Anda di halaman 1dari 10

PENGANTAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

oleh
R. RESI DWI SURYO SETO
NIM 130910101030

HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2014

2. Era Kontemporer, Kerjasama dan Konflik


Isu global ada karena meningkatnya ketergantungan negara dengan negara
lain. Isu global yang menjadi sorotan seperti globalisasi, migrasi internasional dan
lingkungan hidup telah menjadi perbincangan yang hangat dalam masyarakat
internasional.
A. Globalisme terhadap Nasionalisme
Globalisasi ini diartikan sebagai dampak yang memunculkan
kecenderungan similaritas dan uniformalitas dari para individu, kelompok dan
sistem sosial yang telah melewati atau bahkan menghapus batas negara. Secara
sosial, ekonomi dan politik, globalisasi telah menggeser citizenship dan kesetiaan
nasionalisme ke dalam keterikatan global. Selain itu, globalisasi telah menggeser
identitas nasional ke dalam ikatan identitas yang spesifik seperti budaya, agama
dan etnis. Pada akhirnya, dampak dari globalisasi itu berakibat pada fragmentasi
melalui secession (pemisahan diri) dari ikatan nasional dan unificaion melalui fusi
(penggabungan) dari berbagai aspek. Era kontemporer dapat mendorong
kerjasama dengn alasan distribusi (untuk membagi sumber daya ekonomi, sosial
dan politik) dan untuk memperjuangkan pengakuan terhadap identitas nasional.
Tuntutan negara untuk memperoleh pengakuan terhadap dunia dalam
memeratakan perekonomian internasional seringkali mengakibatkan ketegangan
dan pertikaian antara pemerintah pusat dan daerah. Konflik itu dikarenakan
pemerintah pusat kerapkali mengeksploitasi sumber daya daerah secara besarbesaran untuk kemakmuran masyarakat internasional, sedangkan kemakmuran
masyarakat daerah terabaikan. Karena dengan memakmurkan perekonomian
internasional, negara akan lebih bangga karena mendapat pengakuan
internasional.

Tujuan negara yang seperti itulah yang dapat mengakibatkan konflik


sampai dengan pemisahan daerah dengan pemerintah pusat. Konflik dan
pemisahan ini kemudian dapat mendorong perang dalam skala kecil namun
berntensitas yang besar. Akan lebih runyam lagi jika konflik itu mengundang
pihak eksternal ke dalam konflik itu.
Seperti halnya OPM (organisasi papua merdeka). Mereka pernah
berkonflik untuk memisahkan diri dari NKRI dengan alasan yang spesifik yaitu
masalah kesejahteraan masyarakat dibidang ekonomi. OPM yang mewakili Papua
Barat merasa dirugikan oleh pemerintah pusat karena SDA yang ada dieksploitasi
secara besar-besaran sedangkan nasib Papua Barat sendiri diterlantarkan. Konflik
yang terjadi ini telah melibatkan pihak eksternal untuk mencapai resolusi konflik.
Untungnya, konflik ini semakin lama semakin redam. Namun dengan isu
globalisasi yang terus berkembang ini, pihak eksternal dapat menyulut kembali
konflik. Hal ini akan berakibat pemisahan dari pemerintah pusat dan
penggabungan pihak eksternal.

B. Terorisme Internasional
Terorisme dapat menjadi berskala internasional apabila :

Diarahkan kepada warga asing atau target luar negeri

Dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah atau faksi dari lebih


satu Negara

Diarahkan untuk mempengaruhi kebijakan dari pemerintah asing

Tindakan terorisme dapat didasarkan pada permintaan yang harus dipenuhi


oleh pemerintah dan juga sebagai peringatan atau ancaman kekerasan yang akan
terjadi jika pemerintah tidak mengubah kebijakannya. Namun, motif seperti etnis,
agama, sosial-ekonomi dan perbedaan ideologi sering kali terjadi saat ini.

Terorisme juga bisa dikaitkan dengan kerjasama dan konflik. Kerjasama


ini terjadi dalam hal pencapaian tujuan. Kerjasama ini bisa digalang oleh para
teror berdasarkan kesamaan etnis, agama, sosial-ekonomi maupun ideologi.
Dimana kerjasamanya ini melewati batas negara untuk mengacaukan masyarakat
atau mengancam masyarakat internasional. Seperti halnya jaringan terorisme
internasional yang dilakukan oleh umat islam radikal. Kasus ini dapat
menimbulkan kerjasama antar umat islam yang memiliki tujuan sama, yaitu
membuat takut dan membuat masyarakat yang berbeda ideologi merasa terancam.
Terorisme ini pada dasarnya memilih target yang potensial untuk menimbulkan
ketakutan dan kekhawatiran orang banyak dan sifatnya yang dapat menjadi
perhatian internasional juga menimbulkan reaksi internasional.

C. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup menjadi isu global sejak usai perang dingin, hil ini
dikarenakan :

lingkungan hidup memiliki efek secara global, seperti pemanasan global

lingkungan hidup menyangkut eksploitasi sumber daya global, seperti


lautan dan atmosfer

lingkungan hidup bersifat transnasionali seperti kerusakan lingkungan


hidup di suatu negara akan berdampak di negara sekitarnya.

eksploitasi atau degradasi lingkungan yang dilakukan dibanyak negara


menjadi pemicu lingkungan hidup sebagai isu global.

Kerjasama internasional dalam isu lingkungan hidup ini diarahkan untuk


mencari kesepakatan ukuran-ukuran, patokan-patokan dan norma-norma
internasional yang sah serta cara penerapannya. Konflik akan terjadi jika suatu

aktor hubungan internasional tidak mau mematuhi sebuah kesepakan internasional


tentang lingkungan hidup.
D. Migrasi Internasional
Dengan meningkatnya interaksi aktor-aktor hubungan internasional, batasbatas geografis negara pun semakin tidak jelas. Perpindahan penduduk antar
negara semakin mudah. Secara umum, permasalahan migrasi bertumpu pada
imigrasi legal dan ilegal ke dalam wilayah suatu negara.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan migrasi internasional yaitu :

Pertumbuhan populasi dunia yang semakin besar

Mudahnya sarana komunikasi dan transportasi

Adanya pergolakan dunia yang penuh ketidakstabilan sehingga


mendorong masyarakat ingin mencari hidup yang lebih baik

Migrasi secara ilegal dapat memicu konflik antar negara jika masyarakat
yang berimigrasi secara ilegal ini tidak bisa diterima ditujuannya dan membawa
nama negara asal. Konflik ini juga bisa terjadi jika para imigran tidak mendapat
perlakuan manusiawi oleh masyarakat negara asing dan kejadian itu diketahui
negara.

4. Debates
A. Realism (Neo-realism)
Aliran realis lebih menekankan terhadap keamanan dan kekuasaan suatu
negara yang dalam arti kekuatan atau power. Dalam konsep ini, negara akan lebih
terlihat anarki karena dalam mengejar kepentingan, negara akan mementingkan
kepentingan pribadi negaranya dengan menggunakan kekuatan atau power. Neorealis melihat bahwa power bukan hanya pada kekuatan militer saja, tetapi juga
dengan kemampuan memaksa dan mengontrol negara lain yang berada dalam
sistem. Menurut pandangan neo-realis, negara-negara adalah para pencari
kekuasaan yang sadar akan keamanan. Dengan hal itu, negara akan terus
membangun kekuatannya hingga merasa aman. Aliran realis menganjurkan
penggunaan cara yang berorientasi pada kekuasaan dan bila perlu
menyampingkan moral dan memberikan prioritas utama pada kepentingan pribadi
atau kelompok.
Kaum realis melihat bahwa politik sebagai perjuangan guna untuk kekuasaan,
dimana seorang pelaku politik dapat menguasai tingkah laku dan tindakan orang
lain. Menjalankan politik berdasar pertimbangan moral dan hukum ataupun
bertindak sesuai ideologi menurut kaum realis adalah bertentangan dengan kodrat
alam dan politik itu terlihat menjurus kepada keadaan menyerah ataupun pasrah
walaupun politik dilakukan tanpa menyerah kepada paham lain. Seorang realis
pada tingkat terakhir adalah seorang pragmatis, yang berarti mempunyai
pengertian dapat berunding dan berkompromi tanpa harus tunduk.

B. Liberalism (Neo-liberalism)
Liberalisme berpendapat bahwa negara dapat mencapai kemakmuran dengan
cara kerjasama dan juga berpendapat bahwa perang sangat destruktif dan sia-sia.
Dalam pemikiran kaum liberalis, negara disebut sebagai aktor utama dalam
hubungan internasional. Namun, aktor-aktor lain non-negara dan organisasi antar
pemerintahan juga memiliki peran penting. Negara-negara akan saling bekerja
sama tanpa melihat hasil relatifnya, namun akan lebih melihat hasil absolutnya.
Ini berarti bahwa setiap bangsa bebas menentukan apa saja yang akan mereka
lakukan tanpa ada organisasi internasional yang menghalangi hak bangsa untuk
berdaulat.

C. Contructivism
Kontruktivis memberi sebuah perhatian terutama pada kepentingan dan
identitas negara sebagai produk yang dapat dibentuk. Konstruktivisme muncul
sebagai penjembatan antara neo-realis dan neo-liberalis dengan teori reflektifis
seperti postmodernisme, feminisme ataupun critical theory.
Menurut kaum konstruktivisme, realitas sosial tidak dapat dilihat sebagai
suatu yang alamiah terjadi tanpa pengaruh interaksi. Dan sebaliknya, tidak dapat
dilihat sebagai suatu yang nihil atau tidak ada dan semata-mata hanya bisa dilihat
sebagai refleksi ide-ide manusia. Konstruktivisme melihat realitas sebagai sesuatu
berdasar fakta yang materiil bisa ditangkap oleh panca indra maupun tidak.
Namun fakta itu tidak menentukan bagaimana manusia melihat realitas sosial.
Dan realitas sosial menurut konstruktivis adalah hasil konstruksi manusia. Maka,

setiap tindakan negara akan didasarkan pada sebuah pengertian yang muncul dari
interaksi dengan lingkungan internasional.

Kerjasama, perang, memutuskan hubungan ataupun tidak menjalin hubungan


adalah didasarkan oleh pengertian yang muncul dari interaksinya dengan
lingkungan internasional. Menurut konstruktivisme, perang terjadi akibat adanya
pilihan dari suatu negara yang keputusannya dipengaruhi oleh identitas dan
kepentingan yang dimiliki oleh negara tersebut. Faktor penyebab perang itu bisa
dimulai dari aspek ekonomi, sosial dan politik.

D. Scientific / Behavioral
Para pendukung scientific percaya bahwa studi hubungan internasional bukan
hanya menekankan pada studi politik dan sejarah saja. Namun juga ilmu-ilmu
sosial lainnya yang bersifat eksperimental bahkan dalam ilmu alam. Aliran
scientific ini adalah bentuk kontra terhadap aliran tradisional. Aliran scientific ini
muncul untuk mengatasi ketidak persisan aliran tradisional dengan menggunakan
teknik-teknik kuantitatif dan penyusunan model.
Para ilmuan scientific sangat skeptis terhadap aliran tradisional dan
menganggapnya terlalu kabur dan inklusif dalam melengkapi tentang perilaku
politik internasional dan juga terlalu impresionistis maupun fleksibel untuk bisa
bertahan terhadap pengujian ilmiah. Para sarjana aliran ini yakin terhadap metode
eksplisit, berfikir induktif, pengujian hipotesis secara komprehensif, dalil-dalil
yang eksplisit selalu harus dikonfirmasikan melalui pengujian ulang. Scientific
menitikberatkan pada operasionalisasi konsep-konsep melalui pengukuran viriabel
yang tepat. Operasionalisasi menekankan pada proses, mulai mana seseorang
menggunakan dalil atau hukum sebagai definisi atau sandi untuk mengubah fakta
menjadi data yang nantinya dapat diukur.

Hal ini akan memungkinkan para pengamat objektif untuk mengulang


observasinya dan memeriksa ketepatannya. Dengan titik berat pengukuran
variable secara eskak ini, para sarjana scientific menyarankan pelatihan teknik
statistik dan ilmu komputer bagi penstudi hubungan internasional.
Kebanyakan, para ilmuan ini mengkonsentrasikan diri pada proyek-proyek
peringkat menengah yang mempertautkan dan menghubungkan beberapa variabel
yang dipilih.
Dengan metode seperti itu, mereka berharap bahwa secara bertahap
mereka akan mampu menemukan teori parsial dan middle range yang konsisten
yang akan bisa bertahan terhadap pengujian secara empiris. Sampai sejauh ini,
aliran scientific ternyata hanya menghasilkan lebih banyak janji dari pada
penampilan dan lebih banyak proses analisa dari pada eksperimentasi yang
substantif. Konstribusi pada aliran ini adalah kepemimpinannya untuk
mengadakan revolusi metodologis dalam studi hubungan internasional.
Aplikasi metoda scientific dalam studi hubungan internasional bukan
hanya menyebabkan masuknya konsep-konsep dan alat-alat yang canggih, tetapi
juga sekumpulan calon teori yang siap diuji melalui prosedur verifikasi. Meskipun
sampai saat ini para ilmuan scientific hanya memberikan sedikit proposisiproposisi yang bersifat teoritis bagi ilmu politik, namun janji mereka patut
dinantikan. Apabila janji itu dipenuhi, mereka akan mampu meramalkan secara
akurat dan akan mampu mengontrol perilaku para aktor dilingkungan
internasional.

E. Post-Behavioral
Secara khusus aliran post-behavioral menguji dua buah teori. Yang pertama
yaitu bahwa negara-negara yang diperintah secara demokratis dengan sistem
perdagangan bebas akan lebih sedikit dalam ketelibatan perang dari pada negara-

negara yang sistem perekonomiannya terpusat. Yang kedua bahwa negara


libertarian tidak akan terlihat dalam peperangan. Pada alirah post-behavioral,
muncul pula aliran interdependensi dan dependensi global. Aliran interdependensi
atau saling ketergantungan mengacu kepada pemikiran yang di dedikasikan untuk
mempelajari tata atau tertib dunia (world order). Dalam hal ini, terbukanya
kesempatan untuk bekerja sama dan juga konflik antar negara dan terlibatnya
aktor-aktor non-negara seperti MNC. Sedangkan aliran dependensi atau
ketergantungan, menyatakan bahwa kelas atau non-negara merupakan unit analisis
yang lebih baik dari negara. Pemahamannya bahwa ekonomi politik internasional
dan ketergantungan negara miskin terhadap negara kaya disekitarnya akan lebih
membantu dalam membuka tabir fenomena global.
Aliran interdependensi dan dependensi selalu mengidamkan dan
menganjurkan dibentuknya suatu masyarakat dunia yang diorganisir secara baik
yang diatur oleh lembaga global yang efektif dan mempunyai kapasitas untuk
mengekang pemerintah-pemerintah negara.

Daftar bacaan :
Mas'oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional : disiplin dan
metodologi. Edisi revisi. Jakarta : PT. Pustaka LP3ES Indonesia
Jusuf, Suffri. 1998. Hubungan Internasional dan Politik Luar
Negeri. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Agung, Anak. dan Yayan Mochammad. 2006. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai