Anda di halaman 1dari 2

Nama : Shandy Kusumah Wijaya

NIM : 6211171213
Kelas :A
Mata Kuliah : Studi Pertahanan
Tugas : Paper Review

Alliances in 21stt Century


Jeremy Ghez

Aliansi strategis di abad 21 menuai tanda tanya atas


pendefinisiannya yang cenderung bias dan tidak memiliki satu jenis
kepahaman yang mutlak. Sehingga, membuka peluang bagi pihak
manapun untuk memiliki pengertiannya sendiri. Dibawah sirkumstansi
aliansi, tekanan yang dialami oleh Amerika Serikat-Eropa mulai
mempertanyakan identitasnya.1
Kesamaan budaya politik dan nilai yang dibagi Bersama,
menahan perilaku pragmatis dari sekutu untuk melakukan tindakan
pertahanan yang didorong atas kepentingan personalnya. Adapun
artikel ini mengatakan bahwa pendekatan pragmatis tidak secara
eksklusif berdasar pada pertimbangan ekonomi, politik, dan power
saja. Karena, persamaan budaya politik, dalam lain pihak dapat
membentuk identitas yang memiliki kesinambungan dengan konstitusi
asset strategis untuk kerjasama yang lebih baik.
Dinamika politik yang kini terjadi, dapat diasumsikan sebagai
hasil dari kilas balik pembentukan nilai pasca perang dingin. 2 Meski
dalam beberapa literatur dikatakan bahwa identitas ini sendiri dapat
berkembang karena peredaman aksi yang diakibatkan oleh perang
dingin, hal ini semakin menguatkan asumsi bahwa adalah nilai yang
dibentuk dalam jangka waktu panjang.3

1
Jeremy Ghez, “Aliiances in 21stCentury”, RAND Europe, French Ministry of Defense,
hal. 01
2
Ibid, hal. 02
Keragaman yang dimililiki oleh setiap pihak menawarkan
pengaruh besar. Sebab, hadirnya mampu memenuhi lubang
kepentingan para pemain. Dalam artian lain, target pencapaian dapat
dibuat lebih luas. Aliansi beserta kerasama dalam paper ini pun
dibahas melalui pendekatan taktis, historis, dan aliansi natural.
Jeremy Ghez dalam tulisannya, mengatakan aliansi taktis
merupakan aliansi yang dibentuk atas dasar kecenderungan ancaman
yang tiba-tiba. Sering kali hal ini dikaitkan dengan unprecedented
cause. Di lain sudut, aliansi berbasis historis dinilai lebih elastis.
Sebab, pembentukannya dipertimbangkan dari aspek historis.
Sehingga, kerjasama yang terbentuk lebih intuitif. Biasanya, aliansi
historis lebih bertahan dan stabil saat diterpa ketidakseimbangan.
Kelompok aliansi terakhir adalah aliansi natural. Aliansi natural
merupakan jenis aliansi yang memiliki nilai kaji lebih dalam dari dua
jenis aliansi sebelumnya. Seringkali hadirnya dikaitkan dengan
kesamaan dalam melihat bagaimana dunia harus bergerak. Intinya,
persamaan yang dimiliki mendukung adanya potensi berbagi strategic
blueprints di masa depan.
Ketiga pendekatan yang dipilih oleh Jeremy Ghez memiliki pola
kesamaan. Yaitu, ketiganya melibatkan nilai dan kebiasaan konstruksi.
Bahkan, ketika ada satu pihak menyukai pihak lainnya, bukanberarti
ia tidak bisa menyesuaikan nilai dan arah politis yang dianutnya. 4 Hal
ini pun berkesinambungan atas poin yang membuat pihak tersebut
tertarik. Tentu pihak rekanan memiliki daya tawar yang cukup bagi
keduanya berjalan bersama.5

3
Mark J. Rice, “NATO’s New Order: The Alliance After The Cold War”, ORIGINS,
History Departments, Ohio State University, https://origins.osu.edu/article/natos-new-
order-alliance-after-cold-wa, diakses tanggal 11 Januari 2021
4
Monroe E. Price, “Global Media, Historic Development”, Encyclopedia of International Media and
Communication, 2003, hal.279
5
Ibid, hal. 332

Anda mungkin juga menyukai