Anda di halaman 1dari 116

UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN UNHCR DALAM MENANGANI PENGUNGSI MYANMAR


ETNIS ROHINGYA DI BANGLADESH (PERIODE 1978-2002)




TESIS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains (M.Si) dalam Ilmu Hubungan Internasional






ARIS PRAMONO
0706307361



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN HUBUNGAN INTERNASIONAL
1AKARTA
1ULI 2010
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR


Puji serta syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Sains Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan berlangsung hingga sampai
pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya menyelesaikan tesis ini. Oleh
karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Nurani Chandrawati, M.Si dan Bapak Andi Widjajanto, MS, M.Sc selaku
dosen pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
2. Para Dewan Penguji yang terdiri dari Ibu Dra. Dwi Ardhanariswari, M.Phil
selaku penguji ahli, Bapak Dr. Makmur Keliat selaku Ketua Sidang, dan
Bapak Utaryo Santiko, S.Sos., M.Si selaku sekretaris sidang, atas saran dan
masukan dari mereka pada sidang, saya dapat melakukan perbaikan pada tesis
saya sehingga hasilnya menjadi lebih baik.
3. Para Dosen Pengajar yang telah memberikan banyak ilmu mereka kepada saya
semasa perkuliahan sehingga saya memperoleh banyak pengetahuan baru.
4. Para staI di Kantor Jurusan Pasca Sarjana dan juga perpusatakaan yang juga
telah banyak membantu dalam memberikan berbagai inIormasi yang berguna
dalam membantu saya menjalankan perkuliahan dan juga penyusunan tesis ini.
5. Ayahanda Supardjo, Ibunda Sunarwati, kakakku Adhi, serta adik-adikku
Murdhono dan Murdhani, atas segala dukungan, nasihat, dan doa yang tiada
henti sehingga saya selalu memiliki motivasi dan tanggung jawab untuk
menyelesaikan tesis ini.
6. Herisa Anugerah yang selalu memberikan motivasi, doa, dan dukungan, serta
bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Teman-teman di Pasca Sarjana Hubungan Internasional Universitas Indonesia
yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan ilmu dan
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

Universitas Indonesia
pengetahuan yang baru untuk saya. Khususnya kepada Lukman, teman satu
bimbingan dengan saya.
8. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu
persatu, yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa kepada penulis
dalam menyelesaikan studi dan tesis.
Penulis dapat menyadari bahwa tesis ini masih jauh untuk dikatakan
sempurna. Segala kekurangan yang terdapat di dalamnya merupakan reIleksi dari
berbagai keterbatasan penulis. Untuk itu, demi perbaikan dan kesempurnaan,
kritik dan saran yang bersiIat membangun diharapakan dari berbagai pihak yang
berkenan membacanya.
Akhir kata semoga Tesis ini bermanIaat bagi kita semua dan penulis pada
khususnya. Amin.


Jakarta, 9 Juli 2010


Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

viii Universitas Indonesia

Nama : Aris Pramono


Program Studi : Hubungan Internasional
Judul : Peran UNHCR Dalam Menangani Pengungsi Myanmar
Etnis Rohingya Di Bangladesh (Periode 1978-2002)


Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan atau aktiIitas dari Organisasi
Internasional yaitu : United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR),
dalam menangani pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar. Salah satunya adalah
penanganan yang dilakukan oleh UNHCR dalam arus pengungsi etnis Rohingya yang
mengalir ke Bangladesh. UNHCR sendiri merupakan salah satu agen dalam tubuh
keorganisasian PBB yang muncul sebagai penerus dari United Nations Relief and
Rehabilitation Administration (UNRRA) dan International Refugee Organi:ation
(IRO) sebagai organisasi perlindungan pengungsi sebelum UNHCR yang dibentuk
oleh LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Perpindahan penduduk atau arus pengungsi yang
terjadi dalam jumlah besar dari satu negara ke negara lain tentunya akan membawa
dampak yang mencakup berbagai aspek, termasuk aspek kemanusiaan yang dialami
oleh para pengungsi, penanganan arus pengungsi yang masuk, serta aspek
internasionalisasi isu pengungsi di negara tersebut. Dengan demikian, peran UNHCR
dalam menangani arus pengungsi dan dampak-dampak yang ditimbulkannya tersebut
dapat dijadikan bahan untuk dianalisa.
Penelitian ini bersiIat deskriptiI, memberikan latar belakang sejarah terjadinya
arus pengungsi etnis Rohingya dari negara Myanmar hingga tiba di Bangladesh yang
jumlahnya hingga ratusan jiwa pengungsi. Selain itu, penelitian ini bertujuan
menganalisa peran-peran yang dijalankan oleh UNHCR bagi pengungsi Rohingya di
kamp penampungan Bangladesh. Pembahasan peran tersebut dipaparkan mulai dari
kehadiran UNHCR di Bangladesh, hingga aktiIitas-aktiIitas yang mereka laksanakan.
Berbagai aktor yang terlibat adalah pemerintah Bangladesh, NGO internasional dan
lokal di Bangladesh, serta sister organization UNHCR di dalam tubuh organisasi
PBB, dan para pengungsi itu sendiri. Aktor-aktor ini memainkan peranan yang saling
berkaitan dengan UNHCR, serta saling berkaitan satu sama lain.
Konsep yang digunakan untuk menjelaskan peran UNHCR ini adalah konsep
peran IGO dalam mengatasi sebuah permasalahan dalam kajian hubungan
internasional. Berdasarkan konsep tersebut, sebuah IGO hadir dan beroperasi dalam
sebuah sistem internasional yang sarat akan kerjasama dan konIlik, dan dimana
karakteristik yang nampak ialah adanya complex interdependence. Aktor-aktor
memiliki rasa saling ketergantungan dalam menanggulangi berbagai isu, sehingga
melalui suatu bentuk kerjasama mereka membangun sebuah rezim untuk suatu isu
tertentu. Rezim itu sendiri memupuk kerjasama beragam aktor, tidak hanya aktor
negara, melainkan aktor-aktor non-negara. Peran yang dijalankan sebuah IGO sendiri
tersebut terdiri dari inisiator, Iasilitator, mediator, rekonsiliator, determinator.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

viii Universitas Indonesia


Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah
bahwa UNHCR memainkan peranan IGO sesuai dengan aktiIitas dari organisasi
internasional. Meskipun demikian, UNHCR tidak berhasil memenuhi mandatnya
untuk mencapai solusi terbaik bagi para pengungsi Rohingya di Bangladesh, dan
kasus ini tetap menjadi krisis yang berkepanjangan. Hal tersebut dikarenakan
UNHCR tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam pembuatan kebijakan suatu
negara. Dengan demikian hal tersebut merupakan salah satu hambatan bagi para
pengungsi untuk mendapatkan solusi terbaik untuk melakukan repatriasi sukarela,
relokasi di negara ketiga, maupun integrasi ke dalam host countrv. Selain itu, yang
menjadi masalah atau hambatan adalah sikap pemerintah Myanmar sendiri yang
hingga kini masih tetap menganggap bahwa etnis Rohingya tersebut bukanlah
merupakan bagian dari etnis-etnis yang ada di negara Myanmar.




Kata Kunci : UNHCR, rohingya, peran




























Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

viii Universitas Indonesia

Name : Aris Pramono


Studv Program: International Relations
Title : The role of UNHCR in dealing with ethnic Rohingva refugees from
Mvanmar in Bangladesh (Period 1978-2002).


This studv aims to examine the role or the activities of international
organi:ations, namelv. the Office of the High Commissioner for Refugees (UNHCR),
in dealing with ethnic Rohingva refugees from Mvanmar. One is the handling done bv
the UNHCR in the flow of ethnic Rohingva refugees flowing into Bangladesh.
UNHCR itself is one of the agents in the bodv of the UN organi:ation that emerged as
the successor of the United Nations Relief and Rehabilitation Administration
(UNRRA) and the International Refugee Organi:ation (IRO) as before the UNHCR
refugee protection organi:ation founded bv the League of Nations (League of
Nations) . Population displacement or refugee flows that occur in large numbers
from one countrv to another course, will take effect that cover various aspects,
including the humanitarian aspects experienced bv the refugees, handling an influx of
refugees, as well as aspects of the internationali:ation of the refugee problem in the
countrv. Thus, the role of UNHCR in the treatment of refugee flows and the resulting
effects can be used as material analvsis.
This studv is descriptive, giving the historical background of ethnic Rohingva
refugees from Mvanmars state until arriving in Bangladesh the number of displaced
hundreds of lives. In addition, this studv aims to analv:e the role undertaken bv the
UNHCR for Rohingva refugees in camps in Bangladesh. Discussion of the role is
described starting from UNHCRs presence in Bangladesh, with activities that thev
do. Jarious actors involved is the government of Bangladesh, international and local
NGOs in Bangladesh, and sister organi:ations in the bodv of the organi:ation of the
United Nations UNHCR and the refugees themselves. The actor plaving the role of
inter-related with the UNHCR, as well as related to each other.
Concepts used to explain the historical role of the IGO is the role of UNHCR
in addressing the problem in the studv of international relations. Under this concept,
an IGO is present and operating in the international svstem that would be full
cooperation and conflict, and where the visible characteristic is the presence of
complex interdependence. The actor has a sense of interdependence in dealing with
various problems, so through some form of their cooperation to build a regime of a
particular issue. The regime itself is a diverse actors to encourage cooperation, not
onlv state actors, but non-state actors. The role of running the IGO itself consists of
initiator, facilitator, mediator, rekonsiliator, determinant.
Findings of the research that has been done is that UNHCR plavs IGO in
accordance with the activities of international organi:ations. However, UNHCR does
not successfullv meet its mandate to achieve the best solutions for the Rohingva
refugees in Bangladesh, and this continues to be a prolonged crisis. Thats because
the UNHCR has no right to interfere in state policv making. So, is one of the
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

viii Universitas Indonesia


obstacles for refugees to obtain the best solution for voluntarv repatriation,
relocation in third countries, and integration into the host countrv. In addition,
problems or constraints is the attitude of the Mvanmar government itself, which until
now still think that is not part of the ethnic Rohingva ethnic group in the countrv of
Mvanmar.



Kev Words . UNHCR, Rohingva, Role.



Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.



xv Universitas Indonesia
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR BAGAN xiv
DAFTAR GAMBAR xv

1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 IdentiIikasi Masalah 4
1.3 Perumusan Pertanyaan Penelitian 6
1.4 Kerangka Pemikiran 6
1.4.1 Konsep Pengungsi 6
1.4.2 Konsep Human Securitv 10
1.4.3 UNHCR Sebagai Agensi PBB 18
1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 25
1.6 Sistematika Penulisan 25

2. SE1ARAH SINGKAT MYANMAR, DISKRIMINASI TERHADAP
ETNIS ROHINGYA, DAN UNHCR SEBAGAI ORGANISASI
INTERNASIONAL 27
2.1 Etnis-etnis di Myanmar Selain Etnis Rohingya 27
2.1.1 Etnis Karen 27
2.1.2 Etnis Kachin 27
2.1.3 Etnis Shan 28
2.1.4 Etnis Mon 29
2.2 Sejarah Singkat Kondisi DemograIi di Myanmar 29
2.3 Periode Myanmar Sebelum Kemerdekaan 35
2.4 Periode Setelah Kemerdekaan 36
2.5 Periode Pemerintahan Junta Militer 38
2.6 Kasus Etnis Rohingya 40
2.6.1 Asal Usul Etnis Rohingya 40
2.6.2 Kebijakan DiskriminatiI Pemerintah Junta Militer Terhadap
Etnis Rohingya 43
2.7 UNHCR Sebagai Organisasi yang Menangani Masalah Pengungsi 54
2.8 Instrumen Internasional Lainnya 61
2.9 Hak Asasi Manusia dan Pengungsi 63

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

xv Universitas Indonesia

3. PERAN UNHCR DALAM PENANGANAN PENGUNGSI
ROHINGYA 76
3.1 Analisa Peran UNHCR dalam Mekanisme Penyelesaian Masalah
bagi Pengungsi Rohingya 77
3.1.1 Peran UNHCR Sebagai Inisiator 77
3.1.2 Peran UNHCR Sebagai Fasilitator 79
3.1.3 Peran UNHCR Sebagai Mediator dan Rekonsiliator 84
3.1.4 Peran UNHCR Sebagai Determination 85
3.3 Hambatan-hambatan yang dialami UNHCR dalam Pelaksanaan
Tugasnya menangani Pengungsi Rohingya 90

5. KESIMPULAN 95

6. DAFTAR PUSTAKA 101






























Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

xv Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL


Tabel 2.1 Tipologi Migran dalam Migrasi Internasional 66

Tabel 3.1 Peranan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Rohingya di
Bangladesh 93


































Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

xv Universitas Indonesia
DAFTAR BAGAN


Bagan 3.1 Alur Penetapan Status Pengungsi oleh UNHCR 8








































Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

xv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR


Gambar 2.1 Peta Persebaran Etnis di wilayah Myanmar 34

Gambar 2.2 Peta Wilayah Etnis Rohingya 41

Gambar 2.3 Peta Persebaran Pengungsi Rohingya 53







Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
1

Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah
Myanmar merdeka pada 4 Januari 1948 dari Inggris berdasarkan
kesepakatan damai antara pemerintahan kolonial Inggris dan kaum nasionalis
Burma yang dipimpin Thakin Nu. Pada awalnya Myanmar bernama Burma dan
pada 18 Juni 1989, diubah menjadi Myanmar. Perubahan ini dilakukan oleh Junta
Militer untuk menunjukkan bahwa pemerintah juga melindungi etnis-etnis lain
karena Burma adalah nama etnis terbesar di Myanmar. Etnis Burma berasal dari
Tibet, yang datang belakangan di Myanmar yang sudah lebih dulu didiami oleh
etnis Shan yang berdiam di sepanjang perbatasan Thailand Myanmar.1
Pada tahun 1962 Ne Win mengambil alih pemerintahan dengan melakukan
kudeta atas pemerintahan U Nu. Alasan kudeta tersebut adalah untuk
menyelesaikan pemberontakan yang dilakukan oleh etnis minoritas terhadap
pemerintah. Sejak itu Myanmar dipimpin oleh rezim junta Militer. Sejak berkuasa
pihak junta militer menekan etnis Rohingya dengan berbagai cara dan tidak
mengakui bahwa Rohingya adalah salah satu dari masyarakat minoritas di
Myamar.
Amnesty Internasional mencatat pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan oleh Junta militer atas etnis Rohingya. Pada tahun 1978 Sekitar 200.000
warga etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh akibat berlakunya Operasi
Nagamin oleh Junta. Operasi ini dilakukan sebagai upaya untuk memeriksa setiap
individu yang berada di Myanmar, mendata status kewarganegaran, serta mendata
orangorang yang masuk ke Myanmar secara illegal.2
Menurut Amnesti Internasional, Muslim Rohingya terus menderita
pelanggaran hak asasi manusia di bawah junta militer Myanmar sejak tahun 1978,

1
Rohingya dan Masa Depan Minoritas`, diakses dari http://idsps.org/headline-news/berita-
media/masa-depan-minoritas/
2
Ibid.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
2

Universitas Indonesia
dan banyak yang melarikan diri ke Negara Bangladesh. Faktor-Iaktor
penyebabnya antara lain:
3

1. Kebebasan untuk bergerak bagi etnis Rohingya sangat terbatas dan
sebagian besar dari mereka tidak diakui status kewarganegaraannya oleh
pemerintah Myanmar. Mereka juga mengalami berbagai bentuk
pemerasan, perpajakan sewenang-wenang, perampasan tanah, pengusiran
paksa, penghancuran rumah, dan pembatasan keuangan serta pernikahan.
Etnis Rohingya terus digunakan sebagai buruh paksa di jalan-jalan dan
kamp militer, meskipun jumlah tenaga kerja paksa di North Rakhine State
telah menurun selama dekade terakhir.
2. Pada tahun 1978 lebih dari 200.000 Rohingyas melarikan diri ke
Bangladesh, setelah junta militer Myanmar secara resmi melaksanakan
operasi 'Nagamin. Pelaksanaan operasi tersebut bertujuan untuk
memantau setiap individu yang hidup di negara bagian itu, dan tidak
mengakui bahwa etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Operasi
ini ditargetkan secara langsung kepada warga sipil etnis Rohingya, dan
mengakibatkan pembunuhan yang meluas terhadap etnis Rohingya
tersebut, pemerkosaan dan penganiayaan, serta perusakan masjid.
3. Selama 1991-1992 gelombang pengungsi baru yang jumlahnya lebih dari
seperempat juta Rohingyas melarikan diri ke Bangladesh. Mereka
melaporkan kerja paksa luas, serta pelaksanaan, penyiksaan, dan
perkosaan. Rohingyas dipaksa bekerja tanpa dibayar oleh tentara Myanmar
pada inIrastruktur dan proyek-proyek ekonomi, sering kali mereka
mengalami kondisi yang penuh kekerasan. Dalam hal ini, banyak
pelanggaran HAM lainnya terjadi dalam konteks kerja paksa warga sipil
etnis Rohingya oleh aparat keamanan Myanmar.
Apa yang dialami etnis Rohingya sebenarnya juga dialami oleh etnis-etnis
minoritas lain yang berada di Myanmar. Laporan Human Right Watch yang
menyebutkan sejak 2004 telah lebih dari satu juta komunitas minoritas terusir dari
desa-desa mereka. Etnis-etnis minoritas yang ikut menderita adalah Kachin, Chin,

3
MvanmarThe Rohingva Minoritv. Fundamental Rights Denied, Amnestv International, 2004,
diakses dari : http://www.amnesty.org/en/library/inIo/ASA16/005/2004

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
3

Universitas Indonesia
Mon, Shan yang berdekatan dengan etnis Siam di Thailand. Etnis Rohingya
menderita paling parah karena junta yang berkuasa menyatakan bahwa tidak ada
yang disebut sebagai kelompok etnis minoritas Rohingya dalam sejarah
Myanmar, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Etnis Rohingya adalah
orang Bangladesh yang meninggalkan negaranya untuk kehidupan yang lebih
baik. Untuk mendapatkan simpati dari negaranegara Barat mereka mengaku
sebagai orang Rohingya dari Myanmar.4
Perlakuan Junta yang tidak menggaap etnis Rohingya sebagai etnis
Myanmar berakibat kepada sulitnya etnis Rohingya memperoleh pekerjaan dan
sumber lainnya, dan pemaksaan terhadap pemindahaan agama yaitu ke agama
Budha. Perlakuan Junta Militer menyebabkan etnis Rohingya banyak mengungsi
ke negara lain dengan menggunakan perahu.
Pernyataan Junta Militer Myanmar bahwa tidak ada yang disebutsebut
sebagai kelompok etnis minoritas Rohingya dalam sejarah Myanmar adalah tidak
benar. Pada waktu pemerintahan Perdana Menteri U Nu (tahun 1948-1956,
1957-1958, dan 1960-1962) di Myanmar, banyak tokoh asal Rohingya berperan
dalam pemerintahan. Sultan Mahmood yang berasal dari etnis Rohingya misalnya
menjadi Menteri Kesehatan.5
KonIik yang terjadi di Myanmar bila tidak ditangani dengan baik dapat
menggangu keamanan serta menjadi beban bagi negara yang dituju oleh
pengungsi. Pengungsi Rohingya telah menjadi isu regional karena melibatkan
banyak negara di kawasan dan lembaga-lembaga internasional. Oleh karena itu
harus dirundingkan untuk mencari solusi yang terbaik agar tidak memunculkan
manusia perahu dan menghentikan terjadinya pelanggaran hak azasi manusia.
Penyelesaian masalah menjadi semakin rumit ketika pemerintah Myanmar tidak
mau mengakui etnis Rohingya sebagai etnis asli Myanmar dan menyatakan etnis
Rohingya adalan etnis yang berasal dari Bangladesh.




4
Opcit, Rohingva dan Masa Depan Minoritas.
5
Rohingya yang Kini Diabaikan, diakses dari
http://m.kompas.com/news/read/data/2009.01.30.00123761
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
4

Universitas Indonesia
1.2 Identifikasi Masalah
Rohingya adalah komunitas kaum muslim yang minoritas di daerah Utara
Arakan, sebelah barat Myanmar. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang tak
bernegara dan tidak diakui secara penuh kewarganegaraannya oleh pemerintah
Myanmar. Tidak seperti golongan etnik lainnya yang setidaknya diakui
warganegaranya oleh rezim Myanmar.. Masyarakat Rohingya dianggap sebagai
penduduk sementara dan tidak mendapat hak kewarganegaraan penuh.
Masyarakat Rohingya juga mengalami penyiksaan secara religi. Hampir tidak
mungkin bagi mereka untuk mendapat izin renovasi, perbaikan dan pembangunan
Masjid.
Kesengsaraan muslim Rohingya sudah dimulai sejak tahun 1978 oleh
Junta Myanmar, akibatnya ratusan ribu orang mengungsi ke negara-negara
tetangganya dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Antara lain mereka
mengungsi ke Bangladesh yang berbatasan dengan Myanmar dan sebagian
lainnya menjadi pengungsi di perbatasan Myanmar. dengan India. Suasana
kelaparan sangat terlihat di daerah-daerah pengungsian tersebut.
Junta pemerintah Myanmar tidak hanya mengintimidasi mereka, bahkan
menggembar-gemborkan gerakan anti Islam di kalangan masyarakat Budha
Rakhine dan penduduk Myanmar. sebagai bagian dari kampanye memusuhi
Rohingya. Gerakan ini berhasil, masyarakat Rohingya menghadapi diskriminasi
oleh pergerakan demokrasi Myanmar. Sebagian masyarakat Rakhine dan etnis
mayoritas lainnya menolak untuk mengakui Rohingya dalam golongan etnik yang
ada di Myanmar, dan mereka telah ditolak dalam keanggotaan Dewan Nasional
Etnis.6
Pemerintah Myanmar mengatakan bahwa motiI mereka adalah mencari
kehidupan yang lebih baik yang dapat dikatakan sebagai migran bermotiI
ekonomi. Namun ada juga etnis Ronghiya yang mengklaim bahwa mereka
memiliki masalah politik dan religius.7 Masalah etnis Rohingya yang awalnya
merupakan masalah domestik Myanmar, namun akhirnya terangkat menjadi isu

6
Fact s about t he Rohi ngya mus l i ms oI Ar akan, di aks es dar i :
ht t p: / / www. r ohi ngya. or g/ i ndex. php?opt i oncomcont ent &t askvi ew&i d
14&I t emi d27
7
Hentikan Arus Orang Ronghiya`, diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/xml/04480820/hentikan.arus.orang.rohingya
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
5

Universitas Indonesia
regional ketika etnis Rohingya terdampar dan mengusi ke negara lain sehingga
dapat menggangu keamanan kawasan yang dan menggangu negara-negara yang
berbatasan dengan Myanmar.
Isu pengungsi Rohingya ini menjadi masalah bersama karena para
pengungsi Rohingya tersebut membebani dan menambah masalah baru di negara
tempat mereka terdampar. Bukan hanya itu, para pengungsi etnis Rohingya
tersebut membebani negara anggota ASEAN lainnya. Pada awal 1990-an, lebih
dari 250.000 pengungsi Rohingya tinggal di tenda-tenda di wilayah perbatasan
dibawah pengawasan PBB di wilayah Banglades.
Beberapa waktu kemudian sebagian dari mereka kembali ke Burma,
sebagian bergabung dengan masyarakat Banglades, dan kira-kira 20.000 masih
hidup di tenda-tenda dekat TeknaI.. Sedikitnya 100.000 masih hidup di luar tenda-
tenda dan otoritas Banglades menganggap mereka ilegal, tidak jelas, atau
pengungsi yang tersisa, atau hanya 'pendatang. Pada 1999, setidaknya 1700 dari
mereka berada di penjara-penjara di Banglades dengan tuduhan melintas batas
secara tidak sah.8
Sebagai organ PBB yang menangani masalah pengungsi, maka tanggung
jawab utama United Nation High Commissioner on Refugees (UNHCR) yang
lebih dikenal sebagai perlindungan internasional, adalah untuk manjamin
kehormatan hak dasar asasi manusia bagi pengungsi, termasuk haknya untuk
mencari suaka dan menjamin bahwa tak seorang pun boleh dipulangkan secara
paksa ke suatu negara di mana ia mempunyai alasan untuk takut penganiayaan.
Organisasi mendukung diciptakannya perjanjian internasional untuk
pengungsi, memantau ketaatan pemerintah terhadap hukum internasional, serta
memberi bantuan materi berupa makanan, air, tempat tinggal, dan perawatan
medis bagi rakyat sipil dalam pelarian.
Adanya konIlik di Myanmar yang mengakibatkan banyaknya pengungsi
yang melarikan diri dari negara tersebut menimbulkan pertanyaan tentang
bagaimana upaya yang dilakukan oleh organisasi internasional (UNHCR) dalam

8
Guns and Gas in Southeast Asia: Transnational Flows in the Burma-Bangladesh Borderland,
diakses dari: http://kyotoreviewsea.org/images/images/pdIIiles/VanSchendelindoedit.pdI

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
6

Universitas Indonesia
menangani pengungsi Rohingya di Bangladesh, serta kendala atau hambatan yang
dihadapi oleh UHNCR.

1.3 Perumusan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan identiIikasi masalah yang telah diungkapkan, maka dalam
penelitian ini pertanyaan yang akan dijadikan sebagai dasar analisa adalah :
1. Upayaupaya apa yang dilakukan UNHCR dalam menangani
pengungsi etnis Rohingya di Bangladesh?
2. Kendala apa yang dihadapi oleh Organisasi Internasional (UNHCR)
terhadap menangani pengungsi Rohingya di Bangladesh?

1.4 Kerangka Pemikiran
1.4.1 Konsep Pengungsi
Pengertian mengenai pengungsi secara haraIiah yang dimuat dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah kata benda yang berarti orang yang mengungsi.
Terjadinya pengungsi karena adanya bahaya, misalnya bencana alam (natural
disaster) seperti banjir, gempa, gunung meletus, kekeringan. Mengungsi juga
terjadi bukan karena bencana alam (non natural disaster) atau sering dibut
bencana buatan manusia (man-made disaster), seperti konIlik bersenjata,
pergantian rejim politik, penindasan kebebasan Iundamental, pelecehan hak asasi
manusia, dan sebagainya.
9

Beberapa ahli juga memberikan pengertian pengungsi, antara lain :
(a) Malcom ProudIoot
Malcom ProudIoot memberikan pengertian pengungsi dengan
melihat keadaan para pengungsi akibat Perang Dunia II. Walaupun tidak
secara jelas dalam memberikan pengertian tentang pengungsi, pengertiannya
yaitu :
10

'These forced movements, .were the result of the
persecution, forcible deportation, or flight of Jews and political

9
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Penerbit: Balai Pustaka, 1995.
10
Malcom J. ProudIoot, European Refugee. 1935-52 A Studv in Forced Migration Movement,
London: Faber & Iaber Ltd, 1957, hal. 32.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
7

Universitas Indonesia
opponents of the authoritarians governments, the transference of
ethnic population back to their homeland or to newlv created
provinces acquired bv war or treatv, the arbitatrv rearrangement of
prewar boundaries of sovereign states, the mass flight of the air and
the terror of bombarment from the air and under the threat or
pressure of advance or retreat of armies over immense areas of
Europe, the forced removal of populations from coastal or defence
areas underv militarv dictation, and the deportation for forced
labour to bloster the German war effort.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengungsi adalah
orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan,
deportasi secara paksa, atau pengusiran orang-orang Yahudi dan perlawanan
politik pemerintah yang berkuasa, pengembalian etnik tertentu ke negara asal
mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian,
penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi; perpindahan
penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya
tekanan atau ancaman dari para militer di beberapa wilayah Eropa; pindahan
secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah pertahanan
berdasarkan perintah militer, serta pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut
dalam perang Jerman.

(b) Pietro Verri
Pietro Verri memberikan deIinisi tentang pengungsi dengan
mengutip bunyi pasal 1 UN Convention on the Status oI ReIugees tahun 1951
adalah 'applies to manv person who has fled the countrv of his nationalitv to
avoid persecution or the threat of persecution`.
11

Di sini pengungsi adalah orang-orang yang meninggalkan
negaranya karena adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau ancaman
penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi masih dalam lingkup

11
Pietro Verri, Dictionarv of the International Law and Armed Conflict, International
Committee oI the Red Cross, Geneva 1992, Hal. 96.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
8

Universitas Indonesia
wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi
Tahun 1951.
Dalam pasal 1 Konvensi tahun 1951 tentang Status Pengungsi,
deIinisi pengungsi secara umum adalah sebagai berikut :
12

'As a result of events occurring before 1
st
Januarv and owing
to well-founded fear of being persecuted for reason of race, religion,
nationalitv, membership, of particular social group or political
opinions, is outside the countrv of his nationalitv and is unable or,
owing to such fear, is unwilling to avail himself of the protection of
that countrv of his former habitual residence as a result of such
events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return to it`.
'Sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1
Januari 1951, dengan rasa takut yang mendalam akan mengalami persekusi
karena alasan rasial, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial
tertentu, maupun opini-opini politik yang mereka anut, berada di luar negara
asalnya, serta tidak mampu, atau karena rasa takutnya, menolak memanIaatkan
perlindungan yang disediakan oleh negara dimana ia sebelumnya berasal
akibat peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, tidak mampu, atau karena rasa
takutnya, menolak untuk kembali ke negara tersebut.
Konvensi 1951, yang rancangannya dibuat sebagai hasil rekomendasi dari
Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang baru saja dibentuk, menjadi petunjuk dalam
menyusun standar perlakuan terhadap pengungsi.
Dalam Pasal 1, Konvensi memberikan deIinisi umum tentang istilah
'pengungsi. Istilah tersebut berlaku pada setiap orang yang 'sebagai akibat
peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951, dan karena adanya ketakutan yang
beralasan akan dikejar-kejar atas alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan
dalam suatu kelompok sosial atau pandangan politik tertentu, berada di luar
negara tempat ia menjadi warganegara, dan tidak mampu, atau tidak mau, karena
adanya ketakutan semacam itu, mendapat perlindungan dari negara tersebut; atau
siapa saja yang tidak memiliki kewarganegaraan dan sedang berada di luar negara

12
Convention and Protocol Relating to the Status oI ReIugees, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
9

Universitas Indonesia
tempat ia sebelumnya bertempat tinggal, ternyata tidak mau kembali ke negara
tersebut karena adanya peristiwa-peristiwa semacam itu.
Konvensi menyusun standar minimum bagi perlakuan terhadap pengungsi,
termasuk hak dasar mereka. Konvensi juga menetapkan status hukum pengungsi,
dan mencantumkan ketentuan-ketentuan tentang hak mereka untuk mendapatkan
pekerjaan dan kesejahteraan, mengenai surat keterangan jati diri dan dokumen
perjalanan, mengenai penerapan biaya Iiskal, dan mengenai hak mereka untuk
memindahkan aset miliknya ke negara lain di mana mereka telah diterima dengan
tujuan permukiman kembali.
Konvensi melarang pengusiran dan pemulangan paksa terhadap orang-
orang berstatus pengungsi. Pasal 33 Konvensi menetapkan bahwa 'tidak satupun
negara Pihak dapat mengusir atau mengembalikan (memulangkan kembali)
pengungsi dengan alasan apapun ke wilayah perbatasan di mana jiwa atau
kemerdekaan mereka akan terancam karena pertimbangan ras, agama,
kewarganegaraan, anggota dari kelompok sosial atau pendapat politik tertentu.
Pasal 34 membahas persoalan naturalisasi dan asimilasi bagi pengungsi.
Ketentuan-ketentuan lain berkenaan dengan masalah hak atas akses terhadap
pengadilan, pendidikan, jaminan sosial, perumahan dan kebebasan untuk
bergerak.13
Konvensi tahun 1951 ini lebih maju dibandingkan dengan instrumen-
instrumen pengungsi lainnya, misalnya :
14

a. Pasal 1 yang memuat tentang deIinisi pengungsi. DeIinisi ini dirumuskan
sangat umum sekali.
b. Konvensi ini memuat prinsip non-reIoulement yang diatur dalam pasal 33.
c. Konvensi ini menetapkan standar minimum tentang perlakuan terhadap
pengungsi, termasuk hak-hak dasar yang harus dimiliki oleh pengungsi
serta kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh seorang pengungsi.
d. Konvensi mengatur tentang status yuridis pengungsi, hak untuk
mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan lainnya.

13
Ibid
14
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional . Hukum Internasional dan
Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional, (Bandung : Sanic OIIset, 2003), hal. 88.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
10

Universitas Indonesia
e. Konvensi ini mengatur tentang Kartu Tanda Pengenal (KTP), dokumen
perjalanan, tentang naturalisasi, serta hal-hal yang berkaitan dengan
masalah administrasi lainnya.
I. Konvensi menghendaki agar negara bekerja sama dengan UNHCR dalam
melaksanakan Iungsinya, serta memIasilitasi tugas supervisi dalam
penerapan konvensi.
Konvensi 1951 hanya dapat bermanIaat bagi orang yang menjadi
pengungsi akibat peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951. Namun tahun-
tahun setelah 1951 membuktikan bahwa pergerakan pengungsi tidak hanya
merupakan dampak sementara dari Perang Dunia Kedua dan keadaan pasca
perang. Sepanjang tahun-tahun terakhir 1950-an dan 1960-an muncul kelompok-
kelompok pengungsi baru, terutama di AIrika. Para pengungsi ini membutuhkan
perlindungan yang tidak dapat diberikan pada mereka karena batas waktu yang
ditetapkan oleh Konvensi 1951.
Dengan diberlakukannya Protokol tanggal 31 Januari 1967 tentang Status
Pengungsi, maka terlihat perubahan pada pemaknaan pengungsi yang tidak hanya
terbatas lagi pada pengungsi yang muncul sebagai akibat dari peristiwa yang
terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1951, melainkan menjadi pengungsi yang
muncul akibat peristiwa yang terjadi sebelum maupun sesudan tanggal 1 Januari
1951.

1.4.2 Konsep Human Security
Berakhirnya Perang Dingin menciptakan momentum baru yang memberi
ruang bagi penaIsiran kembali makna keamanan yang tidak semata-mata
keamanan negara dari ancaman militer negara lain. Bahkan, sebagai implikasinya,
peran militer pun diperluas untuk melakukan tugas-tugas di luar pertahanan
teritorial.
Selain itu, perhatian terhadap human securitv juga diperkuat oleh
gelombang globalisasi yang melahirkan arus balik karena beberapa eIek
negatiInya terhadap negara-negara lemah, kelompok, dan individu tertentu. Dan,
yang paling mencolok adalah bahwa menguatnya gagasan dan upaya human
securitv merupakan reaksi terhadap masalah-masalah kemanusiaan yang melanda
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
11

Universitas Indonesia
dunia saat ini, mulai dari pengungsi akibat konIlik dan kekerasan Iisik, penjualan
anak-anak dan wanita, masalah pangan, terorisme, perdagangan senjata ilegal,
pelanggaran hak azasi manusia, dan sebagainya.
DeIinisi human securitv yang paling umum diambil dari Human
Development Report tahun 1994.
15
Secara ringkas UNDP mendeIinisikan human
security dalam dua aspek, yaitu pertama, keamanan dari ancaman-ancaman kronis
(chronic threats) seperti kelaparan, penyakit, dan represi. Kedua, perlindungan
dari gangguan yang tiba-tiba dan menyakitkan terhadap pola-pola kehidupan
sehari-hari, baik di rumah, pekerjaan, maupun di komunitas. Jadi, secara umum,
deIinisi human securitv menurut UNDP mencakup 'freedom from fear and
freedom from want.
Ada tujuh elemen yang membentuk konsep human securitv, yaitu :
16

keamanan ekonomi (economic securitv) : jaminan akses setiap individu untuk
mendapatkan kehidupan yang layak.
a. keamanan pangan (food securitv) : jaminan individu untuk
mendapatkan akses terhadap bahan pangan.
b. keamanan kesehatan (health securitv) : jaminan kepada setiap individu
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
c. keamanan lingkungan (environmental securitv) : jaminan kepada setiap
individu untuk hidup di dalam lingkungan yang bersih dari polusi dan
bahaya perubahan iklim.
d. keamanan individu (personal securitv) : jaminan keamanan bahwa
individu bebas dari intimidasi, kekerasan, kesewenangan, dan
diskriminasi.
e. keamanan komunitas (communitv securitv) : jaminan bahwa indvidu
bebas dari konIlik komunal.
I. keamanan politik (political securitv) : jaminan bahwa setiap individu
dapat melaksanakan hak-hak politik mereka.
Bertolak dari deIinisi tersebut, jelas masalah pengungsi Rohingya ini
secara langsung termasuk ke dalam elemen personal securitv. Tetapi adanya

15
United Nations Development Programme, Human Development Report, 1994 (New York:
OxIord University Press, 1994), hal. 22.
16
Ibid, hal 23.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
12

Universitas Indonesia
dampak-dampak lain yang signiIikan seperti dalam aspek ekonomi, politik dan
sosial yang bersiIat nasional dan internasional menunjukkan bahwa state security
pada akhirnya mau tidak mau harus mengakomodasikan isu-isu human securitv
yang seringkali masih dipandang sebagai low-level issues. Seriusnya dampak
yang dihadirkan oleh arus pengungsi ini mendorong perlunya penanganan yang
serius dan komprehensiI terhadap masalah ini terutama oleh aktor negara dan
organisasi internasional (UNHCR).
Konsep human securitv UNDP itu pun menandai pergeseran hubungan
internasional yaitu perubahan norma tentang hubungan antara kedaulatan negara
dan hak azasi manusia yang kemudian melahirkan konsep Responsibilitv to
Protect. Gagasan UNDP dengan demikian secara langsung mengaitkan human
security dengan hak azasi manusia dan hukum humaniter.
Human securitv juga berusaha menggeser pemikiran keamanan
dari dominasi kedaulatan negara ke arah keamanan manusia yang
mencakup masalah kesejahteraan sosial, perlindungan hak-hak kelompok
masyarakat, kelompok minoritas, anak-anak, wanita dari kekerasan Iisik, dan
masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik.
Sekilas ada kemiripan antara human securitv dan comprehensive
securitv (keamanan komprehensiI). Tetapi sebenarnya ada perbedaan
mendasar di antara mereka, yaitu:
a. Pertama, keamanan komprehensiI menekankan pada aspek ancaman
apa yang dihadapi oleh negara, sedangkan human securitv
berusaha menjawab pertanyaan keamanan siapa?
b. Kedua, kandungan politik keamanan komprehensiI adalah upaya
menciptakan kestabilan dan ketertiban yang mencakup semua
aspek keamanan. Sementara itu human securitv menekankan kedilan
dan emansipasi.
17

Keamanan pribadi (personal securitv) secara luas dapat dideIinisikan
sebagai melindungi individu dari kekerasan Iisik yang berasal dari pemerintah,
negara lain atau dari individu lainnya. Kebijakan kemanan nasional yang

17
Amitav Acharya, "Human Security: What kind Ior the Asia PaciIic? What options?" paper
disampaikan pada Asia Paficic Roundtable ke 15, Kuala Lumpur, 4-7 Juni 2001, hal. 8.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
13

Universitas Indonesia
dilakukan oleh pemerintah Myanmar telah mengancam keamanan pribadi dari
sekelompok masyarakat Myanmar sendiri. Kondisi ini memicu kelompok
masyarakat tersebut melarikan diri ke negara lain. Akan tetapi melarikan diri ke
negara lain juga tidak aman bagi pelarian tersebut.
Keamanan pribadi para pelarian tersebut terancam oleh perlakuan majikan
dan aparat penegak hukum di negara tempat melarikan diri. Bentuk-bentuk
kekerasan yang merupakan ancaman terhadap keamanan pribadi adalah kerja
paksa, buruh di bawah umur, militer di bawah umur, tidak memiliki
kewarganegaraan dan perdagangan manusia.18
Sementara itu, kemanan masyarakat (community security) membutuhkan
adanya perlindungan terhadap kelompok masyarakat dari kehilangan nilai dan
hubungan tradisional dan dari kekerasan etnis dan sektarian. Di Myanmar,
ancaman terhadap keamanan masyarakat ditemukan pada masyarakat yang kurang
terintegrasi.
Terdapat banyak perbedaan mendasar antara pendekatan tradisional dan
pendekatan non-tradisional dalam melihat isu-isu keamanan, yaitu:
1. Pendekatan Tradisional
a. Asumsi:
1) Fenomena politik dan hubungan internasional adalah Ienomena tentang
negara (state) dan kepentingannya yaitu mengejar kepentingan-
kepentingan kekuasaan (struggle for power),
2) Tidak ada kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan negara;
3) Kepentingan keamanan dideIinisikan secara sepihak oleh negara;
4) Kestabilan internasional tergantung pada distribusi kekuatan yang
seimbang (balance of power),
5) Negara tidak bisa menggantungkan kepentingan keamanannya pada
negara lain dan bahwa struggle for power itu bersiIat permanent
6) Hubungan antar negara bersiIat :ero-sum game, artinya setiap upaya untuk
meningkatan keamanan mempunyai implikasi negatiI terhadap keamanan
negara lain yang mengganggu keseimbangan kekuatan atau yang dikenal
sebagai dilema keamanan (securitv dilemma).

18
Ibid, hal.190.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
14

Universitas Indonesia
b. Unit analisis: keamanan negara (state securitv), state-actor
c. Pemahaman keamanan dari ancaman militer.
d. Negara sebagai subjek dan objek dari upaya mengejar kepentingan keamanan
(negara berdaulat penuh).
e. Anarki sebagai struktur sistem internasional yang memaksa negara untuk
menjadi aktor egois.
I. Situasi anarki yang melahirkan dilema keamanan memaksa negara untuk
melakukan dua pilihan kebijakan: mening katkan kekuatan militer atau
membentuk aliansi dalam bentuk pakta pertahanan (collective defence)
dengan negara lain.
g. Pendukung: aliran realis-positiIis yang mendasarkan pembahasan pada peran
sentral negara dan kedaulatannya.
h. Pendekatan tradisional (hard/high securitv) dengan Iokus aspek-aspek
geopolitik misalnya strategi penangkalan, keseimbangan kekuatan, dan
strategi militer.
2. Pendekatan Non-Tradisional
a. Asumsi:
1) Keamanan seluruh entitas politik di bawah negara (non-state actors).
2) Negara menghadapi tekanan dari lingkungan domestik dan
lingkungan internasional.
3) Negara menyerahkan kedaulatannya kepada entitas internasional.
4) Keamanan bersiIat mul tidi mensional dan kompleks tidak hanya
bersiIat ancaman militer.
5) Negara dan kedaulatannya tidak cukup untuk menjelaskan
kompleksitas masalah keamanan.
6) Negara dapat menjadi sumber ancaman keamanan warga negara.
b. Keamanan komprehensi I (comprehensi ve securi t v) yang
menekankan pada aspek ancaman apa yang dihadapi oleh negara.
c. Kandungan politik keamanan komprehensiI adalah upaya
menci pt akankest abi l an dan ket ert i ban yang mencakup semua
aspek keamanan.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
15

Universitas Indonesia
d. Faktor menjelaskan perkembangan ini yaitu proses globalisasi dan
perkembangan teknologi inIormasi, demokratisasi dan hak-hak asasi
manusia, masalah lingkungan hidup, masalah ekonomi, sosial dan
budaya.
e. Pendukung: aliran non-realis (liberal -institutionali sme dan post-positiIisme).
I. Pendekat an non-t radi si onal (sof t / l ow securi t v), dengan Iokus
misalnya pada keamanan ekonomi dan perdagangan, lingkungan, energi,
budaya, dan masalah-masalah sosial lainnya.
g. Negara menghadapi tekanan dari lingkungan domestik dan lingkungan
internasional. Lingkungan domestik yaitu tekanan individu, LSM,
dan kelompok masyarakat akibat proses demokratisasi dan
penyebaran nilai-nilai hak asasi manusia. Sedangkan li ngkungan
i nt ernasi onal yai t u t ekanan ber asal dari transaksi-transaksi dan
isu-isu yang melewati batas-batas nasional negara, misalnya transaksi
ekonomi, penyebaran inIormasi, migrasi, masalah lingkungan hidup,
kejahatan internasional, dan sebagainya.
h. Securitisation yang mengangkat semua masalah politik, ekonomi, dan sosial
sebagai masalah keamanan nasional, misalnya environmental securitv,
economic securitv, energv securitv, comprehensive securitv, cooperative
securitv
19

Masyarakat Muslim yang tinggal di negara bagian Arakan dan yang
tinggal secara tersebar di beberapa negara bagian lain di Myanmar mendapat
tekanan secara brutal dari masayarakat Buddha yang mayoritas. Terdapat ratusan
ribu pengungsi yang berasal dari etnis Rohingya yang tersebar di beberapa negara.
Bangladesh misalnya menampung sekitar 20 ribu pengungsi sedangkan di
Malaysia terdapat sekitar 10 ribu pengungsi Rohingya. Amarika Serikat dan
oragnisasi-organisasi keagamaan menyatakan bahwa pemerintah Myanmar
menerapkan kebijakan diskriminatiI berdasarkan agama.
20



19
AA Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, Opcit, hal. 126-128
20
Ibid, hal.190.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
16

Universitas Indonesia
Pada dasarnya tujuan utama dari keamanan manusia adalah untuk
melindungi unsur penting hak azasi manusia dengan cara meningkatkan
kebebasan dan kebutuhan manusia. Melindungi kebebasan merupakan esensi dari
kehidupan. Secara lebih sempit keamanan manusia adalah melindungi individu
dan masyarakat dari situasi sengketa berdarah yang terjadi dalam situasi
ketidakpastian yang umumnya terjadi dalam konteks perang saudara.
21

Keamanan non-tradisional sebagaimana yang dijelaskan di atas tidak
hanya merupakan masalah di Myanmar tetapi juga merupakan masalah di Asia
Tenggara. Kebakaran hutan di pulau Sumatera misalnya telah menimbulkan
masalah keamanan karena berdampak terhadap kesehatan dan berkurangnya
kunjungan wisatawan di negara tetangga yaitu Malaysia sehingga menimbulkan
ketegangan diplomatik antara Indonesia dengan Malaysia.
22

Demikian pula dengan kaum pengungsi yang berasal dari Myanmar yang
terdampar di beberapa negara tetangga seperti Banglades, Malaysia, Thailand dan
Indonesia. Kaum pengungsi Rohingya tersebut tidak saja menimbulkan masalah
keuangan bagi negara penerima tetapi juga dapat memicu konIlik sosial dengan
penduduk setempat. Masalah etnis juga merupakan masalah serius yang terjadi di
Indonesia dan Malaysia sehingga kedatangan kaum pengungsi Rohingya tersebut
tidak disambut dengan tangan terbuka.
Brown menyebutkan beberapa alasan mengapa studi tentang konIlik
internal penting untuk dilakukan , yaitu :
a. Pertama, konIlik internal telah merebak ke banyak negara dan
menimbulkan aksi kekerasan di mana-mana.
b. Kedua, konIlik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi
korban yang tidak berdaya akibat konIlik.
c. Ketiga, konIlik internal penting karena sering melibatkan negara-negara
tetangga sehingga bisa menimbulkan konIlik perbatasan. Pengungsi yang
menyeberang ke wilayah negara tetangga atau pemberontak yang mencari
perlindungan ke negara yang berbatasan langsung menimbulkan masalah

21
Ibid, hal. 175.
22
Alan Collins, Securitv and Southeast Asia Domestic, Regional, and Global Issues, (Singapore:
Insititute oI Southeast Asian Studies, 2003), hal.1.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
17

Universitas Indonesia
baru yang tidak mudah untuk diselesaikan karena tidak hanya bernuansa
politik tetapi juga ekonomi, etnis, budaya dan keagamaan.
d. Keempat, konIlik internal juga penting karena sering mengundang
perhatian dan campur tangan dari negara-negara besar yang terancam
kepentingannya dan organisasi internasional. Kelima, komunitas
internasional terns berusaha menggalang kerjasama guna menyelesaikan
konIlik-konIlik internal agar menjadi lebih eIektiI demi keamanan
internasional.
23

KonIlik-konIlik yang ditimbulkan akibat permasalahan identitas akan
mampu menimbulkan perang dalam skala kecil namun dengan intensitas yang
sangat besar, mampu bertahan dengan waktu yang sangat lama dan kerap kali
sangat sulit diselesaikan secara menyeluruh. Hal tersebut dikarenakan isu yang
dipertikaikan (budaya, agama, etnis) bersiIat emosional dan Iundamental.
24

Contoh konkritnya dapat dilihat dari permasalahan pengungsi etnis
Rohingya. Sejak tahun 1978, etnis Rohingya telah mengungsi secara besar-
besaran ke Bangladesh akibat operasi Nagamin yang diberlakukan oleh Junta
Myanmar.
25
Hingga saat ini, penyelesaian akan masalah tersebut sangat sulit dan
bahkan melebar ke banyak negara seperti Thailand, Malaysia, India, serta
Indonesia. UNHCR sendiri sebagai organisasi internasional yang bertugas
mengurusi masalah pengungsi, belum mampu secara baik melaksanakan
perannya.
Berdasarkan data pada Michael Hecter, pada tahun 1994, 18 dari 23
peperangan yang terjadi di dunia diakibatkan oleh sentiment-sentimen budaya,
agama dan etnis. Sementara pengungsi dunia yang mengalir ke berbagai negara
lainnya 75 persen didorong oleh alasan yang sama. Operasi perdamaian yang
dilakukan oleh PBB, dari 13 operasi perdamaian, 8 operasi perdamaian

23
Aleksius jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Graha Ilmu, 2008, hal 188.
24
Anak Agung Banyu Perwita, Human Securitv dalam Konteks Global dan Relevansinva Bagi
Indonesia, Analisis CSIS, Tahun XXXII/2003 No.1, hal 75
25
Rohingya dan Masa Depan Minoritas`, diakses dari http://idsps.org/headline-news/berita-
media/masa-depan-minoritas/
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
18

Universitas Indonesia
merupakan operasi perdamaian yang ditujukan untuk mengupayakan terciptanya
perdamaian di berbagai konIlik antaretnis dunia.
26


1.4.3 UNHCR Sebagai Agensi PBB
Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) bermarkas di
Jenewa, Swis. Badan ini didirikan pada tanggal 14 Desember 1950, bertujuan
untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi berdasarkan
permintaan sebuah pemerintahan atau PBB kemudian untuk mendampingi para
pengungsi tersebut dalam proses pemindahan tempat menetap mereka ke tempat
yang baru.
Dalam resolusi 319A (IV) tanggal 3 Desember 1949, Majelis Umum
memutuskan untuk mendirikan Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB /
United Nation High Commissioner on Refugees (UNHCR). Kantor tersebut
dibentuk pada 1 Januari 1951 sebagai organ pendamping bagi Mejelis Umum,
yang pada awalnya bertugas untuk jangka waktu tiga tahun. Sejak itu mandat dari
United Nation High Commissioner on Refugees (UNHCR) secara berkala
diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut. Kantor Komisi Tinggi bertempat
di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih dari 100 Negara.
Menurut pasal 1 Statuta Kantor Komisi Tinggi, tugas utama mereka adalah
memberikan perlindungan internasional pada pengungsi, dan mencari jalan keluar
yang tahan lama bagi pengungsi dengan membantu Pemerintah dalam
memIasilitasi pemulangan pengungsi dengan sukarela, atau integrasi mereka ke
dalam masyarakat berkewarganegaraan baru. Fungsi Komisi Tinggi
diklasiIikasikan sebagai 'benar-benar non politik serta 'kemanusiaan dan
sosial.
27

Sebuah pemerintahan yang berIungsi secara baik dapat memenuhi
berbagai hak dan pelayanan seperti hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak
budaya dan hak sosial bagi warga negaranya. Sebagai contoh, perlindungan oleh

26
Michael Hecter dalam Anak Agung Banyu Perwita, Human Securitv dalam Konteks Global
dan Relevansinva Bagi Indonesia, Analisis CSIS, Tahun XXXII/2003 No.1, hal 71
27
Gambaran Umum Fungsi-Iungsi Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa Urusan
Pengungsi, diakses dari: http://www.unhcr.or.id/Data/GenOverBhs.pdI
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
19

Universitas Indonesia
polisi, pengadilan hukum dan pengadilan terhadap kejahatan dan penyiksaan. Jika
sistem perlindungan nasional tidak berIungsi dengan baik karena negara dalam
keadaan perang atau kekacauan yang serius atau karena pemerintahnya sendiri
telah menyiksa warga negara yang masuk dalam kategori-kategori tertentu,
sehingga mengakibatkan orang-orang tersebut melarikan diri ke negara lain.
Diantara mereka kemudian memenuhi persyaratan sebagai pengungsi adalah
mereka yang berhak untuk mendapatkan perlindungan internasional dari UNHCR.
Dalam memenuhi Iungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti
disebutkan dalam Statuta tersebut termasuk:
28

a. Memajukan penyelesaian dan ratiIikasi konvensi internasional untuk
perlindungan pengungsi; mengawasi pelaksanaannya, dan
mengusulkan amandemen;
b. Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi dan
mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan;
c. Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela, atau
berasimilasi dengan masyarakat negara baru;
d. Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah Negara-
negara;
e. MemIasilitasi transIer aset para pengungsi; memperoleh inIormasi dari
Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi pengungsi di dalam
wilayahnya, serta hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku;
I. Memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan non-
pemerintah;
g. Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang menangani
persoalan pengungsi;
h. MemIasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta.
Upaya perlindungan kemudian didiversiIikasikan lebih lanjut dalam tahun-tahun
setelah perancangan Statuta tersebut.
Pembahasan yang lebih terbuka berbagai isu keamanan non-tradisional
mencakup berbagai kemungkinan solusi regional dan global. Sebelum aktor
internasional dapat duduk bersama untuk mencari solusi dari berbagai isu

28
Ibid
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
20

Universitas Indonesia
keamanan non tradisional dibutuhkan konsensus baru diantara mereka tentang
berbagai agenda keamanan baru yang sekarang sering menjadi batu sandungan
dalam berbagai interaksi bilateral, regional dan global.29
Kebutuhan terhadap konsensus keamanan baru didasarkan pada
argumentasi bahwa keamanan nasional, regional dan global tidak hanya meliputi
aspek militer dan aktor negara, melainkan akan mencakup pula aspek-aspek non-
militer dan melibatkan pula aktivitas non-negara. Bahkan di abad 21 ini untuk
mencapai tujuan kolektiI regional semua aktor negara dan non-negara harus
bekerjasama, guna menghasilkan strategi kolektiI regional sebagai bagian dari
tanggung jawab kolektiI global.
Pasca perang dingin, konsep mengenai isu-isu keamanan telah berubah
dengan sangat drastis. Hal itu disebabkan oleh semakin banyaknya aktor-aktor
yang terlibat dalam interaksi di dunia internasional. Perubahan secara substansial
ini diawali dengan perang dingin, mengemukanya arus globalisasi (baik dalam
bidang ekonomi, politik, sosial-budaya dan keamanan), maraknya konIlik antar
etnis dan ikatan parochial lainnya, serta serangan-serangan teroris terhadap
eksistensi kehidupan manusia.30
Menurut Benjamin Miller, terdapat lima dimensi utama konsep keamanan
yaitu:
31

a. The Origin of Threats
Pada masa kini, ancaman ancaman tidak saja berasal dari pihak
luar seperti pada masa perang dingin. Ancaman dapat berasal dari
domestik dan global dalam hal ini adalah isu-isu yang berkaitan
dengan isu-isu primordial seperti etnis, budaya dan agama.
b. The Nature of Threats
Secara tradisional, dimensi ini menyoroti ancaman yang
bersiIat militer, namun berbagai perkembangan nasional dan

29
Anak Agung Banyu Perwita, Kapasitas ASEAN dalam Penvelesaian Konflik Internal di
Mvanmar, Analisis CSIS, Vol 35, No.2 Juni 2006, hal.151
30
Anak Agung Banyu Perwita, Human Securitv dalam Konteks Global dan Relevansinva Bagi
Indonesia, Analisis CSIS, Tahun XXXII/2003 No.1, hal 70
31
Miller, Benjamin, The concept of securitv. Should it be redefined. Dalam The Journal of
Strategic Studies, 2001,Vol.24.No.2.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
21

Universitas Indonesia
inernasional telah mengubah siIat ancaman menjadi lebih rumit.
Persoalan keamanan menjadi lebih komprehensiI karena menyangkut
aspek-aspek lain seperti ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup,
dan isu-isu lain seperti hak asasi manusia dan demokratisasi.
c. Changing Response
Bila selama ini respon yang muncul adalah tindakan kekerasan
/ militer semata, maka kini isu-isu tersebut perlu pula diatasi dengan
berbagai pendekatan non militer.
d. Changing responsibilitv of securitv
Para pengusung konsep keamanan tradisional, negara adalah
organisasi politik terpenting yang berkewajiban menyediakan
keamanan bagi seluruh warganya. Sementara penganut konsep
keamanan baru menyatakan bahwa tingkat keamanan yang begitu
tinggi akan sangat tergantung pada seluruh interaksi individu pada
tataran global.
e. Core Jalues of Securitv
Fokus keamanan ditetapkan pada nilai-nilai baru baik dalam
tataran individual maupun global yang perlu dilindungi antara lain hak
asasi manusia, demokratisasi, perlindungan terhadap lingkungan hidup
dan upaya-upaya memerangi kejahatan lintas batas (transnational
crime).
Bagi kaum pluralis, interdependensi memiliki implikasi yang baik
terhadap aktoraktor hubungan internasional. Pluralis melihat bahwa kesempatan
untuk membangun sebuah hubungan baik antara unitunit yang interdependen
sangat bagus. Mengelola hubungan interdependen meliputi pembuatan
seperangkat aturan, prosedur, dan institusi yang terasosiasi atau organisasi
internasional untuk mengatur interaksi dalam areaarea isu. Tokohtokoh dalam
pluralis yaitu : Ernst Haas, James N. Rosenau.
32




32
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theorv. Realism, Pluralism,
Globalism, and Bevond, New York: Allyn and Bacon, 1990, hal. 244.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
22

Universitas Indonesia
Dalam paradigma pluralis terdapat empat asumsi, yaitu :
1. Aktor nonnegara memiliki peranan penting dalam politik internasional,
seperti organisasi internasional, baik pemerintahan maupun non
pemerintahan, MNCs, kelompok ataupun individu
2. Negara bukanlah unitary aktor/aktor tunggal, karena aktor-aktor lain selain
negara juga memiliki peran yang sama pentingnya dengan negara dan
menjadikan negara bukan satu-satunya aktor.
3. Negara bukan aktor rasional. Dalam kenyataanya pembuatan kebijakan
luar negeri suatu negara merupakan proses yang diwarnai konIlik,
kompetisi, dan kompromi antar aktor di dalam negara. Meluasnya
pembahasan dalam agenda politik internasional.
4. Masalahmasalah yang ada tidak lagi terpaku pada power atau national
securitv, tapi meluas pada masalahmasalah sosial, ekonomi, dan lain.
33

Kawasan Asia Tenggara masih menyimpan potensi besar bagi munculnya
konIlik internal. Persoalan hak asasi manusia di Myanmar juga menjadi salah satu
isu yang penting di domestik yang memiliki implikasi regional dan dapat semakin
menurukan popularitas diplomatik negara-negara yang berada di kawasan Asia
Tenggara di kancah politik global. Persoalan ini akan menjadi beban negara
negara di kawasan Asia tenggara dan aktor aktor internasional lainnya apabila
tidak diselesaikan dan tidak memiliki kesatuan suara dalam menyikapi hak asasi
manusia di Myanmar.
Tujuan dari kolektiI regional guna mengatasi persoalan yang terjadi
didasarkan pada pada tiga pilar utama yang mengasumsikan bahwa:
34

1. segala ancaman yang dihadapi tidak lagi mengenal batas-batas
tradisonal negara,
2. semua ancaman bagi suatu kawasan dan dunia memiliki keterkaitan
antara aspek militer, dan non-militer dan yang,
3. berbagai ancaman di atas harus diatasi secara baik dalam tingkat
nasional, regional, maupun global.

33
Ibid, hal. 1992-1993.
34
Benjamin Miller dalam Anak Agung Banyu Perwita Opt.cit, hal 152-153
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
23

Universitas Indonesia
Peran organisasi internasional dalam hubungan internasional pada saat ini
telah di akui karena keberhasilannya dalam memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi oleh suatu negara. Pada saat ini organisasi internasional dinilai dapat
mempengaruhi tingkah laku suatu negara secara tidak langsung. Kehadiran
organisasi internasional dapat mencerminkan kebutuhan manusia atau negara
untuk berkerjasama, dan sekaligus sebagai sarana untuk menangani masalah-
masalah yang timbul melalui kerjasama tersebut.
DeIinisi peranan yaitu seperangkat perilaku yang diharapkan dari
seseorang atau struktur tertentu yang menduduki suatu posisi di dalam suatu
sistem. Suatu organisasi memiliki struktur organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah disepakati bersama. apabila struktur tersebut telah
menjalankan Iungsi-Iungsinya, maka organisasi itu telah menjalankan peranan
tertentu. dengan demikian peranan dapat dianggap sebagai Iungsi dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan kemasyarakatan.
35

Peranan dapat diartikan sebagai orientasi atau konsepsi dari bagian yang
dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. dengan peranan tersebut, para
pelaku peranan baik individu maupun organisasi akan berperilaku sesuai dengan
harapan orang maupun lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan
konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang
lain atau lingkungan dengan hubungan dan pola yang menyusun struktur sosial .
Konsep peranan pada dasarnya berhubungan, tetapi harus dibedakan
dengan konsep sosial. Posisi ini merupakan elemen dari organisasi, letak dalam
ruang sosial, kategori keanggotaan organisasi. Sedangkan peranan adalah aspek
Iisiologis organisasi yang meliputi Iungsi, adaptasi, dan proses. Peranan dapat
juga diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma-norma,
harapan, larangan, tanggung jawab) dimana didalamnya terdapat serangkaian
tekanan dan kemudahan yang menghubungkan, membimbing, dan mendukung
Iungsinya dalam organisasi.


35
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Opt.cit, hal. 30-31.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
24

Universitas Indonesia
Peran dari organisasi internasional dapat dibagi menjadi ke dalam tiga
bagian kategori, yaitu
36
:
1. Sebagai instrumen;
Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk
mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.
2. Sebagai arena;
Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-
anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang
dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa
negara untuk mengangkat masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan
untuk mendapatkan perhatian internasional.
3. Sebagai aktor independen;
Organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri
tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi.
Selanjutnya analisa aktivitas organisasi internasional akan menampilkan
sejumlah peranannya, yaitu : inisiator, Iasilitator, mediator, rekonsilator, dan
determinator
37
. Organisasi internasional dalam isu-isu tertentu berperan sebagai
aktor yang independen dengan hak-haknya sendiri. Organisasi internasional juga
memiliki peran penting dalam memonitori, dan menengahi perselisihan yang
timbul dari adanya keputusan-keputusan yang dibuat oleh suatu negara-negara.
Sedangkan tingkat analisa yang digunakan adalah tingkat Analisa Sistem.
Tingkat Analisa Sistem yaitu tingkat analisa yang menekankan pada aktor-aktor
dalam sistem internasional terutama negara dengan interaksinya dalam sistem
internasional, dengan unit analisanya yaitu organisasi internasional (UNHCR).




36
Ibid. hal. 95.
37
Situmorang dalam Andre Pareira dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad
Yani , Pengantar Hubungan internasional, Bandung : Penerbit Remaja Rosdakarya, cetakan
pertama, 2006, hal 95.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
25

Universitas Indonesia
1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatiI,
karena dalam penelitian ini digunakan proses berpikir yang induktiI dan
pemberlakuan ide-ide serta teori yang diterapkan secara tidak ketat. Sedangkan
berdasarkan tujuannya, maka penelitian ini bersiIat eksplanatiI. Penelitian
eksplanatiI merupakan penelitian yang untuk menjelaskan mengapa sesuatu itu
terjadi. Penelitian eksplanatiI dibangun dari penelitian eksploratori dan deskriptiI
lalu berlanjut pada mengidentiIikasi alasan terjadinya sesuatu. Penelitian
eksplanatiI berIokus pada sebuah topik serta melihat penyebab terjadinya sesuatu
dan alasan terjadinya sesuatu.
38

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
metode pengumpulan data secara kualitatiI. Data-data yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain tulisan-tulisan yang termuat dalam buku yang berkaitan
dengan penelitian, artikel-artikel dari jurnal akademis, serta artikel-artikel yang
berasal dari situs-situs internet yang relevan dengan kasus yang diteliti. Mengingat
minimnya bahan sumber berupa buku maupun jurnal yang secara lengkap
membahas permasalahan pengungsi Rohingya, maka sumber bahan-bahan yang
paling banyak dipakai sebagai sumber data penelitian ini adalah situs-situs
internet.

1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini akan dibagi menjadi empat bab yang terdiri dari :
a. Bab 1: Pendahuluan.
Bab ini berisi tentang gambaran umum mengenai masalah yang akan
dibahas. Didalamnya terdapat latar belakang masalah, identiIikasi masalah,
perumusan pertanyaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian
dan teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan.


38
W. Lawrence Newman, Social Research Methods. Qualitative and Quantitative Approaches,
Boston: Pearson Education, Inc (Iourth edition), 1999, hal 22

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
26

Universitas Indonesia
b. Bab 2 : Sejarah singkat Myanmar, diskriminasi terhadap etnis Rohingya
dan UNHCR sebagai organisasi internasional.
Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai sejarah singkat mengenai
Myanmar, konIlik yang terjadi sebelum dan setelah negara Myanmar
merdeka yang berkaitan dengan status etnis Rohingya, serta sejarah
terbentuknya UNHCR sebagai badan organisasi PBB yang khusus
dibentuk untuk berperan dalam menangani urusan pengungsi.
c. Bab 3 : Peran UNHCR dalam penangan pengungsi Rohingya dan
Hambatan-hambatan yang dihadapi.
Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai akar permasalahan yang terjadi
dalam kasus pengungsi rohingya dan analisa mengenai peran UNHCR
dalam menangani pengungsi tersebut, serta hambatan-hambatan yang
dialami oleh UNHCR tersebut.
d. Bab 4 : Penutup.
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan penulis
mengenai permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini.













Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
27

Universitas Indonesia
BAB 2
SE1ARAH SINGKAT MYANMAR, DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS
ROHINGYA DAN UNHCR SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL

2.1 Etnis-etnis di Myanmar selain Etnis Rohingya
2.1.1 Etnis Karen
Etnis Karen beralih menjadi pemeluk agama Kristen ketika misionaris
Inggris dan Amerika Serikat aktiI melakukan kristenisasi pada abad ke
delapan belas. Etnis Karen sebagian besar menghuni bagian timur Myanmar
dan berbicara dalam bahasa Tibeto-Burman. Sebelum Perang Dunia II, etnis
Karen dan Inggris membentuk hubungan saling percaya.
Keinginan etnis Karen untuk merdeka merupakan hasil pendidikan
Inggris dan peranan etnis Karen dalam pemerintahan Kolonial Inggris.
Sengketa antara etnis Karen dengan Etnis Burman meningkat selama Perang
Dunia II karena berada pada pihak yang berbeda dan saling bermusuhan.
Menjelang kemerdekaan Myanmar, The Karen National Union
memaksa agar etnis Karen diberikan hak otonomi pada saat Myanmar
merdeka. Setahun setelah kemerdekaan Myanmar etnis Karen memberontak
untuk melepaskan diri dari Myanmar.
1

Dalam melakukan perlawanan terhadap pemerintah etnis Karen
membentuk beberapa organisasi seperti Karen National United Front
(KNUF). KNUF embentuk Karen National Liberation Army (KNLA).
Disamping KNLA juga terdapat Karen People`s Liberation Army (KPLA)
yang dibentuk oleh Karen National Union (KNU).

2.1.2 Etnis Kachin
Etnis Kachin sebagian besar berdomisili di negara bagian Kachin dan
sebagian lainnya berdiam di Cina dan India. Jumlah etnis kachin sekitar juta
dan mayoritas etnis Kachin beragama Kristen dan berbicara bahasa Tiboto-

1
N. Ganesan, 'State-society Relations in Southeast Asia, dalam N. Ganesan and Kyaw Yin
Hlaing (Ed.), Mvanmar State, Societv and Eethnicitv (Singapore: Institute oI Southeast
Studies, 2007), hal. 171
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
28

Universitas Indonesia
Burman. Selama perang antara Inggris dan Burma, etnis Kachin berupaya
mendapatkan status otonomi setelah kerajaan Burma dapat dikalahkan
Inggris. Namun upaya tersebut gagal.
Sejak Myanmar merdeka pada tahun 1948 negara bagian Kacih
menjadi bagian dari Myanmar. Etnis Kachin kemudian berjuang melawan
pemerintah Myanmar untuk mendapatkan kemerdekaan atau otonomi.Etnis
Kachin membentuk beberapa organisasi untuk memperjuangkan kepentingan
etnis Kachin.
Pawngyawng National DeIence Force (PNDF) dibentuk pada 15
November 1949 untuk berjuang bagi kemerdekaan Kachin. Kachin
Independence Organisation/Army (KIO/KIA) didirikan pada 5 Februari 1961.
Pada 11 Januari 1991 menandatangani perjanjian perdamaian dengan
pemerintah Myanmar dan mengganti nama menjadi Kachin Democratic Army
(KDA).

2.1.3 Etnis Shan
Etnis Shan umumnya mendiami lembah di sebelah Timur Myanmar.
Jumlah etnis Shan sekitar 7 dari penduduk Myanmar. Etnis Shan beragama
Budha Etnis Shan dan berbicara bahasa Thai. Sejarah etnis Shan terkait
dengan etnis Kachin khususnya dalam kaitan perjuangan untuk mendapatkan
status otonomi.
Sejak tahun 1950, etnis Shan berjuang melawan pemerintah Myanmar
untuk mendapatkan kemerdekaan atau mendapat status otonomi. Organisasi
yang dibentuk oleh etnis Shan antara lain Shan State Independence Army
(SSIA) didirikan pada 24 April 1960 oleh mahasiswa Shan. Shan National
United Fron (SNUF) didirikan 16 Juli 1961 sebagai Iorum untuk menyatukan
berbagai kelompok angkatan bersenjata Shan.
Shan United Revolutionary Army (SURA) didirikan pada 20 Januari
1969 dan aktiI melakukan perlawanan di bagian tengah negara bagian Shan.
SURA bergabung dengan Shan State Army dan membentuk Thailand
Revolutionay Council/Army pada 1 April 1984.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
29

Universitas Indonesia
2.1.4 Etnis Mon
Terdapat lebih kurang 1.3 juta etnis Mon di Myanmar pada1993.
Etnis Mon dipercaya telah bermukim di Myanmar sejak 1000 tahun. Etnis
Mon hidup sebagai etnis yang merdeka secara politik dari Burma sampai
dengan tahun 1757. Penghasilan etnis Mon berasal dari pertanian dan
perikanan. Namun setelah kebijakan pemerintah Myanmar yang
membolehkan nelayan Thailand beroperasi di wilayah penangkapan ikan
tradisional nelayan Mon perekonomian etnis Mon mulai menjadi terganggu.
Etnis Mon berbicara dalam dua bahasa yaitu bahasa Mon dan bahasa Burma.
Sebagaian besar etnis Mon beragama Budha dan terlibat dalam
perjuangan melawan pemerintah untuk mendapatkan kemerdekaan.
2

Angkatan bersenjata pertama etnis Mon dibentuk pada maret 1948 dengan
nama Mon National DeIence Organisation (MNDO) yang mencontoh model
Karen National DeIence Organisation. Mon People`s Front (MPF) didirikan
pada November 1952 menggantikan Mon United Front (MUF). Organisasi ini
kemudian menyerahkan diri kepada pemerintah pada 19 Juli 1958.

2.2 Sejarah Singkat Kondisi Demografi Di Myanmar
Myanmar yang terletak di kawasan Asia Tenggara sebelumnya bernama
Birma merdeka pada 4 Januari 1948, setelah berhasil meraih kemerdekaan dari
Inggris. Sejak abad ke-16, negara-negara Eropa, di antaranya Inggris, Belanda,
dan Perancis, telah berebut sumber alam Myanmar yang kaya. Setelah terjadinya
dua perang besar antara rakyat Myanmar melawan para penjajah, pada
pertengahan abad ke -19, Inggris menguasai Myanmar secara resmi dan
menyatukan Myanmar dengan India.
Pada era Perang Dunia Kedua, Myanmar diduduki Jepang. Era
pendudukan Jepang ini dimanIaatkan rakyat Myanmar untuk mengorganisir
gerakan kemerdekaan mereka, dengan mendirikan Liga Rakyat Merdeka Anti-
Fasis (AFPFL) di bawah pimpinan Aung San.Setelah Jepang kalah, Inggris
kembali ke Myanmar, namun karena melihat AFPFL telah berpengaruh besar di

2
Opt.cit, hal.171
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
30

Universitas Indonesia
tengah rakyat, akhirnya Inggris sepakat untuk menyerahkan kemerdekaan kepada
Myanmar. Dalam pemilu pertama Myanmar tahun 1947, anggota AFPFL terpilih
sebagai mayoritas anggota parlemen. Namun tak lama kemudian Aung San
dibunuh oleh lawan politiknya. Pengganti Aung San sebagai ketua AFPFL adalah
U Nu yang kemudian terpilih sebagai Perdana Menteri pertama Myanmar.
Bentuk pemerintahan Myanmar saat ini adalah Junta Militer dengan nama
The State Peace and Development Council (SPDC). SPDC ini dipimpin oleh
Jenderal Than Shwe yang juga merupakan kepala negara Myanmar sejak 23 April
1992 hingga sekarang, sedangkan Kepala pemerintahan dikepalai oleh Perdana
Menteri Jenderal Thein Sein. Junta militer telah berkuasa di Myanmar selama
empat puluh delapan tahun terhitung sejak terjadinya kudeta militer oleh Jenderal
Ne Win terhadap pemerintahan sipil yang saat itu dipimpin oleh U Nu pada tahun
1962.
Semenjak berkuasanya junta militer, sudah banyak terjadi aksi demonstrasi
dari rakyat Myanmar baik itu yang dimotori oleh para aktivis mahasiswa maupun
tokoh agama yaitu biksu. Para demonstran mengecam kekuasaan militer di kursi
pemerintahan yang seharusnya dijalankan oleh sipil. Aksi demonstrasi ini disikapi
oleh pemerintah militer dengan tindak kekerasan dan tidak sedikit memakan
korban.
Demontrasi terbesar sepanjang sejarah berkuasanya militer di Myanmar
terjadi pada 8 Agustus 1988. Demonstrasi ini dikenal dengan generasi 88 yang
melibatkan banyak pelajar dan biksu sebagai bentuk perlawanan terhadap Ne Win
dan menuntut sistem demokrasi. Perjuangan rakyat Myanmar melalui aksi
demostrasi ini berhasil membuat Jenderal Ne Win sebagai pemimpin junta militer
mengundurkan diri, meskipun telah mengorbankan sekitar kurang lebih 3.000
orang meninggal akibat tindakan keras dari tentara pemerintah.
Pengunduran diri Jenderal Ne Win bukan berarti akhir dari kekuasaan
Junta Militer, tetapi kekuasaan tersebut digantikan oleh Jenderal Saw Maung.
Meskipun masih berlatar belakang militer, namun kebijakan jenderal Maung
Maung lebih cenderung bersiIat demokratis. Hal tersebut menjadi sebuah ancaman
bagi kekuasaan junta militer di kursi pemerintahan, sehingga pada akhirnya terjadi
kudeta untuk kedua kalinya oleh Jenderal Sung Maung pada 19 September 1988.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
31

Universitas Indonesia
Junta militer dibawah kepemimpinan Jenderal Saw Maung berstatus
sebagai State Law and Order Restoration Council (SLORC). Dibawah
kepemimpinan Saw Maung, kebijakan yang dikeluarkan cenderung membawa
perubahan bagi Myanmar, menjadi lebih terbuka dengan negara lain terutama
dalam bidang ekonomi dan militer.
Namun pada 23 April 1992, Saw Maung mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai kepala negara sekaligus pemimpin SLORC dan memilih
Jenderal Than Shwe sebagai penggantinya. Diawal kepemimpinannya, Jenderal
Than Shwe merubah nama State Law and Order Restoration Council (SLORC),
menjadi State Peace and Development Council (SPDC).
Junta militer di Myanmar dapat dikatakan sangat bersiIat Rasial.
Bagaimana tidak, kudeta yang dilakukan oleh militer didominasi oleh etnis Burma
atau Bama yang juga merupakan etnis mayoritas di Myanmar. Itu berarti
kekuasaan atas pemerintahan Myanmar dikuasai oleh satu etnis yaitu etnis Burma
atau Bama. Hal tersebut pasti akan berdampak pada kebijakan junta militer yang
lebih bersiIat memihak dan menguntungkan etnis Bama. Kondisi inilah yang
memicu terjadinya perlawanan dari rakyat Myanmar terhadap pemerintah militer
terutama dari etnis non-Bama yang merasa tertindas dan adanya ketidakadilan.
Selama empat puluh delapan tahun berkuasanya junta militer di Myanmar,
ada beberapa hal menarik terkait kebijakan-kebijakan junta militer terhadap
Myanmar. Diantaranya perubahan nama Negara dari Burma menjadi Myanmar
dan Pemindahan ibu kota negara ke Naypyidaw.
Seperti yang diketahui oleh semua orang bahwa Burma adalah salah satu
negara yang berada dikawasan Asia Tenggara. Namun nama negara Burma tidak
lagi terdapat di dalam daItar negara-negara kawasan Asia Tenggara. Terdapat
nama lain yang menggantikan nama Burma, yaitu Myanmar. Perubahan nama
negara dari Burma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer
dibawah kepemimpinan Jenderal Saw Maung pada tanggal 18 Juni 1989.
Perubahan nama negara menjadi Myanmar ditujukan untuk menghilangkan kesan
rasial yang melekat pada nama Burma.
Negara Myanmar juga merupakan anggota dari organisasi regional yaitu
ASEAN. Berdasarkan data dari Deplu, 68 dari total penduduk negara ini adalah
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
32

Universitas Indonesia
etnis Burma atau Bama. Itu berarti nama Burma hanya mewakili etnis Bama dan
terkesan negara ini adalah milik etnis Bama, sementara Burma merupakan negara
dengan penduduk yang multi etnis, terdapat etnis minoritas lainnya. Maka dari itu
perubahan nama tersebut bertujuan agar etnis non-Burma mempunyai rasa
menjadi bagian dari negaranya. Etnis-etnis yang ada di Myanmar antara lain :
Burma 68 , Shan 9 , Karen 7 , Rakhine 4 , China 3 , India 2 , lain-lain
7 .
3

Nama negara baru (Myanmar) diikuti dengan ibu kota negara baru yaitu
Naypyidaw. Ibu kota negara baru ini bukan perubahan nama dari Yangon menjadi
Naypyidaw namun terjadi pemindahan lokasi ibu kota. Pemindahan ibu kota
negara ini dilakukan oleh junta militer pada 7 November 2005 ke Naypyidaw
yang mempunyai arti 'tempat tinggal para raja. Naypyidaw adalah sebuah kota di
distrik Mandalay yang terletak ditengah dari negara ini.
Diantara beberapa alasan terkait pemindahan ibu kota negara Myanmar,
ada sebuah alasan klasik yaitu pemindahan tersebut dilakukan untuk mengikuti
sebuah tradisi Myanmar pada masa dinasti yang gemar memindahkan ibu kota.
Namun tentunya pemindahan ibu kota negara tersebut telah menghabiskan biaya
yang cukup besar dan berpengaruh terhadap anggaran belanja negara.
Selain dua kebijakan diatas, ada hal lain yang menarik dari Myanmar yaitu
nama negara bagian Myanmar yang mewakili nama sebuah etnis. Myanmar
adalah sebuah negara Iederal yang memiliki 7 negara bagian diantaranya negara
bagian Chin, Kachin, Kayah, Kayin, Mon, Rakhine dan Shan. Jika melihat nama
dari ke-7 negara bagian tersebut maka akan sama dengan nama-nama etnis yang
ada di Myanmar seperti etnis Chin, Shan, Karen, Rakhine dan Mon. Hal ini
menjadi sebuah keunikan yang dimiliki oleh Myanmar.
Pemerintahan Myanmar memberikan sebuah hak istimewa kepada
beberapa etnis mayoritas yang ada di beberapa wilayah Myanmar untuk
mendirikan sebuah negara bagian sendiri. Misalnya negara bagian Mon yang
didirikan oleh etnis Mon yang juga merupakan etnis mayoritas disana, begitu pula
dengan Negara Bagian Chin oleh etnis Chin, Kahcin, Kayah dan Shan. Namun

3
ASEAN Selayang Pandang, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Neeri
Republik Indonesia , 2007.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
33

Universitas Indonesia
hak istimewa tersebut tidak berlaku bagi etnis Rohingya, dimana etnis ini
merupakan etnis mayoritas di negara bagian Rakhine (dulu Arakan) namun hak
tersebut diberikan kepada etnis minoritas Rakhin yang beragama Budha dengan
jumlah penduduk kurang dari 10, sehingga negara bagian ini bernama Rakhine
bukan Rohang.
Myanmar telah tercatat di dalam sejarah sebagai negara pertama di Asia
Tenggara yang pemerintahannya dikuasai oleh Junta Militer selama emapt puluh
delapan tahun. Entah kapan kekuasaan otoriter junta militer di Myanmar akan
berakhir dan diganti oleh sebuah kehidupan demokratis untuk menciptakan
kehidupan yang layak serta kesejahteraan bagi rakyat Myanmar.
Permasalahan etnis merupakan potensi timbulnya konIlik sejak Myanmar
merdeka pada tahun 1948.
4
Munculnya konIlik etnis berawal dari Perang Dunia II.
Etnis Burman memandang Perang Dunia II sebagai perang kemerdekaan
Myanmar sedangkan banyak etnis minoritas berada di pihak Inggris sehingga
dianggap sebagai musuh. Etnis Burman berperang bersama Jepang dan
membentuk Burman Independence Armv (BIA). Pemimpin BIA dilatih di Jepang.
BIA kemudian menjadi cikal bakal gerakan kemerdekaan. Sementara itu, etnis
minoritas adalah sekutu Inggris selama Perang Dunia II dan tetap loyal kepada
Inggris setelah kemerdekaan Myanmar dengan alasan agama maupun kepentingan
politik.
5

Pada saat bangsa Burma lainnya merayakan kemerdekaan pada tahun 1948,
Umat Islam Rohingya justru seakan dikucilkan dari kegembiraan itu. Hal ini
ditandai dengan tidak diundangnya satu pun perwakilan Umat Islam Rohingya saat
perjanjian penyatuan Burma yang di tanda tangani pada 12 September 1947 di
Pinlong, negara bagian Shan antara.Jenderal Rung San (Avah tokoh pro
Demokrasi Aung San Su Kvi) dan perwakilan dari berbagai etnis di Burma
untuk bersama-sama merebut kemerdekaan dari Inggris dan kemudian
membentuk negara Iederal Burma yang terdiri dari negara-negara bagian sesuai
dengan komposisi etnis dan dengan hak untuk menggabungkan diri setelah 10

4
Myanmar sebelumnya dikenal dengan nama Burma, nama yang diberikan oleh Inggris
sewaktu menjajah Myanmar.
5
David Levinson, Ethnic Relations A Cross-Cultural Encvclopedia, (Santa Barbara: ABC-
CLIO Inc, 1994), hal. 169.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
34

Universitas Indonesia
tahun, Etnis Rohingya sama sekali tidak dilibatkan dalam proses ini.
Berbeda dengan etnis lain yang berhak mendirikan negara bagian sendiri,
etnis Rohingya kehilangan haknya, bahkan wilayahnya (Arakan) diserahkan
kepada etnis Rakhin yang beragama Buddha, walaupun populasinya kurang dari
10 persen penduduk Arakan. Sejak saat itulah hak-hak etnis Rohingya berusaha
dihilangkan oleh para politisi Buddha Burma. Bahkan semenjak junta militer
menguasai Burma keadaan semakin memburuk. bukan saja hak-hak politik yang
dikekang, tetapi juga dalam bidang sosial-budaya, hal ini ditandai dengan ditutupnya
tempat-tempat belajar bahasa Rohingya pada tahun 1965 oleh junta.

Gambar 2.1
Peta Persebaran Etnis di Wilayah Myanmar
6




6
http://5starmyanmar.com/MyanmarStatesMap.jpg
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
35

Universitas Indonesia
2.3 Periode Myanmar Sebelum Kemerdekaan
Selama periode penjajahan Inggris, kontrol politik terhadap Myanmar
dilakukan melalui India. Myanmar diperintah sebagai provinsi India sampai tahun
1937. Setelah tahun 1937, Myanmar menjadi koloni yang diperintah secara
terpisah dari India. Kemerdekaan dari Inggris diperoleh Myanmar pada tahun
1948. Selama masa penjajahan Inggris tidak terjadi pembentukan identitas
tunggal pada penduduk Myanmar. Hal tersebut disebabkan wilayah Myanmar
dibagi menjadi dua bagian yaitu kawasan dataran rendah dan dataran tinggi.
Terhadap masing-masing kawasan diterapkan sistem pemerintahan yang berbeda.
Di kawasan dataran rendah, administrasi pemerintahan dikontrol langsung
oleh Inggris sedangkan di kawasan dataran tinggi administrasi pemerintahan
dilakukan oleh pemerintahan setempat melalui perjanjian dan traktat antara
Inggris dengan penduduk setempat. Oleh karena itu, kawasan dataran tinggi relatiI
memiliki otonomi dalam bidang pemerintahan.
Inggris juga tidak membangun perekonomian dan administrasi
pemerintahan Myanmar dengan baik sehingga pada saat Myanmar merdeka tidak
ada bekal bagi pemerintah baru untuk menjadi pemerintah yang kuat dan bersatu.
Setelah Myanmar merdeka banyak etnis minoritas yang membentuk angkatan
bersenjata dan melakukan pemberontakan.
Pemberontakan etnis merupakan indikasi terdapatnya pemisahan dalam
masyarakat Myanmar misalnya antara etnis Bamar yang merupakan mayoritas
yang mendiami dataran rendah dengan etnis Karen, Shan dan Kachin yang diam
di dataran tinggi.
7
Dampak negatiI variasi etnis di Myanmar menghasilkan suatu
hal yang ironis khususnya peranan yang dimainkan oleh atau yang gagal
dimainkan oleh masing-masing etnis pada tahap awal pembangunan masyarakat
Myanmar.
Perbedaan yang terjadi di Myanmar bukan saja antara penduduk dataran
tinggi dan rendah tetapi juga antara etnis yang berbeda dalam aksi politik dan
sosial. Perlawanan yang dilakukan para pejuang kemerdekaan bukan saja terhadap
penjajah Inggris tetapi juga terhadap kelompok etnis yang semasa penjajahan
Inggris banyak mendapat keistimewaan. Berbeda dengan etnis lainnya, etnis

7
Opcit, Tin Maung, hal. 22.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
36

Universitas Indonesia
Karen misalnya dibolehkan menjadi anggota angkatan bersenjata dan memegang
jabatan di pemerintahan.
Gerakan kemerdekaan Burma memihak Jepang sedangkan penduduk yang
mendiami pegunungan membentuk kelompok gerilya dan bersama-sama Inggris
dan Amerika melawan Jepang.
8
Ketika Inggris meninggalkan Myanmar masih
timbul pertanyaan tentang bagaimana Myanmar akan diperintah, wilayah mana
saja yang akan menjadi wilayah Myanmar dan keterlibatan apa yang akan
didapatkan oleh masyarakat pada institusi pemerintah.
Masalah ini terus menjadi perdebatan selama beberapa dekade kedepan
setelah Myanmar memperoleh kemerdekaan. Perdebatan tentang hal ini terus
berlanjut dan partai-partai tumbuh secara terpecah dan dalam perjalannya masalah
etnis mulai muncul dalam dialog didalam partai. Masalah etnis yang pada masala
penjajahan bukan merupakan masalah karena seluruh etnis berada di bawah
kekuasaan penjajah, pada era kemerdekaan muncul menjadi masalah.
9


2.3 Periode Setelah Kemerdekaan
Setelah Perang Dunia Kedua selesai, proses politik di Myanmar
mendapat kesempatan untuk menyelesaikan masalah antar etnis yang timbul
selama perang. Pada 12 Febuari 1947, pemimpin gerakan kemerdekaan Burma,
Aung San dan 23 perwakilan dari etnis Shan, Kachin dan Chin menandatangani
Panglong Agreement. Perjanjian tersebut merupakan dokumen penting karena
merupakan hubungan antara masyarakat di perbatasan dengan pemerintah pusat.
Tanggal penandatangan perjanjian tersebut ditetapkan sebagai hari
Liberal Nasional dan setiap tahun dirayakan. Perjanjian Panglong menetapkan
bahwa penduduk minoritas dijanjikan otonomi, bahkan etnis Shan diberikan
kewenangan untuk melepaskan diri dari Union oI Burma setelah 10 tahun
kemerdekaan Myanmar. Dengan demikian, pada tahun 1958 etnis Shan berhak
melepaskan diri dari Burma apabila mereka tidak puas berada dalam Iederasi
Myanmar. Hal yang sama juga diberikan kepada negara bagian Karenni. Panglong

8
Bertil Lintner, 'Myanmar/Burma, dalam Collin Mackerras (Ed.), Ethnicitv in Asia, (London:
Routledge Curzon, 2003), hal. 81.
9
Rachel M. SaIman, 'Minorities and State-building in Mainland Southeast Asia`, dalam N.
Ganesan and Kyaw Yin Hlaing (Ed.), Mvanmar State, Societv and Eethnicitv (Singapore:
Institute oI Southeast Studies, 2007), hal. 57.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
37

Universitas Indonesia
Agreement dan juga Konstitusi 1947 kemudian menetapkan pembentukan negara
bagian Kachin namun tidak diberikan hak untuk melepaskan diri dari Myanmar.
10

Pada 19 Juli 1947, pemimpin perjuangan kemerdekaan Myanmar Aung
San bersama dengan enam pemimpin lainnya dibunuh. U Nu kemudian diangkat
sebagai pemimpin Myanmar baru yang kemudian menjadi Perdana menteri
Pertama Myanmar. U Nu adalah seorang intelektual dan berbakat akan tetapi
merupakan pemimpin yang lemah dalam melakukan manajemen pluralisme yang
ada.
Pada saat awal kemerdekaan yang penuh dengan persoalan politik,
ekonomi dan sosial, Myanmar membutuhkan seorang pemimpin kuat yang
mampu mempersatukan seluruh lapisan masyarakat dan membentuk identitas
tunggal Myanmar sebagai negara bangsa. Maka unit-unit bersenjata mulai
melakukan perlawanan terhadap pemerintah.
Partai komunis Burma melakukan perang gerilya dan etnis minoritas
Karen dan Mon mengangkat senjata dan meminta merdeka dari Myanmar.
Langkah ini kemudian diikuti oleh etnis Shan. Pada 1961, etnis minoritas Kachin
membentuk Kachin Independence Armv (KIA) dan menguasai hampir seluruh
negara bagian Kachin dan daerah-daerah yang berpenduduk Kachin di negara
bagiann Shan.
Pemerintah Myanmar mencoba mengatasi pemberontakan dengan
pendekatan militer dan kampanye politik. Etnis minoritas diberi kedudukan di
parlemen dan Sao Shwe Thaike yang berasal dari etnis Shan diberi kedudukan
seremonial sebagai presiden Myanmar. Konstitusi pertama menjamin kebebasan
berbicara, beragama, berkumpul.
Akan tetapi pendekatan militer untuk menghentikan pemberontakan
mengakibatkan semakin besarnya kekuasaan militer. Pada tahun 1949, Jenderal
Ne Win hanya memiliki 2000 tentara di bawah komandonya, pada tahun 1955
menjadi 40 ribu orang dan pada tahun 1962 menjadi 104.200 orang yang terdiri
dari angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara. Militer juga memiliki
perusahaan dagang, perkapalan, surat kabar, sekolah dan rumah sakit.

10
Bertil Litner, Op.cit, hal.181.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
38

Universitas Indonesia
2.4 Periode Pemerintahan 1unta Militer
Militer kemudian mengambil alih pemerintahan pada 2 Maret 1962.
Sebulan sebelum pengambilalihan kekuasaan, U Nu mengadakan seminar
nasional untuk membicarakan masa depan daerah perbatasan dan mencari
penyelesaian politik krisis etnis yang berkepanjangan. Namun sebelum ada
keputusan angkatan bersenjata Ne Win mengambil alih pemerintahan dan
memenjarakan seluruh peserta seminar.
Konstitusi Myanmar dibatalkan dan diganti dengan kekuasaan terpusat di
bawah militer. Pengambialihan kekuasaan ini kemudian diikuti dengan
memberlakukan ideologi negara yang baru yaitu Burmese wav to Socialism dan
menasionalisasi seluruh perusahaan swasta. Peristiwa ini menyebabkan terjadi
pelarian besar-besaran etnis India dan Cina yang memiliki perusahaan swasta
tersebut. Surat kabar juga dinasionalisasi dan seluruhnya hanya boleh dalam
bahasa Burma atau Inggris.
11

Struktur pemerintahan Myanmar yang baru dicantumkan dalam
Konstitusi Bary yang disahkan pada tahun 1974. Myanmar tetap menjadi Negara
Union tetapi hanya nama, karena terdapat tujuh divisi untuk wilayah yang
didominasi etnis Burma Rangoon, Tenasserin, Irrawaddy, Magwe, Mandalay,
Pegu dan Sagaing dan tujuh negara bagian untuk etnis minoritas yaitu Negara
bagian Mon, Karen, Karenni (Kayah), Shan, Kachin, Chin dan Arakan (Rakhine).
Pada kenyataannya tidak ada perbedaan antara negara bagian (state) dan divisi
dan militer memegang kekuasaan dengan tangan besi.
Sejak memperoleh kemerdekaan Myanmar dipimpin oleh The Anti-Fascist
Peoples Freedom League (AFPL). Partai ini merupakan koalisi dari beberapa
Iaksi. AFPL pada awalnya dibentuk untuk melawan pemeritah pendudukan
Jepang dan seetelah meredeka menguasi politik di Myanmar. Sebagai partai
koalisi AFPL rawan perpecahan dan konIlik kepentingan. Kondisi ini memuncak
pada tahun 1958 dan menimbulkan perpecahan dan mendorong Myanmar ke arah
perang saudara. Untuk mencegah perang saudara pihak militer melakukan kudeta.

11
Bertil Litner,Opt.cit, hal.182
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
39

Universitas Indonesia
Kudeta ini merupakan intervensi militer pertama setelah kemerdekaan (1958-
1960) dikenal dengan pemeritahan caretaker.
Pihak militer berjanji akan mengembalikan pemerintahan ke tangan sipil.
Janji tersebut dipenuhi oleh pihak militer setelah diselenggarakannya pemilihan
umum yang adil pada tahun 1960. Setelah pemilu pemerintahan dikembalikan ke
tangan U Nu. Pemerintahan pada waktu itu bersiIat autokratik. Pihak militer
banyak menjabat jabatan-jabatan penting di pemerintahan dan menguasai bisnis.
Terpilihnya U Nu dan kemenangan partainya tidak menciptakan suatu
pemerintahan yang kuat. U Nu menetapkan Budha sebagai agama negara yang
membuat etnis minoritas teragitasi. Penetapan Budha sebagai agama negara juga
dianggap pihak militer sebagai ancaman terhadap keutuhan negara.12
Solusi damai dan langgengnya konIlik etnis yang telah berlangsung lama
merupakan tantangan besar yang dihadapi Myanmar. Sejak peristiwa tahun 1988,
Myanmar masih menghadapi jalan buntu pada periode ketiga transisi sosial dan
politiknya sejak kemerdekaan tahun 1948. Selama masa pemerintahan Ne Win
Myanmar menjalankan kebijakan isolasi dari dunia luar.
Kehidupan ekonomi dan politik dapat diklasiIikasikan menjadi dua yaitu
Wilayah Kering (Drv Zone) yang terletak di dataran rendah dan didiami oleh
mayoritas etnis Burman serta wilayah perbatasan yang dihuni etnis minoritas. Di
kota-kota besar dan wilayah etnis Burman militer Ne Win mendukung upaya
Burma Socialist Program Partv (BSPP) untuk membangun sistem pemerintahan
tunggal yang dimaksudkan agar kekuasaan pemerintah di Rangoon dapat
menjangkau wilayah etnis minoritas. Sementara itu di kawasan pegunungan dan
hutan serta wilayah perbatasan lebih dari dua puluh tentara oposisi mengontrol
administrasi pemerintahan.
Di wilayah ini ideologi yang dianut adalah komunis atau Iederalis dengan
model demokrasi barat yang longgar.13 Selama protes pro demokrasi tahun 1988
BSPP hampir tumbang, namun kelompok pendukung Ne Win pada bulan
September 1988 mengambil alih kekuasaan dan membentuk State Law and Order

12
. David I. Steinberg, A Joid in Mvanmar. Civil Societv in Burma, (Chiang Mai: Silkworm
Books, 1999), hal.7.
13
Martin Smith, Ethnic Conflict and the Challenge of Civil Societv in Burm,a (Chiang Mai:
Silkworm Books, 1999), hal.16.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
40

Universitas Indonesia
Restoration Council (SLORC). SLORC kemudian melakukan restrukturisasi
pemerintahan militer pada November 1997 dan menjadi State and Peace
Development Council (SPDC). SLORC secara implisit menerapkan ideologi satu
bangsa, satu ras, satu agama dalam menghadapi permasalahan dengan etnis dan
agama minoritas.
Pada Agustus 1993, diterbitkan Undang-undang tentang Pembangunan
Wilayah Perbatasan dan Ras Nasional (Development of Border Areas and
National Races Law) yang tujuannya termasuk mempertahankan budaya,
kebiasaan ras nasional. Salah satu tugas kementerian yang yang bertanggung
jawab adalah menyusun program untuk mempromosikan dan menyebarkan agama
Budha di wilayah pembangunan. SLORC juga memperbaiki dan mendirikan
universitas misionaris Budha dan mengirim pendeta Budha untuk membantu
militer di daerah-daerah etnis minoritas.
SLORC juga memperbaharui tradisi pengajaran agama Budha untuk
sekolah dasar. Pada awal tahun 1997 semua sekolah dasar ditutup sehingga satu-
satunya sarana pendidikan yang tersedia di banyak wilayah adalah sekolah dasar
Budha. Anak-anak yang berasal dari agama lain dianjurkan untuk mengirimkan
anak-anak mereka ke sekolah tersebut. Kebijakan ini merupakan alat pemerintah
untuk menlakukan pengawasan sosial.14


2.5 Kasus Etnis Rohingya
2.5.1 Asal Usul Etnis Rohingya
Etnis Rohingya merupakan salah satu kasus konIlik terbesar dalam sejarah
pemerintahan Myanmar, konIlik Rohingya ini bermula terjadi antara etnis Rohingya
dengan pemerintahan Junta Militer Myanmar. Pemerintahan Junta Militer tidak
menggangap Etnis yang berada di wilayah Rakhine ini sebagai salah satu etnis yang
berada di Myanmar. Dengan tidak diakuinya Rohingya sebagai salah satu etnis
Myanmar dan mendapat tekanan dari pemerintah Junta Militer ,etnis Rohingya
mengungsi dengan melarikan diri dari tekanan pihak Junta Militer.

14
Zunetta Liddell, No Room to Mave. Legal Constraints on Civil Societv in Burma, (Chiang Mai:
Silkworm Books, 1999), hal, 67.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
41

Universitas Indonesia
Gambar 2.2
Peta Wilayah Etnis Rohingya
15




Negara bagian Rakhaing (Rakhine, Arakan) merupakan kediaman
penduduk Muslim terbesar di Myanmar. Etnis Rohingya berdiam di negara bagian
Arakan sejak abad kesembilan. Laporan-laporan awal yang diterbitkan oleh
Inggris tentang daerah ini menjelaskan bahwa penduduk yang mendiami wilayah
Rakhine setengah Bengali dan setengah lagi Magh tetapi berbicara dialek Maghi
yaitu dialek campuran antara Arakan, Bengali dan Urdu. Campuran bahasa ini
menggambarkan kebudayaan masyarakat setempat yang merupakan kebudayaan

15
Peta wilayah etnis Rohingya, diakses dari : http://ibrahimjr.wordpress.com/2009/04/peta-
rohingya.jpg
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
42

Universitas Indonesia
campuran. Terjadinya percampuran tersebut disebabkan mudahnya masuk dan
keluar penduduk ke wilayah itu.
Setelah Inggris dapat menaklukan Myanmar banyak imigran Bengali yang
beragama Islam maupun Hindu memasuki wilayah Arakan. Alasan terjadinya
perpindahan ke Arakan adalah Inggris memerlukan sumber daya manusia untuk
menjalankan roda pemerintahan dan menjadi pekerja untuk lahan perkebunan.
Migrasi yang terjadi menyebabkan Inggris mengelompokan Muslim di Arakan
kedalam 'Indian dan 'Penduduk yang dipercaya (bonafide resident).
Pemerintah Inggris menetapkan bahwa orang-orang yang berdiam di
wilayah Bengali sebelum datang ke Arakan adalah penduduk yang terpercaya.
16

Berdasarkan sejarah, terjadinya asimilasi antara Arakan dengan Bengal telah
terjadi jauh sebelum Inggris menguasai Myanmar. Asimilasi dapat ditelusuri
sampai pada masa sebelum penjajahan yaitu pada waktu wilayah tersebut menjadi
bagian dari kerajaan Arakan yang beragama Buddha. Meskipun Arakan sekarang
merupakan nama yang dilupakan oleh kebanyakan orang Bengali, Arakan
memainkan peranan penting dalam perkembangan kesusasteraan Bengali.
Suatu hal yang penting dalam penelusuran ini adalah keseluruhan
wilayah Bengali bagian timur khususnya distrik Chitagong, Sylhet, Noakhali dan
Comila termasuk Tripura yang berada di wilayah India merupakan wilayah
penting bagi tradisi Islam Bengali. Raja-raja Arakan telah lama
mengkombinasikan gelar Muslim dan nama-nama Buddha.
17

Dapat disimpulkan bahwa terisolasinya Arakan secara Iisik dari
Myanmar dan dekatnya Arakan dengan Bengal, terutama Chittagong merupakan
dua Iaktor utama terjadinya migrasi penduduk Bengal ke Arakan. Asimilasi
tersebut misalnya dapat ditemukan dari cerita dan drama. Dalam drama yang
ditulis oleh Rabindranat Tagore Mukut, Dalia dan Rajarshi terlihat pesan yang

16
Swapna Bhattacharya, Mvth and Historv of Bengali Identitv in Arakan. In. Maritime Frontier
of Burma, edited by Jos Gommans & Jacques Leider. Leiden: Koninklijke Nederlandse
Akademie von wetenscherppen (Royal Netherlands Academy oI Arts, Amtserdam). 2002. hal.
199
17
Ibid, hal 200.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
43

Universitas Indonesia
sangat jelas dari Tagore bahwa Bengal, Arakan dan Tripura memiliki kesamaan
identitas budaya.
18


2.6.2 Kebijakan Diskrimatif Pemerintah 1unta Militer terhadap Etnis
Rohingya
Sejak puluhan tahun lalu, ratusan ribu kaum Muslimin Rohingya
melarikan diri ke Bangladesh disebabkan kekejaman pemerintahan Burma dan
penganut Buddha terhadap mereka. Selain Bangladesh, mereka juga melarikan
diri ke Pakistan, Arab saudi, UAE, Thailand dan Malaysia untuk berlindung dan
sebagian besar dari mereka masih berstatus pelarian hingga kini.
Penolakan Bangladesh dan negara lainnya termasuk membuat kaum
muslim Rohingya dipaksa kembali ke Myanmar. Nasib mereka bertambah
menderita, setelah tahun 1982 pemerintah junta Myanmar meloloskan satu
undang-undang yang dinamakan Burma Citi:enship Law of 1982. Undang-undang
ini bersiIat sentimen keagamaan dan penuh diskriminasi. Muslim Rohingya tidak
diakui sebagai warganegara, malah diberi julukan pendatang di tanah air mereka
sendiri. Setelah itu, keseluruhan hak mereka tidak diakui dan kaum Muslimin
ditangkap secara besar-besaran, dipukul, disiksa dan dijadikan buruh paksa. Kaum
Rohingya pun dilecehkan beramai-ramai dengan cara yang ganas.
Pemerintahan junta tidak mengakui semua sejarah penduduk Muslim
Rohingya, bahasa mereka, kebudayaan, adat-istiadat dan segala hubungan mereka
dengan Arakan, tanah tumpah darah mereka. Malah dengan undang-undang baru
ini, kaum Rohingya tidak dibenarkan terlibat segala bentuk perdagangan.
Tidah hanya itu, pihak junta telah menyebarkan propaganda jahat dan
segala inIormasi yang salah untuk memberikan citra buruk kaum Muslimin untuk
mendapatkan dukungan penganut Budha. Sejak diluluskan Burma Citizenship
Law ini, anak-anak kaum Rohingya tidak berpeluang melanjutkan pendidikan
mereka. Undang-undang ini telah menyebabkan mereka tidak dapat melanjutkan
pendidikan, bahkan ada yang langsung tidak dapat sekolah (karena tekanan

18
Ibid, hal, 203.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
44

Universitas Indonesia
ekonomi, penangkapan, penyeksaan dan lain-lain lagi). Hal ini menyebabkan
sebagian mereka buta huruI.
Kaum perempuan Rohingya juga tidak dibenarkan memakai jilbab dan
banyak yang dipaksa bekerja di barak-barak. Mereka juga sering diperkosa tanpa
belas kasihan. Pemerintah junta sering merobohkan sekolah-sekolah dan masjid-
masjid sesuka hati mereka. Kaum Rohingya tidak mempunyai hak dari segi
pengobatan, baik di rumah sakit, maupun di klinik-klinik. Mereka pun terpaksa
membayar dengan harga yang terlampau tinggi untuk biaya perawatan yang
mereka dapatkan.
Etnis Rohingya juga tidak dibenarkan terlibat baik di dalam politik
ataupun lembaga-lembaga sosial yang dilarang untuk memberi bantuan kepada
mereka. Tidak cukup dengan ini, kaum Rohingya juga tidak dibenarkan
menunaikan haji ataupun menyembelih kurban saat Idul Adha. Mereka juga sering
dipaksa untuk meninggalkan nama muslim dan diganti dengan nama Budha.
Semenjak Myanmar menyerang Arakan pada 1784M, penduduk Rohingya
telah dijadikan sasaran untuk dihapuskan dan dibunuh secara besar-besaran
(genocide). MotiI mereka adalah untuk menukar Arakan menjadi satu wilayah
Buddha yang berpengaruh di Burma. Menyusul pemisahan Myanmar dari India-
Inggris dan pengenalan Home Rule 1937, peluang mereka untuk menghapuskan
umat Islam (Rohingya) pun terbuka luas.
Bagaimanapun, setelah junta militer Myanmar mulai berkuasa pada 1962,
skenario politik di Myanmar berubah dengan drastik. Dengan kekuasaan dan
kewenangan militer yang ada, penindasan besar-besaran terhadap kaum Rohingya
terus meningkat berlipat kali ganda. Selama hampir empat dekade saja, lebih
kurang 1.5 juta Muslim Rohingya dipaksa keluar dari tanah air mereka , sementara
yang masih tinggal, hanya menghitung hari dengan penuh ketakutan dan
penderitaan.
Pada tahun 1942, terjadi kekosongan pemerintahan saat pihak Inggris
keluar dari Arakan. Pemerintah Myanmar mengambil kesempatan ini untuk
memprovokasi penganut Buddha di Arakan. Akibatnya terjadilah kerusuhan besar
yang menyebabkan 100,000 kaum Muslimin dibunuh dan ratusan ribu lagi telah
melarikan diri ke Bengal Timur.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
45

Universitas Indonesia
Pada tahun 1949, sekali lagi terjadi kerusuhan yang dicetuskan oleh Burma
Territorial Forces (BTF) yang melakukan keganasan dan pembunuhan ke atas
ribuan Muslim dan ratusan tempat kediaman mereka dimusnahkan. Lebih kejam,
melalui rencana 20-tahun Pembasmian Rohingya (the 20-vear Rohingva
Extermination Plan), Majelis Negeri Arakan (Arakan State Council) di bawah
kontrol langsung Majelis Negara Burma (State Council of Burma) telah
melancarkan kode operasi yang dinamakan Naga Min (King Dragon Operation).
Ini merupakan operasi terbesar, terkejam dan mungkin yang terbaik pernah
didokumentasikan pada tahun 1978. Operasi ini dimulai pada 6 Februari 1978 di
sebuah perkampungan Muslim terbesar, Sakkipara di Akyab, yang telah membuat
suatu gelombang kejutan ke seluruh kawasan dalam waktu yang singkat.
Berita mengenai penangkapan dan pembunuhan besar-besaran kaum
Rohingya, baik itu lelaki dan wanita, muda dan tua, penyiksaan, pembunuhan dan
pemerkosaan di Akyab ini telah meresahkan kaum Muslimin di Arakan Utara. Di
bulan Maret 1978, operasi telah sampai ke Buthidaung dan Maungdaw. Ratusan
Muslim lelaki dan wanita dijebloskan ke dalam penjara dan banyak yang disiksa
dan dibunuh. Kaum wanita pula telah diperkosa seenaknya di pusaat tahanan.
Ketakutan melihat kekejaman yang tidak berperikemanusiaan ini dan
ditambah dengan nyawa, harta, kehormatan dan masa depan yang tidak menentu,
membuat besar Muslim Rohingya lari meninggalkan kediaman masing-masing
sampai ke perbatasan Burma-Bangladesh.
Sekali lagi pada 18 Juli 1991, kampanye pembasmian etnik muslim
dilancarkan dengan nama kode Pvi Thava. Terjadilah pembunuhan dan
pemerkosaan kejam ke atas kaum Muslimin Rohingya, pemusnahan tempat
tinggal mereka, termasuklah masjid-masjid. Keadaan ini sekali lagi memaksa
Muslim Rohingya lari beramai-ramai meninggalkan kampung halaman mereka
mencari perlindungan di Bangladesh. Akan tetapi, karena ada perjanjian
Bangladesh-Myanmar, sebagian mereka telah dikembalikan ke Arakan. Sebagian
lagi hidup dalam penampungan dan ketakutan.
Tahun 1999 saja, dilaporkan tidak kurang dari 20 operasi besar telah
dilancarkan terhadap Muslim Rohingya oleh pemerintah junta. Laporan juga
menyebutkan antara tahun 1992 hingga 1995, lebih dari 1,500 Muslim
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
46

Universitas Indonesia
(kebanyakannya pemuda) telah dibunuh, ribuan lagi telah ditangkap dan disiksa.
Kaum Rohingya pun senantiasa menjadi korban pemerkosaan dan hidup dalam
ketakutan. Masjid-masjid yang telah sekian lama ada dirobohkan dan diganti
dengan pagoda-pagoda baru penganut Buddha. Yang lebih menyedihkan, semua
pagoda itu dibangun dengan peluh dan keringat kaum Rohingya yang dipaksa
bekerja keras dan disiksa untuk menyiapkannya.
Dalam waktu yang sama , pemerintah menciptakansuatu keadaan
kelaparan di kawasan tersebut yang memaksa Muslim Rohingya keluar dari situ
dan ada yang mati kelaparan. Dalam tahun 2001, kerusuhan terjadi lagi di Arakan
di mana ratusan masjid dirobohkan dan 10 Muslim serta 2 orang penganut Buddha
dilaporkan terbunuh. Kerusuhan ini meletus antara lain karena pemusnahan
patung Buddha yang dijumpai di Lembah Bamiyan, AIghanistan oleh Taliban dan
juga karena tersebarnya seleberan yang memIitnah kaum Muslimin yang
dilakukan oleh penganut Buddha dan anggota-anggota State Peace and
Development Council (SPDC) pimpinan Than Shwe (Ketua Tertinggi Junta).
SPDC memang terkenal dengan gerakan anti-Muslim yang sering mereka
lancarkan di mana ulama dan guru-guru agama Muslim Rohingya sering menjadi
korban kekejaman mereka, disamping wanita dan pemuda-pemuda Muslim.
Kebanyakan dari pemimpin Muslim Rohingya sekarang ini sedang menjalani
masa penjara yang lama atas dakwaan-dakwaan palsu yang diada-adakan
terutamanya berkaitan kewarganegaraan. Selain kerusuhan dan pembunuhan,
propaganda anti-Muslim merupakan satu perkara rutin yang dimainkan oleh
media di negara Myanmar.
Pada tahun 2003, buku-buku dan pita-pita rakaman yang menghina Islam
dan kaum Muslimin bisa didapati dengan mudah di seluruh Myanmar, malah ada
yang dibagi-bagikan secara gratis. Pemerintah Burma percaya dapat menguasai
Arakan selamanya jika Arakan berhasil diubah menjadi negeri Buddha
sepenuhnya. Hasilnya, rakyat Burma dan penganut Buddha di Arakan khususnya
yang telah diracun pemikiran mereka ini terus-terusan berusaha menghapuskan
Islam dan kaum Muslimin Rohingya Arakan.
Pada tahun 2004, Muslim Rohingya telah dipaksa untuk mengamalkan
ajaran Buddha dan dipaksa ikut upacara Buddha . Mereka dipaksa menyumbang
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
47

Universitas Indonesia
uang di dalam setiap acara Buddha yang sering dilakukan. Kawasan ibadah kaum
Muslimin juga sering dicemari dengan dijadikan tempat mengubur mayat
penganut Buddha.
Sementara kaum Muslimin dipaksa membayar biaya penguburan mayat
saudara mereka yang meninggal. Arakan Utara dijadikan zone militer dengan
berbagai kekejaman yang mereka lakukan atas kaum Muslimin. Muslim
dieksploitasi menjadi buruh paksa untuk membangun asrama tentara, jalan,
jembatan, tambak, pagoda, gudang, kolam dan sebagainya tanpa bayaran apa-apa.
Kaum wanita pula mengalami ketakutan dengan peristiwa pemerkosaan yang
sering terjadi di kawasan tersebut, baik oleh tentera atau pihak kontraktor yang
ada.
Dalam suatu keamanan masyarakat, mensyaratkan adanya perlindungan
terhadap kelompok masyarakat akan ancaman kehilangan hubungan tradisional
dan nilai dan kekerasan etnis. Di Myanmar ancaman tersebut terdapat pada
beberapa komunitas yang kurang terintegrasi. Komunitas muslim yang relatiI
besar di utara negara bagian Arakan, Myanmar Barat dan kelompok-kelompok
kecil yang tersebar di berbagai tempat di Myanmar menghadapi ancaman
kekerasan dari kelompok mayoritas yang beragama Budha.
Ancaman kekerasan terhadap etnis minoritas yang berbeda agama dengan
etnis mayoritas yang beragama Budha adalah akibat kebijakan diskriminatiI yang
diterapkan pemerintah. Pemerintah militer Myanmar menerapkan kebijakan
asimilasi secara paksa dan tidak mengakui etnis tersebut sebagai bagian dari
bangsa Myanmar dan menyatakan bahwa etnis tersebut bukan warga negara
Myanmar. Berdasarkan laporan Amnestv Internasional, bentuk-Bentuk Kekejaman
Junta Militer Terhadap Muslimin Rohingya antara lain :
19

1. Penolakan Pemberian Kewarganegaraan. Hal ini menyebabkan etnis Rohingya
menjadi jadi bangsa tanpa kewarganegaraan. Walaupun mereka merupakan
penduduk asli Arakan. Hal ini menyebabkan Junta memiliki pembenaran
untuk mengusir etnis Rohingya dari tanah leluhurnya, akibatnya lebih dari
setengah populasi Rohingya diusir atau mengungsi keluar dari Arakan.


19
Opcit, MvanmarThe Rohingva Minoritv. Fundamental Rights Denied.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
48

Universitas Indonesia
2. Pembatasan Untuk Berpindah, Etnis Rohingya yang tersisa di Myanmar
saat ini menghadapi problem yang sangat pelik, berupa larangan
berpergian bagi mereka dari satu desa ke desa lain. Untuk pergi keluar desa
mereka harus mendapat izin dari otoritas lokal. yang tentu saja sangat sulit
untuk dilakukan. Selain itu etnis Rohingya di Arakan utara telah
dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi yang tidak memungkinkan mereka
untuk berpergian dan menjadikan mereka sebagai pekerja paksa.
3. Pembatasan Dalam Kegiatan Ekonomi, Tidak berhenti sampai di situ saja,
pihak Junta juga menolak membrikan izin usaha bagi etnis Rohingya,
sedangkan di sisi lain Junta menrapkan pajak yang sangat tinggi bagi
etnis Rohingya yang mayoritasnya adalah petani dan nelayan. Akibatnya
sebagian besar lahan pertanian. tambak dan properti milik etnis Rohingya
saat ini telah di sita secara paksa, sebagai konsekuansi karena tidak bisa
membayar pajak.
4. Pembatasan Dalam Bidang Pendidikan, Dalam bidang pendidikan hal vang
,

sama juga diterapkan oleh junta. anak-anak etnis Rohingya dilarang masuk
ke universitas yang ada di Myanmar dan pada saat yang bersamaan juga
dilarang melanjutkan pendidikan tinggi keluar Myanmar.
5. Pembunuhan. Penahanan dan Penyiksaan, Pihak Junta telah melakukan
kekejaman lainnya yaitu berupa pembunuhan etnis Rohingya, bahkan hal
ini dilakukan secara acak dalam rangka pemusnahan etnis Rohingya. Selain
itu penyiksaan clan penahanan secara ilegal dilakukan setiap hari di
Arakan, ratusan etnis Rohingya hilang dan tidak diketahui nasibnya tiap
tahunnya. Saat ini Arakan telah menjadi ladang pembantaian etnis
Rohingya.
6. Pelecehan Terhadap Kaum Wanita dan Pembatasan Pernikahan.bukan hal
yang asing lagi di Arakan ketika tentara tiba-tiba masuk ke dalam rumah
etnis Rohingya pada tengah malam dan memperkosa kaum wanita di depan
swami dan anak-anak mereka. Pengaduan terhadap perlakuan ini hanya
akan berujung pada penahanan oleh polisi terhadap pelapor bahkan dalam
banyak kasus sang pelapor malah disiksa dan dibunuh. Di sisi lain pihak
junta juga mempersulit gadis-gadis Rohingya untuk menikah.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
49

Universitas Indonesia
7. Kerusuhan anti Rohingya, pihak junta sengaja memicu kerusuhan di
berbagai wilayah Arakan secara periodik dalam rangka melenyapkan etnis
ini dari Myanmar, akibatnya ribuan etnis Rohingya tewas secara
mengenaskan dan properti mereka juga hancur. Dengan cara ini pihak junta
bisa melimpahkan tanggung

jawabnya pada warga sipil Buddha yang telah
dibayar oleh junta untuk membunuhi etnis Rohingya
Akibat kebijakan tersebut ratusan ribu penduduk menjadi tidak memiliki
kewarganegaraan sebagaian besar adalah penduduk Muslim yang tinggal di
negara bagian Arakan di barat Myanmar tersebut. Penduduk ini menamakan
dirinya Rohingya. Banyak diantara etnis Rohingya berimigrasi dari Bangladesh
selama lebih dari 150 tahun dan dipaksa melarikan diri ke Bangladesh dan dari
Bangladesh dipaksa untuk kembali ke Myanmar. Sampai dengan tahun 2005
sekitar 20.000 pengungsi dari Myanmar masih tinggal di tenda pengungsi di
Bangladesh.
Pemerintah Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya sebagai kelompok
etnis Myanmar dan cenderung menganggap mereka sebagai orang asing bukan
sebagai penduduk asli. Malaysia telah memberikan suaka politik kepada lebih dari
10.000 etnis Rohingya. Perlakuan yang sama juga dialami oleh kelompok
masyarakat Kristen di Myanmar.20Sampai dengan kemerdekaan Myanmar, etnis
Rohingya hidup secara harmonis dengan tetangganya yang beragama Budha.
Setelah kemerdekaan Myanmar, kelompok Islam mujahid menguasai sebagian
negara bagian Arakan.
Penguasaan oleh kelompok Islam tersebut mendapat perlawanan keras
dari pemerintah dan kemudian berlanjut dengan tekanan yang diterapkan kepada
seluruh penduduk Myanmar yang beragama Islam. Pada tahun 1978, kekerasan
yang dilakukan pemerintah terhadap penduduk yang beragama Islam
menyebabkan sekitar 200 ribu Muslim mengungsi ke Bangladesh. Pemerintah
militer Myanmar melalui State Peace and Development Council (SPDC)
menerapkan kebijakan Burmanisasi.

20
Opcit, Tin maung Maung Than, , hal. 190.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
50

Universitas Indonesia
SPDC berpendapat bahwa Burmanisasi tidak sama dengan komunalisasi
karena etnis Burma adalah etnis mayoritas sedangkan budaya dan agama yang
bukan berasal dari Myanmar adalah agama dan budaya asing. Penduduk Muslim
dipandang sebagai orang asing karena mempraktekan cara hidup asing yang anti
budaya Burma.
Menurut pemerintah, satu-satunya cara bagi penduduk yang bukan etnis
Burma agar tidak dianggap sebagai pengkianat bangsa adalah dengan menerima
budaya dan bahasa Burma. Pada dasarnya Myanmar adalah rumah bagi beragam
etnis, akan tetapi SPDC memaksakan kebijakan adanya budaya nasional.
Pemaksaan akan adanya budaya nasional Myanmar merupakan bantahan terhadap
kenyataan bahwa Myanmar terdiri dari beragam budaya dan agama.
Konsep budaya nasional tersebut tidak hanya melupakan peranan Islam
selama ratusan tahun di Arakan tetapi juga menghilangkan kontribusi Islam dalam
masyarakat Myanmar. penduduk yang beragama Islam dipaksa untuk tidak
menggunakan nama Islam. Penduduk yang tidak menggunakan nama Burma akan
mengalami diskriminasi. Bahasa yang digunakan di Arakan selama berabad-abad
seperti bahasa Bangla, Persia dan Urdu tidak boleh digunakan sehingga penduduk
Arakan baik Rohingya maupun Rakhines kehilangan bahasanya.
21

Kebijakan Burmanisasi yang dijalankan oleh pemerintah Myanmar
tersebut menyebabkan banyak diantara pengungsi enggan kembali ke Myanmar
sebagai reaksi atas perlakukan kejam pemerintah terhadap kelompok Islam.
Kekejaman yang dilakukan pemerintah dengan tidak mengakui kewarganegaraan
etnis Rohingya, tidak mengakui hak-hak ekonomi, mengubah nama-nama tempat
bersejarah Islam dan menyatakan bahwa etnis Rohingya adalah etnis Bengali.
Motivasi utama pemerintah melakukan penindasan terhadap etnis rohingya adalah
untuk mencegah etnis Rohingya yang telah mengungi kembali ke Myanmar.22
Pemerintah militer Burma menyalahartikan ketentuan dalam Burma
Citi:enship Law 1982 dan mendeklarasikan bahwa berdasarkan undang-undang
tersebut, etnis Rohingya bukan warga negara Myanmar. Pasal 3 Burma
Citi:enship Law menetapkan bahwa yang berhak menjadi warga negara Burma

21
'Cultural Problem of Muslim in Burma, www.rohingya.org
22
David Levingson, Op.cit, hal.171.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
51

Universitas Indonesia
adalah etnis yang telah berdiam di Burma sebelum tahun 1185 sampai dengan
1823.
Selanjutnya, Pasal 4 menetapkan bahwa the Council of State dapat
menetapkan apakah suatu etnis tertentu adalah warga negara Burma atau bukan.
Pemerintah Myanmar kemudian menggunakan undang-undang tersebut sebagai
alat untuk mengisolasi dan mengasingkan etnis Rohingya untuk mendapatkan
manIaat dan kemudahan sebagai warga negara.
Selanjutnya pemerintah mengelompokan etnis rohingya sebagai
penduduk tanpa kewarganegaraan. Kartu Registrasi Nasional yang dimiliki oleh
etnis Rohingya dibatalkan dan menggantinya dengan Kartu Registrasi Sementara
yang dikenal dengan kartu putih.
23
Disamping tidak mengakui etnis Rohingya
sebagai warga negara Myanmar, pemerintah juga melakukan pembatasan-
pembatasan kepada warga Rohingya sebagai berikut:
1. Sejak diciptakannya NaSaKa pada 1992, penguasa di bagian utara negara
bagian Arakan menerbitkan peraturan bahwa setiap penduduk Rohinya harus
meminta ijin kepada penguasa jika ingin melangsungkan perkawinan. Untuk
mendapatkan ijin penduduk Rohingya diwajibkan membayar pajak dalam
jumlah yang cukup besar. Dalam kasus-kasus tertentu dibutuhkan dua
sampai tiga tahun untuk mendapatkan ijin melangsungkan perkawinan meski
sudah membayar dalam jumlah yang besar.
Kebijakan perijinan ini berdampak buruk terlebih bagi penduduk miskin
yang tidak mampu menyediakan uang. Seringkali untuk melakukan
perkawinan mereka terpaksa melarikan diri ke Bangladesh. Namun setelah
berada di Bangladesh sangat sulit untuk dapat kembali ke Myanmar.
2. Ketentuan ijin untuk melangsungkan perkawinan ini tidak berlaku bagi
penduduk yang beragama Buddha dan penduduk minoritas lainnya.
Penduduk Rohingya juga dipersyaratkan untuk mendapat ijin jika ingin
melakukan perjalanan ke desa-desa sekitar Arakan untuk mengunjungi
keluarga. Perjalanan ke Rangoon hampir tidak mungkin bagi penduduk
Rohingya. Sulitnya melakukan perjalanan ini menyebabkan sulit bagi

23
'Burmese Rohingva Communitv in Australia`, www.brca-aus.blogspot.com.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
52

Universitas Indonesia
penduduk Rohingya untuk bersatu kembali dengan keluarga yang oleh
sesuatu sebab menjadi terpisah.
24

3. Pemerintah militer Myanmar juga merampas tanah-tanah milih penduduk
Rohingya termasuk tanah pertanian, tanah wakaI dan tanah milik swasta
lainnya. Banyak penduduk Rohingya yang dipaksa meninggalkan desanya
dan di relokasi ke daerah pedalaman. Tanah rampasan tersebut kemudian
diberikan kepada pendatang yang beragama Budha. Jumlah pos-pos militer
di wilayah Rohingya juga terus ditambah.
4. Pembangunan pos militer tersebut mempekerjakan penduduk Rohingya
namun tanpa diberikan upah. Tekanan yang dilakukan pemerintah ini
menyebabkan banyak penduduk Rohingya yang mengungsi ke Banglades
dan tempat-tempat lain. Tekanan yang dilakukan oleh pemerintah militer
Myanmar tersebut mendapat perlawanan dari penduduk Muslim dengan
membentuk gerakan-gerakan perlawanan. Gerakan separatis Muslim
dipusatkan pada Rohingva Patriotik Front, Rohingva Solidaritv
Organisation, Arakan Liberalitation Organi:ation dan Arakan Rohingva
Islamic Front. Bersama-sama kelompok-kelompok ini mendirikan kelompok
multi etnis untuk melawan pemeritahan militer Myanmar.
Setelah tiga puluh tahun di bawah pemerintahan militer pada tahun 1988
terjadi demontrasi besar yang mengakibatkan ribuan demonstran terbunuh. Hasil
dari demonstrasi besar tersebut adalah munculnya tekanan dunia internasional
yang memaksa pemerintah mengadakan pemilihan umum pada Mei 1990.
Pemilihan umum tersebut dimenangkan oleh National League for
Democracv yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Pemerintah militer menolak
menyerahkan kekuasaan kepada pemenang pemilihan umum. Sampai dengan
1993 perang saudara di Myanmar telah menyebabkan lebih dari 330 ribu
pengungsi. 245 ribu pengungsi Muslim di Banglades, 72 ribu kelompok etnis
berada di Thailand dan 20 ribu etnis Kachin di Cina.
Kelompok etnis minoritas berjuang untuk mendapat kemerdekaan atau
otonomi yang lebih luas dalam sistem Iederal yang demokratis.25Sekarang ini

24
Ibid.
25
. David Levingson, Op.cit, hal.172
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
53

Universitas Indonesia
Bangladesh menerima pengungsi Rohingya sebanyak 28.000 jiwa yang tercatat
sedangkan yang tidak tercatat sekitar 200.000 sampai dengan 300,000 jiwa.
Kehadiran pengungsi tersebut berdampak buruk bagi lingkungan karena
untuk bertahan hidup para pengungsi menebang hutan. Thailand juga menghadapi
masalah yang sama karena terbatasnya sumber daya yang dimiliki Thailand untuk
menerima pengungsi. Disamping kurangnya sumber daya kehadiran pengungsi
Rohingya juga menimbulkan masalah keamanan bagi Thailand yang juga
menghadapi masalah etnis di bagian Selatan Thailand.
26


Gambar 2.3
Peta persebaran pengungsi Rohingya :


26
.The Nation, Is Asean prepared to pressure Burma over the Rohingya reIugees?,diakses dari :
https://democracyIorburma.wordpress.com/.../is-asean-prepared-to-pressure-burma-over-the-
rohingya-reIugees/,
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
54

Universitas Indonesia
2.6 UNHCR Sebagai Organisasi Yang Menangani Masalah Pengungsi
Setiap hari, di suatu tempat didunia ini banyak orang-orang menjadi
pengungsi. Mereka lari dari negaranya karena kelangsungan hidup mereka
terancam bahaya. Jika mereka tetap tinggal, mereka terancam mendapat perlakuan
buruk karena sukunya, agamanya, kebangsaan atau karean masalah politik. Dalam
pelariannya, para pengungsi banyak yang telah mengalami penyiksaan, dianiaya
secara Iisik atau dipenjarakan. Mereka telah mengalami hal-hal yang tak seorang
pun boleh mengalaminya.
Kamp pengungsi menjadi tempat tinggal sementara, sambil menunggu
waktu untuk mereka dan keluarganya untuk kembali ke negaranya atau negara ke
tiga untuk mereka tinggali.mereka membutuhkan tempat berlindung, makanan, air
bersih, perawatan kesehatan dasar dan pendidikan. Para pengungsi berhak
memperoleh kebutuhan dasar ini dan UNHCR beserta mitra kerjanya sungguh-
sungguh berupaya agar mereka memperolehnya.
Dalam kasus pengungsi Rohingya, konIlik yang terjadi merupakan konIlik
internal Myanmar, namun kemudian menjadi isu internasional ketika
permasalahan ini melibatkan negara-negara lain. Dalam konIlik di Myanmar, ada
kepentingan dari etnis Rohingya untuk diakui oleh pemerintah. Selama ini mereka
tidak dianggap oleh pemerintah junta militer. Tidak ada keinginan atau
kepentingan etnis Rohingya ini untuk memisahkan diri dari Myanmar, mereka
hanya ingin pengakuan dan mendapat penghidupan yang layak sebagai warga
negara Myanmar, dan sama dengan warga negara lainnya.
Organisasi Internasional (OI) tidak hanya berkutat dengan isu high politic,
namun juga isu ekonomi dan sosial. SiIat dari aktiIitas OI juga melintasi batas
wilayah kenegaraan hingga dalam pengertian tradisional sering disamakan dengan
institusi Iormal yang beranggotakan Negara, lebih tepatnya individu-individu
yang dalam pemerintahan dapat mewakili suara sebuah bangsa dalam organisasi,
disebut Intergovernmental Organi:ation (IGO). SpesiIikasi terhadap OI terbagi
dalam beberapa kategori/klasiIikasi.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
55

Universitas Indonesia
Berikut ini adalah klasiIikasi IGO :
27

1. Berdasarkan keanggotaan :
1) Universal Membership : IGO yang memiliki open-door policv seperti
PBB yang sesuai dengan Bab II, Pasal 4 (1) Piagam PBB
mempersilahkan negara-negara yang mengusung perdamaian dunia
untuk menjadi anggota organisasi tersebut.
2) Limited Membership : sebuah kriteria objektiI dijadikan sebuah dasar
dalam membangun batasan atas partisipator yang dapat terlibat
dalam sebuah IGO. Contohnya adalah Liga Arab (terbatas pada
negara-negara berbahasa Arab) dan North American Treatv
Organi:ation (NATO; aliansi keamanan berdasarkan pertimbangan
geopolitik dan militer).
2. Berdasarkan Purpose:
1) Multi or General Purpose Organi:ation : IGO yang memiliki
kapabilitas untuk menangani lebih dari satu bahkan seluruh isu
internasional (politik, ekonomi, sosial, dan keamanan) dalam satu
kawasan geograIis yang mempengaruhi anggotanya. Contohnya :
Organi:ation of African Unitv (OAU).
2) Narrow Mandated IGOs : IGO yang deskripsi pekerjaannya terIokus
pada satu isu internasional tertentu dengan keahlian tinggi dalam
menganalisa isu, baik itu militer, ekonomi, atau sosial. Contohnya
adalah ANZUS (Australian, New Zealand, and US alliance); ILO
(International Labour Organi:ation); WHO (World Health
Organi:ation); dan lainnya.
Berdasarkan kategori di atas, maka UNHCR masuk ke dalam kategori OI
dengan keanggotaan universal dan amndat khusus. Dari kategorisasi tersebut,
dapat dilihat bahwa UNHCR adalah sebuah OI dengan lebih dari satu atau dua
negara sebagai anggotanyayang memiliki satu visi yang sama dan memIokuskan
tugasnya, yaitu untuk menangani permasalahan pengungsi dunia. Para anggota
merupakan representatiI dari negaranya yang tidak terikat dengan kondisi politik

27
Schmitz, Hans Peter, dan Sikkink, Kathryn, 'International Human Right, dalam Walter
Carlsnaes, Thomas Risse, dan Beth A. Simmons, Handbook of International Relation,
(London: SAGE Publication, 2002), hal. 2.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
56

Universitas Indonesia
negaranya, sehingga UNHCR dan aktivitas yag dijalankannya dapat bersiIat non-
politis, dan sepenuhnya berkonsentrasi pada tugas-tugas kemanusiaan.
UNHCR merupakan organisai intenasional yamg memberikan
perlindungan dan penanganan terhadap pengungsi. DeIinisi organisasi
internasional itu sendiri menurut May Rudi adalah :
'Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari
struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau
diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan Iungsinya secra
berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya
tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara
pemerintah dengan pemerintah, maupun antara sesama kelompok non-
pemerintah pada negara yang berbeda.
28

Setiap organisasi internasional dibentuk untuk melaksanakan peran-peran
dan Iungsi-Iungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional. Peran
organisasi internasional adalah sebagai berikut :
1. wadah atau Iorum untuk menggalang kerjasama serta untuk mencegah atau
mengurangi intensitas konIlik (sesama anggota).
2. sebagai sarana untuk perundingan dan menghasilkan keputusan bersama
yang saling menguntungkan.
3. sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang
diperlukan.
Sedangkan Iungsi organisasi internasional :
1. tempat berhimpun bagi negara-negara anggota, bauik itu antar
negara/pemerintah (IGO) maupun lembaga swadaya masyarakat (INGO).
2. untuk menyusun atau merumuskan agenda bersama yang menyangkut
kepentingan bersama semua anggota.dan memprakarsai berlangsungnya
perundingan untuk menghasilkan perjanjian-perjanjian internasional.
3. untuk menyusun dan menghasilkan kesepakatan mengenai aturan/norma
atau rejim-rejim internasional.

28
May Rudy, T. Administrasi dan Organisasi Internasional, ReIika Aditama, 1998, hal 3
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
57

Universitas Indonesia
4. penyediaan saluran untuk berkomuniksi diantara sesama anggota
(adakalanya juga dengan negara lain yang bukan anggota dan bias dengan
organisasi internasional lainnya)
5. penyebarluasan inIormasi yang bisa dimanIaatkan sesama anggota.
29

UNHCR sebagai organ PBB yang berugas dalam penangan pengungsi
didirikan oleh Majelis Umum PBB pada 1 Januari 1951. Dalam kerangka PBB,
UNHCR menggantikan posisi United Nation Relief and Rehabilitation
Administration (UNRRA) yang beroperasi sejak 1943-1947, dan setelah itu
International Refugee Organi:ation (IRO) yang berdiri sejak 1947-1952.
30

Organisasi ini juga merupakan bagian integral dari PBB dimana Komisi Tinggi
UNHCR dinominasikan oleh Sekretaris Jendral dan dipilih oleh Majelis Umum.
31

Majelis Umum PBB itu sendiri didirikan dibawah Piagam PBB pada tahun
1945, dan memainkan peranan sentral sebagai pimpinan sebuah Iorum diskusi
multilateral yang berIungsi sebagai pembuat kebijakan atas penanganan isu-isu
internasional. Salah satu kewenangan Majelis Umum yang dipetakan oleh Piagam
PBB yang berhubungan dengan pengungsi adalah 'mendiskusikan, dalam
pengecualian yang sama (kecuali sebuah konIlik atau situasi tengah didiskusikan
oleh Badan Keamanan), dan membuat rekomendasi terhadap pertanyaan apapun
dalam lingkup piagam, atau mempengaruhi kekuasan dan Iungsi-Iungsi organ lain
dalam PBB.
Fungsi tersebutlah yang secara langsung berkorelasi dengan pembahasan
mengenai Iungsi dan kewenangan UNHCR dalam penanganan isu pengungsi di
seluruh dunia. Dalam persidangan yang dimulai sejak bulan September hingga
Desember setiap tahunnya, setiap kasus yang telah ditangani UNHCR berikut
pelaporan pendanaan dan pelaksanaannya dibahas dan dianalisa. Selain itu, pada
tahun-tahun pertama berdirinya hingga tahun 1956, setiap kasus baru yang hendak
ditangani UNHCR harus melalui permohonan persetujuan dari Majelis Umum
yang hanya dapat diajukan pada setiap pertemuan tahunan.

29
Ibid, hal 27
30
Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, diakses dari
http://nobelprize.org/nobelprizes/peace/laureates/1954/reIugees-history.html
31
Functons and Power of the General Assemblv, diakses dari
http://www.un.org/ga/about/background.shtml
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
58

Universitas Indonesia
Pada masa-masa itu proses birokrasi menjadi hambatan bagi UNHCR
dalam menjalankan Iungsinya ketika terjadi krisis-krisis yang bersiIat mendadak
dan darurat. Peristiwa yang memperlihatkan adanya hambatan bagi penanganan
langsung oleh UNHCR ialah lahirnya pengungsi Hungaria. Peristiwa
pemberontakan revolusi di Hungaria yang dua minggu kemudian mendapat
intervensi dari Rusia telah menghasilkan 200.000 jiwa pengungsi, dan
membutuhkan penanganan darurat.
32

Dibutuhkannya otorisasi dari Majelis Umum untuk beroperasi di suatu
Negara tentunya sangat menghambat proses penyaluran bantuan dan pencarian
solusi oleh UNHCR bagi krisis pengungsi darurat sebagaimana yang terjadi dalam
peristiwa Hungaria. Berdasarkan peristiwa tersebutlah, pada akhirnya Majelis
Umum melahirkan Resolusi tahun 1956, nomor 1129 pada sesi kesebelasnya.
33

Poin ke-4 dalam Resolusi No. 1129 tersebut secara langsung mengalihkan
kewenangan penentuan dalam penanganan suatu isu pengungsi oleh Majelis
Umum, dari Sekretaris Jendral kepada Komisi Tinggi UNHCR dengan berbagai
perencanaan dan estimasi pendanaan yang disusun oleh Komite EksekutiI dalam
tubuh keorganisasian UNHCR. Lahirnya resolusi tersebut sangat membantu
UNHCR untuk dapat langsung menjalankan perannya di tahun-tahun berikut
ketika menangani krisis pengungsi, seperti yang terjadi dalam kasus pengungsi
Rohingya.
UNHCR merupakan badan khusus dari PBB yang memiliki mandat dalam
perlindungan terhadap pengungsi. Statuta UNHCR tahun 1950 dan Konvensi
Jenewa mengenai Status Pengungsi tahun 1951 hingga kini telah menjadi dasar
kepedulian komunitas internasional terhadap isu pengungsi. Konvensi ini
merupakan perjanjian internasional yang pertama yang mencakup berbagai aspek
terpenting dari kehidupan seorang pengungsi. Konvensi tersebut menegaskan
bahwa pengungsi berhak, sebagai standar minimum, memperoleh standar
perlakuan yang sama yang dinikmati oleh warganegara asing lainnya di negar
tertentu dan dalam banyak kasus, juga perlakuan yang sama dengan warganegara

32
Hungarian Refugee Crisis, diakses dari http://www.unhcr.org/cgi-
bin/texis/vtx/photos?sethungary1956
33
Question Considered bv the Second Emergencv Special of the General Assemblv from 4 to 10
November 1956 (item 67), dikases dari http://daccess-ods.un.org/TMP/9923754.html.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
59

Universitas Indonesia
setempat. Konvensi ini merupakan pengakuan internasional akan cakupan dari
masalah pengungsi, pentingnya berbagi beban dalam upaya mengatasi krisis, dan
juga membantu mempromosikan solidaritas dan kerjasama internasional.
Konvensi 1951 juga memberikan dasar pendeIinisian pengungsi serta
menjabarkan status hukum seorang pengungsi, termasuk hak dan kewajibannya.
Ketentuan dalam Pasal 33 menyatakan bahwa pengungsi tidak dapat
dikembalikan/dipulangkan ke negara di mana ia takut mendapat penganiayaan
(non refoulement). Walaupun begitu perlindungan ini tidak dapat diberikan
kepada seseorang yang terbukti merupakan ancaman bagi keamanan negara suaka
atau yang telah didakwa melakukan kejahatan non-politik yang serius di luar
negara suaka.
Sedangkan yang terkandung dalam Protokol 1967 adalah menyingkirkan
klausul geograIis dan batasan waktu yang tertulis dalam Konvensi, yang
penerapannya terbatas pada orang-orang yang menjadi pengungsi karena
peristiwa-peristiwa yang terjadi di Eropa sebelum tanggal 1 Januari 1951.
Dalam hubungannya dengan UNHCR, organisasi tersebut merupakan
penjaga dari Konvensi dan Protokolnya. Negara-negara peserta diharap untuk
bekerjasama dengan UNHCR untuk menjamin agar hak pengungsi, seperti yang
dijabarkan dalam Konvensi dapat dihormati dan dilindungi. Oleh karena itu,
kesertaan negara-negara dalam Konvensi dan Protokol adalah sangat penting,
karena :
34

1. Menunjukkan komitmen negara untuk memperlakukan pengungsi sesuai
standar hukum dan kemanusiaan yang diakui internasional;
2. Memperbesar kemungkina pengungsi memperoleh keselamatan;
3. Membantu menghindari pertikaian antar negara mengenai masalah
pengungsi. Jika suatu negara telah menjadi peserta Konvensi, tindakannya
untuk memberikan suaka harus dipahami sebagai tindakan damai, tindakan
kemanusiaan dan hukum sebagai tindakan permusuhan;
4. Menunjukkan kemauan negara untuk berbagi beban untuk melindungi
pengungsi;

34
UNHCR, Penandatanganan dapat Membuat Seluruh Perbedaan, Divisi Perlindungan
Internasional, 2009, hal. 11.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
60

Universitas Indonesia
5. Membantu UNHCR memobilisasi dukungan internasional untuk
perlindungan pengungsi.
UNHCR sebagai rejim pengungsi internasional terbukti berkembang dan
meluasnya mandat yang diterima sebagai agensi terdepan dalam penanganan
krisis pengungsi.
35
Dengan adanya Protokol tanggal 31 Januari 1967 tentang
Status Pengungsi, maka kasus pengungsi-pengungsi di kawasan AIrika dan Asia
turut mendapat kesempatan untuk memperoleh perlindungan UNHCR. Terlepas
dari kuantitas, maupun signiIikansinya dalam politik internasional, kasus
pengungsi Myanmar etnis Rohingya sudah sepatutnya mendapat perhatian dan
bantuan komunitas internasional, berdasarkan pendekatan kemanusiaan.
Pemberian bantuan bagi populasi pungungsi UNHCR dibagi dalam lima
bentuk bantuan, yaitu :
1. pemberian bantuan darurat yang melibatkan pergerakan pengungsi dalam
jumlah besar.
2. Program-program regular dalam bidang-bidang yang siIatnya berupa
penyediaan kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, dan
perlindungan.
3. Mendorong kemandirian para pengungsi dan mengusahakan integrasi di
Negara-negara penerima.
4. Repatriasi ke negara asal para pengungsi secara sukarela.
5. Penenpatan di negara ketiga untuk para pengungsi yang tidak dapat
kembali ke tempat asalnya dan bagi pengungsi yang menghadapi masalah
perlindungan di negara tempat mereka pertama kali meminta
perlindungan.
Pelaksanaan pemberian bantuan-bantuan ini berjalan secara bertahap,
disesuaikan dengan perkembangan kasus yang ditangani oleh UNHCR, baik dari
keterbukaan pemerintah negara-negara yang bersangkutan, kenyataan di lapangan,
serta dari segi ketersediaan dana dalam anggaran permanen, maupun kontribusi-
kontribusi tidak mengikat dari NGO maupun negara-negara donor.


35
Zetter, Roger, International Perspective on ReIugee Assistance, dalam Alastair Ager (ed.)
Refugees. Perspective on the experience of Forced Migration, Continuum Publicatons, New
York: 1999, hal. 57.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
61

Universitas Indonesia
2.8 Instrumen Internasional Lainnya
Selain Konvensi tentang Kedudukan Pengungsi tahun 1951 dan Protokol
tentang Kedudukan Pengungsi tahun 1957, beberapa konvensi dan deklarasi lain
di antaranya disebutkan di bawah berisi ketentuan-ketentuan yang relevan dengan
pengungsi., antara lain :
a. Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi
Orang Sipil pada Waktu Perang;
Pasal 44 Konvensi ini, yang dimaksudkan untuk melindungi
korban-korban sipil, berkenaan dengan pengungsi dan orang-orang
yang dipindahkan di dalam negeri. Pasal 77 dari Protokol
Tambahan 1977 menyatakan bahwa pengungsi dan orang-orang
tanpa kewarganegaraan harus menjadi orang-orang yang dilindungi
berdasarkan bagian I dan III dari Konvensi Jenewa Ke-4.
b. Konvensi 1954;
Sehubungan dengan Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan;
merumuskan istilah 'orang-orang tanpa kewarganegaraan sebagai
orang yang tidak dianggap sebagai warganegara dari suatu negara
menurut hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Lebih jauh hal
ini menentukan standar-standar bagi perlakuan yang akan diberikan
pada orang-orang tanpa kewarganegaraan.
c. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa
Kewarganegaraan;
Negara Pihak Konvensi ini setuju untuk menjamin
kewarganegaraan seseorang yang lahir di dalam wilayahnya,
karena jika tidak, orang itu tidak akan mempunyai
kewarganegaraan. Negara tersebut juga setuju, dalam situasi seperti
ini, untuk tidak mencabut kewarganegaraan seseorang apabila
pencabutan itu menjadikannya tanpa kewarganegaraan. Konvensi
menegaskan bahwa orang-orang atau kelompok-kelompok tidak
boleh dicabut kewarganegaraannya karena alasan ras, suku, agama
atau politik.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
62

Universitas Indonesia
d. Deklarasi PBB tentang Wilayah Suaka (1967);
Deklarasi Majelis Umum PBB ini mencantumkan sejumlah
prinsip-prinsip dasar mengenai wilayah suaka. Dinyatakan bahwa
sesungguhnya pemberian wilayah suaka 'merupakan kegiatan
damai dan manusiawi, dan karenanya ia tidak boleh dianggap
sebagai suatu sikap yang tidak bersahabat oleh setiap Negara
lainnya. Deklarasi ini menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar
kemanusiaan untuk tidak memulangkan kembali dan mengingatkan
pasal 13 dan 14 DUHAM yang secara berturut-turut menyerukan,
hak untuk meninggalkan setiap negara dan kembali ke negara
seseorang dan hak untuk mencari dan menikmati suaka.
Dalam hukum internasional, pembedaan antara refugee (pengungsi lintas
batas) dan IDP (pengungsi internal) mempunyai sejumlah implikasi. ReIugee
(Pengungsi Lintas Batas) menurut Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi,
pengungsi lintas batas adalah seseorang yang oleh karena rasa takut yang wajar
akan kemungkinan dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan
pada suatu kelompok sosial tertentu, atau pandangan politik, berada di luar negeri
kebangsaannya, dan tidak bisa atau, karena rasa takut itu, tidak berkehendak
berada di dalam perlindungan negeri tersebut.
Sedangkan Internallv Displaced Person (Pengungsi Internal) ialah orang-
orang atau kelompok-kelompok orang yang telah dipaksa atau terpaksa melarikan
diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat mereka dahulu biasa tinggal,
terutama sebagai akibat dari, atau dalam rangka menghindarkan diri dari, dampak-
dampak konIlik bersenjata, situasisituasi rawan yang ditandai oleh maraknya
tindak kekerasan secara umum, pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia,
bencana-bencana alam, atau bencana-bencana akibat ulah manusia, dan yang tidak
melintasi perbatasan negara yang diakui secara internasional.
36





36
UNHCR, prinsip-prinsip panduan bagi pengungsian internal, OCHA, kantor perserikatan
bangsa-bangsa untuk koordinasi urusan kemanusiaan
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
63

Universitas Indonesia
2.9 Hak Asasi Manusia Dan Pengungsi
Keberadaan pengungsi tidak terlepas dari adanya konsepsi dasar dalam
tataranan internasional mengenai hak asasi manusia (HAM). Pengungsi
merupakan dampak dari adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Konsekuensi kemanusiaan tersebut dalam pembahasan ini, dan sebagaimana pada
kasus pengungsi pada umumnya, tercermin pada perampasan hak
kewarganegaraan, kepemilikan atas property, pendidikan, hak menyuarakan
pendapat, dan kebutuhan dasar kemanusiaan lainnya.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya arus pengungsi yang mencari
perlindungan di luar wilayah negaranya karena takut akan ancaman persekusi.
Pembahasan krisis pengungsi Rohingya sangat lekat dengan konsepsi HAM,
karena aliran pengungsi itu sendiri lahir akibat beragam perampasan hak etnis
Rohingya oleh pemerintah Myanmar.
Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas semua hak dan
kebebasan dasar seperti disebutkan dalam instruman hak asasi manusia
internasional. Dengan demikian maka perlindungan bagi pengungsi harus dilihat
dalam konteks perlindungan hak asasi manusia yang lebih luas. Setelah Perang
Dunia Kedua, dengan diciptakannya dua organisasi berbeda masing-masing untuk
menangani hak asasi manusia dan pengungsi oleh Negara-negara, tidak berarti
bahwa masalah-masalah ini tidak saling berhubungan.
Berdasarkan Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 dan Protokol
tahun 1967, seseorang disebut pengungsi ketika ia memiliki dasar dan ketakutan
yang beralasan akan menjadi korban penyiksaan atas dasar ras, agama,
kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, ataupun karena opini
politiknya, dimana ia kemudian berada di luar negara asalnya dan tak dapat
ataupun tak ingin kembali ke negeri asalnya karena alasan akan menjadi korban
penyiksaan (persecution).
Semenjak pembentukannya, PBB telah bekerja untuk melindungi para
pengungsi di seluruh dunia. Pada 1951, saat Kantor Komisi Tinggi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) didirikan, diperkirakan satu juta
pengungsi berada di dalam mandat United Nation High Commissioner on
Refugees (UNHCR).
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
64

Universitas Indonesia
Pada 1951 hampir seluruh pengungsi adalah orang Eropa. Saat ini
sebagian besar pengungsi berasal dari Asia dan AIrika. Tidak seperti dahulu,
pergerakan pengungsi saat ini lebih banyak terjadi dalam bentuk eksodus massal
daripada pelarian secara individual.
Penyebab terjadinya eksodus juga telah berlipat ganda, dan sekarang
termasuk karena bencana alam atau ekologi dan kemiskinan yang amat sangat.
Akibatnya, banyak pengungsi saat ini yang tidak sesuai dengan deIinisi dalam
Konvensi sehubungan dengan Kedudukan Pengungsi. Hal ini menyangkut korban-
korban pengejaran (persecution) karena alasan ras, agama, kewarganegaraan,
anggota dari kelompok sosial atau pandangan politik tertentu.
Sistem PBB juga sangat memperhatikan meningkatnya jumlah
pemindahan di dalam negeri secara massal pada tahun-tahun terakhir.
'Pemindahan di dalam negeri adalah kondisi di mana orang-orang dipaksa untuk
meninggalkan kediaman mereka tetapi tetap dalam wilayah negara mereka sendiri.
Oleh karena masih berada di dalam wilayah negara mereka sendiri, orang-orang
ini tidak termasuk dalam sistem perlindungan untuk pengungsi saat ini. Hampir
semua orang yang termasuk dalam kategori orang yang dipindahkan di dalam
negeri adalah penduduk negara berkembang, dan sebagian besar terdiri dari
perempuan dan anak-anak.
Situasi pengungsi telah menjadi contoh klasik siIat saling-ketergantungan
masyarakat internasional. Telah sangat terbukti bagaimana persoalan pengungsi
satu negara dapat membawa akibat langsung terhadap negara lainnya. Hal ini juga
merupakan contoh saling ketergantungan antara masalah itu.
Ada hubungan yang jelas antara persoalan pengungsi dan masalah hak
asasi manusia. Pelanggaran-pelanggaran terhadap hak asasi manusia bukan hanya
sebagian diantara penyebab utama eksodus massal, tetapi juga menghilangkan
adanya pilihan pemulangan secara sukarela selama hal tersebut terjadi.
Pelanggaran terhadap hak kelompok minoritas dan pertikaian antar suku makin
banyak menjadi sumber eksodus massal dan pemindahan di dalam negeri.
Pengabaian hak minimum pada pengungsi dan orang-orang yang
dipindahkan di dalam negeri merupakan dimensi lain dari hubungan antara kedua
masalah tersebut. Selama dalam proses mencari suaka, jumlah orang-orang yang
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
65

Universitas Indonesia
menghadapi upaya-upaya pembatasan, yang menyebabkan mereka tidak
mempunyai akses pada wilayah yang aman, semakin bertambah. Pada sejumlah
contoh, pencari suaka dan pengungsi ditahan dan dikembalikan dengan paksa ke
daerah di mana jiwa, kemerdekaan dan keamanan mereka terancam. Beberapa di
antara mereka diserang oleh kelompok bersenjata, atau dimasukkan menjadi
anggota angkatan bersenjata dan dipaksa berperang untuk salah satu pihak atau
pihak lainnya dalam pertikaian sipil. pencari suaka dan pengungsi juga menjadi
korban serbuan berdasarkan ras.
Para pengungsi mempunyai hak yang harus dihormati sebelum, selama dan
setelah proses pencarian suaka. Penghormatan terhadap hak asasi manusia
merupakan syarat yang penting untuk mencegah dan menyelesaikan masalah arus
pengungsi saat ini.
Pengertian 'pengungsi' amat berbeda dengan imigran. Imigran adalah
mereka yang berpindah ke luar negaranya karena pilihan sendiri dan lebih karena
alasan ekonomi, ataupun karena ingin mencari penghasilan yang lebih baik.
Sebaliknya, 'pengungsi' adalah mereka yang 'terpaksa" pindah dari negerinya
karena alasan yang kuat akan menjadi korban penyiksaan dan ketidakamanan.











Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
66

Universitas Indonesia
Bagan 2.1
Tipologi Migran dalam Migrasi Internasional
37


Tipe Migran Definisi
1. Settlers (Pemukim) Mereka yang memasuki suatu negara dengan
maksud ingin tinggal secara permanen di
negara yang dituju.
2. Pekerja Kontrak Mereka yang memiliki izin masuk
kondisional sesaui dengan kesepakatan
dengan majikan, dan lamanya tinggal
ditentukan dengan kontrak.
3. ProIesional Mereka dengan latar belakang pendidikan
dan pelatihan yang tinggi, yang berasal dari
perusahaan-perusahaan yang sudah mapan
yang berpindah dari satu negara ke negara
lain (transnasional).
4. Imigran Illegal Mereka yang bekerja secara ilegal di negara
yang dituju. Biasanya para imigran ini sudah
kadaluarsa izin tinggalnya, menggunakan
visa wisata/turis, dan masuk melalui proses
penyelundupan (people smugling).
5. Pengungsi dan Pencari Suaka Mereka yang telah meninggalkan negara
asal mereka untuk lari dari ancaman bahaya
baik konIlik, penganiayaan, maupun
bencana alam. Apabila klaim perlindungan
telah dipenuhi oleh negara yang dituju, maka
status mereka berubah menjadi pengungsi
(refugees).





37
David T. Graham, 'Human Movement and Human Security, dalam David T. Graham dan Nana
K. Poku(eds.), Migration, Globali:ation and Human Securitv, (London and New York:
Routledge Research in Population and Migration, 2000), hal. 189-190.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
67

Universitas Indonesia
Dari deIinisi-deIinisi yang telah diberikan dalam tabel diatas, maka
masalah Pengungsi Rohingya tersebut masuk ke dalam tipe migran pengungsi
sebagai bahasan dalam penelitian ini. Besarnya jumlah pengungsi di dunia
menimbulkan adanya kebutuhan atas sebuah bentuk perlindungan, demi
menghindarkannya dari krisis yang berkepanjangan, yang terinstitusionalisasi
yakni melalui UNHCR.
Sementara itu, pengertian mengenai pencari suaka (asvlum seekers)
adalah orang-orang yang terusir dari negerinya dan mencari suaka (asvlum) ke
negeri lain dan dimana ia belum mendapatkan keputusan tentang status
pengungsi` (refugee status)nya. Pencari suaka adalah mereka yang belum
mengajukan permohonan ataupun sedang menunggu hasil keputusan mengenai
'status pengungsi'nya dari suatu negara.
Stateless Persons alias 'orang tanpa kewarganegaraan' adalah seseorang
yang tak diakui sebagai warga negara oleh yurisdiksi hukum suatu negara.
Stateless persons adalah juga memenuhi kualiIikasi untuk disebut sebagai
pengungsi. Seseorang bisa menjadi warga tanpa kewarganegaraan karena adanya
sejumlah ketentuan negara, politik, hukum, teknis aturan administrasi atau
kelalaian yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
38

1. Pemindahan wilayah atau kekuasaan yang merubah status
kewarganegaraan beberapa penduduk dari negara terdahulu, sehingga
mereka kini menjadi tanpa kewarganegaraan;
2. Pencabutan kewarganegaraan individu atau sekelompok orang secara
semena-mena oleh suatu pemerintahan;
3. Kesalahan administrasi, kesalahpahaman atau konIlik hukum, misalnya
jika seorang anak lahir di negara yang memberikan kewarganegaran hanya
berdasarkan keturunan saja, padahal hukum di negara kewarganegaraan
orangtuanya memberikan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran di
wilayahnya;
4. Masalah administrasi atau prosedur seperti biaya mahal, tenggang waktu
yang tak masuk akal, kurangnya keperluan untuk selalu meninjau kembali

38
UNHCR, Orang Tanpa Kewarganegaraan Diseluruh Dunia, 2005, hal. 8-9.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
68

Universitas Indonesia
segala prosedur dan kelalaian untuk memberitahukan penduduk mengenai
keharusan melakukan registrasi atau kewajiban-kewajiban lainnya;
5. Pelepasan kewarganegaraan oleh seorang warga sebelum memperoleh
kewarganegaraan lainnya;
6. Kewarganegaraan mungkin berubah secara otomatis karena menikah atau
perceraian antara pasangan yang berasal dari dua negara berbeda;
7. Kelalaian mendaItarkan kelahiran anak, sehingga tidak ada bukti di mana
atau oleh siapa mereka dilahirkan;
8. Lahir dari orang tua yang tanpa kearganegaraan.
Berdasarkan pengertian diatas, status pengungsi Rohingya adalah orang-
orang tanpa kewarganegaraan (stateless persons) sekaligus pencari suaka (asvlum
seekers). Namun tidak jelas apakah kemudian suatu negara akan memberikan
kepada mereka status sebagai pengungsi` (refugees) atau tidak.
Tugas dari PBB dalam bidang hak asasi manusia dan tugas Komisi Tinggi
untuk Pengungsi sangatlah berhubungan dengan erat, dalam arti bahwa keduanya
mempunyai tujuan yang sama yakni menjaga martabat manusia. Program hak
asasi manusia PBB ditujukan untuk menangani masalah hak perorangan dalam
suatu wilayah Negara. Organisasi pengungsi didirikan dalam rangka
mengembalikan hak minimum kepada orang-orang yang telah meninggalkan
negara asalnya.
Berdasarkan pasal 14 (1) Deklarasi HAM Universal 1948, setiap orang
memiliki hak untuk mencari dan menikmati suaka dari negara lain karena takut
akan penyiksaan (well founded fear from persecution). Setiap pencari suaka-pun
memiliki hak untuk tidak diusir atau dikembalikan secara paksa apabila mereka
telah tiba di suatu negara dengan cara yang tidak lazim. Prinsip ini kemudian
dikenal sebagai non refoulement.
Pasal 33 (1) Konvensi tentang Status Pengungsi 1951 menyebutkan bahwa
negara-negara peserta Konvensi ini tidak diperbolehkan untuk mengusir ataupun
mengembalikan pengungsi dalam bentuk apapun ke luar wilayahnya dimana
keselamatan dan kebebasan mereka terancam karena alasan ras, agama,
kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial ataupun opini politik tertentu.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
69

Universitas Indonesia
Prinsip non refoulement ini tidak hanya terdapat pada Konvensi 1951,
namun juga tercantum secara implisit maupun eksplisit pada Konvensi Anti
Penyiksaan (Convention Against Torture) pasal 3, Konvensi Jenewa IV (Fourth
Geneva Convention) tahun 1949 pada pasal 45 paragraI 4, pada Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights) tahun 1966 pasal 13, dan instrumen-instrumen HAM lainnya.
Lebih dari itu, prinsip inipun telah diakui sebagai bagian dari hukum
kebiasaan internasional (international customarv law). Dalam arti, negara yang
belum menjadi pihak (state parties), alias belum meratiIikasi Konvensi Pengungsi
1951 pun harus menghormati prinsip non refoulement ini.
Konsep perlindungan internasional yang sekarang telah berkembang
secara bertahap, saat ini ia mengimplikasikan serangkaian tanggapan hukum dan
kelembagaan. Dua Iungsi utama Komisi Tinggi untuk Pengungsi adalah
melindungi pengungsi dan mencari solusi yang tahan lama terhadap persoalan-
persoalan yang mereka hadapi.
Pada pelaksanaannya, tugas dari perlindungan internasional termasuk
pencegahan pemulangan kembali, bantuan dalam memproses pencarian suaka,
bantuan dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamanan Iisik bagi
pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara sukarela, dan
membantu para pengungsi untuk bermukim kembali (pasal 8 Statuta UNHCR).
Dengan demikian, Iungsi perlindungan internasional mempunyai landasan
hukum, dan pelaksanaannya dikuasakan kepada Komisi Tinggi. Hak atas
perlindungan, walaupun tidak dijelaskan sebagai hak yang terpisah, secara implisit
terkandung dalam Konvensi 1951 dan ketentuan-ketentuan dasarnya, khususnya
prinsip untuk tidak memulangkan kembali (non-refoulement).
Di samping itu, sejumlah hak asasi manusia yang diakui secara universal
dapat langsung diterapkan pada pengungsi. Hal ini termasuk hak untuk hidup,
perlindungan dari penyiksaan dan perlakuan buruk, hak atas kewarganegaraan,
hak untuk bebas bergerak, hak untuk meninggalkan setiap negara, dan hak untuk
tidak dipulangkan secara paksa.
39


39
UNHCR, Prinsip-prinsip Panduan bagi Pengungsian Internal, hal 8
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
70

Universitas Indonesia
Hak ini dikuatkan di antara hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya
lainnya, bagi semua orang, warga negara atau bukan warga negara, di dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik, dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya yang bersama-sama membentuk Ketentuan Internasional
tentang Hak Asasi Manusia.
a. 'Tidak seorangpun dapat menjadi sasaran penangkapan yang sewenang-
wenang, penahanan atau pengasingan (Pasal 9 Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (DUHAM));
b. 'Setiap orang mempunyai hak untuk mencari dan menikmati suaka di
negara lain akibat pengejaran (Pasal 14 Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM));
c. 'Setiap orang mempunyai hak atas suatu kewarganegaraan (Pasal 15
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM));
d. 'Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan bergerak, dan tinggal di
dalam batas wilayah setiap Negara. Setiap orang mempunyai hak untuk
meninggalkan setiap Negara, termasuk Negaranya sendiri, dan untuk
kembali ke Negaranya. (Pasal 13 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) dan pasal 12 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik).
Tidak semua hak yang penting bagi pengungsi disebutkan secara khusus
dalam Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia. Elemen inti dari
perlindungan internasional adalah hak untuk tidak dipulangkan secara paksa atau
diasingkan pada situasi yang dapat mengancam jiwa atau kemerdekaan seseorang.
Inilah prinsip tidak memulangkan kembali yang tercantum dalam pasal 33
konvensi 1951.
Prinsip tidak memulangkan kembali ini mendapat penegasan lebih lanjut
dalam pasal 3 Konvensi PBB menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan lainnya, yang
menyatakan bahwa :
Ayat (1), 'tidak satupun negara pihak boleh membuang,
mengembalikan (memulangkan kembali) atau mengekstradisi seseorang ke
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
71

Universitas Indonesia
negara lain di mana terdapat alasan kuat untuk mempercayai bahwa orang
tersebut akan berada dalam keadaan bahaya menjadi sasaran penyiksaan
Ayat (2), 'untuk menentukan apakah terdapat alasan-alasan
tersebut atau tidak, instansi yang berwenang memperhatikan semua
pertimbangan-pertimbangan yang relevan termasuk, apabila mungkin,
adanya pola tetap pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius,
mencolok dan terjadi secara besar-besaran.
Sejalan dengan konsep dari DUHAM terhadap pelanggaran HAM yang
menjadi penyebab lahirnya aliran pengungsi Rohingya. Schimtz dan Sikkink
memberi spesiIikasi terhadap Iaktor-Iaktor penyebab terjadinya pelanggaran
HAM, serta mengidentiIikasikan penyebab terjadinya pelanggran HAM ke dalam
tiga kategori utama, yaitu :
40

1. Political Explanation : tipe rezim, serta ancaman yang nyata atau disadari
terhadap rezim menjadi Iokus utama, contohnya pernag sipil maupun
international, gerakan separatis, dan aksi terorisme.
2. Econimic Explanation : situasi perkembangan ekonomi, ketidaksetaraan
material, maupun globalisasi perdagangan dan keuangan ditekankan
sebagai penyebab utama terjadinya pelanggaran HAM.
3. Cultural, Ideological, and Psvchological Explanation : adanya pola-pola
perasaan kebencian, atau pembalasan dendam yang mendalam pada
struktur masyarakat dalam peristiwa-peristiwa kekerasa, adanya tekanan
atau predisposisi untuk melakukan pelanggaran HAM oleh pihak-pihak
yang berkuasa, serta adanya ideology tertentu yang mendukung praktek
pelanggaran HAM.
Dari ketiga Iaktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM di atas, maka
yang dapat ditemukan dalam kaitannya sebagai latar belakang terjadinya arus
pengungsi Rohingya adalah Iaktor ketiga, yaitu penjelasan kultural, ideologi, dan
psikologis. Adanya diskriminasi etnis yang dilakukan oleh pemerintah junta
militer Myanmar, pada akhirnya menimbulkan pelanggaran-pelanggaran HAM
yang menyebabkan etnis Rohingya tersebut melarikan diri demi keselamatannya.

40
Schmitz, Hans Peter, dan Sikkink, Kathryn, Opcit, hal. 518.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
72

Universitas Indonesia
Diskriminasi terhadap warga negara atau manusia merupakan perbuatan
yang melangar hak asasi manusia, karena setiap manusia memiliki hak dasar yang
diperoleh sejak lahir. Dunia internasional telah menetapkan berbagai peraturan
mengenai pencegahan terhadap perlakuan diskriminasi, antara lain:
a. United Nations Declaration on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination,
b. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination,
c. International Convention on the Suppression and Punishment of the Crime
of Apartheid,
d. International Convention against Apartheid in Sports,
e. Discrimination (Emplovment and Occupation) Convention,
f. Convention against Discrimination in Education,
g. Protocol Instituting a Conciliation and Good Offices Commission to be
responsible for seeking a settlement of anv disputes which mav arise
between States Parties to the Convention against Discrimination in
Education,
h. Equal Remuneration Convention,
i. Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of
Discrimination based on Religion or Belief,
f. Declaration on Fundamental Principles concerning the Contribution to
the Mass Media to Strengthening Peace and International Understanding,
to the Promotion of Human Rights and to Countering Racialism,
Apartheid and Incitement to War,
k. Declaration on Race and Racial Prefudice,
l. Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic,
Religious and Linguistic Minorities, dan lain sebagainva.41




41
Opcit, Achmad Romsan, hal. 116.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
73

Universitas Indonesia
Pada beberapa kasus, standar perlakuan minimum terhadap pencari suaka
tidak dihormati. Prosedur penentuan pengungsi yang tidak sesuai, dan
pemulangan kembali di pelabuhan udara dan wilayah perbatasan, menyebabkan
masalah besar bagi sejumlah pencari suaka. Terkadang, pemulangan kembali
dilakukan dalam bentuk yang tidak manusiawi seperti pemulangan dengan paksa
terhadap pencari suaka ke negara asalnya di mana jiwa, kemerdekaan dan
keamanan mereka dapat terancam.
Bahkan perahu pencari suaka pernah didorong kembali ke laut supaya
mereka mati karena kelaparan atau menjadi sasaran yang mudah bagi ikan hiu
atau perompak, ketika mereka mencoba mendarat pada suatu pantai. Mereka
dinaikkan kembali ke perahu yang mesinnya sudah dicabut, ditarik ke laut dan
dibiarkan hanyut terbawa arus.
42

Menteri Luar Negeri Bangladesh, Dipu Moni mengatakan arus pengungsi
Rohingya Muslim ke tetangga-tetangga Myanmar tidak akan berhenti kecuali
Myanmar menyelesaikan masalah-masalah yang memaksa etnis Rohingya
meninggalkan tanah tumpah darah mereka. Menurut Dipu Moni masalah
Rohingya telah berlarut-larut lebih dari 30 tahun dan Myanmar harus melakukan
tindakan-tindakan untuk menyelesaikannya. Masalah Rohingya telah
dikemukakan secara jelas oleh negara-negara yang terkena dampak pengungsi
Rohingya dan meminta agar Myanmar melakukan tindakan yang diperlukan untuk
memelihara rakyat mereka dalam wilayahnya.
43


2.9 Pengingkaran terhadap Hak Pencari Suaka
Sejak 1980, baik Majelis Umum PBB maupun Komisi Hak Asasi Manusia
telah memusatkan perhatian pada cara-cara untuk mencegah eksodus massal.
Eksodus massal tidak hanya menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan, tetapi
juga menambah beratnya beban terhadap masyarakat internasional. Dalam rangka
mengubah siIat alami dari persoalan pengungsi, tiga solusi tradisional yaitu

42
Press brieIing Deplu, diakses dari http://www.deplu.go.id/layouts/mobile/PortalDetail-
PersBrieIingLike.aspx?lid&ItemId7645a00a-8I69-426d-9921-6598c7361466
43
Republika Newsroom, 'Myanmar Harus Selesaikan Masalah Rohingya, 29 Mei 2009
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
74

Universitas Indonesia
pemulangan sukarela, penampungan lokal dan transmigrasi lokal tetap dapat
digunakan, tetapi ditambah dengan pendekatan-pendekatan lainnya.
Banyak dan kompleksnya asal-usul eksodus massal dapat diidentiIikasi
telah terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang menyebabkan
terjadinya eksodus mssal tersebut. Apabila tidak dikendalikan, persoalan-
persoalan ini akan makin menjadi ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas di
seluruh dunia
Pencegahan menuntut penanganan terhadap akar permasalahan yang
menyebabkan terjadinya gelombang pengungsi. Saat ini perhatian telah lebih
ditingkatkan pada kondisi politik dan ekonomi dari negara asal pengungsi,
termasuk pertikaian internal dan eksternal, pelanggaran terhadap hak asasi
manusia, dan tingkat pelaksanaan pembangunan dan ekonomi. Semua masalah ini
saling berhubungan.
Negara-negara telah berulangkali menegaskan bahwa hak asasi manusia
bersiIat saling tergantung dan tidak hanya termasuk hak sipil dan politik, tetapi
termasuk juga hak ekonomi, sosial dan budaya. Penghormatan terhadap semua
hak tersebut merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
pembangunan manusia dan menjaga martabat manusia.
Saat ini masyarakat internasional telah mengakui bahwa pelanggaran hak
asasi manusia merupakan sebab utama dari eksodus massal. Sementara terus
dilakukan usaha-usaha untuk memberi bantuan pada sumber permasalahan,
perhatian beralih pada kesulitan yang dihadapi pencari suaka setelah mereka
meninggalkan negara asalnya. Tiga masalah dalam hal ini telah menimbulkan
keperihatinan, yaitu:
a. Pertama, kecenderungan untuk menutup pintu terhadap pencari suaka.
b. Kedua, sehubungan dengan pelanggaran terhadap hak minimum pencari
suaka selama proses permohonan suaka dan juga setelah seseorang diakui
berstatus pengungsi. Tidak adanya toleransi, adanya rasialisme,
xenophobia (ketakutan pada orang asing), agresi, ketegangan dan
pertikaian nasional dan etnis telah meningkat di sejumlah tempat dan
mempengaruhi banyak kelompok, khususnya pencari suaka dan
pengungsi.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
75

Universitas Indonesia
c. Ketiga adalah terus berlangsungnya pelanggaran terhadap hak asasi
manusia di Negara asal, dan adanya kebutuhan untuk mengatasi masalah
pelanggaran tersebut sebelum pengungsi dapat dipulangkan.
Persoalan pencari suaka tidak selesai pada saat mereka akhirnya dapat
menyeberangi perbatasan dan melampaui tahap pertama pencarian suaka, yang
seperti disebutkan di atas, sering termasuk periode penahanan dan/atau proses
interogasi. Ketika permohonan suaka mereka sedang diproses dan bahkan setelah
status mereka sebagai pengungsi telah ditentukan, mereka mungkin saja
menghadapi sejumlah pembatasan dan halangan.
Dalam beberapa contoh, pengungsi dibatasi dalam suatu kamp, dan akses
pada pengadilan dan bantuan hukum ditolak. Lebih jauh lagi, pengungsi mungkin
tidak dapat memperoleh pekerjaan, memiliki usaha atau membeli tanah.
Kenyataannya, pada banyak kasus di mana pengungsi tidak dipulangkan dengan
paksa, mereka mungkin merasa dipaksa pergi karena buruknya keadaan hidup
mereka di negara tuan rumah.












Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
76

Universitas Indonesia
BAB 3
PERAN UNHCR DALAM PENANGANAN PENGUNGSI ROHINGYA DI
BANGLADESH

Organisasi kemanusiaan non-politik, UNHCR yang diamanatkan oleh PBB
berperan melindungi pengungsi dan membantu mencari solusi bagi penderitaan
mereka, karena masalah pengungsi telah berkembang dalam kompleksitas lebih
dari setengah abad lalu. Pada tingkat internasional, UNHCR mempromosikan
perjanjian pengungsi internasional dan memonitor kepatuhan pemerintah dengan
hukum internasional tentang pengungsi. StaI UNHCR juga mempromosikan
hukum pengungsi di antara semua pihak yang terlibat dalam perlindungan
pengungsi.
Pada tingkat lapangan, staI UNHCR yang bekerja untuk melindungi
pengungsi melalui berbagai kegiatan, yaitu:
1. menanggapi keadaan darurat,
2. merelokasi kamp pengungsi jauh dari daerah perbatasan untuk
meningkatkan keamanan bagi para pengungsi,
3. memastikan bahwa perempuan pengungsi memiliki hak suara dalam
distribusi makanan dan pelayanan sosial;
4. uniIikasi keluarga terpisah,
5. memberikan inIormasi kepada pengungsi tentang kondisi di negara asal
mereka sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang kembalinya
mereka secara sukarela;
6. mendokumentasikan kebutuhan pengungsi untuk pemukiman kembali ke
negara pemberi suaka;
7. serta hak untuk mengunjungi pusat-pusat penahanan, dan memberikan
nasihat kepada pemerintah tentang kebijakan dan praktek dalam aturan
mengenai pengungsi.


Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
77

Universitas Indonesia
Dalam hal ini, UNHCR mencari solusi jangka panjang akan nasib
pengungsi dengan membantu pengungsi memulangkan ke negara asal mereka, jika
kondisi kondusiI untuk kembali dan mengintegrasikan di negara-negara suaka
atau memukimkan kembali di negara ketiga.
1


3.1. Analisa Peran UNHCR dalam mekanisme Penyelesaian Masalah bagi
Pengungsi Rohingya
3.1.1 Peran UNHCR sebagai inisiator
Pengungsi etnis Rohingya telah menimbulkan masalah di negara-negara
tetangga, terutama di Bangladesh. Oleh karena itu, maka United Nation High
Commissioner on Refugees (UNHCR) sebagai badan PBB yang bertanggung
jawab dalam meyelesaikan masalah pengungsi harus turun tangan agar masalah
pengungsi tersebut tidak menjadi gangguan terhadap keamanan regional.
Kasus etnis Rohingya yang pada awalnya hanya kasus domestik Myanmar,
kemudian menjadi kasus yang diangkat ke Iorum internasional dan menjadi salah
satu agenda yang harus dibahas dan dicari penyelesaiannya oleh masyarakat
internasional. Aktor internasional yang berperan dalam kasus etnis Rohingya ini,
salah satunya adalah United Nation High Commissioner on Refugees (UNHCR).
UNHCR merupakan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
memberikan perlindungan dan bantuan kepada pengungsi di dunia. Tujuan utama
adalah memberikan keamanan dan hak dari para pengungsi. Menjamin bahwa
setiap orang berhak untuk mencari suaka dan mendapat tempat yang aman di
negara lain, dengan pilihan kembali secara sukarela ke negaranya, lokal integrasi
atau penempatan ke negara ketiga.
Dalam penanganan pengungsi Rohingya, UNHCR berperan sebagai
inisiator setelah pemerintah Bangladesh meminta bantuan UNHCR untuk
menangani pengungsi Rohingya yang masuk ke negaranya. Pada tahun 1992 lebih
dari 250.000 pengungsi Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Pada perjanjian
tahun 1992 antara pemerintah Myanmar dan Bangladesh, maka sekitar 230 000

1
ReIugee Consultation Report in Bangladesh, diakses dari:
http://www.unhcr.org/reIworld/country,,,RESEARCH,BGD,,46I0ec002,0.html
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
78

Universitas Indonesia
pengungsi sejauh ini telah dipulangkan ke Myanmar dengan bantuan dari
UNHCR
2
.
Keterlibatan UNHCR terebut harus memenuhi beberapa kriteria, salah
satunya adalah permintaan khusus bagi keterlibatan UNHCR berasal dari Majelis
Umum, Sekretaris Jenderal atau Badan Utama lainnya yang berkompeten dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa, (misalnya Dewan Ekonomi dan Sosial), dan/atau
perhatian dari negara-negara yang peduli atau entitas lain yang relevan bagi
keterlibatan UNHCR (dalam hal ini negara Bangladesh).
3

Bangladesh yang dilanda krisis pengungsi dengan kedatangan arus
pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar meminta kehadiran UNHCR untuk
membantu mengatasi krisis pengungsi yang dihadapinya tersebut pada tahun
1992.
4
Permohonan dari Bangladesh kepada UNHCR untuk memberikan
bantuan itu telah memberikan legitimasi bagi UNHCR untuk melakukan
aktivitas-aktivitas di Bangladesh karena tidak seluruh negara di dunia
merupakan penandatangan dari perjanjian-perjanjian internasional mengenai
pengungsi.
Sejak tahun 1992 tersebut, UNHCR telah menjalankan peranannya sebagai
penasihat, koordinator, dan pengawas perlindungan bantuan kemanusiaan bagi
para pengungsi. Bangladesh sebagai host countrv membutuhkan bantuan, terutama
bantuan material, untuk menangani arus pengungsi yang memasuki wilayah
negaranya sejak akhir 1991, dan memuncak pada tahun 1992.
Walaupun Bangladesh bukan negara penandatangan Konvensi tahun
1951 Mengenai Status Pengungsi, UNHCR tetap menjawab panggilan tersebut
dan turun tangan membawa bantuan-bantuan kemanusiaan, sebagai bagian dari
pelaksanaan mandat yang diembannya. Kehadiran UNHCR di Bangladesh
tersebut membuat arus pengungsi Rohingya tersebut menjadi isu internasional.

2
UNHCR Global Report 1999 Special Programme: Mvanmar/Bangladesh Repatriation and
Reintergration Operation, diakses dari http://www.unhcr.org/3e2d4d617.html
3
Dennis McNamara, UNHCRs Protection of Internallv Displaced Persons Addected bv Armed
Conflict. Concepts and Challenge, dalam
http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsI/iwplist128/
5BA 471 F787 461F15C1256B6600608ACF, dalam Achmad Romsan, Pengantar Hukum
Pengungsi Internasional: Hukum Internasional dan Prinsip-Prinsip Perlindungan
Internasional`, Op.cit., h.174
4
Chronologv for Rohingva (Arakanese) in Burma, 2004, diakses dari :
http://www.unhcr.org/reIworld/docid/469I3872c.html
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
79

Universitas Indonesia
Di Bangladesh, program ini dilaksanakan di bawah pengawasan bersama
UNHCR dan Pemerintah Bangladesh. The Ministrv of Disaster Management and
Relief (MDMR) merupakan mitra utama UNHCR melaksanakan dan dalam
koordinasi teknis dengan departemen pemerintah, CONCERN Bangladesh dan
Medecins sans Frontieres - Holland (MSF-H) untuk bertanggung jawab terhadap
sanitasi dan kesehatan / gizi bagi perempuan dan anak-anak
Dalam hal ini, UNHCR akan terus memantau dan memastikan siIat
repatriasi secara sukarela dan memberikan bantuan untuk pengungsi di kamp-
kamp. UNHCR akan mendorong pembentukan mekanisme untuk menentukan
status pengungsi di Bangladesh sepanjang perbatasan dengan Myanmar untuk
memastikan bahwa mereka yang merasa terancam oleh penganiayaan akan yakin
mendapat perlindungan di Bangladesh.
5


3.1.2 Peran UNHCR sebagai Fasilitator
Setiap pengungsi sejak pertama kali tiba di negara tujuan, maka sudah
sewajarnya mereka membutuhkan bantuan. Apalagi ketika sejumlah besar
pengungsi melarikan diri dalam jangka waktu yang singkat, sangat penting untuk
dapat memindahkan bahan-bahan makanan, bantuan tempat berteduh/tenda,
pasokan medis dan kebutuhan dasar lainnya dalam waktu yang cepat.
Hal ini seperti apa yang terjadi dalam arus pengungsi besar-besaran yang
terjadi oleh pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar menuju ke Basngladesh.
Untuk merespon hal tersebut dengan cepat seperti untuk keadaan darurat,
UNHCR telah menyiapkan stok-stok barang kebutuhan tersebut di gudang darurat
di beberapa lokasi di seluruh dunia.
Kondisi yang dialami oleh para pengungsi telah memaksa etnis
Rohingya untuk pergi meninggalkan negaranya tentu adalah sebuah tekanan
besar dan menempatkan mereka kepada situasi yang penuh ketidakpastian, dan
tanpa aturan-aturan dalam masyarakat.
Para pengungsi tersebut tentunya juga membutuhkan sebuah pengarahan
dan pelatihan yang terorganisasi dengan baik untuk kembali menata kehidupan
mereka. Proses capacitv building kemudian menjadi usaha UNHCR, bekerjasama

5
UNHCR Global Report 1999 Special Programme, Opcit, hal.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
80

Universitas Indonesia
dengan rekan-rekan pembangunannya dalam tahap peningkatan kemampuan para
pengungsi. UNHCR terus mencoba mengembangkan kualitas para pengungsi
sebagai manusia dalam berbagai aspek.
Para pengungsi Rohingya ditampung di kamp-kamp pengungsian dalam
pengawasan UNHCR, yaitu di Nayapara dan Kutapalong. UNHCR juga
memberikan Iasilitas serta bantuan bagi para pengungsi Rohingya tersebut antara
lain :
6

1. Membangun pusat-pusat komunitas untuk perempuan di kamp-kamp
pengungsian tersebut, untuk mengurangi tingkat kekerasan terhadap
perempuan dan anak-anak.
2. Mempromosikan keluarga berencana, serta melakukan pelatihan
ketrampilan untuk kaum perempuan.
3. Menyediakan dan mendistribusikan berbagai barang kebutuhan rumah
tangga, seperti sabun, beras, minyak tanah, pakaian, selimut, dan kawat
nyamuk.
4. Para staI UNHCR memberikan bantuan untuk memIasilitasi pengungsi
Rohingya dalam berkoordinasi pada pemerintah Bangladesh.
UNHCR juga bekerja sama dengan pemerintah terkait untuk berbagi
tanggung jawab untuk melindungi pengungsi dan mendorong pemerintah untuk
mengatasi penyebab arus pengungsi. Ketika perselisihan internal menyebabkan
terjadinya arus pengungsi, ini menjadi permasalahan dan tanggung jawab
internasional bagi semua bangsa, terutama negara-negara tetangga, untuk
membantu memulihkan perdamaian dan keamanan di negara bermasalah.
Negara suaka mendapat beban terberat selama krisis pengungsi, terjadi,
tapi negara-negara ini tidak seharusnya bertanggung jawab tunggal. Negara-
negara lain, baik di kawasan dan sekitarnya, dapat berbagi tanggung jawab dalam
memberikan dukungan, baik keuangan dan peralatan, menjaga dan melindungi
pengungsi. UNHCR berperan membantu untuk memobilisasi dan menyalurkan
bantuan ini

6
UNHCR Global Report 2000 in Bangladesh, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3e23eb4da.html
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
81

Universitas Indonesia
Sebanyak kira-kira 30.000 pengungsi etnis Rohingya menempati kamp
kamp pengungsi di wilayah Kutupalang, tanpa memiliki dokumen resmi sebagai
pengungsi. Enam kamp pengungsi berada di TeknaI, Banglasdesh. Dua diantarnya
di Ukhia dan Nayapara merupakan kamp resmi di bawah pengawasan badan PBB
(UNHCR). Menurut data yang dimiliki pemerintah Bangladesh terdapat 23.857
pengungsi etnis Rohingya, 9.857 orang di Nayapara dan 14.000 orang di
Kutupalang. Namun berdasarkan data UNHCR ada sekitar 28.389 pengungsi yang
terdaItar.
7

Statuta UNHCR tahun 1950 dan Konvensi Jenewa mengenai Status Pengungsi
tahun 1951 merupakan pilar penyangga kepedulian komunitas internasional terhadap
isu pengungsi tersebut. Ditambah dengan adanya Protokol tanggal 31 Januari 1967
tentang Status Pengungsi, maka krisis-krisis pengungsi di kawasan AIrika dan Asia
turut mendapat kesempatan untuk mendapat perlindungan dari UNHCR. Dalam hal ini,
krisis pengungsi Rohingya yang berasal dari Myanmar telah mendapat perhatian
komunitas internasional berdasarkan pendekatan kemanusiaan.
Perhatian komunitas internasional tersebut terwujud dalam suatu bentuk
program-program bantuan. Bantuan adalah bantuan untuk memenuhi kebutuhan
Iisik dan materi bagi pengungsi Rohingya yang menjadi perhatian UNHCR. Ini
termasuk barang-barang makanan, pasokan medis, pakaian, tempat berteduh, bibit
dan peralatan, layanan sosial, konseling psikologis dan pemulihan bangunan yang
ada atau, seperti sekolah dan jalan.
Bantuan kemanusiaan terhadap pengungsi Rohingya pun mengacu pada
bantuan yang diberikan oleh organisasi kemanusiaan untuk tujuan kemanusiaan,
artinya, untuk non-politik, non-komersial, bukan militer. Dalam prakteknya
UNHCR berperan sebagai pemberi bantuan dukungan dan perlindungan bagi para
pengungsi. Dan peran tersebut adalah melengkapi peran negara dan berkontribusi
terhadap perlindungan pengungsi dengan cara :
8

1. mendukung penyertaan dalam, dan pelaksanaan dari konvensi dan hokum
pengungsi;

7
Rohingya tersingkir hingga kamp pengungsi, diakses dari:
http://www.primaironline.com/berita/internasional/rohingya-tersingkir-hingga-kamp-
pengungsi
8
UNHCR, Penandatanganan dapat Membuat Seluruh Perbedaan, Opcit, hal. 6.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
82

Universitas Indonesia
2. menjamin agar pengungsi diperlakukan sesuai standar dan hukum
internasional yang diakui;
3. menjamin agar pengungsi diberikan suaka dan tidak dipaksa untuk
kembali ke negara darimana mereka lari;
4. mendukung diterapkannya prosedur-prosedur yang sesuai untuk
menentukan apakah seseorang adalah pengungsi menurut deIinisi
Konvensi 1951 dan/atau menurut deIinisi yang ditentukan dalam
perangkat konvensi regional;
5. mencari solusi permanen/berkelanjutan terhadap masalah pengungsi.
Dalam melaksanakan tugasnya UNHCR melewati suatu proses analisa
terhadap krisis yang ada dari berbagai aspek. Analisa terhadap desakan isu,
kemungkinan perkembangan isu, perhitungan distribusi kebutuhan dasar hidup dengan
cepat tersebut dilakukan untuk menghindari kondisi terlunta-lunta yang mungkin
dialami para pengungsi sejak tiba di negara penerima hingga mendapat bantuan dari
dunia internasional melalui UNHCR. Menurut Robert Zettler, tahap ini disebut sebagai
sebagai Iase akut, dimana dalam minggu-minggu pertama dari aksi eksodus besar-
besaran adalah melakuan penyelamatan dasar terhadap pengungsi dari penyakit,
kelaparan dan kematian.
9

Ketika sejumlah besar pengungsi melarikan diri dalam jangka waktu yang
singkat, sangat penting untuk dapat memindahkan bahan makanan, bantuan
tempat berteduh, pasokan medis dan kebutuhan dasar lainnya dengan cepat.
Material dan dukungan logistik dapat diperoleh di dalam atau yang disediakan
oleh negara suaka atau negara donor lainnya. Untuk merespon dengan cepat untuk
keadaan darurat, UNHCR menyiapkan stok-stok barang kebutuhan tersebut di
gudang darurat di beberapa lokasi di seluruh dunia.






9
Zetter, Roger, Opcit. hal.57.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
83

Universitas Indonesia
Dalam hal analisa yang dilakukan oleh UNHCR terhadap krisis pengungsi
tersebut, akan sangat menentukan kelanjutan dari pelaksanaan pemberian bantuan
bagi para pengungsi. Pemberian bantuan bagi pengungsi oleh UNHCR dibagi
dalam lima bentuk bantuan, yaitu
10
:
1. Pemberian bantuan darurat yang melibatkan pergerakan pengungsi dalam
jumlah besar;
2. Program-program reguler dalam bidang-bidang yang siIatnya berupa
penyediaan kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan dan
perlindungan;
3. Mendorong kemandirian para pengungsi dan mengusahakan integrasi di
negara-negara penerima;
4. Repatriasi ke negara asal para pengungsi secara sukarela;
5. Penempatan di negara ketiga untuk para pengungsi yang tidak dapat
kembali ke tempat asalnya dan bagi pengungsi yang menghadapi
masalah perlindungan di negara tempat mereka pertama kali meminta
perlindungan.
Pelaksanaan pemberian bantuan memerlukan suatu otoritasi dari badan
yang lebih tinggi otoritasnya dari UNHCR. Tanpa adanya otoritas maupun badan
PBB yang berada diatas UNHCR, maka Iungsi mandat UNHCR akan menjadi
lemah. Oleh karena itu, pelaksanaan pemberian bantuan-bantuan ini berjalan
secara bertahap, disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada kasus
yang ditangani oleh UNHCR, baik dari keterbukaan pemerintah negara-negara
yang bersangkutan, kenyataan di lapangan, serta dari segi ketersediaan dana
dalam anggaran permanen, maupun kontribusi-kontribusi tidak mengikat dari
NGO maupun negara-negara donor.




10
United Nations, Basic Facts About the United Nations., New York, 2000. hal..254, dalam
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional: Hukum Internasional dan
Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional` Op.cit., hal. 72-73.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
84

Universitas Indonesia
3.1.3 Peran UNHCR sebagai Mediator dan Rekonsiliator
Dalam penanganan pengungsi Rohingya ini, UNHCR terus mendorong
kerjasama antara pemerintah Myanmar dan Bangladesh untuk mencari solusi
bersama dalam mengatasi pengungsi Rohingya. Salah satu solusi yang terbaik
adalah repatriasi atau pengembalian pengungsi Rohingya ke negara asal
(Myanmar).
Namun solusi ini masih sulit untuk dapat dijalankan UNHCR, karena
sampai saat ini pemerintah Myanmar tetap belum mengakui status pengungsi etnis
Rohingya sebagai bagian dari etnis yang ada di Myanmar, serta masih terjadinya
praktek diskriminasi terhadap etnis Rohingya di negara Myanmar oleh pemerintah
junta militer Myanmar.
UNHCR terus memastikan siIat sukarela dari repatriasi dan kesejahteraan
kelompok rentan di kamp-kamp dengan mempertahankan dialog dengan
pemerintah dan para pengungsi sendiri, serta melakukan intervensi jika
diperlukan. UNHCR terus membuat peka pemerintah Bangladesh pada isu-isu
perlindungan, sementara menekankan kepada para pengungsi untuk sukarela
kembali ke negara asalnya.
Sekitar 28.000 Muslim Burma yang tinggal di kamp-kamp pengungsi telah
terdaItar sebagai pengungsi, tetapi ribuan lagi yang tinggal di luar perkemahan
ditolak untuk diberikan kesempatan mendaItarkan diri sebagai pengungsi resmi
oleh pemerintah Bangladesh. Masalah para pengungsi Rohingya tidak lagi
menjadi masalah nasional negeri ini karena telah menjadi perhatian regional. Para
pengungsi Rohingya, telah menjadi keprihatinan regional.
Pemerintah Bangladesh beralasan, jika pemerintah mulai menerima lebih
banyak pengungsi pengungsi Rohingya, hal itu akan mendorong masuknya para
pengungsi baru ke Bangladesh dan memperburuk situasi hukum dan ketertiban di
Bangladesh.. Pemerintah Bangladesh bersama UNHCR telah mencoba untuk
memulangkan para pengungsi Burma yang tinggal di kamp-kamp di Cox Bazaar
melalui negosiasi dengan Myanmar sejak mereka datang ke Bangladesh pada
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
85

Universitas Indonesia
tahun 1992 secara repatriasi sukarela, tetapi rencana tersebut tetap tidak
berhasil.
11


3.1.4 Peran UNHCR sebagai Determination
Berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967, maka UNHCR sebagai
organisasi perlindungan bagi pengungsi, mempunyai kewenangan dalam
menentukan status bagi suatu pengungsi, dalam kasus ini adalah pengungsi
Rohingya yang masuk ke negara Bangladesh, serta memberikan solusi jangka
panjang dalam mengatasi permasalahan pengungsi yang terjadi.
Sebelum suatu pengungsi diberi status pengungsi, maka UNHCR terlebih
dahulu akan melakukan veriIikasi terhadap para pengungsi. Proses veriIikasi ini
bersiIat umum dalam pelaksanaannya di setiap negara yang akan diveriIikasi oleh
UNHCR. Pengungsi Rohingya ini pun melewati tahap veriIikasi, sebelum ia
mendapatkan status pengungsi oleh UNHCR.
Dalam kasus etnis Rohingya ini, UNHCR tidak dapat begitu saja
menjalankan Iungsinya untuk menangani para pengungsi. Sebelumnya tim dari
UNHCR akan bekerjasama dengan pemerintah negara setempat, dalam kasus ini
etnis Rohingya yang mengungsi di Bangladesh, yang setelah diveriIikasi UNHCR
yang akan menentukan apakah mereka berstatus pengungsi atau bukan
berdasarkan Konvensi Status Pengungsi 1951.
Tahapan yang dilakukan oleh UNHCR yaitu akan mendata dan
melakukan registrasi bagi para pengungsi untuk dijadwalkan interview dengan
pihak UNHCR mengenai motiI dan tujuan pengungsi tersebut. Setelah hasil dari
proses interview itu selesai, maka akan menentukan statusnya apakah mereka
termasuk pengungsi atau bukan berdasarkan konvensi tahun 1951. Dalam hal
pengungsi tidak puas dengan hasil keputusan yang menyatakan bahwa statusnya
bukan pengungsi berdasarkan konvensi tersebut, maka pengungsi itu akan diberi
waktu tiga puluh hari untuk melakukan banding.

11
Bangladesh Halangi Muslim Rohingya Jadi Pengungsi Resmi, diakses dari: http://www.voa-
islam.com/news/cambodia/2010/03/24/4239/bangladesh-halangi-muslim-rohingya-jadi-
pengungsi-resmi/

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
86

Universitas Indonesia
Selanjutnya UNHCR baru dapat memutuskan tindakan apa yang akan
dilakukan kepada para pengungsi tersebut dan tentunya dengan persetujuan dan
kerjasama dengan negara yang bersangkutan, dalam kasus ini antara Myanmar,
Bangladesh dan negara-negara tempat transit para etnis Rohingya tersebut.
12

Adapun proses veriIikasi terhadap penentuan status pengungsi ini dapat
kita lihat dalam bagan di bawah ini:

























12
Bangladesh. Analvsis of Gap in The Protection of Rohingva Refugees, diakses dari:
http://www.unhcr.org/46Ia1aI32.html
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
87

Universitas Indonesia
BAGAN 3.1
13

ALUR PENETAPAN STATUS PENGUNGSI OLEH UNHCR
































13
sumber: diolah dari interview di UNHCR Jakarta, 25 Mei 2010 dan UNHCR Global Appeal
2009, hal 33-37
Registrasi
pengungsi Bukan pengungsi
interview
banding
30 hari
untuk
mengajukan
banding
bukan
pengungsi
pengungsi
Solusi :
a. local
integration
b. repatriation
and
reintegration
c. resettlement
IOM
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
88

Universitas Indonesia
Pada kasus pengungsi Rohingya ini, UNHCR memiliki Iungsi untuk
melakukan penyelesaian jangka panjang melalui upaya untuk mencarikan
penyelesaian yang permanen (durable solution) terhadap pengungsi. Solusi
tersebut terbagi ke dalam 3 pilihan yaitu:
1. Repatriation
Repatriation merupakan upaya yang diambil UNHCR untuk
mengembalikan pengungsi ke negara asalnya. Repatriation terbagi menjadi 2
yaitu, pengembalian pengungsi ke negara asal atas keputusan UNHCR
(repatriation bv UNHCR) dan pengembalian pengungsi ke negara asal atas
permintaan pengungsi itu sendiri (voluntarv repatriation).
14

Solusi untuk melakukan repatriation memiliki syarat dimana negara asal
pengungsi tersebut benar-benar telah aman dan bisa menerima kembali para
pengungsi. Selama negara tersebut masih terlibat perang atau pemerintah negara
yang bersangkutan masih bermasalah dengan pengungsi, sehingga membahayakan
pengungsi, maka UNHCR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan upaya
ini.
Dalam pelaksanaan repatriasi secara sukarela, UNHCR memberikan
bantuan dasar bagi para pengungsi, Para pengungsi Rohingya masing-masing
diberi perlengkapan yang berisi barang-barang kebutuhan dasar rumah tangga dan
jatah makanan untuk memungkinkan mereka untuk mulai hidup mandiri di
Myanmar. Setelah di Myanmar, mereka akan menerima dana bantuan repatriasi,
bantuan transportasi, dan penyediaan untuk perbaikan perumahan dan bahan
bangunan di samping uang saku dua bulan senilai jatah makanan yang diberikan
oleh UNHCR.
15

2. Local integration
Local integration merupakan upaya untuk mengintegrasikan pengungsi
menjadi warga negara yang menjadi tujuan pengungsi. Biasanya pengungsi yang
diberikan solusi ini adalah pengungsi yang telah lama tinggal di negara tersebut
atau telah menikah dengan warga negara tersebut.

14
UNHCR Global Appeal 1999, Mvanmar and Bangladesh, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3eaII43I36.html
15
UNHCR Global Appel 2000, Bangladesh in Short, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3e2ebc0I15.html
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
89

Universitas Indonesia

3. Resettlement
Resettlement merupakan solusi yang diberikan kepada pengungsi dengan
melibatkan negara ketiga. Terdapat 11 negara yang merupakan negara tujuan
resettlement yaitu: Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Jerman, Belanda,
Selandia baru, Norwegia, Swedia, Perancis, dan Amerika serikat
Berbagai peran IGO yang dijalankan oleh UNHCR seperti yang telah
dipaparkan tentunya memiliki satu benang merah yang mampu menghubungkan
peran-peran yang yang telah dilaksanakan dalam satu simpul. Benang merah
tersebut ialah bagaimana UNHCR secara nyata memberikan bantuan-bantuan
yang imminent dan bersiIat material bagi para pengungsi.
Pengungsi yang disebutkan sebagai salah satu korban dari percaturan
politik internasional adalah subyek yang menjadi perhatian utama dari
UNHCR, bersamaan dengan internallv displaced persons (IDPs) dan kriteria-
kriteria displaced persons lainnya. Kasus pengungsi Rohingya di Bangladesh
tentunya tidak luput dari perhatian UNHCR, dan berbagai bantuan pun
disalurkan dalam kerjasamanya dengan berbagai rekan operasional.
Bantuan-bantuan teknis yang disalurkan sangat beragam dan meliputi
berbagai kebutuhan dasar hidup para pengungsi. Pengeluaran Iinansial, bantuan
pangan, dan persediaan air bersih adalah beberapa contoh dari serangkaian
bantuan teknis yang diberikan
16
.
Peran pemberi bantuan ini sangat erat dengan mandat yang diemban
oleh UNHCR, yaitu untuk mengusahakan penyediaan pertolongan darurat serta
mencarikan solusi jangka panjang bagi korban-korban tersebut. Korelasi antar
peran yang dimainkan oleh UNHCR sangat terbukti dalam aktiIitas UNHCR
secara spesiIik dalam pemberian bantuan. .
UNHCR telah memenuhi peran dari sebuah IGO dalam penyaluran
bantuan yang dilaksanakannya di Bangladesh dengan populasi pengungsi
Rohingya yang menjadi perhatian utama. Sebagai sebuah IGO, UNHCR telah
bekerjasama dengan aktor-aktor lain dalam hubungan internasional, baik aktor

16
UNHCR Global Apeeal 2000, Bangladesh in Short, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3e2ebc0I15.html
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
90

Universitas Indonesia
negara maupun non-negara. NGO internasional, NGO lokal, agen-agen PBB
lainnya, hingga pada level bilateral dimana Myanmar dan Bangladesh
mengadakan diskusi demi menghasilkan solusi penuntasan krisis pengungsi, telah
menjalankan hubungan kerja yang baik dengan UNHCR. Tiap aktor yang terlibat
dalam perlindungan pengungsi Rohingya di Bangladesh telah memberikan
kontribusi-kontribusi yang sesuai dengan spesialisasinya masing-masing untuk
memberi kehidupan yang layak bagi para pengungsi di kamp-kamp tempat
mereka hingga kini masih bermukim.

3.2. Hambatan-hambatan yang dialami UNHCR dalam pelaksanaan
tugasnya menangani pengungsi Rohingya di Bangladesh
Baik pemerintah Myanmar maupun Bangladesh bukan merupakan peserta
dalam penandatanganan Konvensi yang berkaitan dengan pengungsi. Dalam hal ini,
kegiatan atau peran UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya tentunya akan
menemukan banyak kendala dalam menangani masalah pengungsi yang terjadi, apalagi
sistem pemerintahan Myanmar dipimpin oleh rejim militer yang masih berkuasa saat
ini kurang mengatur masalah perlindungan hak-hak asasi manusia di negaranya.
Pemerintah Myanmar selalu membantah adanya masalah serius yang
terjadi di negaranya telah mengganggu negara lain. Pemerintah Myanmar
menyatakan bahwa masalah-masalah seperti kerja paksa, militer di bawah umur
dan perdagangan manusia adalah masalah kecil dan masih dalam batas wilayah
Myanmar dan dapat diatasi oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah
Myanmar menyatakan bahwa permintaan organisasi-organisasi internasional
seperti International Labor Organization (ILO) dan organisasi non pemerintah
seperti Amnesty Internasional agar Myanmar membolehkan dilakukan investigasi
oleh pihak independen tidak diperlukan.
17

Sebelumnya ada tiga pilihan yang bisa ambil oleh pemerintah Bangladesh
dalam menangani pengungsi Rohingya, sesaui dengan peran yang dapat dilakukan
oleh UNHCR dalam pelaksanaan mandat tugasnya, yaitu:
a. Pertama; yaitu mengembalikan para pengungsi tersebut ke Myanmar,
b. Kedua; tetap menampung para pengungsi tersebut di Bangladesh,

17
Martin Smith, Opcit, hal 190
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
91

Universitas Indonesia
c. Ketiga; memindahkan mereka ke negara lain.
Namun tiga pilihan ini juga memiliki pengaruh terhadap pengungsi etnis
Rohingya ini, karena :
a. Pilihan pertama yaitu mengembalikan para pengungsi ke Myanmar.
Hal ini untuk sementara dapat dikatakan tidak mungkin. Karena
pemerintah Myanmar sendiri tidak mengakui mereka sebagai warga
negara Myanmar. Oleh pemerintah Myanmar, mereka dikatakan sebagai
warga Bangladesh. Selain itu, alasan mereka meninggalkan Myanmar
adalah karena kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar terhadap
mereka, sehingga jika mereka dikembalikan lagi ke Myanmar, maka yang
terjadi adalah penderitaan yang berkepanjangan, dan bukan tidak mungkin,
mereka akan kembali mengungsi dan mencari perlindungan di negara lain.
b. Pilihan kedua yaitu tetap menampung para pengungsi.
Pilihan ini juga tidak sepenuhnya mudah dilakukan. Karena
dikhawatirkan para pengungsi tidak dapat membaur dengan warga
setempat dan nantinya akan menimbulkan masalah. Namun sesuai dengan
tujuan United Nation High Commissioner on Refugees (UNHCR) untuk
membantu para pengungsi, maka yang terpenting adalah bagaimana semua
pihak dapat membantu menangani para pengungsi ini terutama warga yang
tinggal dekat dengan tempat pengungsian etnis Rohingya tersebut.
c. Sedangkan pilihan ketiga yaitu memindahkan` mereka ke negara lain
yang bersedia menampung para pengungsi ini, tidak menjadi prioritas
keputusan pilihan untuk saat ini. Karena proses yang ditempuh oleh para
pengungsi tidak lah mudah dan memerlukan jangka waktu yang cukup
lama dalam pelaksananaanya. Yang terpenting adalah bagaimana agar
dapat memberikan bentuan kemanusiaan yang baik bagi para pengungsi.
UNHCR telah bekerja untuk memperbaiki kondisi pengungsi dan penduduk
tanpa kewarganegaraan di bagian utara negara bagian Arakan. Jumlah penduduk tanpa
kewarganegaraan tersebut sekitar 728.000 orang termasuk lebih dari 230.000 yang
berasal dari tempat pengungsian di Banglades. Hasil penilaian yang dilakukan oleh
United Nation High Commissioner on Refugees (UNHCR) di negara bagian Arakan
menunjukan bahwa pengungsi Rohingya yang telah kembali ke Arakan dan etnis
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
92

Universitas Indonesia
Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan telah diperlakukan secara dikriminatiI
oleh pemerintah Myanmar. Perlakuan diskriminatiI tersebut terjadi antara lain dalam
bentuk pembatasan ruang gerak dan pembatasan bahan peredaran bahan makanan.
Lemahnya status hukum etnis Rohingya tersebut menyebabkan kehidupan sehari-hari
mereka menjadi buruk.
18

UNHCR juga mengalami banyak hambatan dalam kegiatannya membantu
penanganan pengungsi etnis Rohingya. Kesulitan tersebut disebabkan ketidak
pahaman pemerintah Myanmar tentang standar dan prosedur hukum yang
dilakukan oleh UNHCR dalam meningkatkan perlindungan bagi penduduk yang
tidak memiliki kewarganegaraan di Arakan. Oleh karena itu UNHCR melakukan
dua pendekatan agar pemerintah baik pusat maupun daerah memahami prosedur
standar yang dimiliki oleh UNHCR dan menggabungkan perlindungan dengan
bantuan kemanusiaan.
Untuk meningkatkan status hukum etnis Rohingya di Arakan dilakukan
dengan melakukan pencatatan kelahiran dan menerbitkan dokumen pribadi
sebagai langkah awal untuk mendapatkan status warga negara. UNHCR juga
melakukan monitoring dan intervensi kepada pemerintah Myanmar dengan
maksud untuk mengurangi praktek diskriminatiI terhadap hak-hak asasi manusia
yang dialami oleh etnis Rohingya.
Penting untuk diingat bahwa keterlibatan UNHCR dalam membantu
menangani permasalahan etnis Rohingya ini benar, namun inti terpenting yang
harus diupayakan adalah bagaimana upaya untuk mengatasi sumber dari
permasalahan ini. Yang mana sumbernya berasal dari pemerintah Myanmar
sendiri. Sehingga yang harus menjadi perhatian juga adalah bagaimana agar
Iaktor-Iaktor yang menjadi penyebab etnis Rohingya tersebut mengungsi dapat
diminimalisir. Agar masalah seperti ini tidak akan terulang lagi, yaitu dengan
menekankan kepada masalah kemanusiaan dan keadilan.



18
UNHCR Global Appeal 2008-2009
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
93

Universitas Indonesia
Hasil analisa mengenai peran-peran yang dilakukan oleh UNHCR dalam
menangani pengungsi Myanmar etnis Rohingya di Bangladesh, serta hambatan-
hambatan yang dihadapinya dapat dijelaskan dalam bagan dibawah ini:


Tabel 3.1
Peranan UNHCR Dalam Menangani Pengunsi Rohingya di Bangladesh

No. Peran Ada/tidak Kelebihan (+) Kekurangan (-)
1. Inisiator V Permintaan
bantuan
pemerintah
Bangladesh
kepada UNHCR
merupakan
legitimasi bagi
UNHCR untuk
mealakukan
kegiatannya di
Bangladesh
UNHCR tidak
diberikan mandat
penuh dalam
pelaksanaan
kegiatannya dalam
menangani pengungsi
di Bangladesh
2. Fasilitator V Banyak bantuan
dari pihak lain
seperti IOM,
Organisasi
Internasional
Lainnya, NGO
lokal &
Internasional
serta pemerintah
lokal
Fasilitas yang
diberikan masih
sangat minim dan
kurang maksimal
3. Mediator &
Rekonsiliator
v Membuat pihak
Myanmar dan
Mediator &
Rekonsilisasi
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
94

Universitas Indonesia
Bangladesh
untuk mau
melakukan
pertemuan dan
perundingan
bagi
penyelesaian
masalah
pengungsi
Rohingya
tergolong tidak
sukses karena
walaupun ada
kerjasama dari
pemerintah Myanmar,
tetapi dalam
pelaksanaanya sering
tidak berjalan
semestinya.
4. Determinator V Merupakan
salah satu peran
yang penting
bagi UNHCR,
karena Iungsi
inilah yang
memutuskan
UNHCR untuk
menentukan
status
pengungsi, serta
melakukan
penyelesaian
jangka panjang
bagi pengungsi
Rohingya
Solusi jangka panjang
yang ditawarkan oleh
UNHCR dalam
pelaksanaannya
belum berjalan
maksimal karena
masih terdapat
hambatan.

Keterangan: (v) ada ; (-) tidak ada





Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
1

Universitas Indonesia
BAB 4
KESIMPULAN


Populasi pengungsi Rohingya yang berlokasi di Bangladesh, Asia
Tenggara adalah populasi pengungsi yang diteliti dalam penulisan ini.
Lahirnya etnis Rohingya sebagai pengungsi akibat ancaman kekerasan terhadap
etnis minoritas yang berbeda agama dengan etnis mayoritas yang beragama Budha
adalah akibat kebijakan diskriminatiI yang diterapkan pemerintah. Pemerintah
militer Myanmar menerapkan kebijakan asimilasi secara paksa dan tidak
mengakui etnis tersebut sebagai bagian dari bangsa Myanmar dan menyatakan
bahwa etnis tersebut bukan warga negara Myanmar.
Ketidaksanggupan Bangladesh untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup
para pengungsi, dan keputusannya untuk memanggil UNHCR menyalurkan
bantuan adalah keputusan yang diambil demi melindungi para pengungsi dan
untuk membantu pemerintah Bangladesh dari beban berat yang harus ditanggung
dalam menampung kaum pengungsi Rohingya tersebut. Selain itu, pemerintah
Bangladesh sebelumnya tidak memiliki mekanisme maupun perangkat
kebijakan yang mengatur urusan pengungsi di negaranya, oleh karena itu
permohonan bantuan terhadap UNHCR pun segera dilayangkan.
Kehadiran para pengungsi menimbulkan suatu kompleksitas dimana
berbagai aktor baik negara maupun non-negara dilibatkan, decision-making
process menjadi berperan penting pada tiap level analisa, serta tentunya menuntut
pertimbangan mendalam terhadap kondisi kehidupan para pengungsi, baik sebagai
individu maupun sebagai suatu komunitas pengungsi.
Tiap aktor memainkan peranan penting yang saling berkorelasi untuk
menjamin terselenggaranya upaya pengembalian hak-hak dasar pengungsi secara
maksimal. Dengan demikian harus terjalin kerjasama yang baik dan terbina
keterbukaan pada tiap-tiap tahap yang dilalui untuk melindungi pengungsi di
host countrv dan juga untuk mencarikan solusi terbaik bagi kelanjutan nasib
mereka, baik itu berupa repatriasi ke negara asal (Myanmar), relokasi di sebuah
negara ketiga, maupun untuk berintegrasi di host countrv.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
2

Universitas Indonesia
Kehadiran UNHCR untuk membantu memenuhi kebutuhan darurat para
pengungsi di Bangladesh telah ditunjukkan dengan perencanaan dan pendirian
-kampkamp pengungsi di kawasan perbatasan antara Bangladesh dan Myanmar
demi menyediakan perlindungan (shelter) bagi para pengungsi. Selain shelter
yang diperoleh dari kamp-kamp pengungsi UNHCR, para pengungsi tentu
membutuhkan berbagai sumber daya alam untuk bertahan hidup.
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang disediakan bagi para pengungsi
oleh UNHCR, didukung pula oleh penyelenggaraan kerjasama-kerjasama
UNHCR dengan NGO Internasional, NGO Lokal, dan juga beberapa aparat
pemerintah host countrv yang menangani hal-hal khusus berkenaan dengan
keberadaan pengungsi. UNHCR dalam hal ini juga memperlihatkan peningkatan
jumlah kerjasama dengan sister organi:ation nya di PBB, seperti WHO, WFP,
ILO, UNFPA, UNICEF, UNDP, dan lainnya.
Peningkatan kerjasama tersebut merupakan hasil pertimbangan terhadap
penyesuaian pemenuhan kebutuhan para pengungsi kala itu. Peran kerjasama
UNHCR dengan rekan-rekan operasional, sebagaimana telah dielaborasi
sebelumnya, menunjukkan peningkatan kualitas hidup pengungsi dan perbaikan
atas kondisi-kondisi buruk yang terjadi akibat perasaan tertekan yang dirasakan
para pengungsi selama berada di kamp, yang berujung pada kasus-kasus
kekerasan seksual terhadap wanita.
Terlepas dari perubahan-perubahan positiI yang dihasilkan oleh aktiIitas-
aktiIitas UNHCR di Bangladesh, tidak dapat dipungkiri bahwa dependensi
masyarakat pengungsi terhadap bantuan persediaan kehidupan meskipun tidak
bertambah, namun tidak pula berkurang. Dependensi tinggi para pengungsi
terhadap berbagai bentuk bantuan UNHCR kemudian akan menjadi masalah
baru ketika bantuan UNHCR yang bersiIat temporer di masa mendatang
ditarik mundur dari Bangladesh dengan berbagai pertimbangan organisasional
yang ada dalam tubuh UNHCR sendiri.
Keterlibatan pemerintah Bangladesh dan Myanmar sebagai dua negara
yang terlibat langsung dalam isu pengungsi kaum Rohingva juga menjadi penting
sebagai pihak-pihak yang paling berwenang untuk menentukan eksekusi
penyelesaian krisis pengungsi terbaik. Oleh karena itu peran-peran yang
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
3

Universitas Indonesia
dijalankan oleh UNHCR turut mempengaruhi cepat maupun lambatnya
penyelesaian krisis pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Kebijakan diskriminasi yang dijalankan oleh pemerintah junta militer di
Myanmar pun telah bertentangan dengan hak kelompok minoritas untuk
menentukan nasib sendiri dan hak untuk diperlakukan sama dengan kelompok
etnis lainnya. Kebijakan diskriminatiI yang dilaksanakan oleh pemerintah
Myanmar adalah kebijakan yang tidak mengakui etnis Rohingya sebagai salah
satu kelompok etnis Myanmar.
Akibat tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai etnis Myanmar
mengakibatkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Kesulitan mendapatkan
pekerjaan menyebabkan etnis Rohingya pindah ke negara lain untuk menncari
kehidupan yang lebih baik. Tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai warga negara
Myanmar juga menyebabkan mereka tidak mendapat Iasilitas sebagai warga
negara yaitu hak atas pendidikan dasar dan hak memperoleh kesehatan.
Kebijakan asimilasi yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar
mengakibatkan budaya dan agama yang dianut oleh etnis rohingya harus
disesuaikan dengan budaya dan agama etnis mayotitas Myanmar yaitu etnis
Burman yang beragama Buddha. Kebijakan diskriminatiI dan asimilasi telah
menyebabkan etnis Rohingya melarikan diri ke negara tetangga untuk melindungi
diri, budaya dan agama yang mereka anut. Etnis Rohingya yang melarikan diri
tersebut terpaksa diterima sebagai pengungsi.
Arus pengungsi yang masuk ke berbagai negara tetangga telah
menimbulkan masalah di negara yang menerima. Masalah yang ditumbulkan
pengungsi tersebut adalah masalah keuangan dan keamanan sehingga menjadi
perhatian masyarakat internasional. Berdasarkan konsep keamanan non-
tradisional masalah diskriminasi dan konIlik etnis merupakan salah satu ancamann
terhadap keamanan sehingga menjadi masalah transnasional.
Untuk menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya maka masalah yang
menyebabkan terjadinya pengungsian tersebut dan bagaimana penyelesaian
pengungsi harus dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah Myanmar
dengan negara-negara yang menjadi tujuan para pengungsi tersebut.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
4

Universitas Indonesia
Konvensi 1951 serta Protokol 1967 merupakan dasar sistem perlindungan
pengungsi internasional. Oleh karenanya, memperkuat pelaksanaan Konvensi
1951 dan Protokol 1967 merupakan langkah awal memperbaiki perlindungan
pengungsi dan pencari suaka. Tindakan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,
termasuk berjuang untuk memperoleh persetujuan universal kepada Konvensi
1951dan Protokol 1967, dengan memperbaiki prosedur suaka di masing-masing
Negara, serta berusaha mengharmonisasikan prosedur tersebut di antara negara
peserta, dengan menawarkan jenis perlindungan lain bagi mereka yang
membutuhkannya namun tidak memenuhi syarat Konvensi 1951 dan, sebaliknya,
mengambil langkah segera untuk mengecualikan mereka yang tidak berhak
mendapat perlindungan internasional.
Pelaksanaan Konvensi 1951 beserta Protokol 1967 yang keduanya
melandasi perlindungan pengungsi internasional, harus diperkuat. Sesegera
mungkin, jumlah Negara Peserta harus diperluas dan melibatkan semua wilayah
geograIis secara seimbang. Pendekatan yang lebih harmonis terhadap penentuan
status pengungsi, maupun interpretasi Konvensi 1951 dan penggunaan bentuk-
bentuk perlindungan yang melengkapi juga diperlukan.
Tanggapan yang lebih tegas pada akar penyebab terjadinya arus
pengungsi, tanggapan yang lebih eIektiI dan terduga terhadap situasi arus
pengungsi besar-besaran, kebijakan penerimaan yang lebih baik serta suasana
yang lebih kondusiI bagi perlindungan pengungsi akan memperbaiki pelaksanaan
sistem perlindungan pengungsi. Langkah-langkah yang tepat untuk memperkuat
pengawasan terhadap pelaksanaan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 perlu
diciptakan. Perlindungan pengungsi juga akan semakin ditingkatkan dengan
mengikuti, serta pelaksanaan eIektiI dari perangkat pengungsi regional maupun
perangkat hak azasi.
Tanggung jawab UNHCR yang telah terdeIinisi dengan jelas terhadap
pengungsi dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya tidak mencakup
migran secara keseluruhan. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa pengungsi
sering bergerak dalam arus migrasi yang lebih luas. Pada saat yang sama, kurang
adanya pilihan migrasi yang sah dan memadai merupakan insentiI tambahan bagi
mereka yang bukan pengungsi untuk mencoba masuk ke negara lain melalui jalur
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
5

Universitas Indonesia
suaka, karena merupakan satusatunya cara yang memungkinkan mereka untuk
masuk dan tinggal di negara lain. Karena risiko dan dampak yang muncul bagi
mereka, maka penting agar pengungsi mendapatkan perlindungan tanpa harus
mencari jalan yang memaksa mereka untuk menempuh jalan perdagangan ilegal
yang akan membahayakan mereka.
Perlu dikembangkannya pemahaman serta pengelolaan yang lebih baik
terhadap batasan antara suaka dan migrasi. Keduanya ini harus didukung UNHCR
meski sesuai wewenang UNHCR, agar orang-orang yang membutuhkan
perlindungan dapat memperolehnya, dan orang-orang yang ingin bermigrasi
mempunyai pilihan yang lain daripada harus menggunakan jalur suaka, dan agar
para penyelundup tidak dapat menyalahgunakannya dengan memanIaatkan
kemungkinan jalur masuk ke negara secara ilegal.
UNHCR menerapkan strateginya memberikan bantuan-bantuan kepada
pengungsi, yaitu UNHCR memberikan bantuan pembangunan pendidikan,
kesehatan dan Iasilitas pemukiman yang sehat. Disamping itu, UNHCR juga
melakukan perundingan dengan pemerintah Myanmar agar etnis Rohingyya yang
mengungsi ke negara tetangga seperti Banglades, Malaysia, Thailand dan
Indonesia dapat kembali ke Myanmar dan diakui sebagai warga Myanmar.
UNHCR telah melakukan upaya pencatatan kelahiran agar kemudian hari dapat
diakui sebagai warga negara Myanmar.
Kasus pengungsi merupakan persoalan yang dihadapi oleh banyak negara.
Persoalan ini merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya
setiap pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara menyeluruh, dari
penyebab eksodus massal sampai penjabaran respon yang perlu untuk
menanggulangi rentang permasalahan pengungsi, dari keadaan darurat sampai
pemulangan mereka (repatriasi).
Tidak ada orang yang menyukai atau memilih menjadi pengungsi. Menjadi
pengungsi berarti lebih buruk daripada menjadi orang asing. Pengungsi berarti
hidup dalam pembuangan dan sangat berrgantung kepada orang lain untuk
memperoleh kebutuhan pokok hidupnya. Penyebab terjadinya pengungsi telah
meluas, sekarang termasuk karena bencana alam atau ekologi dan kemiskinan
yang amat sangat. Akibatnya, banyak pengungsi saat ini yang tidak sesuai dengan
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
6

Universitas Indonesia
deIinisi dalam Konvensi sehubungan dengan Kedudukan Pengungsi. Hal ini
menyangkut korban-korban pengejaran (persecution) karena alasan ras, agama,
kewarganegaraan, anggota dari kelompok sosial atau pandangan politik tertentu.
Terdapat hubungan yang jelas antara persoalan pengungsi dan masalah hak
asasi manusia. Pelanggaran-pelanggaran terhadap hak asasi manusia bukan hanya
sebagian diantara penyebab utama eksodus massal, tetapi juga menghilangkan
adanya pilihan pemulangan secara sukarela selama hal tersebut terjadi.
Pelanggaran terhadap hak kelompok minoritas dan pertikaian antar suku makin
banyak menjadi sumber eksodus massal dan pemindahan di dalam negeri.
Solusi permanen dan bantuan material yang telah diberikan oleh UNHCR
pada kenyataannya bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Repatriasi sukarela
misalnya, tidak dapat dilaksanakan apabila UNHCR tidak berhasil meyakinkan
para pengungsi bahwa repatriasi adalah opsi yang paling aman untuk mereka pilih.
Selain itu, repatriasi juga tidak dapat dilaksanakan apabila negara asal
yang ditinggalkan pengungsi masih bersiIat mengancam keamanan diri mereka,
seperti adanya perang saudara maupun berbagai bentuk diskriminasi yang
berbentuk kekerasan. UNHCR pun harus terus memberikan bantuan-bantuan yang
diperlukan pada saat para pengungsi itu tiba dinegara asalnya, dan perlu pula
memantau kondisi pengungsi yang telah bermukim di negara asalnya.
Meskipun UNHCR memainkan peranan IGO sesuai dengan aktiIitasnya,
pada kenyataannya UNHCR tidak berhasil memenuhi mandatnya untuk mencapai
solusi terbaik bagi para pengungsi Rohingya. Hal tersebut dikarenakan UNHCR
tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam pembuatan kebijakan suatu
negara. Dan pada akhirnya, solusi yang terbaik bagi para pengungsi Rohingya
tersebut adalah penghapusan segala macam bentuk diskriminasi yang dilakukan
oleh pemerintah Myanmar, pengembalian hak-hak etnis Rohingya, serta etnis
Rohingya diakui sebagai bagian dari etnis yang ada di Myanmar.

Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
101

Un|vers|tas Indones|a
DAFTAR PUSTAKA


Buku
Ager, Alastair. Refugees. Perspective on the experience of Forced Migration,
Continuum Publicatons, New York: 1999.
Bhattacharya, Swapna. Mvth and Historv of Bengali Identitv in Arakan. In.
Maritime Frontier oI Burma, edited by Jos Gommans & Jacques Leider.
Leiden: Koninklijke Nederlandse Akademie von wetenscherppen (Royal
Netherlands Academy oI Arts, Amtserdam). 2002.
Collins, Alan. Securitv and Southeast Asia Domestic, Regional, and Global
Issues, Singapore: Insititute oI Southeast Asian Studies.2003.
Ganesan, N. and Hlaing, Kyaw Yin. Mvanmar State, Societv and Eethnicitv
Singapore: Institute oI Southeast Asian Studies, 2007.
Jemadu, Aleksius. Politik global dalam Teori dan Praktik, Konflik Internal dalam
Konteks Politik Global Kontemporer, Jakarta: Graha Ilmu. 2008.
Levinson, David. Ethnic Relations A Cross-Cultural Encvclopedia, Santa
Barbara: ABC-CLIO Inc, 1994.
Liddell, Zunetta. No Room to Mave. Legal Constraints on Civil Societv in Burma,
Chiang Mai: Silkworm Books, 1999.
Mackerras, Collin. Ethnicitv in Asia, London: Routledge Curzon, 2003.
May Rudy, T. Administrasi dan Organisasi Internasional, ReIika Aditama, 1998.
Newman, Lawrence. Social Research Methods. Qualitative and Quantitative
Approaches, Boston: Pearson Education, Inc (Iourth edition), 1999
Perwita, Anak Agung Banyu. Human Securitv dalam Konteks Global dan
Relevansinva Bagi Indonesia, Analisis CSIS, Tahun XXXII/2003 No.1
Perwita, Anak Agung Banyu. (2006). Kapasitas ASEAN dalam Penvelesaian
Konflik Internal di Mvanmar, Analisis CSIS, Vol 35, No.2.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Mochamad. (2006). Pengantar
Hubungan Internasional, Bandung : Penerbit Remaja Rosdakarya.
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
102

Un|vers|tas Indones|a
Romsan, Achmad. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional . Hukum
Internasional dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional, (Bandung :
Sanic OIIset, 2003).
Steinberg, David I. A Joid in Mvanmar. Civil Societv in Burma`, Chiang Mai:
Silkworm Books, 1999.
Smith, Martin. Ethnic Conflict and the Challenge of Civil Societv in Burma`
(Chiang Mai: Silkworm Books,1999.
N. Ganesan and Kyaw Yin Hlaing (Ed.), Mvanmar State, Societv and Eethnicitv,
Singapore: Institute of Southeast Studies. 2007.
Verri, Pietro. Dictionarv of the International Law and Armed Conflict,
International Committee oI the Red Cross, Geneva 1992
Walter Carlsnaes, Thomas Risse, and Beth A. Simmons, Handbook of
International Relation, London: SAGE Publication, 2002.

Artikel dan Situs Internet

ASEAN Selayang Pandang, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Departemen
Luar Neeri Republik Indonesia , 2007.

UNHCR, Gambaran Umum Tentang Fungsi-Iungsi Komisariat Tinggi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi, 2002.

UNHCR Global Appeal 2008-2009 in Myanmar.

UNHCR Global Report 1999, Myanmar-Bangladesh Repatriation and
Reintegration Operation.
UNHCR, prinsip-prinsip panduan bagi pengungsian internal, OCHA, Kantor
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan,
2001.

UNHCR, Orang Tanpa Kewarganegaraan Diseluruh Dunia, 2005
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
103

Un|vers|tas Indones|a
UNHCR, Penandatanganan dapat Membuat Seluruh Perbedaan, 2009.

United Nations Development Programme, Human Development Report, 1994
(New York: OxIord University Press, 1994)
Burmese Rohingya Community in Australia, www.brca-aus.blogspot.com.
Convention and Protocol Relating to the Status oI ReIugees, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html
CERF Funding by Country (2010) - Project Detail Myanmar, diakses dari :
http://ochaonline.un.org/CERFaroundtheWorld/Myanmar2010/tabid/6554/
language/en-US/DeIault.aspx
Chronology Ior Rohingya (Arakanese) in Burma, 2004, diakses dari :
http://www.unhcr.org/reIworld/docid/469I3872c.html
Cultural Problem oI Muslim in Burma, diakses dari: www.rohingya.org
Functons and Power oI the General Assembly, diakses dari
http://www.un.org/ga/about/background.shtml
Hentikan Arus Orang Ronghiya`, diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/xml/04480820/hentikan.arus.orang.r
ohingya
Hungarian ReIugee Crisis, diakses dari http://www.unhcr.org/cgi-
bin/texis/vtx/photos?sethungary1956
MvanmarThe Rohingva Minoritv. Fundamental Rights Denied, Amnestv
International, 2004, diakses dari :
http://www.amnesty.org/en/library/inIo/ASA16/005/2004
OIIice oI the United Nations High Commissioner Ior ReIugees, diakses dari
http://nobelprize.org/nobelprizes/peace/laureates/1954/reIugees-
history.html
Peta persebaran etnis, Diakses dari:
http://5starmyanmar.com/MyanmarStatesMap.jpg
Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.
104

Un|vers|tas Indones|a
Peta wilayah etnis Rohingya, diakses dari :
http://ibrahimjr.wordpress.com/2009/04/peta-rohingya.jpg
Press brieIing Deplu, diakses dari
http://www.deplu.go.id/layouts/mobile/PortalDetail-
PersBrieIingLike.aspx?lid&ItemId7645a00a-8I69-426d-9921-
6598c7361466
Question Considered by the Second Emergency Special oI the General Assembly
Irom 4 to 10 November 1956 (item 67), dikases dari http://daccess-
ods.un.org/TMP/9923754.html.
Rohingya dan Masa Depan Minoritas`, diakses dari http://idsps.org/headline-
news/berita-media/masa-depan-minoritas/
Rohingya tersingkir hingga kamp pengungsi, diakses dari:
http://www.primaironline.com/berita/internasional/rohingya-tersingkir-
hingga-kamp-pengungsi
Rohingya yang Kini Diabaikan, diakses dari
http://m.kompas.com/news/read/data/2009.01.30.00123761
The Nation, Is Asean prepared to pressure Burma over the Rohingya
reIugees?,diakses dari : https://democracyIorburma.wordpress.com/.../is-
asean-prepared-to-pressure-burma-over-the-rohingya-reIugees/,
UNHCR Global Appeal 1999, Mvanmar and Bangladesh, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3eaII43I36.html
UNHCR Global Apeeal 2000, Bangladesh in Short, diakses dari:
http://www.unhcr.org/3e2ebc0I15.html





Peran UNHCR..., Aris Pramono, FISIP UI, 2010.

Anda mungkin juga menyukai