strategis Rusia dan mencegah kehilangan kontrol
atas senjata nuklir ke negara lain.
 Penekanan pada penggunaan senjata non nuklir yang canggih.

Strategi-strategi tersebut menjadi pengarah hubungan AS-Rusia dalam penciptaan


dunia yang lebih aman ditengah pengembangan senjata-senjata mutakhir. Tapi, upaya tarik
ulur dari negara-negara ini terlihat begitu jelas. Berbagai perjanjian dan kesepakatan dibentuk
tetapi kedua negara saling melanggar kesepakatan karena alasan kedaulatan dan
keterancaman dari keamanan negara.

III. Analisis

Hubungan AS-Uni Soviet sejak dulu adalah fluktuatif dan panas. Dimulai dengan
Perang Dingin pertama (1946-1970) ke detente  pertama (1971-1980), setelah jeda setahun,
AS dan Uni Soviet kembali lagi ke Perang Dingin kedua (1981-1987). 5 Namun, setelah
kehancuran yang terjadi pada Uni Soviet, Rusia menjadi negara yang lemah dan dikatakan
sebagai anjing AS karena ia harus mengikuti berbagai aturan-aturan yang diberikan oleh AS
demi memperbaiki stabilitas ekonomi dan politik yang hancur. Pola hubungan persaingan
pada Perang Dingin berubah menjadi kebutuhan pasca terpecahnya Uni Soviet ke dalam
berbagai negara kecil
Walau demikian, “menyimpan bara dalam sekam” merupakan kata-kata yang tepat
merefleksikan hubungan Amerika Serikat dan Rusia setelah 10 tahun terakhir. Hubungan
yang tidak harmonis antara negara-negara DK PBB ini tetap berlangsung hingga sekarang
walau dua negara tersebut membangun berbagai perjanjian sebagai komitmen untuk
5
Anonymous. 2008. Sumbu-Sumbu Perang Dingin Masih Menyala. Melalui http://www.waspada.co.id/
[19/04/10]

4
membangun kepercayaan dan kerjasama. Republik Federasi Rusia muncul sebagai pemeran 
yang  melanjutkan kekuatan Uni Soviet baik secara politik maupun ekonomi, walaupun
bukan lagi sebagai penyebar ideologi utama yang ditakuti oleh AS yaitu komunisme.
Berdasarkan analisis media massa Eropa, babak baru Perang Dingin antara Rusia dan
Barat telah dimulai. Ini diindikasikan dengan silang pendapat Rusia dan Barat dalam
menyikapi berbagai persoalan seperti rencana penempatan sistem anti rudal AS di Eropa
Timur, keluarnya Moskow dari perjanjian pengurangan senjata konvensional di Eropa,
keberatan Rusia atas usaha Barat untuk memisahkan Kosovo dari Serbia, dan dideportasinya
diplomat Rusia dan tindakan Inggris menyusul meningkatnya aktifitas spionase kedua negara
ini.6
Dinginnya hubungan Barat dan Rusia sudah berlangsung lama. Penduduk Rusia
kecewa atas kegagalan reformasi kelompok Westernis di negara mereka pada dekade 90-an.
Mereka tidak menepati janjinya soal perbaikan ekonomi dan sosial Rusia setelah runtuhnya
Uni Soviet. Rusia mengalami krisis politik dan ekonomi dari dalam dan ketergantungan
ekonomi kepada AS dan Uni Eropa di masa pemerintahan Presiden Boris Yeltsin. Di sisi lain,
sejak runtuhnya Uni Soviet dan pembubaran perjanjian Pakta Warsawa, dengan pimpinan
AS, NATO mempergunakan kesempatan berkurangnya keamanan di Eropa Timur dan
berkurangnya pengaruh Rusia di kawasan tersebut untuk memperluas jangkauan
kekuasaannya ke wilayah tersebut. Dalam kesempatan ini, pada tahun 2001 AS dalam
usahanya melemahkan pertahanan Rusia, dengan sepihak telah keluar dari perjanjian
pelarangan pengembangan Rudal anti Balistik (ABM) yang disepakati pada tahun 1972, dan
melaksanakan draf sistem anti rudal di Eropa Timur. Oleh karenanya Rusia melihat rencana
Wasington ini mengancam stabilitas negaranya.
AS dan NATO berusaha mengendalikan Rusia karena mereka tidak percaya masa
depan politik Rusia dan berusaha mencegah bangkitnya kekuatan Rusia. Begitu juga
keabsahan kesepakatan pengurangan senjata-senjata strategis Start 1 (Strategic Arms
Reduction Treaty) yang masa berlakunya tinggal 2 tahun dan AS tidak menunjukkan
keinginannya untuk memperpanjang kesepakatan tersebut. Adapun kesepakatan Start 2 tidak
terlaksana karena politik militer AS. Sementara itu, masa berlaku kesepakatan pengurangan
senjata-senjata strategis yang ditandatangani Presiden AS, George W. Bush dan Presiden
Rusia Vladimir Putin pada tahun 2002, tinggal 6 tahun lagi. Dengan demikian, kondisi yang
ada saat ini tengah mengarah kepada tidak adanya pembatasan pembuatan senjata strategis

6
Anonymous. 2008. Babak Baru Perang Dingin antara Rusia dan Barat. Melalui
<http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=101&Itemid=27> [19/04/10]

5
dan pertahanan antara AS dan Rusia. Menurut ahli politik dan militer, AS dan Rusia
memasuki babak baru yang disebut perdamaian bersenjata; dimana masing-masing mereka
tengah melaksanakan program-program militer yang akan meningkatkan kekuatan mereka
untuk menghadapi ancaman satu dari yang lain.
Vladimir Putin berusaha untuk membangun kembali kekuatan Rusia setelah
runtuhnya Uni Soviet, yang ia lakukan sejak tahun 2000 dengan memusatkan kekuasaan di
Kremlin dan menyelesaikan krisis politik dan ekonomi dalam negeri dan dengan
keberhasilannya mencapai pertumbuhan 7 persen di bidang ekonomi pada tahun 2006.
Dengan kekuatan militer, senjata nuklir, sumber energi yang besar dan wilayah luas yang
dimilikinya, Rusia berusaha memainkan peran dalam keseimbangan politik dan keamanan
internasional, dan hal ini berseberangan dengan politik rivalnya yaitu Barat. Pada tahun 2007-
2008 perselisihan antara kedua pemimpin AS dan Rusia semakin sengit. Hal ini ditunjukkan
dengan pernyataan Putin yang menyinggung semakin luasnya politik sepihak Wasington, dan
menyamakan politik militer Bush dengan Adolf Hitler. Sebaliknya, pejabat AS menuduh
pemerintahan Putin melanggar HAM dan demokrasi.
Mantan Menlu Uni Soviet, Edward Shefardnadze yang membantu terlaksanakannya
Perjanjian Pengurangan Senjata Konvensional di Eropa menyebut keluarnya Rusia dari
perjanjian tersebut sebagai babak baru dari perang dingin. Perjanjian tersebut ditandatangani
oleh anggota Warsawa dan NATO tahun 1990 di Paris. Kesepakatan tersebut bertujuan
mengendalikan senjata konvensional dan menjaga keseimbangan kekuatan serta
menumbuhkan rasa saling percaya. Akan tetapi, Rusia keluar dari kesepakatan tersebut
sebagai protes kepada para anggota NATO yang tidak bersedia meratifisi perjanjian
pengurangan senjata konvensional, juga untuk memprotes penguatan pangkalan militer dan
rudal NATO dan AS di Eropa. Para pengamat politik melihat keluarnya Rusia dari perjanjian
ini bukanlah langkah akhir negara ini dalam menyikapi perluasan wilayah oleh NATO dan
AS di Eropa Timur dan kawasan-kawasan bekas Uni Soviet.
Pada tahun 2008, hubungan Rusia dan AS mencapai titik terlemah sejak runtuhnya
Uni Soviet dan perang dingin. Hubungan Rusia dan AS sejak runtuhnya Uni Soviet hingga
saat ini disebut oleh para analis sebagai masa perdamaian dingin hingga perang lunak. Seraya
menyinggung keputusan AS untuk menempatkan sistem pertahanan anti rudal di Eropa
Timur, para pejabat Kremlin memperingatkan bahwa pada masa lalu Rusia diserang lewat
wilayah ini, dan sekarang Moskow tidak akan membiarkan sejarah tersebut terulang. Jelas
sekali jika terjadi perang baru maka yang akan kembali menjadi korban utamanya ialah
negara-negara Eropa. Di Eropa sendiri terdapat beberapa kelompok dalam menyikapi

6
ketegangan hubungan antara Rusia dan AS, sementara tidak ada minat yang kuat di benua ini
untuk membantu penyelesaian krisis tersebut. Dengan demikian ketegangan ini akan terus
berlanjut, karena Nato dan AS akan terus mengepung dan berusaha melemahkan Rusia,
sedangkan Rusia akan terus berusaha menjadi salah satu kekuatan di samping AS.
Setelah 17 tahun runtuhnya Uni Soviet, Rusia dan AS belum pernah melakukan
langkah positif untuk menyelesaikan berbagai persoalan diantara mereka. Sebagai dua
kekuatan yang saling bersaing, Rusia dan AS selalu mengejar kepentingan-kepentingan yang
saling bertentangan. Penentangan Rusia terhadap usaha Barat untuk memisahkan Kosovo dari
Serbia dapat dinilai sebagai persaingan mereka dalam bidang Geostrategis.
Isu nuklir Iran menjadi sorotan tajam akhir-akhir ini. Bagaimanapun juga, Iran
dianggap telah mengembangkan pengayaan nuklir demi kepentingan militernya. Hal ini jelas
bertentangan dengan penggunaan nuklir untuk damai. Walau demikian, terjadi
ketidaksepahaman antara AS dan Rusia dalam penyelesaian masalah ini. Bahkan, ini dinilai
sebagai arena baru bagi Rusia dan AS untuk saling berselisih.
Hubungan Iran dengan Amerika memburuk semenjak tahun 1979, karena perubahan
konstitusi negara yang membuat seorang pemimpin tertinggi memiliki kekuasaan tertinggi
dalam suatu negara. Iran menjadi negara teokratis. Sedangkan Amerika Serikat memiliki
kepentingan yang begitu besar terhadap Timur Tengah dimana AS memiliki kepentingan
untuk mengamankan suplai minyaknya yang melalui Teluk Persia. Instabilitas kawasan akan
mempengaruhi arus suplai impor minyak mentah Amerika Serikat dari Timur Tengah.
Ditakutkan dengan pengembangan proyek nuklir oleh satu negara di kawasan tersebut, akan
mengakibatkan kegoncangan di dalam kawasan karena memicu pengembangan proyek nuklir
di negara-negara lainnya. Tetapi, tidak hanya itu, AS membutuhkan minyak bumi tetapi ia
tetap menginginkan Dollar berkuasa.
Di satu sisi lainnya, Iran merupakan pemasok minyak bumi dan gas terbesar bagi
industri-industri di Rusia. Rela atau tidak, Rusia harus membantu Iran untuk mengamankan
industri dalam negerinya. Ini membuat Rusia menjadi alot dalam tawar-menawar dengan AS
dan negara anggota lainnya DK PBB untuk memberikan sanksi yang ringan agar tidak
berimbas pada kepentingan negaranya. Sedang AS sendiri mengharapkan dukungan dari
negara-negara lainnya untuk memberikan sanksi yang tegas agar proyek pengembangan
nuklir ini berakhir. Hingga sekarang, belum ada titik temu antara negara-negara ini sehingga
masalah ini tidak kunjung maju.
Tetapi, hubungan antara AS dan Rusia mengalami peningkatan bulan ini dengan
ditandatanganinya perjanjian baru antara AS dan Rusia di Praha, Ceko. Berdasarkan

7
kesepakatan tersebut, kedua negara hanya diizinkan memiliki maksimal 1550 hulu ledak atau
30 persen lebih rendah dari batasan yang ditetapkan tahun 2002. 7 Ini pencapaian besar, buah
dari ketekunan para perunding kedua negara selama berbulan-bulan. Sampai akhirnya kedua
presiden duduk berdampingan menandatangi pengganti kesepakatan START 1991 yang masa
berlakunya habis Desember tahun lalu. Langkah ini juga dianggap sebagai keberhasilan dari
usaha mendekatkan hubungan kedua negara yang sering menegang.
Usai penandatangan, Obama dan Medvedev juga menegaskan lagi pandangan mereka
tentang sengketa atom dengan Iran. Amerika Serikat mengumumkan kebijakan baru
penggunaan senjata nuklir mereka yang prinsipnya kecuali Korea Utara dan Iran, mereka
tidak akan melakukan serangan nuklir terhadap negara yang tidak memiliki senjata nuklir.
Hal ini didukung oleh Rusia melalui persetujuan untuk memberikan sanksi terhadap Iran atas
pengembangan nuklirnya. Sekjen PBB Ban Ki Moon, kesepakatan ini penting bagi usaha
dunia internasional menuju pelucutan senjata nuklir dan mewujudkan dunia yang bebas dari
senjata nuklir

7
Anonymous. 2010. AS-Rusia Tandatangani Perjanjian Nuklir. Melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/04/100408_usnuclear.shtml

8
KESIMPULAN

Setelah Perang Dingin berakhir dengan runtuhnya Tembok Jerman pada 1989, ia juga
menciptakan berbagai perubahan yang besar dalam politik internasional. Sistem internasional
yang pada awalnya berbentuk bipolar berganti menjadi unipolar. Ia mengubah Uni Soviet
yang begitu besar menjadi pecahan negara-negara kecil dan menjadikan AS sebagai
hegemon. Tetapi, walau Uni Soviet runtuh, ia tetap meninggalkan keperkasaan militernya
kepada Rusia yang merupakan pecahan terbesarnya. Dalam kondisi yang tidak
menguntungkan, Rusia harus tunduk kepada AS guna meningkatkan stabilitas ekonomi dan
politik ditengah kemelorotan yang terjadi.
Ketika Rusia telah kembali menjadi besar dengan usahanya sendiri karena janji yang
diberikan AS akhirnya tidak dipenuhi, ia mengubah hubungannya dengan AS yang awalnya
berupa ketergantungan akan satu pihak menjadi perselisihan. Isu yang mengemuka dalam
masalah ini adalah isu pengembangan teknologi untuk persenjataan dan nuklir. Kedua negara
saling tarik ulur dalam perjanjian yang telah disepakati melalui Start 1 (Strategic Arms
Reduction Treaty) dan START 2. Ia juga meruncing pada persaingan geostrategis dengan
penentangan rusia terhadap usaha Barat untuk memisahkan Kosovo dari Serbia. Mereka juga
terlihat tidak memiliki kesepakatan yang jelas dalam penyelesaian krisis nuklir Iran sebagai
anggota tetap DK PBB karena kepentingan nasional masing-masing.
Tetapi, hubungan antara AS dan Rusia mengalami peningkatan pada 2010 dengan
ditandatanganinya perjanjian baru antara AS dan Rusia di Praha, Ceko. Berdasarkan
kesepakatan tersebut, kedua negara hanya diizinkan memiliki maksimal 1550 hulu ledak atau
30 persen lebih rendah dari batasan yang ditetapkan tahun 2002. Ini pencapaian besar,
sebagai upaya untuk menghentikan perselisihan mereka demi terwujudnya kerjasama
antarnegara-negara besar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. Sumbu-Sumbu Perang Dingin Masih Menyala. Melalui


<http://www.waspada.co.id/> [19/04/10]
Anonymous. 2008. Babak Baru Perang Dingin antara Rusia dan Barat. Melalui
<http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=101&Itemid=27>
[19/04/10]
Anonymous. 2010. AS-Rusia Tandatangani Perjanjian Nuklir. Melalui
<http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/04/100408_usnuclear.shtml>[19/04/10]
Nugroho, Christoph Ratno. 2008. Perkembangan Tata Hubungan Internasional di Eropa
Pasca Perang Dingin. Melalui <http://bintang01.files.wordpress.com/2010/01/after-cold-
war1.pdf>[19/04/10]
Setiawan, Asep. 2008. Doktrin Strategi Perang Dingin dan Sesudahnya. Melalui
http://theglobalpolitics.com/?p=10 [19/04/10]
Rourke, John. T. 2005. International Politics on the World Stage, 10th ed. Boston et al:
McGraw Hill
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dingin

10

Anda mungkin juga menyukai