Anda di halaman 1dari 7

Nama: Anggilia (21110250782)

Kelas: COMMS25 6TP

FINAL EXAM IR

1. Diplomat adalah orang yang sangat penting dalam merepresentasikan suatu negara.
Pembuatan perjanjian internasional dilaksanakan melalui perundangan yang melibatkan
beberapa wakil dari masing-masing negara pembuat perjanjian. Peran yang dimiliki
oleh perwakilan negara berkaitan dengan hubungan antarbangsa.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, diplomat adalah orang yang berkecimpung
dalam bidang diplomasi. Semua kegiatan hubungan antar bangsa atau antarnegara
intinya ialah diplomasi, yakni usaha memelihara hubungan di antara negara-negara.

Aktivitas diplomasi dilaksanakan para diplomat, yakni orang-orang yang mewakili


secara resmi sebuah negara pada hubungan resmi negara satu dengan negara lainnya.
Diplomat adalah perwakilan diplomatik sebuah negara. Para wakil tersebut diakreditasi,
atau diakui secara resmi menjadi wakil negaranya oleh negara pengirim atau oleh
negara penerimanya.

Berdasar Konvensi Wina pada tahun 1961, pada pasal 3 ayat (1), ada beberapa fungsi
diplomat yang perlu diketahui. Fungsi diplomat adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Mewakili. Untuk mewakili kepentingan negara sebagai pengirim pada negara
penerima.

2. Fungsi Melindungi. Untuk melindungi kepentingan negara sebagai pengirim maupun


warga negaranya pada negara penerima.

3. Fungsi Mengadakan. Untuk mengadakan persetujuan bersama pemerintah dari pihak


negara penerima.

4. Fungsi Memberikan. Untuk memberi laporan secara berkala mengenai kondisi dan
pertumbuhan dalam bidang ekonomi, militer, serta ilmu pengetahuan maupun lain-lain
pada negara penerima.

5. Fungsi Meningkatkan. Untuk meningkatkan kerja sama antara kedua negara dalam
berbagai bidang, misalnya bidang perdagangan, pendidikan & kebudayaan.
2. Hukum Internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional yang terdapat hubungan dengan masyarakat internasional. Hukum
Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara dan negara
dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama
lain, Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara, pada dasarnya
adalah ”hubungan hukum” yang mengarikan bahwa dalam hubungan internasional
telah melahirkan hak dan kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling
berhubungan. Hubungan internasional merupakan hubungan antar negara atau antar
individu dari negara yang berbeda-beda, baik berupa hubungan politis, budaya, dan
ekonomi. hubungan internasional mempunyai tujuan untuk meningkatkan
persahabatan, dan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai
macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional. Untuk
menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera, negara kita harus tetap
melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Politik global adalah satu jaringan dan jejaring yang kompleks dari bermacam- macam
agen, negara dan non negara, yang membentuk struktur yang tidak penuh, memiliki
kedekatan, juga konflik satu sama lainnya. Sementara struktur itu sendiri tidak lain
adalah sebuah konteks sosial yang dapat berubah bentuk, diperbaharui, hilang atau
muncul kembali, tergantung pada luas pemakaian atas ide-idenya. Struktur bukanlah
sebuah agregat kepentingan rasional yang stabil dan tumbuh secara linier. Struktur
meliputi satu set ide tentang peranan, fungsi dan nilai-nilai yang diterima dan
dijalankan. Struktur menjadi kelaziman karena banyak yang mempercayai bahwa
memang itulah yang ada pada struktur itu. Setiap pengetahuan tentang struktur politik
global harus dipelajari.
Tulisan ini menggambarkan bagaimana struktur politik global dibentuk dan membentuk
nilai-nilai pada aktornya dan implikasi-implikasinya terhadap perilaku subjek-subjeknya
yang nyata, yakni manusia, seperti yang sering digambarkan dalam globalisasi. Dalam
rangka menunjukan tantangan-tantangan yang dihadapi, dalam tulian ini dijelaskan
hubungan dialektik antara isu-isu normatif yang hendak dipecahkan dan jalan yang
dipilih untuk mengatasinya. Sebagai sebuah proyek politik, globalisasi memunculkan
problematika karena terus mengundang konflik dan perang. Kategori yang memberikan
akibat-akibat yang berbeda pada penerapan-penerapan praktisnya adalah ide-ide
tentang masyarakat global. Sebagai sebuah bentuk kekuasaan normatif, dibutuhkan
kesepahaman baru tentang isi yang terpenting dari masyarakat global. Ketidaksejajaran
dalam meletakan kekuasaan agen-agennya dan jalur-jalur yang dipilih untuk sampai
kepada penerimaan itu merupakan kendala untuk mencapai masyarakat global yang
damai.
Setiap penilaian tentang politik global untuk jangka panjang tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh ide-ide yang dikembangkan dalam filsafar politik Barat. Secara tipikal para
pemikir di masyarakat ini meyakini sifat dasar dari dunia sosial menghasilkan bayangan
manusia dimana terdapat keadaan yang anarki dalam kehidupan individu-individu dan
individu-individu tersebut tidak mampu menerima ancaman sosial pada level yang
tinggi. Ketakutan akan ancaman dan kidakmampuan menerima kekacauan menjadi
motif utama individu-individu untuk mengorbankan sebagian kebebasan, dengan tujuan
menaikan tingkat keamanan, dan pada proses inilah pemerintah dan negara muncul.
Kerjasama multilateral juga dimunculkan dalam pemikiran tentang sifat alami, namun
dengan penekanan-penekanan yang kuat pada tujuan-tujuan rasional manusia. Anarki,
egoisme, self interest adalah konsep-konsep yang hampir selalu muncul untuk
menjelaskan hubungan antar manusia maupun antar negara-negara (Hoffman 1999).
Berdasarkan pandangan tentang sifat alami manusia, individu-individu berada dalam
kumpulan-kumpulan untuk mempertahankan diri dari serangan pihak lain dan
mengamankan kepentingannya, termasuk keamanan atas harta benda dan semua
yang diakui sebagai hak-hak milik pribadinya. Pemahaman ini yang paling banyak dan
paling sering dipakai untuk menerangkan perilaku manusia dan negara-negara.
Pendekatan konflik menjadi suatu yang tak terelakkan, berdasarkan pemahaman
tentang sifat alami, dan pada akhirnya akan diselesaikan melalui perang. Realisme
adalah salah satu aliran pemikiran yang menyumbang besar dalam menyebarkan
pengetahuan ini. Secara khusus realisme memberi perhatian kepada kekuatan
persenjataan yang bisa mengakibatkan kerusakan massal. Mereka meyakini negara-
negara yang menguasai persenjataan lebih suka damai ketimbang perang karena
perang akan menghancurkan diri sendiri (Waltz 1979; Morgenthau 1985; Stephen
Krasner 1988, 1999; Gilpin 1991; Buzan 1991; Mearsheimer 2001).

3. Dilema yang muncul selanjutnya akbat dari interaksi global di kawasan Asia
Tenggara adalah perkembangan indocina yang juga dianggap sebagai sebuah
ancaman, 2 Lihat Asean Documentary Series. 1998 – 1999, Jakarta: Asean Secretariat
selain itu juga ketidakstabilan domestik politik di setiap negara di kawasan tersebut
(domestic vulnerabilities) yang menimbulkan kerawanan regional3 , selain itu juga
preferensi suatu negara terhadap potensi negara lain, terutama di Asia Tenggara
memicu Asean untuk mengambil langkah guna memberikan solusi yang relevan bagi
isu-isu yang nantiny aakan berkembang menjadi sebuah ancaman. Jadi dapat dicermati
bahwa ASEAN ingin menciptakan keamanan yang kolektif, dengan menumbuhkan
suatu persepsi yang sama antar sesama anggotanya dalam memandang sebuah isu
yang berkembang. Munculnya negara super power dunia pun tidak lepas dari perhatian
ASEAN, karena tidak dapat dipungkiri dengan berperannya negara super power dalam
proses arbitrasi konflik di kawasan Asia Tenggara, dipandang sebagai sebuah ancaman
yang harus disikapi secara tepat dan cermat. Karena ASEAN sadar, bahwa ketika
harus menghadapi sebuah kekuatan besar, haruslah hati-hati guna menghindari konflik
terbuka, yang tentunya tidak akan membawa manfaat apapun. Hadirnya Amerika
Serikat di kawasan Asia Tenggara, menimbulkan security complex dimana setiap
anggota terkait dalam satu kerangka kerjasama keamanan. Bagaimanapun suatu
ancaman muncul diakibatkan oleh kerapuhan pada kondisi sebuah negara atau
kawasan. Dimana kerapuhan ini erat kaitannya dengan satu kondisi yang lemah, baik
dari kekuatannya (weak power) dan domestik negara itu sendiri (weak states).
Ancaman dari luar ASEAN pun tidak luput dari perhatian organisasi ini, karena
ancaman jenis ini dapat mempengaruhi eksistensi ASEAN di kawasan Asia Tenggara,
sebagai contohnya adalah munculnya kekuatan Cina di Asia, baik mengenai nuklirnya,
ataupun konfliknya dengan beberapa negara berkaitan dengan masalah integrasi
teritorialnya, berkaitan dengan masalah Laut Cina Selatan. Hal-hal itu dipersepsikan
sebagai sebuah ancaman bagi ASEAN dan tidak dapat diabaikan. Cina diasumsikan
akan muncul sebagai sebuah hegemoni di kawasan Asia, dengan berdasar pada
beberapa hal7 , yakni teori sistemik mengenai kekuatan besarnya sebagai kontrol
terhadap lingkungan eksternalnya dan juga sebagai sarana untuk meningkatkan
kekuasaannya; faktor sejarah hubungan Cina dengan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara klaim Cina terhadap Laut Cina Selatan sebagai bagian dari teritorialnya.
Dengan berdasarkan pada hal-hal tersebut, maka Cina akan mempunyai pengaruh
yang besar di kawasan Asia. Kemudian pertumbuhan ekonomi dan kemampuan
militernya, akan menjadikan Cina sebagai kekuatan dominan di kawasan tersebut8 .
Faktor hubungan sejarah antara Cina dengan beberapa negara di kawasan Asia
Tenggara juga menjadi sebuah tolak ukur kekhawatiran ASEAN, apabila ia muncul
sebagai sebuah hegemoni, yaitu mengingat dahulu Cina pernah menjadi sponsor
berbagai kegiatan separatis komunis di beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia (PKI, yang menjadi masa kelam bagi negara-negara Asia Tenggara.
Sehingga pada akhirnya, pada tahun 1990-an ASEAN merangkul Cina dalam
kerjasama keamanan regional yang terwujud melalui ASEAN Regional Forum (ARF)
yang juga melibatkan peran Jepang serta Amerika Serikan, yang nantinya diharapkan
dapat memberikan kontribusi pada stabilitas regional di Asia Tenggara.

4. Indonesia bersama-sama dengan anggota masyarakat internasional melalui


Konferensi Para Pihak (COP) UNFCCC ke-21 di Paris, telah mengadopsi Paris
Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change
(Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Perubahan Iklim), yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Persetujuan
dimaksud pada tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Paris Climate
Change Conference menghasilkan kesepakatan baru disebut Paris Agreement, atau
Persetujuan Paris, yang salah satunya menghasilkan kesepakatan mengenai NDC
yang mengatur dan memproyeksikan potensi penurunan emisi GRK dilakukan oleh
para Negara Pihak dalam kerangka waktu pasca-2020. Sebagai tindak lanjut
pernyataan komitmen Presiden Joko Widodo pada COP-21 adalah diratifikasinya Paris
Agreement melalui UU No. 16 Tahun 2016. Pada saat yang hampir bersamaan,
Indonesia menyampaikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) ke
Sekretariat UNFCCC, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dan menggantikan
dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) yang disampaikan
Indonesia sebelum COP-21 Paris. Sebagai bagian dari komitmen pre-2020, Indonesia
telah membuat upaya penurunan emisi GRK secara sukarela sejak tahun dengan
menuangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% dari BaU di tahun 2020, dan
sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional. Pembelajaran dari
implementasi komitmen tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan
target sampai dengan tahun 2030. Dengan telah diratifikasinya Paris Agreement dan
dengan rintisan yang telah cukup panjang dilakukan di Indonesia termasuk
kesepakatan antar sektor tentang target kuantitatif masing-masing dalam NDC (yang
merupakan gambaran garis besar transisi Indonesia menuju pembangunan masa
depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim), maka untuk
mengimplementasikannya diperlukan dukungan serta komitmen seluruh pihak.
Dukungan dan komitmen tersebut secara konsisten dan kontinyu memerlukan tindak
lanjut untuk menjaga sumber daya alam dan lingkungan Indonesia menjadi lebih baik
dan berkontribusi dalam mencegah kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2oC dan
menuju 1.5oC dibandingkan dengan era pra-industrialisasi. Dokumen NDC merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen ratifikasi Perjanjian Paris, yang disusun
berdasarkan prinsip common but differentiated responsibilities and respective
capabilities. Penyampaian NDC kepada UNFCCC Secretariat merupakan salah satu
implementasi Perjanjian Paris terutama merujuk pada Keputusan 1/CP.21 paragraf 22.
Prinsip clarity-transparency-understanding (CTU) merupakan core principles dan isu
strategis yang akan terus dirujuk dalam mengelaborasi First NDC Indonesia ke dalam
rencana implementasinya di setiap kategori sector.
CTU sangat penting untuk mengukur penurunan emisi GRK oleh setiap negara
sehingga dapat dilakukan perbandingan dan agregasi upaya global penurunan emisi
GRK. Implementasi CTU dalam NDC akan didasarkan pada pengalaman dan
kemampuan Indonesia di dalam penurunan emisi GRK di semua sektor yang dapat
diverifikasi melalui proses MRV. Oleh karena itu, penjabaran NDC ke dalam aksiaksi
mitigasi oleh seluruh Kementerian/Lembaga serta non-party stakeholders, dapat
merujuk kepada proses MRV yang sudah dikembangkan sejak tahun 2013.
Pelaksanaan Persetujuan Paris khususnya NDC akan menjadi momentum bagi
Indonesia untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upayaupaya
yang lebih intensif misalnya dalam menjaga hutan, melindungi lingkungan,
mengembangkan penerapan energi baru dan terbarukan, meningkatkan transportasi
yang berkelanjutan, pertanian yang rendah emisi dan meningkatkan ketahanan pangan,
industri yang ramah lingkungan, bangunan yang ramah lingkungan serta pengelolaan
limbah yang terpadu. Hal ini dapat membuka peluang antara lain untuk membangun
aksi koheren di tingkat nasional oleh seluruh komponen masyarakat, pengembangan
riset, mobilisasi sumber daya melalui kemitraan dan kerjasama internasional serta
peluang lain berkaitan dengan pembangunan nasional. Salah satu langkah awal dalam
mengimplementasikan di tingkat nasional adalah mendorong penyelarasan NDC dalam
program dan kegiatan kementerian terkait untuk Rencana Kegiatan Pemerintah Tahun
2018 yang diarahkan menuju pencapaian target 10 Prioritas Nasional Pembangunan,
untuk kemudian dikaitkan dengan program dan kegiatan prioritas. Mengingat komitmen
mandatori di bawah UNFCCC yang melibatkan seluruh negara pihak seperti dalam
Persetujuan Paris (Paris Agreement) merupakan hal yang baru bagi Indonesia sebagai
negara berkembang, maka diperlukan strategi untuk mengimplementasikannya yang
terbagi ke dalam program-program dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review
dan pembaruan komitmen dalam NDC pada setiap periode yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai