Pengertian HAM Menurut Para Ahli - Setiap manusia sejak dalam kandungan telah
memiliki hak asasi dimana sebagai manusia pasti memiliki sesuatu yang menjadi pokok atau dasar
dari setiap diri masing-masing individu. Hak bisa diartikan sebagai kekuasaan untuk melakukan
sesuatu atau kepunyaan (milik), sedangkan asasi merupakan hal yang utama, pokok atau dasar.
Sehingga hak asasi manusia dapat diartikan hak-hak yang dimiliki setiap manusia sejak ia dalam
kandungan, hak tersebut melekat di setiap manusia sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa (Tuhan YME).
Hak Asasi Manusia (HAM) berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam
Declaration of Independence of USA (Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat) juga tertulis
dalam UUD 1945, misalnya pada pasal 28, pasal 27 ayat 1, pasal 30 ayat 1, pasal 29 ayat 2 dan
pasal 31 ayat 1.
Banyak sekali definisi tentang Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM), untuk lebih jelasnya
langsung saja kita simak pengertian dan penjelasan HAM menurut para Ahli
1. Pembantaiaan Rawagede
Munir Said Thalib merupakan aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus
pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang pada 8 Desember 1965. ia meninggal pada 7 September
2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika Munir sedang melakukan perjalanan menuju
Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa
Munir meninggal di dalam pesawat karena serangan jantung, dibunuh, bahkan diracuni. Namun,
sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracun menggunakan Arsenikum di
makanan atau minumannya saat ia merada di dalam pesawat.
Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik temu, bahkan kasus ini telah diajukan ke Amnesty
Internasional dan tengah diproses. kemudian pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto
selaku Pilot pesawat yang ditumpangi munir dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti
bahwa ia merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja Pollycarpus
menaruh Arsenik di makanan Munir sehingga ia meninggal di pesawat.
3. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Kasus Marsinah terjadi pada 3-4 Mei 1993. Seorang pekerja dan aktivitas wanita PT Catur Putera
Surya Porong, Jatim. Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang dilakukan oleh Marsinah dan
buruh PT CPS. Mereka menuntun kepastian pada perusahaan yang telah melakukan PHK mereka
tanpa alasan. Setelah aksi demo tersebut, Marsinah malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia
tewas di kawasan hutan Wilangan, Nganjuk dalam kondisi mengenaskan dan diduga menjadi
korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan. Penyelidikan
masih belum menemukan titik terang hingga sekarang.
4. Penculikan Aktivis (1997/1998)
Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23
aktivis pro-demokrasi diculik. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang, meskipun
ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis lainnya masih belum diketahui
keberadaannya sampai kini. Banyak orang berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh
para anggota militer.
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal
dari masalah SARA dan unsur politis. Peristiwa ini dipicu oleh warga sekitar yang melakukan
demonstrasi pada pemerintah dan aparat yang hendak melakukan pemindahan makam keramat
Mbah Priok. Para warga yang menolak dan marah kemudian melakukan unjuk rasa, hingga
memicu bentrok antara warga dengan anggota polisi dan TNI. Dalam peristiwa ini diduga terjadi
pelanggaran HAM dimana terdapat ratusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan
penembakan.
Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa
penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu
ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah
aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran
HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban
Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun,
hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas
karena ditembak.
7. Kasus Bulukumba
Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2003. Dilatar belakangi oleh PT.
London Sumatra (Lonsum) yang melakukan perluasan area perkebunan, namun upaya ini ditolak
oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba. Anggota Brigade Mobil Kepolisian Resor
Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan menembak seorang warga Desa Bonto Biraeng,
Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3 Oktober 2011) sekitar pukul 17.00 Wita. Ansu, warga
yang tertembak tersebut, ditembak di bagian punggung. Warga Kajang sejak lama menuntut PT
London mengembalikan tanah mereka.
8. Pembantaian Massal Komunis (PKI) 1965
Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang
dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI)
menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan anggotanya yang berjumlah jutaan.
Pihak militer mulai melakukan operasi dengan menangkap anggota komunis, menyiksa dan
membunuh mereka. Sebagian banyak orang berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi
dalang dibalik pembantaian 1965 ini. Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis
meninggal dan sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.
9.Tragedi Sampit
Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa
insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara
Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk Madura
pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh
pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia.Tahun 2000, transmigran
membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah.Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan
yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah
memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi
ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.
Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa
ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa
kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak
mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura.
Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak
dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga
dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura
setelah sengketa di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan antara murid dari berbagai ras
di sekolah yang sama
10.Lumpur Lapindo
Kasus pelanggaran HAM berat terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur.Pada tahun 2006 terjadi
peristiwa banjir lumpur panas akibat kegiatan pengeboran tanah yang dilakukan PT. Lapindo
Brantas di Porong, Sidoarjo.Semburan lumpur panas terjadi terus menerus hingga menimbulkan
dampak luar biasa bagi masyarakat dan mengganggu aktivitas perekonomian di Jawa
Timur.Masyarakat di sekitar daerah semburan terpaksa pindah untuk dievakuasi ke tempat aman
karena lumpur yang menggenangi pemukiman mereka.Peristiwa ini kemudian ditangani oleh
Komnas HAM yang telah menemukan 13 jenis pelanggaran yang terjadi di kawasan yang
tergenang lumpur tersebut yaitu pelanggaran di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.Selain itu,
dikatakan luapan lumpur Lapindo termasuk kategori “corporate crime”.Peristiwa tersebut
mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM karena tidak adanya kepastian dan jaminan yang
layak bagi para korban.
embantaian Santa Cruz (1991)
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang
dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz,
Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang
menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer
Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-
luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan
yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk
menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
membentuk negara sendiri.
Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan
mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai
melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang
berserta Pansernya.
Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-
lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami
luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah
terbukti terjadinya pelanggaran HAM.
Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi
hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang berjumlah
banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang yang
dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet dibunuh, ada yang
dipancung, dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI
tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang masih selamat
dari amukan warga.
KELOMPOK DENMARK
- Achmad Setiawan
- Asep Saepulloh
- Haikal Akbar
- Khoerunnisa Oktavia
- Muhamad Libran